Selasa, 22 April 2025

HUSEINYAH, TEMPAT IBADAH KHAS SYIAH SUDAH BANYAK DI INDONESIA

 HUSEINYAH DI INDONESIA
Husainiyah (bahasa Arab: الحسينية) adalah tempat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan mazhab Syiah. Husainiyah lebih sering digunakan untuk mengadakan kegiatan dalam rangka memperingati kesyahidan Imam Husain as dan syuhada Karbala. Pada sebagian besar kantong Muslim Syiah, baik di kota-kota maupun desa-desa, minimal ada satu husainiyah.
Kegunaan khusus husainiyah adalah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti majelis duka khususnya majelis duka untuk mengenang pengorbanan Imam Husain as dan penolong setianya. Sedangkan penggunaan secara umum adalah untuk mengadakan acara-acara keagamaan dan kebudayaan. Sebagian besar Husainiyah dihiasi dengan ornamen-ornamen yang sederhana. Husainiyah lebih banyak digunakan pada bulan Muharam dan Shafar. Biaya operasional yang digunakan biasanya berasal dari swadaya masyarakat. 


KEGUNAAN HUSAINIYAH
Untuk Mengadakan Majelis Duka
Meskipun ada masjid, namun penggunaan Husainiyah digunakan untuk mengadakan majelis-majelis khusus guna memperingati acara-acara duka dalam mazhab Syiah seperti menepuk dada, melantunkan kidung duka, dan ceramah-ceramah keagamaan di beberapa tempat dan mengadakan drama kolosal pertempuran Karbala dengan menampilkan beberapa karakter utama. Fungsi yang paling signifikan adalah untuk mengadakan majelis duka pada sepuluh hari pertama bulan Muharram hingga 28 Shafar bagi Imam Husain as, acara-acara keagamaan atau perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad saw dan para Imam as pada waktu-waktu lain selama bulan hijriah, mengadakan acara-acara pada bulan Ramadhan, khususnya acara malam Qadr, mengadakan majelis-majelis pembacaan ayat suci Alquran, mengadakan acara berkabung bagi keluarga yang meninggal bagi penduduk setempat dan acara-acara keagamaan dan kebudayaan lainnya.
Memperkuat Semangat Empati
Husainiyah adalah tempat yang paling ramai dan menjadi pusat perkumpulan penganut Syiah pada bulan Muharam dan Shafar. Kehadiran dan kerja sama masyarakat untuk mempersiapkan dan menyediakan layanan dan mengadakan acara-acara keagamaan, tanpa memperhatikan perbedaan usia, jenis kelamin, kondisi perekonomian dan kedudukan kemasyarakatan menjadikan hal ini sebagai sarana untuk menanamkan dan menguatkan rasa empati dan solidaritas di antara penganut Muslim Syiah. Karena husainiyah di setiap tempat biasanya memiliki identitas khusus tersendiri, maka pemanfaatan fungsi sosial husainiyah dalam skala lingkungan tertentu, membuat hubungan antara sesama warga menjadi menjadi kokoh dan kuat.
Setiap tahun setidaknya akan ada 14 wiladah (hari lahir) dan 13 syahadah (hari syahid) para Aimmah yang akan selalu diperingati di Husainiyah
Daftar nama2 Huseiniyah di Indonesia :
1.    Huseniyah Alhuda Icc Jakarta (Lantai Dasar Seluar 8000 M Persegi) Kapasitas 500 Sd 700 Orang.
2.    Rasul A’dzom Bandung Jawa Barat
3.    Almahdi Semarang, Luas 300 M Persegi 2 Lantai.
4.    Alqurba Pandaan Jawa Timur
5.    Alqurba Lombok.
6.    Misbahul Huda Malang Jawa Timur penjanggung jawab M Hadddad berdiri tahun 2010.
7.    Arridlo Bogor, Pj Nya Adalah Zaki Fatoni, dulu awalnya berada di Kota Bogor dengan nama rasul a’dlom. Di bawah yayasan IPABI. Yayasan berdiri tahun 93 dan husainiyah berdiri tahun 97. Acara yg digelar : wiladah dan syahadah.
8.    Alqurba pandaan, pj nya Muhammad soir, sudah memiliki cannel yutube dari 2011
9.    H2c cawang Jakarta, berdiri sejak 2010 yang awalnya adalah program kajian bapak2 syiah sepulang dari kantor. Sekarang sudah ada kajian khusus ibu2 pada pagi hari sepekan sekali
10.    Almahdi Jepara,
11.    Azzahro Bandung, berdiri pada 2008 yang awalnya adalah yayasan aljawad geger kalong.  Sekarang menjadi pusat kegiatan syiah, kantor dpp abi kota bandung, secretariat pandu ahlul bait dan muslimat syiah. Lulusan dari hauzah ini sudah ada yang di kirim ke iran, sudah 4 tahun ini pelaksanaan asyuro aman karena berada di wilayah sendiri. Pernah ada penolakan berupa spanduk, tapi akhir2 ini sudah tidak ada penolakan.
Secara kesimpulan : ada sekitar 100 husainiyah di Indonesia. Kegiatan syiah masih pro kontra, sebaiknya di husainiyah saja atau diluar husainiyah dengan skup yang lebih luas.







Sejarah Syiah Di Medan

 
Pertumbuhan Mazhab Syi’ah Di Sumatera Utara, mazhab Ahlulbait baru terlihat tahun 1990-an, tetapi tidak berkembang sampai tahun 2000-an. Mazhab Syi’ah ini dianut keluarga Sayyid Syaiful Wathan al Mahdhali (Sayyid Dede) dan beberapa pengikutnya. Sayyid Dede ini pernah memiliki yayasan Ulul Albab di Lokseumawe. Komunitas Syi’ah masih ekslusif sampai tahun 2002, ketika Sayyid Dede pindah ke Kota Medan dan mendirikan yayasan Amali. Setelah Sayyid Dede meninggal tahun 2002, kegiatannya vakum, dan yayasan dikendalikan Habib Ubaidan al Habsy dan merubah nama yayasan menjadi Yayasan Ahlulbait Indonesia (YABI). Sebelum Habib Ubaidan al Habsyi wafat muncul pula Yayasan Islam Abu Thalib yang didirikan oleh Candiki Repantu, Ahmad Parwes (Indo Pakistan) dan Naparo Afandi Lubis. Peresmian Yayasan Islam Abu Thalib dihadiri Prof. Dr. Ramli A. Wahid (Dir. Paska UINSU), Prof Dr. Yasir Nasution (Rektor UINSU), dan Ayatullah Ramdhani (ulama Syi’ah Iran). (Rizal, Ridwan, Hasan, dan Fadillah, wawancara, 21/5/2016)



Yayasan Islam Abu Thalib ini menjadi pusat pertumbuhan mazhab Syi’ah Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Aceh. Informasi terakhir di bulan Februari tahun 2018 pengurus Yayasan Islam Abu Thalib, telah berhasil menginisiasi berdirinya majelis taklim di 13 kabupaten kota di Provinsi Sumatra Utara. Sementara itu di Sumatra Barat dan Provinsi Aceh juga sudah berdiri beberapa majelis taklim anak-anak muda Syi’ah. Di yayasan inilah semua aktifis di Provinsi Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Provinsi Aceh berlabuh dan berkomitmen, setelah pencarian bertahun-tahun. Ada yang 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun bahkan puluhan tahun. Tidak ada penganut Syi’ah yang sudah Syi’ah sejak lahir, kecuali yang sekarang masih berumur 10 tahun.
Publikasi mazhab Syi’ah dilakukan dengan cara sering mengadakan pameran buku, diskusi di kampus-kampus besar dan meningkatkan jumlah buku yang beredar. Pengajian rutin dan terbuka terus dilakukan. Pekerjaan mereka umumnya adalah mahasiswa, pedagang, dosen, guru, dokter atau lainya dan menjadi generasi pertama dari geliat pertumbuhan mazhab Syi’ah di Kota Medan. Mereka tidak membangun masjid, tetapi membaur dengan masjid-masjid yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Sebab secara fikiyah, mereka tidak ada masalah melaksanakan shalat di masjid masyarakat yang ada disekitarnya. Masyarakat tidak tahu mereka bermazhab Syi’ah, karena tidak menampakkan ke-Syi’ahanya demi menjaga harmoni. Mereka hanya Nampak Syi’ah di rumahnya sendiri atau di Husainiyah. (Rizal, Ridwan, Hasan, dan Fadillah, wawancara, 21/5/2016) Pada saat ini anggota Syi’ah Sumatra Utara 600 KK dan 200 KK di Kota Medan, yang tidak ber-KK jumlahnya sekitar 2.000 orang di Kota Medan dan 4.000 di Sumut. Tidak semua yang ber kepala keluarga (KK) sudah bermazhab Syi’ah. Banyak juga yang isterinya masih Suni. Sementara menurut petinggi Aliansi Nasional Anti Syi’ah (ANAS) Kota Medan, anggota Syi’ah sekitar 20.000 orang. Tidak jelas bagaimana cara memverifikasinya (Yusuf, Wawancara, 3/6/2016).
Yayasan Islam Abu Thalib memiliki perpustakaan umum dengan 10.000 judul buku keagamaan dari berbagai penulis dalam dan luar negeri, Suni maupun Syi’ah. Perpustakaannya sederhana. Tempatnya luas, walaupun tanpa meja baca dan kursi. Jika diskusi, mereka lesehan. Perpustakaanya menyatu dengan kediaman pimpinan yayasan. Di samping ruang perpustakaan terdapat beberapa kamar tidur untuk para aktifis. Gedung ini sudah milik sendiri. Yayasan Islam Abu Thalib dipimpin oleh Candiki Repantu, seorang guru, antropolog dan dosen perguruan tinggi di Medan dan Lokseumawe. Kegiatannya adalah do’a (malam senin, rabu dan jum’at), pengajian, dialog, diskusi, kajian filsafat dan teologi Islam. Dalam taklim yang peneliti ikuti, terlihat Candiki Repantu sangat familier dengan dalil dan pendapat ulama Suni. Ia sendiri tidak membedakan asal dalil, seperti dituduhkan anti Syi’ah. (Rizal dan Repantu, Wawancara 12/5 2016).
 

Sumber : Pertumbuhan Syi’ah Di Kota Medan Sumatra Utara, oleh : Wakhid Sugiyarto

Minggu, 30 Januari 2022

Syekh Al-Azhar Tak Setujui Syiah di Mesir

 KAIRO--Imam Besar Al-Azhar, Muhammad Sayyid Thanthawi, menegaskan di Mesir tidak akan menyediakan tempat untuk Syiah. Ia juga mengatakan, pihaknya akan senantiasa bekerja keras untuk membentengi umat Muslim Mesir dari upaya penyebaran madzhab Syiah di negaranya, dan dengan cara yang santun tentunya.


 

"Tidak ada tempat untuk madzhab Syiah di Mesir, karena negara ini adalah negara 'Sunni'. Kami juga tidak akan menerima dan berpangku tangan dari upaya penyebaran madzhab tersebut di negeri kami," demikian dikatakan Thanthawi di hadapan para rombongan mahasiswa dari Saudi Arabia pada Selasa (16/6/2018), 3 tahun lalu, sebagaimana dikutip harian Al-Arabiyyah.

Selain itu, Thanthawi juga menegaskan bahwa Al-Azhar adalah lembaga keislaman yang menebarkan dakwah Islam dengan prinsip-prinsip yang moderat, toleran, dan akomodatif, serta menolak segala bentuk ekstrimisme dan konservatisme Islam.

"Al-Azhar jauh dari model Islam yang fanatis, apalagi fanatik buta," katanya. Meski mayoritas Muslim Mesir adalah penganut ordo Sunni, namun sejumlah kecil penganut Syiah dapat ditemukan di Mesir.

Bahkan, jika merujuk pada sejarah masa lalu,  Mesir pernah menjadi pusat Syiah dalam dunia Islam. Dinasti Fathimiyah yang berkuasa di Mesir pada abad ke-9 hingga ke-10 adalah dinasti yang menjadikan Syiah sebagai madzhab resmi negara. Al-Azhar sendiri semula didirikan oleh para ilmuwan Fathimiyyah yang menganut Syiah.

Semenjak masa dinasti Shalahuddin yang menggantikan dinasti Fathimiyyah, madzhab resmi negara diganti menjadi Sunni, dan berlangsung hingga sekarang.

Sumber : hidayatullah

Sikap Syeikh Ali Jumah terhadap Syiahisasi di Negeri Sunni

 Oleh: Mahmud Budi Setiawan

 

“Bertakwalah pada Allah baik pada diri kita maupun kalian. Kita sama-sama mencitai Ahlul Bait. (Namun)Usaha kalian dalam menyebarkan ideologi Syi`ah di Mesir, tidak akan berhasil selamanya.”

Begitulah petikan dari Syeikh Ali Jum`ah ketika masih menjadi Mufti Mesir, yang penulis dapat dari situs resmi Dār Al Iftā` Mesir.

 


Syeikh Ali Jumah  mengingatkan, ‘penyebaran idielogi Syiah di wilayah Sunni hanya akan membuat stabilitas keamanan masyarakat terganggu.

Statemen ini beliau katakan dalam Aula Muhammad Abduh, ketika sedang menyampaikan kuliah yang diselenggarakan Majma` Buhuts Al Islami di Al-Azhar sebagai peringatan atas bahaya pemikiran Syi`ah (9 Oktober 2012), 9 tahun silam.

 

Ada lima poin penting yang beliau paparkan mengenai perbedaan mendasar Syiah dengan Sunni.

Pertama, akidah al-badā` (idiologi Syi`ah yang menyatakan bahwa Allah telah menetapkan sesuatu kemudian mengubah pendapatnya dan menarik kembali keputusannya. Pendapat ini sangat ditentang Ahlu Sunnah).

 

Kedua, tahrīf (penyimpangan) Al Qur`an. Syiah meyakini, dalam Al Qur`an yang diyakini oleh Ahlus Sunnah ada tahīf-nya. Ada ulama Syi`ah yang bernama Syaikh An-Nuri sampai mengarang kitab yang berjudul: “Fashlu al-Khithāb fī Tahrīfi Kitābi Rabbi al-Arbāb (Penjelasan tentang penyimpangan dalam Kitab Al Qur`an)”. Pandangan ini sangat ditolak oleh Sunni.

 

Ketiga, perbedaan terkait mengenai keadilan sahabat serta celaan mereka terhadap sahabat-sahabat yang mulia. Banyak sekali bukti tertulis dalam kitab-kitab mereka yang mencela para sahabat. Ada sekitar 110 jilid kitab rujukan inti Syi`ah yang lima di antaranya mencela para sahabat nabi, yang kemudian berusaha dilenyapkan agar mereka tidak mendapat pertentangan dari yang lain.

 

Keempat, perbedaan terkait masalah taqiyah.

Menurut Syeikh Ali Jumah, Syiah tidak segan-segan melakukan kebohongan demi membela pendapatnya. Sedangkan Ahlus Sunnah mengecam keras hal itu.

 

Kelima, Ahlus Sunnah tidak mengakui kemaksuman seorang pun kecuali para nabi. Adapun Imam Ahlul Bait mereka memang takwa dan berilmu, namun tidak sampai maksum dan bukan sebagai sumber hukum. Demikianlah beberapa poin penting yang disampaikan beliau dalam kuliahnya.

 

Sebenarnya banyak sekali usaha yang menginginkan terjadinya rekonsiliasi antara paham Ahlus Sunnah dan Syiah.

 

Di antara ulama yang berusaha mewujudkannya: Syeikh. Mahmud Syaltut, Syeikh, Manshur Rajab, Syaikh. Abdul Aziz Isa, Syeikh Al-Baquri, bahkan Syeikh Yusuf Al-Qardhawi dan masih banyak yang lainnya.

 

Hanya saja usaha ini menjadi sia-sia lantaran dilanggar sendiri oleh Syiah yang jelas-jelas memiliki ideologi berbeda dengan Ahlus Sunnah.

Kalau antara Syiah dan Sunni memang bisa benar-benar menyatu, maka tidak mungkin dalam sejarah pahlawan sekaliber Nuruddin Mahmud Zanki, Asaduddin Syirkuh, Imam Al-Ghazali dengan madrasah Nidhamiyahnya, Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang notabene merupakan bagian dari Ahlus Sunnah –secara bertahap dan bijak- mengubah ideologi Al-Azhar (atau Mesir) dari Syiah menjadi Sunni kembali (baca: Muhammad Shallābi, Shalāhuddīn al-Ayyūbi wa juhūduhu fī al-Qaḍā `ala al-Daulah al-Fāṭimiyah wa Tahrīri Baiti al-Maqdis).

 

Sikap ulama Mesir terhadap Syiah –baik tempo dulu maupun sekarang- semestinya bisa menjadi pelajaran berharga bagi Bangsa Indonesia untuk mewaspadai ideologi Syiah.

 

Bagaimana mungkin minyak dan air bisa menyatu? Kalau ideologi ini dibiarkan berkembang, maka sangat mungkin terjadi apa yang dipaparkan oleh Syaikh Ali Jum`ah bahwa penyebaran Syi`ah dalam komunitas Sunni hanya akan merusak stabilitas keamanan. Semoga kita bisa terhindar dari fitnah besar ini. Wallāhu a`lam.*

 

Penulis alumni PKU VIII UNIDA Gontor 2014

Minggu, 21 Maret 2021

TOKOH TOKOH SYIAH NGUMPUL DI SINI

 Syiah dalam dunia akademis mengencarkan proramnya. Ritual-ritual yang sifatnya harus kopdar memang sedang diliburkan karena alasan pandemi. Tetapi tidak dengan dakwah secara akademis. Mereka aktif menjalankan programnya. 
Salah satu Kampus yang dimiliki syiah mengadakan program kuliah dengan metode zoom meeting. 
Berikut adalah jadwal dan para pematerinya, tampak para tokoh penting syiah menjadi pematerinya :