Selasa, 09 April 2013

Sebuah Catatan Orang Syiah Ahsa al-Banduni: Sunni dan Syiah Tidak Sesat

Sudah lama tidak menghadiri pengajian ahad. Mungkin sejak kegiatan Asyura 1434 sampai Rapat Koordinasi Nasional Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Rakornas IJABI)  saya tidak hadir. Entahlah senantiasa ada halangan kalau hendak berangkat. Namun, sejak kemarin sore sudah diniatkan untuk hadir dalam pengajian ahad. Alhamdulillah, bisa hadir lebih awal. [majulah-ijabi.org]


Di kawasan SMU Plus Muthahhari Bandung, saya bertemu dengan Kepala Perpustakaan Yayasan Muthahhari. Saya jalan bersamanya menuju Masjid Al-Munawwarah. Sebelum tiba di masjid, seorang Wakil Kepala Sekolah Cerdas Muthahhari datang bersama anak dan istrinya. Kemudian bersama-sama masuk masjid. Tiba di gerbang, terdengar alunan shalawat dan doa pagi sore.

Saya masuk ke dalam masjid. Mendengarkan alunan doa. Sembari mengiringi sebisanya, tiba-tiba dari belakang ada menepuk bahu. Ternyata seorang kawan yang sering hadir dalam pengajian. Ia tanya kenapa baru terlihat. Saya jawab: sedang menyibukan diri.

Alunan doa berhenti. Dari arah belakang dua pemuda dengan kopiah hitam dan mengenakan sarung maju ke depan. Mengambil mikrofon yang diberikan pembaca doa pagi dan sore. Kemudian salah seorang mengalunkan ayat al-Quran tanpa membaca mushaf al-Quran. Temannya di samping memegang mushaf al-Quran. Sesekali mengingatkan yang mengalunkan ayat al-Quran kalau ada kalimat yang terlewat. Indah sekali lantunannya. Sejuk dan tenteram terasa dalam hati.

Saat menikmati alunan ayat-ayat suci al-Quran, dari belakang ada yang menepuk lagi. Ketika dilihat ternyata seorang murid di SMP Bahtera menyalami saya. Dan, di bagian belakang ternyata sudah banyak orang yang hadir. Tampak juga guru saya: Ustadz Miftah F. Rakhmat.

Lantunan ayat suci al-Quran berhenti ditutup dengan ajakan shalawat. Jamaah yang hadir pun melantunkan shalawat secara bersama. Tiba-tiba kepala perpustakaan maju ke depan membagikan buku. Saya pun mendapatkannya. Saya pegang dan baca judulnya: The Prophetic Wisdom: Kisah-kisah Kearifan Para Nabi karya Ustadz Miftah, yang diterbitkan Mizan.

Ustadz Miftah maju ke depan. Ia berdiri di belakang mimbar. Memulai pembicaraannya dengan salam dan shalawat. Kemudian menyampaikan bahwa ia membagikan buku The Prophetic Wisdom kepada jamaah karena ingin berbagi pengetahuan. Ustadz Miftah juga bercerita bahwa sebentar lagi edisi revisi dan cetakan kedua buku The Prophetic Wisdom akan terbit dengan tambahan riwayat-riwayat kisah para Nabi dari jalur Keluarga Nabi Muhammad saw (Ahlulbait).

Ustadz Miftah juga menyampaikan wacana Sunni Syiah. Sampai sekarang ini sangat jarang orang memberikan kritik pada doa-doa yang dibaca kaum Muslim Syiah. Buku doa seperti Shahifah Sajjadiyah, Jausan Kabir, dan Kumail tidak ada mengkritik. Karena doa tersebut isinya sangat umum dan berupa harapan yang dimohonkan kepada Allah. Tidak ada yang mempermasalahkan isinya.

Memang ada satu doa yang isinya dianggap memiliki unsur celaan terhadap dua syaikh dari sahabat. (Kalau tidak salah dengar namanya doa Sunami Quraisy). Doa tersebut dinisbatkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah. Kalau dibandingkan dengan isi hadits-hadits dalam Nahjul Balaghah dan Doa Kumail yang merupakan berasal dari Imam Ali sangat jauh nilai dan cita rasa bahasa yang digunakannya. Apalagi dari segi sanad atas riwayat doa tersebut lemah dan jauh dari gaya bahasa dan kandungan pengetahuan yang disampaikan Imam Ali.

Dalam ceramahnya, Ustadz Miftah mengatakan bahwa seseorang telah mengirimkan email yang meminta komentarnya atas terbitnya buku Bahaya Kesesatan Akidah Syiah. Ustadz Miftah hanya mengomentari bahwa kalau Syiah sesat maka Sunni pun harus disesatkan karena dalil-dalil imamah dan ajaran-ajaran Ahlulbait berasal dari kitab-kitab hadits Ahlussunah (Sunni).

“Hadits-hadits Ghadir Khum, shalawat, kewajiban mengikuti Ahlulbait, atau hadits tsaqalain dan ahlulkisa disebutkan dalam kitab-kitab hadits Ahlussunah,” katanya.

Menurut Ustadz Miftah, sudah ribuan tahun mazhab Syiah disesatkan. Kemudian dunia dikagetkan dengan gerakan revolusi Islam di Iran oleh para ulama Syiah Iran di bawah komando Ayatullah Ruhullah Khomeini. Pemerintahan Pahlevi di Iran yang didukung Amerika Serikat runtuh dan digantikan pemerintahan Republik Islam Iran. Negara baru itu berdiri dengan mengambil label Islam.

“Anehnya, masyarakat dunia Islam tidak ada yang menggugatnya kalau memang Syiah itu bukan Islam. Sudah jelas Iran itu negeri muslim Syiah. Kalau memang keberatan dengan nama Islam yang digunakan pada negara seharusnya diprotes warga Muslim Dunia. Ternyata tidak. Berarti mazhab Syiah dalam tataran global tidak ada masalah dan diakui,” papar Ustadz Miftah.

Memang jarang di dunia ini negara yang mayoritas umat Islam menggunakan label Islam pada negara. Arab Saudi yang merupakan negeri yang penduduknya mengaku beragama Islam tidak melekatkan label Islam. Malah melekatkan nama pendirinya: Kerajaan Arab Saudi Ibnu Suud. Juga Jordania, Bahraian, Kuwait, Mesir, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia tidak melekatkan Islam dalam nama negara.

Ustadz Miftah juga sempat mengulas sedikit masalah politik di Suriah yang berimbas perang saudara dan disebut penindasan Syiah terhadap Sunni. Kalau melihat korban yang jatuh justru warga Syiah yang banyak menjadi korban.

Masih tentang wacana Sunni Syiah, Ustadz Miftah menyebutkan bahwa meski terus disesatkan, tidak ada orang Syiah yang menulis tentang kesesatan Ahlussunah. Paling hanya bantahan untuk mereka yang menyesatkan Syiah. Hanya sekadar menjawab kesalahpahaman orang terhadap mazhab Syiah. Yang bersifat menyesatkan ajaran-ajaran mazhab lainnya oleh pihak Syiah sangat jarang ditemukan. Justru yang terus menerus menyerang dan menyesatkan mazhab lain (termasuk pada Syiah) adalah orang-orang yang mengaku Ahlussunah.

Kesesatan Sunni Syiah

Di tengah ceramah, Ustad Miftah mengundang Ustadz Muhammad Babul Ulum. Seorang penulis buku Kesesatan Sunni Syiah yang baru-baru ini diterbitkan Aksara Pustaka. Ustadz Babul menyampaikan bahwa isu penyesatan terhadap Syiah tidak ada yang baru dan masih berulang-ulang. Bahkan, isu yang dipakai untuk menyerang Syiah sudah banyak dijawab oleh ulama Syiah.

Ustadz Babul juga menyampaikan sekarang ini tengah menyelesaikan desertasi doktor pemikiran Islam dengan mengambil penelitian tentang Muawiyat. Ustadz lulusan Pesantren Gontor ini mengaku mengambil judul tersebut terinspirasi dari buku Al-Mushthafa: Manusia Pilihan yang Disucikan karya Dr. Jalaluddin Rakhmat. Dalam buku tersebut, Ustadz Jalal memuat informasi sejarah zaman kekuasaan Bani Umayyah, khususnya Muawiyah bin Abu Sufyan, yang memerintahkan orang-orang yang terdekatnya untuk membuat hadits-hadits keutamaan sahabat-sahabat Nabi. Hal itu dibuat agar hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan Imam Ali dan Ahlulbait menjadi hilang. Muawiyah juga sempat melarang orang meriwayatkan keutamaan Imam Ali. Bahkan memerintahkan khatib untuk mencaci maki Imam Ali dan pengikutnya dalam khutbah jumat. Hal itu dilakukan ratusan tahun.

Menurut Ustadz Babul, salah seorang tabiin berbincang dengan sahabat Nabi yang bernama Bara bin Adzib. Tabiin itu memujinya sebagai orang yang beruntung karena telah melihat langsung dan mendengarkan ucapan Rasulullah saw. Bara bin Adzib mengakui banyak hadits-hadits palsu dan hal-hal baru yang dibuat setelah Rasulullah saw meninggal dunia. Hadits dan hal-hal yang baru tersebut dalam sejarah terjadi pada zaman kerajaan Bani Umayyah. Karena itu, Ustadz Babul menjadikannya sebagai bahan penelitian desertasi.

Di hadapan jamaah, Ustadz Babul menyebutkan bocoran temuan dalam penelitiannya bahwa dalam pemerintahan Bani Umayyah terdapat konspirasi. Para penasihat Bani Umayyah yang membisiki para penguasa untuk menindas, melenyapkan, dan mengubah ajaran Islam yang berasal dari Rasulullah saw. Setelah Rasulullah saw wafat, masa kekuasaan khalifah yang tiga terdapat pembisik-pembisik yang menjadi penasihat.

“Para pembisik ini orang-orang yang asalnya tidak Islam kemudian masuk Islam dan mengubah ajaran Islam dari dalam dan melalui kekuasaan. Masa kekuasaan Umar bin Khaththab ada penasihat yang berasal dari Yahudi bernama Ka’ab Al-Ahbar. Masa Abu Bakar, Utsman bin Affan, Muawiyah dan pelanjutnya ada. Mereka ini yang menggerakan penguasa untuk mengubah ajaran Islam dengan alasan-alasan kepentingan pemerintahan,” tutur Ustadz Babul.

Di akhir, Ustadz Miftah membagi-bagikan sebuah buku antologi puisi Dr. Dimitri Mahayana kepada jamaah yang dapat menjawab kuis yang disampaikan Ustadz Babul. Kemudian salah seorang panitia Musyawarah Wilayah Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Muswil IJABI) Jawa Barat berdiri meminta doa jamaah untuk kelancaran Muswil IJABI Jawa Barat yang berlangsung Senin dan Selasa (11-12 Maret 2013) di Pasirhonje Bandung.
sumber : www.majulah-ijabi.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar