Selasa, 25 September 2012

"Menghubungkan NU Dengan Syiah Seperti Othak-Athik Gathuk"

SELASA kemarin (18/09/2012), bertempat di Gedung Sucofindo, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Syiah telah meluncurkan buku putihnya yang berjudul “Buku Putih Mazhab Syiah Menurut Ulama yang Muktabar” dan mengadakan seminar “Menuju Kesepahaman dan Kerukunan Umat Islam”. Dalam acara yang digagas oleh organisasi Syiah, Ahlulbait Indonesia (ABI), Anggota Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI), Dr Muhsin Labib mengatakan, antara Nahdhatul Ulama (NU) dan Syiah ada kemiripan. [baca:Mengaku Ada Kemiripan dengan NU, Syiah Ajak Waspadai Al Bayyinat]
Namun pendapat Muhsin ini dibantah mantan Khatib Aam Syuriah NU Cabang Istimewa Malaysia, Dr Anis Malik Thoha. Menurut kemenakan Kiai Sahal Mahfudz, ini, mengatakan NU sama dengan Syiah adalah sebuah pernyataan “Othak-Athik Gathuk” (dikait-kaitkan, red).
Seperti diketahui, Anis Malik Toha dikenal sebagai pakar masalah pluralisme agama dan sehari-hari  sebagai dosen Ilmu Perbandingan Agama pada International Islamic University, Malaysia (IIUM).

“Tidak bisa serta-merta menjadi justifikasi bahwa NU itu asalnya adalah Syi'ah,” ujar Anis yang juga penulis “Tren Pluralisme Agama” ini. Apa maksudnya? Berikut wawancara hidayatullah.com dengan Dr. Anis, Kamis (20/09/2012).
Benarkah klaim bahwa Islam Syafi'i adalah mazhab yang paling dekat dengan esoterisme dan Syiah, juga bahwa NU esoterismenya berwajah Syiah dan eksoteriknya berwajah Sunni. Juga dikatakan NU adalah proses untuk menggabungkan keduanya?
Sepanjang itu teori, ya saya rasa siapa saja boleh berteori. Tapi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana teori itu dibangun, dan atas dasar apa?
Menurut Muhsin Labib, perkataan itu diambil dari ucapan Gus Dur?
Muhsin Labib itu siapa? dan Gus Dur itu siapa? Apakah ulama dan para kiai besar NU bisa membenarkan pendapat mereka?
Hidayatullah kemudian menjelaskan bahwa Muhsin Labib lulusan Qom, Iran dan Direktur Moderat Institute
Ya iya lah... karuan saja, wong dia digembleng di Qom, Iran. Logika dangkalnya, dia pasti cari-cari mana justifikasinya untuk mengatakan bahwa NU adalah Syi'ah. Kalau boleh saya katakan dalam istilah Jawanya, itu disebut  “Othak-athik gathuk” (ilmu  mengkait-kaitkan, red).
Kembali pada model “othak-athik gathuk” tadi, jelas itu tidak ilmiah. Saya sepenuhnya tidak bisa menerimanya. Di kalangan NU sendiri memang ada kecenderungan seperti itu. Khususnya orang-orang yang "ditokohkan" akhir-akhir ini. Gus Dur, adalah satu contoh model kalangan ini. Beliau tanpa tedeng aling-aling (terang-terangan, red) mengatakan bahwa banyak amalan-amalan ibadah NU itu berbau Syi'ah.

Saya sendiri bisa membenarkan adanya unsur-unsur Syi'ah dalam beberapa praktik ibadah (rites and rituals) NU. Tapi hal ini tidak bisa serta-merta menjadi justifikasi bahwa NU itu asalnya adalah Syi'ah. Banyak hal yang mesti diurai.

Contohnya seperti dalam syi’ir ini  لي خمسة أطفي بها حر الوباء إلخ  Pertama, dalam syi'ir ini tidak secara tegas (dalam tradisi NU, tentu) dinyatakan keyakinan akidah Syi'ah. Syi'ir ini hanya menurut saya hanya menegaskan keutamaan/posisi Ahlulbait Rasulullah. Tidak lebih dan tidak kurang. Dan setiap Muslim harus menghormati dan mencintai mereka. Jadi, ini tidak cukup untuk membuat kesimpulan bahwa NU itu Syi'ah atau bagian dari Syi'ah.
Kedua, sepengetahuan saya (bisa jadi saya salah), syi'ir ini mulai popular dilantunkan di masjid-masjid, langgar-langgar, mushalla-mushalla, pengajian-pengajian baru di kemudian hari (sekitar 70-an). Artinya sebelumnya "kurang" popular.
Ketiga, sejak berdirinya tahun 1926 garis panduan dasar (AD/ART) NU sangat-sangat jelas tidak ada sedikit pun kata-kata atau redaksi yang bisa ditafsirkan menyerupai kepercayaan Syi'ah. Bahkan Hadhratus Syaikh Hasyim Asy'ari sendiri tegas-tegas menolak Syi'ah.
Jadi, kalau kemudian hari cucunya, dan sebagian dari pengikutnya mencoba menarik-narik NU untuk diakurkan dengan Syi'ah tentu perlu dipertanyakan. Itulah yang saya  maksud "othak-athik gathuk" yang ternyata ndak gathuk juga (tidak nyambung, red).
Istilahnya  untuk mencari pembenaran ya pak?
Maksudnya ya itu tadi, mengotak-atik, mencari-cari sesuatu, pemikiran yang sebetulnya ndak ada saling keterkaitan antara satu dan lainnya, untuk kemudian bisa dipadukan dan menjadi sesuai.
Hanya saja perlu ditegaskan bahwa pendapat saya di atas bukan berarti menolak keberadaan mereka. Saya tetap berpendapat seperti yang selalu saya tekankan di dalam buku dan tulisan-tulisan saya dalam menyikapi perbedaan, pluralitas atau keragaman.*
sumber : hidayatullah.com

Mengaku Ada Kemiripan dengan NU, Syiah Ajak Waspadai Al Bayyinat

Hidayatullah.com--Anggota Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI), Dr Muhsin Labib mengatakan, antara Nahdhatul Ulama (NU) dan Syiah ada kemiripan dilihat  dari beberapa tradisi dan praktek.

“Islam Syafi’i adalah mazhab yang paling dekat dengan esoterisme dan Syiah. Baru setelah itu terjadi Syiah dalam jenis lain dan itu di representasikan oleh NU dan membentuk kultur NU,” jelasnya saat menjadi salah satu narasumber dalam seminar Syiah “Menuju Kesepahaman dan Kerukunan Umat Islam” di Gedung Sucofindo, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (18/09/2012).

Ia juga mengungkapkan bahwa NU adalah proses upaya untuk menggabungkan Sunni-Syi’ah.

“NU esoterismenya berwajah Syiah dan eksoteriknya berwajah Sunni-Syafi’i. NU adalah proses untuk upaya menggabungkan keduanya (Sunni-Syiah). Oleh karena itu, tidak heran pada waktu itu Gus Dur mengatakan bahwa NU itu Syi’ah minus Imamah,” ungkapnya.

Lebih jauh, lulusan Qom Iran itu juga mengingatkan agar kalangan NU mewaspadai penumpang-penumpang gelap seperti Yayasan Al-Bayyinat masuk ke tubuh NU menjadi pengurus.

“NU Gusdurian adalah NU yang toleran dan menyejukkan. Jangan sampai penumpang-penumpang gelap seperti Al-Bayyinat masuk ke tubuh NU menjadi pengurus,” katanya mengingatkan.

Selain mencurigai AL Bayyinat, ia juga menduga bahwa ada upaya untuk melemahkan organisasi seperti NU dan menggunting otoritas NU yang dilakukan kaum Salafi.

Menurut Dr. Dinar Dewi Kania, salah satu peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), esoteris merupakan aspek batin yang tidak ada hubungannya dengan ibadah atau ritual agama. Sedangkan eksoterik merupakan aspek lahir yang berhubungan dengan ritual atau agama.

“Dalam ajaran pluralisme, orang boleh berbeda dalam level eksoterik (ritual atau ibadah) tapi sebenarnya saat di level esoteris, ia sama-sama menuju satu Tuhan yang sama,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Rabu (19/09/2012).
Selain itu pernyataan Muhsin Labib ini juga dibantah kader NU yang kini bermukim di Malaysia, Dr Anis Malik Toha. Anis, yang dikenal pakar masalah pluralisme agama mengatakan, menghubungkan NU dengan Syiah seperti ilmu "othak-athik gathuk" (terlalu dikait-kaitkan). Sebab sejak berdirinya tahun 1926 garis panduan dasar (AD/ART) NU sangat-sangat jelas tidak ada sedikit pun kata-kata atau redaksi yang bisa ditafsirkan menyerupai kepercayaan Syi'ah. Bahkan Hadhratus Syaikh Hasyim Asy'ari sendiri tegas-tegas menolak Syi'ah. [baca: "Menghubungkan NU Dengan Syiah Seperti Othak-Athik Gathuk"].*

Al Bayyinat: Usaha Syiah Mengadu-domba Elemen Islam Tak Akan Berhasil

Hidayatullah.com— Ketua Bidang Organisasi Yayasan Al-Bayyinat Habib Achmad Zein Al-Kaf mengatakan, organisasi Al Bayyinat adalah sebuah lembaga pengkaji masalah Syiah yang di dalamnya terdiri dari banyak orang dan perwakilan elemen organisasi Islam. Di antara mereka ada yang dari Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), Al Irsyad Al Islamiyah dan beberapa organisasi lain. Karena itu lembaga ini lebih tepat milik umat Islam.

Penjelasan ini disampaikan Habib Achmad Zein sehubungan dengan pernyataan tokoh Syoah yang juga Anggota Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI), Dr Muhsin Labib dalam seminar Syiah di Gedung Sucofindo, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (18/09/2012) yang telah meminta kalangan Nahdhatul Ulama (NU) mewaspadai ‘penumpang-penumpang gelap’ seperti Yayasan Al-Bayyinat masuk ke tubuh NU menjadi pengurus. [baca: Mengaku Ada Kemiripan dengan NU, Syiah Ajak Waspadai Al Bayyinat]

Menurut Habib Achmad Zein, pernyataan tokoh Syiah itu dinilai salah alamat dan dengan sengaja ingin memecah hubungan Al Bayyinat dengan ormas-ormas Islam di Jawa Timur yang dikenal menentang keras aliran Syiah.

“Tujuan dan kehadiran lembaga ini dinilai sebagai bentuk meluruskan ajaran Syiah yang dinilai telah tidak murni lagi (sesat),”ujar Habib Achmad Zein kepada hidayatullah.com, Kamis (24/09/2012) malam.

Ia mengaku, lembaga yang telah berdiri lebih 25 tahun ini telah bekerjasama dengan berbagai kalangan, termasuk dengan organisasi Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU) bahkan dengan aparat keamanan.
“Kami juga bekerjasama dengan pihak pemerintah dan aparat untuk menjelaskan bahaya Syiah. Ini semata-mata demi menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari pengaruh paham Syiah Internasional yang dikendalikan di Iran,” ujarnya. [baca: "Gerakan Syiah Diremote dari Iran"].
Lebih jauh, ia juga mengingatkan, hakikatnya Syiah itu tidak tunduk kepada pemerintahan Republik Indonesia (RI), namun hanya tunduk pada Iran dan imam-imam mereka.

Ia mengaku tersenyum saat Syiah mengatakan banyak “penumpang gelap” masuk menjadi pengurus NU.

Menurutnya, semenjak sekolah menengah atas, dirinya (Habib Achmad Zein al Kaf, red) telah menjadi ketua ranting NU di Kabupaten Gresik. Bahkan ayahnya, (alm) Habib Zein Al Kafff seorang tokoh NU yang kini dimakamkan di Komplek Makam Maulana Malik Ibarhim Gresik.

Karenanya, usaha Syiah memecah belah organisasi yang menentang keberadaan Syiah dengan cara membentur-benturkan dengan ormas Islam tidaklah bisa. Apalagi menurut Achmad Zein, sikap umat Islam di Jawa Timur menyikapi masalah Syiah sama dengan berpegang fatwa MUI Jawa Timur jika Syiah itu menyesatkan.

Penulis “Export Revolusi Syiah ke Indonesia” ini selain dikenal pengkaji masalah Syiah juga Anggota Mustasyar PWNU Jawa Timur. Melalui lembaganya Al Bayyinat, ia bersama banyak orang meneliti pemahaman Syiah melalui kitab-kitab rujukan asli Syiah hampir lebih dari 20 tahun ini.*

Sekretaris LDNU: Ustadz Sektarian Diafkir Saja

Jember (beritajatim.com) - Aliran keagamaan apapun, termasuk Syiah, berhak hidup di Indonesia. Namun semua penganut aliran itu tidak boleh ekspansif.

Demikian pendapat Moch. Eksan, intelektual muda dan Sekretaris Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Jember, Jawa Timur. "Yang terpenting, semua aliran yang menahan diri agar tak 'mencaplok' umat orang lain. Ini yang rawan. NU-isasi atau Syiah-isasi yang berbahaya bagi keutuhan dan kesatuan umat," katanya.

Eksan menyarankan, dialog digalakkan. "Bukan dalam rangka debat yang berisi tarjih kesahihan ajaran masing-masing, melainkan untuk membangun bersamaan dan kesamaan," katanya. Energi umat tidak boleh habis untuk berkonflik, melainkan untuk menyejahterakan bangsa.

"Buku yang menyerang, yang anti-NU, anti-Syiah dan yang lain, dibatasi. Debat-debat juga mulai dibatasi agar tak menyulut amarah umat. Dan yang terpenting, stop mulai sekarang menyalahkan aliran lain, terutama di hadapan publik." kata Eksan.

Eksan mengusulkan agar umat selektif dalam memilih penceramah keagamaan. "Bila ada kiai, ustadz atau siapa pun yang sektarian dalam berdakwah, umat harus menyeleksi, agar tokoh seperti diafkir aja, kendati dakwahnya lucu," kata pengasuh Pesantren Mahasiswa Nurul Islam 2 Mangli Jember ini.

Eksan menyerukan agar media massa memberikan ruang terbuka bagi para juru dakwah yang menyeru pada kedamaian dan persatuan. "Dakwah yang sejuk dan teduh diberi tempat yang seluas-luasnya, untuk memberi kenyamanan dalam transformasi agama," katanya. [wir]

Di Ponpes YAPI, Ponpes Syiah

Pasuruan (beritajatim.com) - Sejak hari ini, proses belajar mengajar di Pondok Pesantren Al-Ma'hadul Islami YAPI di Desa Kenep, Kecamatan Beji dimulai. Para santri di pondok pesantren tersebut, mengaku tak terpengaruh dengan konflik Syiah-Sunni yang terjadi di Sampang.

Di pondok pesantren yang menjadi pusat pendidikan Syiah Indonesia ini, para santri juga diajari aliran lain seperti aliran Sunni. "Di YAPI ini kita diajarkan dua madzhab, tidak masalah kita menggunakan aliran yang mana saja. Syiah boleh, Sunni juga boleh," jelas Fikri Baharuddin, Senin (3/9/2012).

Menurut santri asal Surabaya tersebut, sejatinya Syiah dan Sunni tak pernah berselisih faham karena bersaudara. Itu karena memang ajaran Syiah dan Sunni nyaris tak ada perbedaan. "Sunni dan Syiah itu adalah saudara. Dan tidak ada hubungannya dengan tata cara kita belajar di Pondok YAPI ini," imbuhnya.

Terlepas dari konflik Syiah-Sunni di Sampang, para santri menganggap Pondok Pesantren Al-Ma'hadul Islami YAPI tetaplah yang terbaik. Ini karena alumninya banyak yang sukses. "YAPI itu adalah sekolah yang bagus. Dimana keluaran YAPI itu, banyak menghasilkan pelajar-pelajar yang produktif," sambung Fikri.

Sementara itu Pondok Pesantren Al-Ma'hadul Islami YAPI mengaku bersedia menampung anak-anak korban kerusuhan di Sampang, jika ada rekomendasi dari pihak-pihak terkait atau pengambil kebijakan di Sampang. Sebab, akibat konflik Syiah-Sunni, pendidikan anak-anak di pengungsian terbengkalai.

"Kalau mereka mengijinkan, Insya Allah kalau tempatnya masih memungkinkan, mungkin-mungkin saja. Yang paling penting adalah ijin dari sana. Kalau tempatnya memungkinkan kita terima, karena pendaftaran (santri) tahun ini cukup banyak," ungkap Ustadz Muhsin, Ketua Pondok Pesantren Al-Ma'hadul Islami YAPI. [bec/but]

MUI Jatim Tolak Cabut Fatwa Syiah Sesat

Surabaya (beritajatim.com) - Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori menegaskan tidak akan mencabut fatwa Syiah sesat yang telah dikeluarkan sejak 21 Januari 2012. Ini terkait desakan sejumlah pihak dari Komnas HAM dan anggota DPR RI yang meminta fatwa itu dicabut.

"Kami tidak akan mencabut fatwa yang sudah dikeluarkan. Sebelum fatwa itu dikeluarkan, telah dilakukan kajian matang dan berdiskusi panjang dengan semua pihak terkait. Itu untuk meluruskan yang bengkok-bengkok," tegasnya kepada beritajatim.com, Selasa (4/9/2012).

Menurut dia, MUI Jatim justru mempertanyakan apa tujuan sejumlah pihak yang meminta agar mencabut fatwa Syiah sesat tersebut. Tudingan fatwa itu sebagai salah satu faktor pemicu konflik Sunni-Syiah di Sampang, dibantahnya. "Justru kalau kami mendiamkan saja dan Syiah terus berkembang di Jatim, MUI Jatim yang disalahkan. Keutuhan NKRI tidak bisa terjaga, selama Syiah dikembangkan di negara Sunni seperti Indonesia," tukasnya.

Dia mengutip pernyataan Syech Yusuf Qurdowi dari Mesir yang mengatakan bahwa Syiah tidak bisa dikembangkan di negara-negara Sunni. Ini sama halnya Sunni tidak bisa dikembangkan di negara Syiah seperti Iran. "Kalau ada orang yang minta fatwa MUI Jatim dicabut, mereka lebih baik membaca dulu isi fatwa itu," tuturnya.

Pihaknya memastikan ajaran Syiah yang menghujat sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW selain Ali bin Abi Tholib dan melegalkan nikah mut'ah (nikah kontrak) tidak bisa diterima kaum Sunni di Jatim. "Fatwa itu untuk meluruskan yang bengkok-bengkok agar mencegah konflik berkepanjangan. Fatwa itu keluar bukan untuk kepentingan politik atau ada pesanan," ujarnya berulang kali.

Untuk diketahui, akar konflik kerusuhan yang terjadi di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Sampang, Madura, Jawa Timur tidak sekadar berasal dari konflik keluarga. Beberapa pihak menilai, kerusuhan tersebut juga menyangkut persoalan politik. Bahkan fatwa sesat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, terkait keberadaan kaum Syiah ikut memperkeruh suasana.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun meminta MUI Jatim mencabut fatwa sesat tersebut.

Menurut Wakil Ketua Komnas HAM Nur Cholis menyatakan pencabutan fatwa tersebut bisa membantu menyelesaikan konflik antara kaum Sunni dan Syiah. "Kalau fatwa sesat itu dicabut bisa menyelesaikan hingga 80 persen persoalan," ujar Nur Cholis dalam diskusi Polemik di Warung Daun Jakarta, Sabtu (1/9/2012) lalu.

Nur Cholis memaparkan, konflik tersebut tidak bisa ditangani hanya oleh pihak kepolisian. Penegakkan hukum setidaknya harus dibarengi proses dialog dengan pihak yang berkonflik. Proses dialog tersebut sebaiknya dimediasi oleh pihak ulama.

Sebagai informasi, MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa Syiah sesat pada 21 Januari lalu. Hal itu mengukuhkan fatwa-fatwa dari sejumlah MUI daerah, salah satunya Sampang. Fatwa Syiah Imamiyyah Itsna'asyriyyah sesat dikeluarkan MUI Sampang setelah melihat perkembangan aliran tersebut, yang meresahkan masyarakat setempat. MUI setempat menilai aliran Syiah tidak pas hidup di Indonesia, khususnya Sampang. Keputusan itu dikukuhkan oleh Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia.

Namun, MUI Pusat menyatakan belum meneken fatwa tersebut, karena masih mendalami banyak pertimbangan.[tok/ted]

Senin, 24 September 2012

Sebut HMI Sebar Syiah, KAHMI: Kang Jalal 'Ngigau'

Jember (beritajatim.com) - Anggota Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Kabupaten Jember, Moch. Eksan, mengecam Jalaluddin Rakhmat yang menyebut HMI ikut menyebarkan paham Syiah secara sistematis.

Dalam wawancara dengan Tempo.Co, 3 September 2012, lalu Kang Jalal yang merupakan Ketua Dewan Syuro ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) ini menyatakan, kelompok Syiah pertama kali muncul di Bandung.

"Lalu Syiah masuk ke HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan mulai tersebar ke kampus di daerah lain. Aktivis HMI menyebarkan ajaran Syiah secara sistematis, yakni melalui pelatihan kepemimpinan," katanya.

Pernyataan ini memantik reaksi aktivis HMI Kabupaten Jember. Eksan menyebut pernyataan Jalaluluddin ini meresahkan kalangan HMI. Ia khawatir, pernyataan ini justru dijadikan ajang kampanye hitam untuk menyudutkan HMI dan mempersulit perekrutan kader.

"Apa alasan, Kang Jalal mengeluarkan pernyataan tersebut? Saya yakin banyak aktivis maupun alumni HMI bingung. Kok tiba-tiba HMI yang tak ada hubungannya dengan merebaknya konflik Sunni-Syiah di beberapa tempat di Tanah Air, dikait-kaitnya dengan penyebaran Syiah secara sistematis di berbagai kampus?" kata Eksan, yang juga dikenal sebagai aktivis muda Nahdlatul Ulama ini.

Eksan mengingatkan, HMI jelas-jelas bukan Syiah. "HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang menggotong visi dan misi keislamaan dan keindonesiaan sekaligus, dulu, kini dan nanti. HMI sebagai organisasi kader yang berasas Islam tak pernah secara ideologis dan administratif menyebut Islam Syiah satu kata pun," katanya.

Dalam Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI yang ditulis Nurcholish Madjid, tak sedikit pun mencerminkan paham Syiah. Tak ada satu pun bab di NDP yang menguraikan paham Syiah secara eksplisit maupun implisit. "NDP memuat dasar-dasar kepercayaan, pengertian-pengertian dasar tentang kemanusiaan, kemerdekaan manusia (ikhtiar), dan keharusan universal (takdir), Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan, individu dan masyarakat, keadilan sosial dan keadilan ekonomi, kemanusiaan dan ilmu pengetahuan, kesimpulan dan penutup," kata Eksan.

Eksan menyebut Kang Jalal tak memiliki pengetahuan cukup soal HMI. "Jelas sekali pernyataan Kang Jalal tak punya dasar sama sekali. Kayak, 'orang mengigau'," katanya.

"HMI adalah HMI, yang bukan NU, bukan Muhammadiyah, bukan Al-Khairiyah, bukan Al-Irsyad, bukan Persis, bukan Wasiliyah, bukan MMI, FPI, bukan JAT, bukan HTI, bukan IJABI, dan bukan yang lainnya," tegas pengasuh salah satu pondok pesantren ini.

Jika kemudian banyak aktivis HMI yang menjadi aktivis organisasi keagamaan tertentu, itu persoalan lain. "Itu bukti bahwa HMI merupakan organisasi kader yang dibutuhkan oleh umat dan bangsa. Namun, semua menyadari, tak ada satupun yang berhak mengklaim keberislaman HMI," kata Eksan. [wir]

Kang Jalal: HMI Sebarkan Syiah

Jakarta (beritajatim.com) - Ketua Dewan Syuro ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rakhmat menyebut, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ikut berperan dalam penyebaran ajaran Syiah di Indonesia.

Pernyataan Kang Jalal ini, sebutan akrabnya, dimuat dalam laman situs Tempo.co, Senin, 03 September 2012 lalu. Dalam wawancara tersebut, ia menyatakan, kelompok Syiah pertama kali muncul di Bandung.

"Lalu Syiah masuk ke HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan mulai tersebar ke kampus di daerah lain. Aktivis HMI menyebarkan ajaran Syiah secara sistematis, yakni melalui pelatihan kepemimpinan," kata Kang Jalal.

Kang Jalal menyatakan, Revolusi Iran yang dipimpin Ayatullah Rohullah Khomeini menarik perhatian mahasiswa. Khomeini menjadi lambang negara dunia ketiga yang melawan Amerika Serikat.

"Mahasiswa yang dilarang berkegiatan sosial oleh pemerintah kembali ke masjid. Mereka mengulas buku-buku revolusi Iran, mengenal Syiah, mempelajari ideologi serta filosofinya. Kemudian muncullah Syiah di kalangan pelajar yang berpusat pada masjid kampus," kata Kang Jalal.

Saat itu, lanjut dia, Syiah belum memunculkan protes dari masyarakat. "Bahkan masyarakat tak merisaukan kesibukan mahasiswa yang mempelajari Syiah. Sebab mereka tak membicarakan soal fiqih. Jadi hanya dianggap sebagai gerakan intelektual," katanya. [wir]

Kepergok ML, Relawan Sediakan Bilik Asmara

Sampang (beritajatim.com) - Untuk memenuhi kebutuhan biologis para pengungsi jemaah Syiah yang menempati Lapangan Tenis Indoor, jaringan relawan kemanusian membuat bilik asmara.

Pembuatan bilik asmara ini berawal ditemukannya satu pasangan suami istri kepergok melakukan hubungan badan di belakang Lapangan Tenis Indoor oleh relawan.

"Awal pembuatan bilik asmara ini setelah kami melihat pengungsi Syiah berhubungan badan di belakang gedung. Dari situ kami sepakat membuat bilik khusus ini bagi pengungsi yang ingin melakukan hubungan badan," terang Wahyuni, koordinator jaringan relawan pengungsai Syiah, Selasa (4/9/2012).

Sedangkan lokasi bilik asmara itu, di tempatkan di dalam gedung Lapangan Tenis Indoor. Meski kini jumlah bilik asmara masih hanya satu, ke depan menurut Wahyuni akan ditambah karena jumlah pasangan suami istri jemaah Syiah mencapai ratusan. Selain bilik, relawan juga menyediakan kondom dan tisu basah di dalam kamar tertutup itu. [sar/kun]

komen 1 : kondisi ngungsi yo sik sempete ML nang ruang terbuka....... 
Pengungsi
cak komen ndak pernah jadi pengungsi sama istrinya yang cantik itu soalnya, jadi ndak bisa merasakan gimana sengsaranya mengungsi, kebutuhan ya tetap harus disalurkan, mau saya salurkan sama istrimu, nanti dikira selingkuh...coba bayangkan rumah sampeyan dibakar, lalu ngungsi dirumah tetangganya sampeyan...apa sampeyan gak kepingin "ibadah enak" itu? 

Bilik Asmara Pengungsi Syiah Laris Manis

Sampang (beritajatim.com) - Ruang bilik asmara yang didirikan di lokasi pengungsian, untuk memenuhi kebutuhan biologis korban kerusuhan kelompok anti syiah, rupanya ramai. Hampir setiap malam beberapa pasangan suami istri para pengungsi ini memanfaatkan bilik asmara untuk bisa melakukan hubungan badan.

Eis Susilowati, petugas dari dinas kesehatan setempat, yang ditugaskan menjaga mengatakan bahwa bilik asmara tidak pernah sepi. "Semalam beberapa pasangan suami istri pengungsi mengunakan fasilitas bilik asmara," ucap Eis saat ditemui, Kamis (6/9/2012).

Sekadar diketahui, pendirian bilik asmara ini berawal ditemukanya satu pasangan suami istri sedang melakukan hubungan intim di belakang gedung lokasi penampungan pengungsi. Dengan tanpa pembatas apapun yang menghalangi pandangan mata, pasangan suami istri ini melakukan hubungan intim.

Dari peristiwa tersebut, relawan yang menangani para pengungsi sadar atas kebutuhan biologis para pengungsi. Selanjutnya, para relawan pun mendirikan ruang khusus yang dinamai bilik asmara.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, sekitar 60 pasangan suami istri asal desa Bu'uran kecamatan Karang Penang dan Desa Karang Gayam kecamatan Omben turut dalam pengungsian. Mereka menjadi korban konflik antara kelompok Syiah dengan kelompok Sunni, Minggu (25/8/2012) lalu. [sar/but

Tak Mau Pindah, Menag Kecewa dengan Tajul Muluk

Surabaya (beritajatim.com) - Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) kecewa berat dengan sosok Tajul Muluk, pimpinan komando Syiah di Sampang.

Pasalnya, gara-gara penolakan Tajul Muluk itulah rencana pemindahan sementara pengungsi Syiah dari Lapangan Tennis Indoor GOR Sampang ke rumah susun (rusun) Puspa Agro, Jemundo Sidoarjo gagal. "Ada pihak-pihak yang tidak setuju upaya baik pemerintah memindahkan sementara pengungsi Syiah keluar Sampang ke rusun Puspa Agro Sidoarjo, agar lebih manusiawi. Saya sebagai Menteri Agama sangat menyayangkan itu," tegas SDA kepada wartawan seusai pertemuan dengan Gubernur Jatim Soekarwo di gedung negara Grahadi, Jumat (7/9/2012) siang.

Pihak-pihak lain yang menolak pemindahan sementara itu salah satunya adalah Tajul Muluk, yang saat ini ditahan di Lapas Sidoarjo. Padahal, pentolan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) dan Ahlulbait Indonesia (ABI) sudah setuju pemindahan sementara itu.

"Penolakan Tajul Muluk ini sangat disayangkan. Padahal lokasi rusun itu layak dan lebih manusiawi, listrik ada, air ada, kamar banyak, segala fasilitas juga ada. Mereka pengungsi tidak mau pindah, karena pimpinannya Tajul Muluk menolak opsi itu," tuturnya.

Menag menolak opsi pemindahan sementara pengungsi Syiah itu saat ini berlangsung deadlock alias tidak ada solusi. Kementerian Agama (Kemenag) menugaskan Kanwil Kemenag Jatim, Kantor Kemenag Sampang dan IAIN Sunan Ampel Surabaya melakukan dialog bersama pengungsi Syiah mencari jalan keluar terbaik.

"Memang saat ini nggak ada lokasi pemindahan sementara selain rusun Puspa Agro Sidoarjo. Kalau ada, saya rasa mereka pengungsi juga menolak lagi. Kalau mereka mau, solusi transmigrasi juga bisa diambil," tuturnya.

Lebih lanjut SDA menjelaskan, banyak pihak yang meminta agar pemerintah atau negara pun hak untuk memaksa dan mengatur rakyatnya. Tapi, upaya dialog mencari solusi bersama terus ditempuh.

Gubernur Jatim Soekarwo dalam kesempatan yang sama menambahkan, pihaknya pada Sabtu (8/9/2012) besok akan mengadakan rapat dengan pihak terkait di Sampang.

"Kalau ditolak di rusun Puspa Agro Sidoarjo, apakah ada tempat yang layak di Sampang. Nanti akan dibahas bersama agar tempat pemindahan sementara pengungsi lebih layak dan menusiawi, tidak seperti sekarang. Mau hubungan suami istri saja harus sembunyi-sembunyi, sebelum ada bilik asmara," pungkasnya. [tok/ted]

43 Pengungsi Syiah Kabur dari Penampungan

Sampang (beritajatim.com) - Sebanyak 43 anak pengungsi Syiah diketahui kabur dari penampungan di lapangan tenis indoor jalan KH.Wahid hasyim kelurahan Gunung Sekar kecamatan Kota Sampang. Pengungsi kabur diduga karena mengalami kesulitan pengurusan ijin keluar lokasi penampungan.

Para anak pengungsi Syiah ini kebanyakan kabur karena ingin melanjudkan pendidikan. Mayoritas anak-anak pengungsi ini adalah santri pondok pesantren yang belajar di kawasan Kecamatan Bangil kabupaten Pasuruan,

"Ada sekitar 40 anak keluar dari penampungan, tapi yang kami tahu memang administrasi untuk keluar dari penampungan sangat ribet, dan harus ada hitam di atas putih, padahal orang tua mereka telah mengijinkan, " kata Andi Irfan, relawan dari Kontras Jatim yang berada di lokasi penampungan, Minggu (9/9/2012).

Kaburnya puluhan anak pengungsi Syiah ini juga dibenarkan oleh Budi Santoso, petugas jaga dari Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Sampang. Menurutnya, sebanyak 43 anak para pengungsi ini telah kabur semenjak Sabtu (8/9) kemarin.

"Kami mengetahui saat pembagian konsumsi makanan, dari data yang ada sebayak 43 anak sudah tidak berada di tempat," ucap Budi.

Lebih lanjut Budi menambahkan bahwa mereka keluar tanpa izin petugas. "Semenstinya mereka harus membuat surat pernyataan, kalau ada apa-apa di luar, mereka bukan tangung jawab kami," ujarnya.

Sekadar diketahui, pasca bentrok jamaah Syiah dan Sunni yang terjadi Minggu (25/8) lalu,  sebanyak 283 pengikut Syiah asal kecamatan Karang Penang dan kecamatan Omben mulai dievakuasi ke lokasi penampungan sementara di lapangan tenis indoor. Hingga berita ini diturunkan, para pengungsi tersebut telah menempati penampungan 15 hari. [sar/but]

Qom: Madrasah, Makam, dan Semangat Perlawanan

“…bagi Allah ada haram, yaitu Mekkah; bagi rasul ada haram, yaitu Madinah; bagi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ada haram, yaitu Kufah; dan bagi kami Ahlul Bait ada haram, yaitu negeri Qom….”(dari Al-Bihaar 60/216).

Musim dingin di Iran, awal Januari, terasa sampai ke tulang. Jaket tebal tak mampu mengusir rasa itu. Di halaman “haram” (kota suci) Qom seorang bersorban putih keluar dari sebuah ruangan, menghitung lembaran-lembaran uang. Tak lama lagi perbuatan yang sama dilakukan lelaki bersorban hitam. Yang bikin penasaran, dari mana mereka mendapatkan uang itu?

Masuk ke dalam lorong sejauh 10 meter, menembus sebuah ruangan besar, ruang itu terasa hangat. Tampak ratusan orang antre dalam kelompok-kelompok. Ada yang mengular, ada yang cuma merubung—di setiap meja atau balai-balai berlapis karpet, seorang lelaki bagai juru hitung membagi-bagikan uang. “Itu uang bulanan dari marja’ (ulama) mereka masing-masing,” kata Alireza, pemandu Tempo, bekas santri di tempat itu.

Besar uang yang mereka terima tiap bulan sekitar 200 ribu sampai 500 ribu tuman atau sama dengan 10 kali lipat nilai rupiah. Masing-masing marja’ berbeda tergantung kekayaan dan banyaknya murid marja’ tersebut. Pada 1985, seorang santri Institut Hujjatiyah asal Bangkalan, Madura, Musa Kadzim Siraj, mengaku mendapat 300 tuman atau sama dengan 3.000 riyal, jika dirupiahkan waktu itu sekitar 300 ribu. Besaran shahria, uang bulanan itu—shahr dalam bahasa Ara berarti bulan—juga tergantung kondisi si santri. Yang masih bujangan, mahasiswa baru, tentu berbeda dengan santri yang sudah senior atau yang membawa keluarganya tinggal di Qom.

Qom, kota berjarak 135 kilometer ke arah selatan dari ibu kota Iran, Teheran, menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa yang haus pendidikan agama. Selain banyaknya ulama, madrasah, kemudahan-kemudahan administrasi dan keringanan keuangan, ghirah keagamaan di Qom lebih terasa. Selain itu tak ada tempat hiburan seperti di sekitar Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. “Banyak ulama yang mumpuni di Qom. Selain itu, saya tertarik karena Iran punya daya tarik yang sangat luar biasa mulai dari sejarah, kekuatan di Timur pada zaman rasul, keilmuan, dan tentu saja kekuatan revolusi Islam,” ujar Musa yang termasuk angkatan kedua mahasiswa Indonesia di Qom.

Memang beberapa orang Islam yang terkenal pada dekade ini seperti Ayatullah Imam Khomeini atau pemimpin Hizbullah Lebanon, Sayyid Hasan Nasrallah, tercatat pernah belajar dan mengajar di Qom. Tak mengherankan jika Qom diminati banyak pelajar dari mancanegara, termasuk Indonesia. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran mencatat 220 orang warga negara Indonesia tinggal di kota “produsen para mullah” itu. Lebih banyak dibandingkan warga Negara Indonesia di ibu kota Iran yang hanya 70 orang. Padahal, saat Musa mulai belajar di Qom hanya ada 16 orang Indonesia, enam orang angkatan pertama, 10 di angkatannya.

Secara geografis, Qom, ibu kota provinsi dengan nama yang sama, bukanlah kota yang indah. Kota berpenduduk 850 ribu orang ini terletak di kawasan sahara tengah Iran. Posisinya berada di tengah padang yang gersang dan jauh dari laut. Suasana padang pasir sangat terasa saat memandang ke kiri dan kanan dalam perjalanan dua jam dari Teheran ke Qom dengan taksi pribadi Peugeot 405 di atas aspal selebar tiga jalur kendaraan.

Iklim Qom sangat kering dengan curah hujan yang kecil. Sebagian besar tanahnya tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Tanahnya tidak subur karena posisinya berdekatan dengan danau garam. Di musim panas, suhu udara bisa mendekati 40 derajat Celsius. Meski begitu, di musim dingin suhu udara bisa anjlok hingga di bawah nol dan sesekali turun salju meskipun tak lebat seperti di Teheran. Tak mengherankan, dalam perjalanan ke Qom naik taksi dari kawasan Azadi Square gerbang pintu selatan Teheran, mobil tetap tertutup dengan pemanas kabin. Empat penumpang tiap orang dikutip sekitar 50 ribu riyal sekali jalan; berhenti di bundaran gerbang masuk kota.

Berdasarkan sejarahnya, Qom didirikan sebelum era masuknya Islam ke Iran. Saat itu, kota tersebut pusat agama asli orang Persia penyembah api, Zoroaster. Namun, menurut sebagian kalangan, kota itu didirikan setelah Islam masuk. Kum adalah sebuah nama benteng di kota itu. Ia menjadi Qom setelah orang-orang Arab Muslim menyebut-nyebut benteng itu dengan lafal “qum”. Ketika pasukan Islam menyerang Iran, Qom merupakan bagian dari teritori Isfahan. Karena itu, Qom jatuh ke tangan pasukan Arab bersamaan dengan jatuhnya kota Isfahan.

Qom sering menjadi incaran para penguasa. Pada 23-24 Hijriyah, Abu Musa Al-Asy’ari mengirimkan sebagian pasukan yang berada di bawah komandonya ke Qom. Kota ini pun jatuh ke tangan kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab. Suku Asy’ari kemudian pindah dari Kufah, Irak, ke Qom. Kedatangan mereka membuat Qom lamban-laun menjadi kota. Memang sempat terjadi konflik antara suku Arab Asy’ari pendatang yang muslim dan warga setempat yang beragama Zoroaster, namun pribumi kalah.

Qom hancur diobrak-abrik pasukan Ali bin Hisyam, zaman Khalifah Al-Makmun. Penduduknya dibunuh secara massal karena menolak membayar pajak dan upeti. Khalifah Al-Muktasim yang menggantikan Al-Makmun juga meluluhlantakkan Qom, sebab warganya memberontak setelah Al-Makmun tewas. Qom kembali hancur total ketika pasukan Mongol datang menyerbu.

Pada 1916, ketika pasukan Rusia menyerbu Iran dan memasuki Karaj, banyak warga Teheran yang melarikan diri ke Qom. Saat itu bahkan ada rencana memindahkan ibu kota Iran ke Qom, tetapi digagalkan oleh Kedutaan Besar Rusia dan Inggris dengan menekan Ahmad Shah. Para muhajirin Teheran di Qom kemudian membentuk Komite Pertahanan Nasional untuk membela tanah air. Qom menjadi markas kegiatan politik dan militer anti-Rusia dan Inggris. Namun, setelah sekian kali konfrontasi, pasukan Rusia berhasil menduduki Qom.

Pada zaman Shah Iran menjelang revolusi Februari 1979, tentara Iran menyerbu madrasah-madrasah di sekitar makam Maksumah. Madrasah Faiziyah di Qom adalah salah satu hauzah ilmiyah atau sekolah agama (pesantren) yang paling tersohor di dunia. Madrasah dengan arsitektur Islam yang unik ini didirikan pada abad ke-13 Hijriyah. Menurut cerita santri-santri hauzah, tentara Shah melemparkan santri dari menara setinggi delapan meter. Bahkan kolam air yang berada di tengah-tengah kompleks pendidikan itu pernah dinyatakan dengan fatwa sebagai air najis oleh ulama-ulama penjilat kekuasaan Shah. Gara-garanya air kolam itu pernah dipakai berwudu oleh Imam Khomeini.

Pembantaian santri di Qom menjelang tumbangnya Shah membangkitkan perlawanan. Walaupun dibungkam dan tak diizinkan berkumpul, momen 40 hari kematian santri-santri Qom dipakai sebagai alasan peringatan di berbagai kota. Bagai getuk kepala ular, sejak itu perlawanan terus berlanjut sampai Imam Khomeini tiba dari Paris dan Raja Shah terdepak.

Setelah Khomeini berkuasa, Qom, tak lepas dari cobaan. Saat perang Irak-Iran, puluhan roket Irak menghujani kota Qom karena Presiden Irak Saddam Hussein yakin dari Qom inilah semangat revolusi melawan para tiran dimulai. Para marja dan guru-guru santri memerintahkan pemindahan santri-santri asing dari Qom. “Kami mau bertahan, tapi marja dengan tegas memerintahkan untuk pindah ke Mashad. Memang roket Irak kena ke rumah-rumah penduduk,” kenang Abdurahman Baraqbah, 46 tahun.

Lelaki asal Pekalongan, Jawa Tengah, yang tinggal sejak 1986 itu, diminta memimpin teman-temannya mengungsi. Walaupun dalam keadaan pengetatan ekonomi, selain karena embargo Amerika Serikat dan negara-negara asing, juga karena perang, pemerintah Iran menyediakan dua bus. “Memang cuma bus dalam kota, tapi ya, keadaan terpaksa, sih,” ujar Aman. Dua puluh jam kemudian, Aman dan santri lainnya sampai di Mashad. Setelah dua bulan di sana, mereka kembali lagi ke Qom.

***
Melawat ke Qom selain ke pesantren, yang menarik dilihat adalah kompleks makam keramat. Qom tersohor sebagai tempat perlindungan keturunan Imam Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW, yang menamakan diri Alawiyyin. Tak mengherankan jika Fatimah, 17 tahun, adik Ali Ar-Ridha , imam kedelapan dalam kepercayaan Islam Syiah, minta dimakamkan di tempat itu saat tak kuat lagi meneruskan perjalanannya untuk menemui abangnya di Khurasan (Mashad). Apalagi, kakak kandungnya pernah berpesan, “Apabila negara diterpa berbagai kekacauan, hendaklah kalian pergi ke Qom, karena di sana tak ada bencana.”

Kakek Fatimah, Imam Ja’far Shadiq, bahkan pernah mengatakan, “Tanah Qom yang suci penduduknya adalah bagian dari kita dan kita bagian dari mereka. Penduduknya tak pernah mengkhianati saudara-saudaranya.” Perawan Fatimah dengan bekal yang dibawa dari Madinah, akhirnya membeli tanah di Qom untuk kuburannya sendiri.

Siang itu saya berkunjung ke makamnya. Bangunan makam keramat itu terletak di tengah kota. Bangunan besar, megah berarsitektur khas Persia itu, memang indah dan mempesona. Dari jeruji besi yang indah, siang itu saya melihat ratusan lelaki perempuan tampak khusyuk berdoa. Ada yang mencium-cium pintu gerbang atau besi-besi mausoleum makam dengan air mata mengalir. Di bagian terpisah perempuan-perempuan ber-chador hitam terdengar meraung-raung. Berdoa di tempat ini, dipercaya akan dikabulkan Allah setiap keinginan seseorang. “Tempat ini juga dianggap sebagai pengganti makam Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah yang tak jelas keberadaannya,” ujar Alireza.

Awalnya makam itu hanya dinaungi semacam ijuk. Berbagai serangan sempat menghancurkan makam itu, namun penduduk Qom lambat-laun menjadikan makam itu berkubah dan bermenara sederhana. Padahal, pada 447 Hijriyah, seorang menteri Taghral, Mir Abul Fazl, membuatkan kubah yang lebih besar di atas kubah pertama setinggi 14 meter.

Di era pemerintahan Safavi, makam memiliki empat ruangan berjajar, satu ruangan di antaranya menyediakan pintu masuk dan satu lagi ruangan menyediakan pintu keluar. Baru di era pemerintahan dinasti Qajar, Raja Fatah Alishah memberikan perhatian ekstra kepada makam sehingga membangunkan mausoleum secara lebih besar dan anggun. Ruang-ruang, dekorasi, dan bilik-bilik yang ada sekarang sebagian besar adalah peninggalan era dinasti Qajar. Pada 1208, Qum dikuasai Agha Mohammad Khan Qajar. Fatah Ali memperbaiki kompleks makam sesuai dengan nazarnya. Kubah dilapis emas, ukiran-ukiran dan keramik Iran, serta kaca-kaca kristal di dalam makam.

Karena selalu ramai pengunjung dari dalam dan luar kota dan bahkan dari mancanegara, tak aneh jika kawasan sekitar kompleks menjadi sangat meriah dan dipadati oleh toko-toko perangkat salat, kitab, batu-batu berharga, pakaian, suvenir, hotel, losmen, restoran, dan rumah-rumah makan. Hal itu mengingatkan saya seperti kawasan sekitar makam Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur.

Selain makam, terdapat juga museum Haram Hazrat Maksumah salah satu museum tertua di Iran yang didirikan pada 1926. Museum yang terdiri dari dua aula yang diperindah seni keramik yang bernilai seni tinggi itu terletak di sisi kompleks mausoleum. Obyek dipamerkan berupa barang-barang berharga, seperti Kitab Suci Al-Quran dengan seni kaligrafi abad ketiga Hijriyah dan ornamen era Safavi. Ada pula permadani karya seniman tersohor Iran, Nikmatullah Jushqani.

Selain itu di Qom terdapat masjid yang dipercaya tempat Imam Mahdi akan turun ke bumi kelak. Masjid Imam Zaman, Jamkaran, terletak di sebuah kawasan pinggiran kota Qum. Masjid ini memiliki nilai mistis lebih tinggi dibanding masjid-masjid lainnya di Iran karena dipercaya didirikan berdasarkan petunjuk langsung dari Imam Mahdi, imam ke-12 atau imam terakhir kaum Syiah yang dipercaya kini sedang gaib dan akan muncul di akhir zaman sebagai juru penyelamat umat manusia.

Di masjid ini dianjurkan salat sunah empat rakaat, dua dengan niat tahiyatul masjid, lainnya dengan niat salat Imam Zaman. “Katanya, barangsiapa menunaikan salat di tempat ini pahalanya sama seperti salat di dalam Ka’bah,” kata Alireza, pemandu Tempo. Pada malam Nisfu Sya’ban atau setengah bulan menjelang bulan puasa, masjid dan area ini dipadati ribuan pelawat. Karena pertengahan bulan Sya’ban diyakini kaum Syiah sebagai hari lahir Imam Mahdi.

Di kawasan pinggiran Qom, juga terdapat rumah Mulla Sadra, filsuf besar abad ke-11 Hijriyah yang berhasil merekonstruksi dan mengembangluaskan aliran filsafat transendental. Rumah filsuf yang hidup di era dinasti Safavi direnovasi pada 1998 tanpa mengubah struktur awalnya. Rumah berupa bangunan batu bata warna cokelat dan menyerupai masjid atau musollah karena memiliki kubah. Pada kubahnya terdapat jendela-jendela kecil dengan kaca warna-warni untuk membiaskan cahaya matahari ke dalam ruangan. Dari jalan bebas hambatan masjid itu masih tampak melambaikan salam selamat datang dan selamat jalan, seolah-olah sang filsuf memberi salam dari Qom.

Ahmad Taufik (Qom, Iran): http://www.ahmadtaufik.com/

Ulama Rujukan di Qom

Di Qom terdapat 23 ulama yang bisa menjadi rujukan untuk diikuti. Ulama rujukan atau biasanya disebut marja’ itu masing-masing memiliki madrasah, murid-murid, dan yayasan-yayasan. Lewat marja-marja inilah para pelajar biasa mendapat uang bulanan (shahria) saat tekun belajar di negeri para mullah itu. Di bawah ini beberapa marja’ yang cukup terkenal di Qom.

Ayatullah Sayyid Ali al-Khamenei, 68 tahun


Pemimpin besar (Rahbar) ini adalah pengganti Imam Khomeini, bukan hanya di bidang politik tetapi juga dalam urusan rujukan agama. Sering kali rujukan Ali Khamenei disebut marja’ Imam Khomeini karena, sebelum Imam Khomeini meninggal, berpesan, jika mau mengadopsi ilmu rujukannya pakailah seluruhnya, jangan hanya sepotong atau sebagian saja, dan Ayatullah Khamenei menetapkan rujukan Imam Khomeini sebagai rujukannya.

Khameni adalah putra kedua dari Hujjatul Islam wal Muslimin Sayyid Jawad al-Husaini al-Khamenei., lahir di permukiman miskin di Mashad, 28 Safar 1358 Hijriyah atau 1940 Masehi. Walaupun dibesarkan dari keluarga kurang mampu, beliau terdidik dengan baik, memiliki jiwa rohaniawan dan sosial yang tinggi. Semenjak usia empat tahun, Khamenei beserta kakaknya, Sayyid Muhammad, memulai masa pendidikan dasarnya di sekolah Islam yang baru didirikan, Ta'lim-e Diyanat, sampai menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama. Pada usia dini tersebut, Khamenei mulai mempelajari Al-quran.

Saat menginjak masa Sekolah Menengah Atas (SMU), Khamenei remaja mulai mempelajari kitab Jami'ul Muqaddimat beserta nahwu dan sharaf. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di Hauzah Ilmiah yang dibimbing langsung oleh ayahnya sendiri.

Selain itu, Khamenei senang mempelajari berbagai buku sastra Arab seperti Jami'ul Muqadimat, Suyuti, dan Mughni yang dibimbing langsung oleh guru yang aktif mengajar di dua madrasah, Sulaiman Khan dan Nawab. Langsung di bawah bimbingan ayahnya, Ali Khamenei mempelajari kitab Ma'alim, Syara'i Al Islam, dan Syarh Al-Lum'ah, serta beberapa saat dibimbing Mirza Mudarris Yazdi. Sedangkan kitab Rasa'il dan Makasib beliau pelajari langsung dari Syeikh Hasyim Qazwini. Di bidang ilmu logika dan filsafat, Khemeni mempelajari kitab Al-Manzhumah karya Sabzawari di bawah bimbingan Al-Marhum Mirza Jawad Agha Tehrani. Kitab-kitab lainnya di bawah bimbingan Al-Marhum Syeikh Ridha Aisi.

Sejak usia 17 tahun, Khamenei mulai pendidikan bahtsul kharij di bidang fiqih dan ushul di bawah bimbingan seorang marja besar waktu itu, Al-Marhum Ayatullah al-Uzhma Milani. Pada 1958, ia belajar di pusat Kota Ilmu, tempat Imam Ali bin Abi Thalib dimakamkan, Najaf Asyraf, Irak. Di sana, Khamenei juga dibimbing langsung oleh para mujtahid besar Hauzah Najaf, yaitu Al-Marhum Muhsin al-Hakim, Sayyid Abul Qosim al-Khu'i, Sayyid Mahmud Syahrudi, Mirza Baqir Zanjani, Sayyid Yahya Yazdi, dan Mirza Hasan Bujnuwardi. Ayahnya tak mengizinkan Khamenei menetap di Irak, dan minta kembali ke Mashad.

Khamenei akhirnya mondok di kota suci Qom, belajar di bawah bimbingan tokoh-tokoh utama Hauzah Qom; Ayatullah al-Uzhma Burujurdi, Imam Khomeini, Syeikh Murtadha al-Hairi Yazdi, dan Allamah Thabathaba’i. Pada 1965, Khamenei kembali ke Mashad, selain untuk belajar dan berkhidmat kepada ayah dan ibu yang telah lanjut usia dan sakit-sakitan, beliau juga sibuk mengajar fiqih, ushul, dan berbagai pengetahuan agama yang lain kepada para santri muda dan mahasiswa.

Ayatullah Khamenei mengaku bahwa dirinya adalah "salah satu murid Imam Khomeini di bidang fiqih, ushul, politik, dan revolusi". Ayatullah Khamenei datang ke Qom mendampingi Imam Khomeini memulai gerakan revolusi dalam menentang rezim Muhamad Reza Pahlevi, anak emas Amerika Serikat. Pada bulan Muharam 1963, Imam Khomeini memberikan mandat kepada Khamenei untuk menyampaikan pesan buat Ayatullah Milani dan segenap ulama di Provinsi Khurasan berkenaan dengan agenda dakwah para rohaniawan pada Muharam untuk memorak-porandakan sistem politik rezim Pahlevi sebagai antek-antek Amerika dan menjelaskan situasi terakhir Iran dan segala kejadian yang terjadi di kota suci Qom. Karena aktivitas dakwahnya enam kali selama pemerintahan Shah, Khamenei ditangkap dan ditahan.

Menjelang tumbangnya Shah, Khamenei diasingkan dari Mashad ke Iransyahr. Di ambang kemenangan revolusi Islam, sebelum kembalinya Imam Khomeini dari Paris ke Teheran, Khamenei ikut mendirikan komite revolusi Islam (Syura iy inqilab Islamiy) bersama Syahid Muthahhari, Syahid Behesti, Hashemi Rafsanjani, dan Musawi Ardabeli. Setelah tumbangnya Shah, Khamenei menjadi wakil Imam Khomeini pada komite tinggi pertahanan (syuraye ‘ali difa’). Sejak Imam Khomeini meninggal, Khamenei menggantikannya menjadi pemimpin besar, sekaligus marja besar.

Karya-karya Ayatullah Khamenei antara lain Pemikiran Islam dalam Al-Quran secara Global, Empat kitab standar dalam Ilmu Rijal, Catatan Historis dan Masa Kini Hauzah Ilmiyah, Pemimpin yang Benar, Persatuan dan Partai, dan lain sebagainya.

Ayatullah Muhammad Imami Kasyani

Jumat awal tahun ini, di tengah musim dingin, Ayatullah Muhammad Imami Kasyani tak mau melepaskan diri dari kewajibannya menjadi Imam dan khatib salat di Universitas Teheran. Ulama bersorban putih anggota Dewan Penjaga Undang-Undang dan pengurus sekolah tinggi Syahid Muthahhari ini dikenal ketakwaannya. “Beliau ini ulama yang paling berakhlak, jika ceramah tak mau menyinggung siapa pun,” ujar Muhammad Amir, veteran perang Iran-Irak, kepada Tempo.

Kasyani menyelesaikan studinya di hauzah ilmiyah Qom dengan para guru, ulama-ulama besar Ayatullah Al-‘Uzhma Burujerdi, Imam Khomeini, dan Allamah Thabathaba’i. Sebagai murid Imam Khomeini, Kasyani punya andil dalam revolusi Islam Iran. Pascakemenangan dalam revolusi, ia terpilih untuk duduk di Majelis Syura Islami (parlemen Iran). Setelah itu ia terpilih sebagai anggota Dewan Ahli untuk memilih pemimpin tertinggi spiritual.

Kasyani ditunjuk Imam Khomeini menjadi anggota Dewan Penjaga Undang-undang Dasar yang terdiri dari fuqaha dan pakar-pakar hukum. Selain itu ia memimpin Sekolah Tinggi syahid Muthahhari, salah satu pusat pendidikan tinggi terpenting di Republik Islam Iran. Lembaga pendidikan itu menerapkan teori pengajaran dan pendidikan khusus, yaitu menggabungkan sistem pendidikan hauzah dan pendidikan universitas. Ratusan orang yang lulus dari sekolah ini menjadi sarjana-sarjana yang mampu menerapkan teori-teori agama dalam bidang hukum, filsafat, dan teologi Islam, khususnya atas hukum dan filsafat Barat.

Ayatullah Imami Kasyani kerap menjadi imam dan khatib Jumat di Teheran yang khutbah-khutbahnya menjelaskan perihal akhlak. “Jika ingin merayakan acara Asyura jangan berlebihan dan gunakanlah akal,” pesannya, Jumat itu.

Ayatullah al-Uzhma Syeikh Muhammad Taqi Bahjat Fumani

Ayatullah Bahjat—begitu ia biasa dipanggil para santrinya. Ia seorang ulama dan faqih terkenal kota Qom dan mengajar pada jenjang Bahtsul Kharij fiqih di Hauzah Ilmiah Qom. Ulama kelahiran kota Fuman ini terkenal karena kezuhudan dan irfannya.

Pendidikannya dimulai di Madrasah Diniyah tradisional di Fuman dan dilanjutkan dengan pendidikan hauzah. Setelah menyelesaikan pendidikan tata bahasa Arab di kota kelahirannya, Bahjat pergi ke Qom. Lalu pergi ke Karbala, Irak, berguru pada Ayatullah al-Uzhma Abul Qasim Khu`i. Tak puas di situ saja, Bahjat melanjutkan pendidikannya di Najaf Asyraf, menjadi murid langsung Akhund Khurasani, penulis kitab Kifayatul Ushul.

Bahjat juga belajar pada Syekh Agha Dhiya’ Iraqi dan Syeikh Mirza Na`ini, dan Ayatullah Syeikh Muhammad Gharawi Isfahani yang terkenal dengan nama Syeikh Kompani. Selain dari ulama-ulama tersebut, Bahjat belajar ilmu fiqh dan ushul dari Ayatullah al-Uzhma Sayid Abul Hasan Isfahani dan Syeikh Muhammad Kazhim Syirazi.

Bahjat juga belajar kitab Isyarat karya Ibnu Sina dan Al-Asfar karya Mulla Shadra pada Sayid Husain Badkubei. Kembalinya ke Iran, Bahjat berguru pada Ayatullah al-Uzhma Kuhkamarei dan menghadiri pelajaran fiqih dan ushul Ayatulah al-Uzhma Burujerdi. Setelah lebih dari 50 tahun mengajar pada jenjang Bahtsul Kharij tinggi ilmu fiqih dan ushul, Bahjat yang termasuk marja’ taqlid (ulama yang patut diikuti/rujukan) zaman ini, memilih mengajar di rumah sendiri untuk menghindari ketenaran yang dapat merusak keikhlasan. (A.T)

sumber : www.ahmadtaufik.com

Keberanian Orang Madura !?

        Seorang kawan asal Sumenep mengantar tamunya asal Perancis. Tepat memasuki daerah Sampang mobil yang ditumpanginya ditabrak angkutan kota. Tentu saja sang Perancis tak senang hati, apalagi sang sopir angkot bukannya minta maaf malah ngotot minta ganti rugi. Malah mengancam akan membunuh.
       Terjadilah jawab jinawab antara penerjemah dengan sopir. “Apa yang  dia katakan,”kata turis Perancis itu.
“Dia akan membunuhmu jika melaporkan ke polisi,”jawab pengantar.
“Lalu, apa yang anda katakan lagi,”kata sang turis
“Saya bilang kalau bunuh turis itu, bunuh saja,”jawabnya.
“Hah!”si turis terperangah.
“Iyalah, kalau saya atau sopir yang dibunuh sopir tak akan berbuat apa-apa, tapi kalau orang asing yang dibunuh, polisi bakal menangkap si pembunuh itu,”katanya. Sopir angkot itu langsung diam.
      Karena desakan sang turis, mereka akhirnya ke kantor polisi juga. Di kantor polisi bukan mendapat perlindungan, polisi malah menjawab,”kalau saya tindak sopir angkot itu, kantor kami bisa dibakar.” Dia menyebut suatu peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.
                                                ***
     Orang-orang Madura pernah merasakan pembantaian yang mengarah
 ke pembersihan etnis di Sampit, Kalimantan Tengah beberapa tahun lalu.  Ethnic cleansing pernah dilakukan sub etnik Dayak terhadap sekelompok Madura yang tinggal di Bengkayang, Landak, dan Sanggau. Insiden ini terjadi berlangsung sekitar dua bulan, dari Januari hingga Februari 1997.  Usai rezim Orde Baru berakhir, terjadi lagi kali ini satu sub-etnik Melayu melakukan etnic cleansing terhadap sekelompok Madura yang tinggal di Sambas pada Februari hingga Maret 1999, saat Orde Reformasi baru mulai berdiri.

    Jadi sungguh mengherankan jika sekelompok orang menamakan ummat
 Islam Sunni di Sampang, Madura mengusir, membunuh dan membakari
 rumah sekelompok ummat Islam di Sampang, Madura, yang dituduhnya
 penganut Syiah. Padahal masyarakat Madura dikenal sebagai pekerja yang
 ulet, rajin, ramah dan tingkat keberagaman yang tinggi. Semiskin-miskinnya
 orang Madura, masjid ada di tiap kampong dan bagus, serta tingkat keinginan
 pergi haji ke Mekkah yang tinggi.
 
Belakangan menurut Taufiqurraman dalam Islam dan Budaya Madura terjadi perilaku menyimpang (diviasi) dari ajaran yang dianutnya, seperti, antara lain: sebagian pedagang Madura berjualan tidak sesuai dengan spesifikasi yang diucapkan (dijanjikan), tindakan premanisme, penghormatan berlebihan atau kultus individual pada figur kiai, ketersinggungan yang sering berujung atau dipahami sebagai penistaan harga diri, perbuatan heretikal, temperamental, reaktif, keras kepala, dan penyelesaian konflik melalui tindak kekerasan fisik (biasa disebut carok).

Nah, sifat di kampungnya ini kemudian terbawa saat berada di negeri rantau. Sehingga keberadaan orang Madura pada suatu daerah membawa konflik. Terutama pada pengambilan lahan milik orang lain. Semula datang baik-baik (sopan), diberi tempat sementara, menguasai tanpa hak dan sulit disuruh keluar dari tempat itu. Sehingga pemilik lahan seringkali mengunakan pihak lain untuk mengusir Madura. Dalam beberapa kasus orang Madura takut kepada Marinir dibandingkan polisi.

Di Cakung, Jakarta, orang Madura seringkali bentrok dengan kelompok organisasi massa Islam etnis setempat. Tentu saja bisa karena perebutan lapak (tempat usaha) dan perbuatan licik yang disebutkan di atas. Juga di daera-daerah lain dimana ada komunita Madura.

Sampang, 3 September 2012 
diambil dari tulisan Ahmad Taufik, mahasiswa program magister FISIP Universitas Padjadjaran, Bandung dan sudah diubah seperlunya

Minggu, 23 September 2012

Jalal: Apakah Harus Memindahkan Konflik Sunnah-Syiah dari Iraq ke Indonesia?

Hidayatullah.com--Ketua Dewan Syura Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rahkmat di acara "Milad ke 63 kang Jalal: Napak Tilas Perjalaanan Syiah Kang Jalal" di Kemang VI no 9, Kemang Raya, Jakarta, Rabu malam (29/08/2012) mengatakan pada hakekatnya dalam ajaran Syiah dibenarkan melakukan balas dendam jika terlebih dulu diperangi dan dizalimi.
Bahkan menurutnya, kaum Syiah pemberani dan merasa bangga jika bisa mengalirkan darah bersama Imam Husein.
“Saya kira kelompok Syiah tidak sebagus dalam tanda kutip kelompok Ahmadiyah, kita adalah sebuah kelompok keagamaan yang mendunia, jadi berbeda dengan kelompok Ahmadiyah yang menyambut pukulan yang mematikan itu dengan senyuman. Orang-orang Syiah pada suatu saat tidak akan membiarkan tindakan kekerasan itu terus menerus terjadi. Karena buat mereka, mengorbankan darah dan mengalirkannya bersama darah Imam Husein adalah satu mimpi yang diinginkan oleh orang Syiah. Saya tidak bermaksud mengancam ya tapi apakah kita harus memindahkan konflik Sunnah-Syiah dari Iraq ke Indonesia? Semua itu berpulang pada pemerintah,” ucapnya.
Bela Tajul Muluk
Lebih jauh, ia juga mengatakan, pihak Syiah akan berusaha bersatu guna membela Tajul Muluk yang kini meringkuk di ruang tahanan di Sampang.
“Saya kira sekarang seluruh komunitas Syiah sekarang bersatu untuk membela seluruh komunitas Syiah bukan saja Tajul Muluk seorang. Begitu naik banding, kita akan berusaha membebaskan Tajul Muluk, “ tambahnya.*
Rep: Sarah Chairunisa
Red: Cholis Akbar

Kisah Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah pernikahan tanpa batas dengan menerabas aturan-aturan syariat yang suci, mut’ah ini telah melahirkan banyak kisah pilu. Tidak jarang pernikahan ini menghimpun antara anak dan ibunya, antara seorang wanita dengan saudaranya, dan antara seorang wanita dengan bibinya, sementara dia tidak menyadarinya. Di antaranya adalah apa yang dikisahkan Sayyid Husain Al Musawi. Ia menceritakan, 
Kisah pertama: Seorang perempuan datang kepada saya menanyakan tentang peristiwa yang terjadi terhadap dirinya. Dia menceritakan bahwa seorang tokoh, yaitu Sayid Husain Shadr pernah nikah mut’ah dengannya dua puluh tahun yang lalu, lalu dia hamil dari pernikahan tersebut. Setelah puas, dia menceraikan saya. Setelah berlalu beberapa waktu saya dikarunia seorang anak perempuan. 
Dia bersumpah bahwa dia hamil dari hasil hubungannya dengan Sayid Shadr, karena pada saat itu tidak ada yang nikah mut’ah dengannya kecuali Sayid Shadr. Setelah anak perempuan saya dewasa, dia menjadi seorang gadis yang cantik dan siap untuk nikah. Namun sang ibu mendapati bahwa anaknya itu telah hamil. Ketika ditanyakan tentang kehamilannya, dia mengabarkan bahwa Sayid Shadr telah melakukan mut’ah dengannya dan dia hamil akibat mut’ah tersebut. Sang ibu tercengang dan hilang kendali dirinya lalu mengabarkan kepada anaknya bahwa Sayid Shadr adalah ayahnya. 
Lalu dia menceritakan selengkapnya mengenai pernikahannya (ibu wanita) dengan Sayid Shadr dan bagaimana bisa hari ini Sayid Shadr menikah dengan anaknya dan anak Sayid Shadr juga?! Kemudian dia datang kepadaku menjelaskan tentang sikap tokoh tersebut terhadap dirinya dan anak yang lahir darinya. Sesungguhnya kejadian seperti ini sering terjadi. Salah seorang dari mereka melakukan mut’ah dengan seorang gadis, yang di kemudian hari diketahui bahwa dia itu adalah saudarinya dari hasil nikah mut’ah. Sebagaimana mereka juga ada yang melakukan nikah mut’ah dengan istri bapaknya. 
 Di Iran, kejadian seperti ini tak terhitung jumlahnya. Kami membandingkan kejadian ini dengan firman Allah Ta’ala, “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya sehingga Allah mampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur:33) Kalaulah mut’ah dihalalkan, niscaya Allah tidak akan memerintahkan untuk menjaga kesucian dan menunggu sampai tiba waktu dimudahkan baginya untuk urusan pernikahan, tetapi Dia akan menganjurkan untuk melakukan mut’ah demi memenuhi kebutuhan biologisnya daripada terus-menerus diliputi dan dibakar oleh api syahwat. 

Kisah kedua: Suatu waktu saya duduk bersama Imam Al-Khaui di kantornya. Tiba-tiba masuk dua orang laki-laki menemui kami, mereka memperdebatkan suatu masalah. Keduanya bersepakat untuk menanyakannya kepada Imam Al Khaui untuk mendapatkan jawaban darinya. Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai sayid, apa pendapatmu tentang mut’ah, apakah ia halal atau haram?” Imam Al Khaui melihat lagaknya, ia menangkap sesuatu dari pertanyaannya, kemudian dia berkata kepadanya, “Dimana kamu tinggal?” maka dia menjawab, “Saya tinggal di Mosul, kemudian tinggal di Najaf semenjak sebulan yang lalu.” 
Imam berkata kepadanya, “Kalau demikian berarti Anda adalah seorang Sunni?” Pemuda itu menjawab, “Ya!” Imam berkata, “Mut’ah menurut kami adalah halal, tetapi haram menurut kalian.” 
Maka pemuda itu berkata kepadanya, “Saya di sini semenjak dua bulan yang lalu merasa kesepian, maka nikahkanlah saya dengan anak perempuanmu dengan cara mut’ah sebelum saya kembali kepada keluargaku.” Maka sang imam membelalakkan matanya sejenak, kemudian berkata kepadanya, “Saya adalah pembesar, dan hal itu haram atas para pembesar, namun halal bagi kalangan awam dari orang-orang Syiah.” 
Si pemuda menatap Al Khaui sambil tersenyum. Pandangannya mengisyaratkan akan pengetahuannya bahwa Al Khaui sedang mengamalkan taqiyah (berbohong untuk membela diri). Kedua pemuda itu pun berdiri dan pergi. Saya meminta izin kepada Imam Al Khaui untuk keluar. Saya menyusul kedua pemuda tadi. Saya mengetahu bahwa penanya adalah seorang Sunni dan sahabatnya adalah seorang Syi’i (pengikut Syiah). 
Keduanya berselisih pendapat tentang nikah mut’ah, apakah ia halal atau haram? Keduanya bersepakat untuk menanyakan kepada rujukan agama, yaitu Imam Al Khaui. Ketika saya berbicara dengan kedua pemuda tadi, pemuda yang berpaham Syiah berontak sambil mengatakan, “Wahai orang-orang durhaka, kamu sekalian membolehkan nikah mut’ah kepada anak-anak perempuan kami, dan mengabarkan bahwa hal itu halal, dan dengan itu kalian mendekatkan diri kepada Allah, namun kalian mengharamkan kami untuk nikah mut’ah dengan anak-anak perempuan kalian?” Maka dia mulai memaki dan mencaci serta bersumpah untuk pindah kepada madzhab ahlussunnah, maka saya pun mulai menenangkannya, kemudian saya bersumpah bahwa nikah mut’ah itu haram kemudian saya menjelaskan tentang dalil-dalilnya. 

Sumber: Al Musawi, Sayid Husain. 2008. Mengapa Saya keluar dari Syiah. Pustaka Al Kautsar, Jakarta. Artikel www.KonsultasiSyariah.com Read more about nikah syiah by www.konsultasisyariah.com

Kasus Sampang dan "Panah Beracun" Ketua Ahlul Bait Indonesia

Oleh: Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi
MESKI berbagai data keterlibatan pihak Syiah sebagai provokator dalam konflik Sampang jilid II ini benar-benar nyata, tokoh Syiah Indonesia, Hasan Daliel justru menuding adanya tangan-tangan Zionis Israel bermain dalam konflik Sampang. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ahlul Bait Indonesia, itu menilai Israel memiliki kepentingan untuk memecah Syiah-Sunni Indonesia. Sebab, kata Hasan Daliel, Syiah dan Sunni punya potensi menjadi kekuatan besar yang ditakuti dunia. "Jika dua sayap ini bersatu maka bisa menghadang kekuatan-kekuatan jahat dunia," terangnya dalam doa bersama Ahlul Bait Indonesia untuk korban Sampang di Tugu Proklamasi, Jakarta Selatan, Selasa malam (28/08/2012).

Ucapan Hasan Daliel ini bagai panah beracun, yang masuk menembus tubuh tapi diam-diam punya efek mematikan. Kenapa? Karena ucapan ini tidak lain adalah penggiringan opini bahwa kebencian umat Islam terhadap kaum Syiah adalah skenario yang dimainkan Israel, bukan dilandasi faktor akidah. Jadi membincangan konflik Suni-Syiah menjadi tidak relevan karena perbedaan diantara kelompok tersebut menjadi gugur dengan sendirinya.


Pertanyaannya adalah betulkah selama ini konflik Suni-Syiah adalah skenario yang dimainkan Zionis Yahudi? Bukankah selama ini umat Islam di Iran justru mengalami penindasan oleh rezim Syiah? Mereka ditindas, tidak boleh sholat dan beribadah justru karena ulah tangan-tangan Syiah sendiri tanpa keterlibatan Israel. Jadi ucapan Hasan Daliel menjadi tidak relevan.


Kehidupan Yahudi di Iran pun selama ini tenang-tenang saja, mereka diberi hak-haknya. Tidak ada tanda permusuhan dari seorang Ahmadinejad. Bahkan Iran adalah Negara di Timur Tengah yang menampung Yahudi terbanyak setelah Israel dengan jumlah populasi yang mencapai 50.000 orang dan tersebar di tiga kota, Teheran, Isfahan, dan Shiraz. Berbeda dengan umat Islam (untuk menyebut Suni) yang mengalami penindasan.


Umat Islam di Iran juga mengalami penekanan yang sistematik selama bertahun-tahun. Pemimpin mereka, seperti Ahmed Mufti Zadeh dan Syeikh Ali Dahwary, dipenjarakan kemudian dibunuh. Pemerintah Iran juga menghancurkan masjid-masjid kaum Sunni, bahkan adzan kaum Sunni pun dilarang oleh pemerintah Iran.


Hebatnya, seakan berbanding terbalik, Sinagog Yahudi justru banyak bertebaran di seantero Iran, di Teheran sendiri ada 10 tempat ibadah kaum Yahudi laknatullah tersebut. Mereka aman, sejahtera, dan sentosa.


Beberapa waktu lalu seorang Ulama Syiah sempat membuat pernyataan mengejutkan, Menurut Ulama Syiah Mahmud Nubia, bahwa penasehat teras atas Ahmadinejad, Esfandiar Rahim Mashaei, menyatakan bahwa Iran harus memiliki “hubungan yang bersahabat” dengan Negara Yahudi, namun Ahmadinejad menahan diri dari posisi ini di depan umum karena pemimpin tinggi Syiah Iran Ayatollah Ali Khamenei sangat keberatan dengan hal ini.


Nubia lebih lanjut menyatakan bahwa Presiden Iran secara pribadi mengatakan kepadanya bahwa ia mendukung pernyataan Mashaei, tapi tidak bisa berkata apa-apa karena menghormati pemimpin tertinggi Syiah Iran, Ali Khamenei.


Sejatinya, menurut Husain Ali Hasyimi, dalam tulisannya, Al-Harbul Musytarakah Iran wa Israil bahwa sejak zaman Syiah Pahlevi, Iran telah menjalin hubungan perdagangan dengan Zionis Yahudi. Dan hubungan dagang ini berkelanjutan hingga setelah revolusi Syiah yang dipimpin oleh Khumaini.


Bahkan pada tahun 1980-1985, Zionis Yahudi merupakan Negara pemasok senjata terbesar ke Iran. Sandiwara “permusuhan” Iran dan Yahudi mulai terbongkar, ketika pesawat kargo Argentina yang membawa persenjataan dari Yahudi ke Iran tersesat, sehingga masuk ke wilayah Uni Soviet, dan akhirnya di tembak jatuh oleh pasukan pertahanan Uni Soviet. Dikisahkan, Iran membeli persenjataan dari Yahudi seharga 150 juta dolar Amerika, sehingga untuk mengirimkan seluruh senjata tersebut, dibutuhkan 12 kali penerbangan.


Lebih dari itu, Amerika juga pernah terlibat skandal dengan Iran dimana Ronald Reagen, (yang kala itu menjadi Capres) pernah berpura-pura memerangi Khomeini, akan tetapi di belakang layar justru Amerika gencar mengirimkan senjata-senjata mutakhir untuk memenangkan Khomeini.


Lewat investigasi berkepanjangan akhirnya skandal Iran Gate ini pun akhirnya terbongkar. Reagan dianggap menjurus pada tindakan kriminal, terlebih telah melibatkan CIA dan Partai Republik dengan seluruh kegiatannya menjalin hubungan dengan Iran. Reagan pun akhirnya membuat pernyataan resmi kepresidenan tentang hubungan AS-Iran. Dikatakan tidak ada masalah apa pun dalam hubungan kedua negara. Negeri ini juga tidak lagi memberi indikasi teror yang mengancam AS. Dan hingga kini “kedekatan” ini terus berlangsung. Meski mengecam keberadaan Iran, belum ada satupun peluru Amerika turun di Teheran. Begitu juga sebaliknya, tidak ada satu peluru dari senjata Iran turun memberondong tentara Amerika. Perlawanan terhadap imperialism Amerika di Timur tengah justru dilakukan oleh para mujahidin Islam yang berfaham Ahlus Sunnah wal jama’ah. padahal di dekat Iran, ada Afghanistan dan Irak yang tengah bergejolak akibat invasi tentara Amerika.


Jadi dengan sederet fakta ini, ucapan Hasan Dalel menjadi gugur sendirinya. Sebaiknya, pihak Syiah tidak membuat analisis yang justru mengaburkan konflik sebenarnya di Sampang. Kita ketahui bersama melalui investigasi, bentrok di Sampang tidak lain murni diawali oleh pengikut Syiah. Ajaran Syiah yang memang berbeda dengan Islam justru dikampanyekan
door to door ke rumah-rumah warga yang sudah teguh memilih jalan Islam. Umat Islam di Sampang hanyalah melakukan pembelaan atas ajaran Syiah yang dianggap mencela para Sahabat Nabi. [baca; 50 Ulama Telah Peringatkan Ajaran Tajul Muluk]

MUI pusat bersama MUI Jatim pun seringkali turun ke Sampang untuk mendamaikan konflik Syi’ah dan umat Islam yang sudah berlangsung lama. Namun pihak Syi’ah dinilai selalu memancing perkara dengan materi pengajian-pengajian yang provokatif, hal inilah yang menyulut kemarahan warga. Namun belakangan selalu diabaikan, bahkan diarahkan seolah-olah persoalannya hanya urusan cinta dan keluarga.*


Penulis adalah Koordinator Kajian Zionisme Internasional

Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar

Sekjen ABI Tuding MIUMI Agen Zionis

Hidayatullah.com--Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia ( DPP ABI) mengecam segala pernyataan yang dikeluarkan Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Menurut ABI, beberapa pernyataan yang dilontarkan MIUMI,termasuk soal syiah di Sampang,Madura bisa memicu pertikaian dan memecah persatuan bangsa.


"MIUMI itu wahabi takfiri,pernyataan dan sikapnya menimbulkan kebencian. Harus diwaspadai,"ucap Sekretaris Jenderal DPP ABI, Ahmad Hidayat,saat menggelar konfrensi pers soal Syiah di Sampang,di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (31/08/2012).


Selain itu, Ahmad Hidayat juga melontarkan tuduhan keji yang terkesan ketidaksukaannya pada lembaga yang baru berdiri kurang dari satu tahun ini


"Kalau ada kelompok seperti MIUMI,ini jelas antek-antek Yahudi, Zionis dan Komunis. Mereka ingin melihat bangsa ini tercabik-cabik," tegasnya.


Dalam waktu dekat ini DPP ABI mengaku akan melayangkan surat terbuka kepada Presiden. Inti dari surat tersebut yakni, Syiah di Indonesia menginginkan agar pemerintah memberikan perlindungan dan berperilaku adil. ABI juga menuduh
fatwa MUI Jatim sebagai biang kerusuhan Sampang, meski fatwa tersebut mendapat dukungan ormas-ormas Islam, termasuk NU dan Muhammadiyah. [baca: NU dan Muhammadiyah Dukung Fatwa Sesat Syiah]
Seperti diketahui,  MIUMI dideklarasikan di Jakarta dengan dihadiri 15 inisiator utama dan sejumlah tokoh-tokoh Islam dan politikus. Di antaranya ada Pimpinan Umum PP Muhammadiyah, Dr. Din Syamsuddin, Dr. Hidayat Nur Wahid juga Bambang Widjajanto. [baca: Sejumlah Tokoh Akan Hadiri Deklarasi Majelis Ulama Muda]

Pada acara deklarasi, Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), bahkan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua MUI Dr Din Syamsuddin menyambut baik kelahiran organisasi kumpulan kalangan cendekiawan Muslim dari berbagai ormas Islam ini. [Baca: MUI Sambut Kehadiran MIUMI]



Rep: Niesky Abdullah
Red: Thoriq