Selasa, 17 Mei 2016

ADA YANG MENUDUH MIZAN AMANAH YAYASAN SYIAH, TUDUHAN YANG NGAWUR


Ada sebuah blog yang memasukkan Yayasan mizan amanah sebagai syiah. Menurut kami itu adalah pencantuman yang sembrono alias ngawur. lucunya blog tersebut tidak menyertakan bukti dan juga tidak menghapus kontennya sampai saat ini. (Mei 2016)
berikut kami tampilkan klarifikasi dan juga tuduhan dalam blog tersebut.


Bismillahirohmanirohim...

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. ( Q.S Al Hujurat : 12)"

Maaf sebelumnya kami mau klarifikasi terkait apa yang disangkakan atau dikaitkan Mizan Amanah dengan aliran syiah.

Maka dari itu dengan ini kami nyatakan :
1. Yayasan Mizan Amanah menolak keras, mereka yang menuduh secara sepihak bahwa kami adalah bagian dari syiah.

2. Yayasan Mizan Amanah sebagai lembaga sosial islam yang berpegang pada AlQuran dan Assunah.

3. Yayasan Mizan Amanah TIDAK terkait atau TIDAK berada di bawah faham maupun organisasi Syiah Manapun.

4. Penamaan "MIZAN" yang tertera pada "Mizan Amanah" sama sekali tidak ada kaitannya dengan nama sejenis yang diindikasikan sebagai bagian dari syiah.

5. Yayasan Mizan Amanah adalah lembaga sosial yang berdiri independen, dan tidak berafiliasi dengan partai politik dan ormas manapun.

6. Yayasan Mizan Amanah adalah lembaga sosial yang legal sebagai pengelola amanah umat untuk disalurkan kepada mustahiknya

7. Mizan Amanah menolak segala bentuk penyebaran paham ( termasuk ajaran Syiah) yang tidak sesuai dengan AlQuran dan Assunah.

8. Yayasan Mizan Amanah sangat terbuka dan siap bagi para pihak yang ingin beraudiensi mentabayun atau mengkonfirmasi terhadap tuduhan kepada kami sehingga tidak lekas percaya dan menjadi fitnah.

Selanjutnya kami bertawakal kepada Alloh SWT semoga kita dijauhkan dari fitnah dan dijaukan dari kesesatan syiah. Akan terbuka mana yang HAK dan mana yang BATIL.

"Robbanaa laa Taj 'alna fitnatall ladziina kafaruu wagfirlanaa robbana Innaka antal 'aziizul hakiim"

( Admin FaktaSyiah)

SYIAH TERBANYAK DI BANDUNG, MAKASSAR DAN JAKARTA



Oleh : Anggi Kusumadewi, Dwifantya Aquina
Sepekan lalu, Minggu 26 Agustus 2012, penganut Syiah terusir dari kampung mereka sendiri di Sampang, Madura, Jawa Timur. Mereka diserang, rumah mereka dibakar, sehingga mereka terpaksa mengungsi dengan kawalan ketat aparat bersenjata. Korban jiwa tak terelakkan, dua tewas.
\

Ini bukan peristiwa kekerasan pertama kalinya terhadap warga Syiah di Sampang. Sekitar delapan bulan sebelumnya, Kamis 29 Desember 2011, pesantren milik kaum Syiah di Sampang juga dibakar massa. Penyerangan dua kali dalam setahun terhadap penganut Syiah pun menjadi tanda tanya besar.

Mengapa harus terjadi di Sampang? Apa sesungguhnya “Syiah” dan bagaimana perkembangannya di Indonesia? Berikut wawancara reporter VIVAnews, Dwifantya Aquina, dengan tokoh Syiah di Indonesia sekaligus Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Jalaluddin Rakhmat.

Bagaimana awal konflik antara Sunni dengan Syiah?
Sebenarnya konflik ini sudah berlangsung sejak seribu tahun lalu, dan konflik ini bukan konflik lokal atau nasional, tetapi internasional. Sama halnya dengan konflik antara Protestan dengan Katolik.

Bagaimana dengan kondisi konflik yang terjadi di Indonesia?
Kalau konflik Syiah di Indonesia baru muncul belakangan, baru sekarang ini.

Sejak kapan Syiah masuk ke Indonesia?

Ada beberapa teori, salah satunya menyebut ada tiga gelombang masuknya Syiah ke Indonesia. Gelombang pertama melalui para penyebar Islam awal. (Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) Pak Said Aqil Siradj mengatakan menemukan beberapa kuburan yang mencerminkan kuburan Syiah. Selain itu tradisi ziarah dan tahlilan adalah tradisi Syiah yang awal-awal datang ke Indonesia.

Bahkan ada yang menduga sejak zaman Dinasti Abbasiyah, ada orang Syiah yang berangkat ke Indonesia untuk berdakwah. Syiah pertama kali datang ke Aceh. Tapi kemudian pada zaman Syeikh Nuruddin Ar-Raniri (ulama Aceh terkenal yang merupakan penasehat Kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar Tsani), kekuasaan dipegang oleh ulama Ahli Sunnah (Sunni). Saat itu orang Syiah bersembunyi, tak menampakkan diri sampai muncul gelombang kedua masuknya Syiah ke Indonesia, yaitu setelah revolusi Islam di Iran.

(Sebagai catatan, Ahli Sunnah Waljamaah yang lebih sering disingkat dengan sebutan Sunni ialah pengikut Islam yang berpedoman pada Alquran dan hadits sahih. Sekitar 90 persen umat Islam di dunia merupakan kaum Sunni, sedangkan sisa 10 persennya merupakan penganut aliran Syiah. Syiah sendiri adalah pengikut Islam yang berpedoman kepada ajaran Nabi Muhammad dan Ahlul Bait atau keluarga Nabi Muhammad, yaitu Ali bin Abi Thalib – sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad, Fatimah az-Zahra – putri bungsu Nabi Muhammad dari istri pertamanya Khadijah, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali – cucu Nabi Muhammad dari Ali dan Fatimah).

Pada gelombang pertama masuknya Syiah ke Indonesia itu, Syiah kebanyakan dipelihara di kalangan habib (keturunan Nabi Muhammad), tapi khusus di keluarga tertentu, misalnya Al Mukhdor. Sementara keluarga-keluarga lainnya bergabung dengan Sunnah (Sunni).

Dalam kamus Al Munjid (kamus Arab yang dianggap paling lengkap dan komprehensif sehingga dijadikan kamus utama di berbagai universitas Islam dan pondok pesantren tradisional maupun modern di seluruh dunia) cetakan lama, disebutkan penduduk Hadramaut (negeri asal Nabi Hud dan Nabi Saleh yang terletak di sebuah lembah di Yaman) bermahzab Syafii, padahal sebetulnya mereka bermahzab Syiah. Sebagian dari mereka kemudian masuk ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam dan menurunkannya kepada para habib. Oleh karena itu sangat mengherankan belakangan ini para habib juga ikut menyerang Syiah yang merupakan aliran nenek moyangnya.

Lalu datanglah gelombang kedua masuknya Syiah ke Indonesia, yaitu setelah revolusi Islam di Iran (revolusi yang mengubah Iran dari monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlevi, menjadi Republik Islam di bawah pimpinan Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini). Ketika itu orang Syiah mendadak punya negara, yaitu Iran. Dengan biaya negara Iran, Syiah lantas disebarkan ke seluruh dunia.

Di Indonesia muncullah orang-orang yang mula-mula tertarik bukan dengan paham Syiah-nya, melainkan dengan pemikiran Syiah, misalnya pemikiran revolusioner dari Ali Syariati (sosiolog Iran yang terkenal dan dihormati karena karya-karyanya di bidang sosiologi agama). Karya-karya Ali Syariati dibaca di kampus-kampus. Pada saat itu Indonesia berada di akhir Orde Baru, di mana banyak mahasiswa kembali ke masjid-masjid.

Oleh karena itu kelompok Syiah gelombang kedua di Indonesia umumnya merupakan intelektual universitas. Saya sama sekali tidak bermaksud menyebut diri saya intelektual, tapi saya dari universitas yang kemudian menjadi cikal bakal IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia). Jadi ini semua berasal dari universitas. Di beberapa daerah, cabang-cabang IJABI pun dipimpin oleh para guru besar di universitas-universitas daerah.

Sementara itu gelombang ketiga masuknya Syiah ke Indonesia berakar dari para habib yang belajar sebelum revolusi. Mereka kemudian kembali untuk mengajar di kalangan yang sangat terbatas. Setelah muncul, kelompok-kelompok intelektual mereka mulai berdakwah dengan pendekatan berbeda.

Jika kelompok Syiah gelombang kedua umumnya tertarik Syiah karena pemikiran revolusionernya, kelompok gelombang ketiga ini datang dengan membawa paham fiqihnya. Saat itu sudah muncul kelompok Syiah yang mempelajari fiqih Syiah-nya. Saat itu pula mulai terjadi benih-benih konflik. Saat kami berada pada tahap pemikiran, tak ada konflik dan semua sepakat. Tapi saat berpada pada tahap fiqih, mulai terjadi perbedaan paham.

(Sebagai catatan, fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat, maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya.)

Berapa banyak jumlah penganut Syiah di Indonesia?
Ada beberapa perhitungan, salah satunya versi pemerintah atau kepolisian. Dari data penelitian yang sudah ada, populasi Syiah berkisar 500 ribu di seluruh Indonesia. Itu perkiraan terendah. Jika perkiraan tertinggi sekitar 5 juta. Tapi menurut saya, perkiraan moderat ada sekitar 2,5 juta.

Hanya, sebagian besar orang Syiah itu tidak tampak sebagai Syiah karena mereka menyembunyikan identitas demi memelihara persatuan. Banyak di antara mereka yang menjadi ustad-ustad di masjid-masjid. Jadi yang tahu tentang Syiah itu hanya orang Syiah itu sendiri. Oleh sebab itu sebetulnya yang harus melakukan penelitian yaitu orang Syiah sendiri. Saya sudah meneliti juga, tapi tidak akan saya beritahukan berapa jumlah persis pengaut Syiah di Indonesia.

Daerah mana saja di Indonesia yang memiliki populasi penganut Syiah terbesar?

Kantong penganut Syiah berdasarkan rangking: nomor satu di Bandung atau Jawa Barat, nomor dua di Makassar, nomor tiga di Jakarta.

Kenapa selalu di Sampang yang terjadi konflik?
Karena di sana merupakan kantong Syiah terkecil. Karena orang umumnya berani kepada yang lemah. Coba kalau mereka menyerang Syiah di Bandung?

Berapa jumlah populasi penganut Syiah di Sampang sebagai kantong Syiah terkecil di Indonesia?
Sekitar 700 orang.

Apakah warga Syiah di Sampang harus direlokasi agar konflik tak lagi terjadi?
Tidak, karena begitu dilakukan relokasi, ada sebuah preseden. Nantinya seluruh orang Syiah akan diganggu dan disuruh pindah semua. Padahal itu hak mereka untuk tinggal di suatu tempat. Mengapa hanya karena perbedaan agama, mereka lantas harus direlokasi?
Relokasi adalah tahap kedua sebelum genosida, sebelum dibunuh. Paling tidak relokasi menunjukkan secara tegas bahwa they must not be here. Oleh karena itu kami akan anjurkan agar orang Syiah tidak boleh direlokasi. Mereka harus tetap tinggal di tempat mereka berada saat ini.

Apa solusi terdekat yang harus diambil atas konflik Sampang?
Pemerintah bertindak tegas. Pelaku kekerasan harus dihukum, siapa pun. Kalau tidak begitu, mereka tidak akan jera. Bayangkan seandainya ada sebuah perusahaan besar yang mau menggali minyak di daerah yang dihuni oleh orang-orang Syiah. Agar minyak bisa digali, sudah saja timbulkan konflik agama agar orang-orang Syiah direlokasi dari daerah itu. Pemerintah pun tidak perlu ganti rugi. Nah, kalau sampai terjadi seperti ini kan bisa repot urusannya.

Bagaimana cara penganut Syiah melakukan ibadah? Apakah secara terbuka atau tertutup?

Terbuka. Tapi umumnya kaum Syiah di Indonesia tidak punya masjid. Tidak ada kan masjid-masjid Syiah di sini. Banyak juga khatib-khatib Syiah yang berkhotbah di masjid-masjid Ahli Sunnah (Suni) tanpa diketahui bahwa mereka Syiah. Kami memang sengaja tidak membangun masjid-masjid. Kalau pun sekarang ada masjid orang Syiah di Jakarta, itu punya Iran yang ada di ICC (Islamic Cultural Center). Itu pun sebetulnya lebih sekedar sebagai tempat pertemuan saja.

Mengapa kami tidak membangun masjid? Saya memang menganjurkan kepada IJABI untuk tidak membangun masjid. Bukan karena kami tidak punya uang, tapi karena beberapa alasan. Satu, karena takut dibakar. Kedua, karena khawatir dianggap memprovokasi orang-orang. Kami lebih mencintai persatuan ketimbang masjid.

Ada sebuah lagu berjudul Using Things and Loving People dari BJ Thomas. Jadi kalau “things” itu kami “use”, kalau orang itu “we  love.” Jadi bukannya “we do not love masjid,” karena masjid itu “thing.” Yang kami cintai itu “people.” Maka daripada bertengkar, lebih baik kecintaan ini kami lebur, lebih baik kami tidak dirikan masjid dan kami bergabung dengan mereka.

Dengan banyaknya kesimpangsiuran tentang ajaran Syiah di masyarakat awam, apa yang sebenarnya ingin Anda luruskan tentang ajaran ini?
Saya minta bantuan media untuk menjernihkan masyarakat dari tuduhan-tuduhan palsu. Tapi masalahnya kan kadang masyarakat lebih percaya kepada berita-berita yang dibawa oleh para ulamanya. Jadi yang bisa kami sampaikan, tolonglah kalau ada berita atau opini tentang Syiah yang bersifat menghujat, jangan dimuat. Sebab umumnya hal tersebut berdasarkan fitnah, bukan data. Itu mungkin imbauan yang bisa kami sampaikan.

Bagaimana hubungan Syiah sendiri dengan pemerintah Indonesia?
Sebetulnya baik, paling tidak secara politis. Saya misalnya pernah dikirim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai wakil Syiah untuk ke luar negeri. Kemudian bila Kementerian Luar Negeri mengirim perwakilan Syiah, saya juga yang dikirim. Artinya, Syiah sesungguhnya diakui. Kami punya organisasi yang diakui secara resmi oleh negara. Kami juga terdaftar di Kementerian Dalam Negeri.

Jadi secara politik, kami sama seperti kelompok-kelompok lain. Kami mempunyai hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia. Saya ingat, sekitar satu atau dua tahun lalu, pernah ada para ulama mengirim surat kepada Presiden untuk membubarkan Syiah. Surat itu mendarat dulu di Sekretariat Negara, kemudian Setneg memanggil kami. Kami memberi penjelasan tentang Syiah, dan alhamdulillah pihak pemerintah mendukung kami.

Tapi kenapa pemerintah saat ini lemah menyikapi konflik Sampang?
Mungkin pertanyaan kenapa pemerintah lemah bukan hanya dalam hubungan antara Sunni dengan Syiah, tapi dalam semua hal. Kelemahan pemerintah misalnya tampak ketika kadang kepentingan kelompok bisa mengambil alih kepentingan negara secara keseluruhan. Maaf, saya harus memberikan contoh, dan ini misalnya dalam kasus penggunaan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) dalam kampanye Pilkada DKI Jakarta.

Sebenarnya belum pernah dari dulu orang mengungkit masalah agama orang yang jadi gubernur. Tapi sekarang kok muncul? Kenapa bisa muncul begitu? Dan kenapa itu jadi menunjukkan negara lemah? Karena hal itu ternyata dibiarkan oleh pemerintah. Malah bukan hanya dibiarkan, tapi bahkan dibebaskan. Padahal ini akan menjadi preseden buruk ke depannya. Jadi boleh saja di kemudian hari kita menuding orang itu Cina, rasis, atau beragama seperti ini itu, karena bicara seperti itu tidak dianggap melanggar konstitusi.

Hubungan Syiah dengan Iran sebenarnya bagaimana?
Sebetulnya Syiah dengan Iran cuma punya hubungan ideologis. Iran negara Syiah, tapi sesungguhnya Iran hampir tidak pernah membantu orang-orang Syiah di Indonesia. Boleh tanya ke orang Syiah mana pun. Tidak ada bantuan Iran di sini.

Saya misalnya pernah protes ke Kedutaan Iran karena ketika saya mendirikan sekolah-sekolah di berbagai tempat, orang lantas memuji itu sebagai bantuan Iran, menyebut saya dapat bantuan dari Iran. Maka saya bilang ke Kedutaan Iran, saya yang susah-payah mengumpulkan uang untuk membangun sekolah, kamu yang dapat pujian, apa kamu tidak malu?

Sampai sekarang ini tidak ada bantuan Iran, kecuali bantuan-bantuan seperti buku atau seminar. Bantuan macam itu pun masih sering nombok, misalnya mereka kasih biaya Rp60 juta, ternyata biaya yang diperlukan Rp150 juta. IJABI sekarang mulai kapok juga bekerja sama Iran karena lebih sering rugi daripada untungnya.

Tapi secara ideologi, Syiah memang sama dengan Iran?
Ya, secara ideologi sama, yaitu mereka menganut paham agama Syiah Itsna Asyariyah (mempercayai 12 orang pemimpin, dengan pemimpin pertama adalah Ali bin Abi Thalib, dan pemimpin terakhir adalah Imam Mahdi Al-Munthazar atau Imam Mahdi yang Ditunggu untuk menghancurkan kezaliman dan menegakkan keadilan di bumi sebelum datangnya kiamat). Paham Syiah Itsna Asyariyah  itu dicantumkan dalam Undang Undang Iran.

Kami di sini juga menganut Syiah Itsna Asyariyah. Ada juga Syiah lainnya di Indonesia, yaitu Syiah Ismailiyah. Mereka ada di Bali dan Sulawesi, kebanyakan orang-orang keturunan India dan Pakistan. Yang membedakan Syiah Itsna Asyariyah dengan Syiah Ismailiyah adalah jumlah imamnya. Asyariyah imamnya ada 12, sedangkan imam Ismailiyah tidak terbatas. Asyariyah tidak punya imam-imam baru, dari dulu tetap 12, sementara imam Ismailiyah bisa berkembang sesuai perkembangan zaman.

Anda pernah mengatakan sikap Syiah berbeda dengan Ahmadiyah, karena jika pengikut Ahmadiyah diserang, maka membalas dengan senyuman. Namun ketika Syiah diserang, maka sewaktu-waktu akan melawan. Bisa dijabarkan?
Begini, kami melihat orang Ahmadiyah dibantai dan dipukuli dalam keadaan sudah tak mengenakan baju lagi. Tapi orang-orang Ahmadiyah menyambut mereka yang zalim itu dengan senyuman. Sementara Alquran mengizinkan kepada orang-orang yang diperangi untuk memerangi, to fight back. Jadi bukan untuk balas dendam, tapi untuk kami melindungi diri sendiri.

Masak kami diserang, diserbu, rumah dibakar, lalu kami tersenyum dan berkata “You are so good and so kind to me?” Selama ini saya menganjurkan kepada pengikut Syiah untuk tidak melakukan tindak kekerasan, kecuali kalau dalam keadaan terdesak. Seperti saat ini, ketika mereka mau dibunuh. Maka mereka terpaksa melawan. Kalau mereka tidak melawan, semua mati dong.

Tapi kami melarang mereka menyerang lebih dulu karena itu diharamkan. Sepanjang sejarah, belum pernah ada cerita tentang kaum Syiah yang menyerang Sunni, kecuali dalam dongeng-dongeng ulama di Sampang dan cerita para majelis ulama di televisi. Mereka bilang itu ada berdasarkan data di lapangan, tapi sesungguhnya itu hanya ada dalam imajinasi mereka.

Apa Anda selama ini pernah mendapat ancaman teror sebagai tokoh intelektual Syiah?
Saya sekarang ini berambut gondrong bukan karena ingin tampak lebih muda, tapi karena saya sedang membuat disertasi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. UIN diprotes oleh serombongan orang karena saya orang Syiah. Mereka minta saya dipecat dari kandidat Doktor.

Mereka menuntut, kalau pihak UIN tidak mengharamkan Jalaludin Rakhmat sebagai kandidat Doktor, maka mereka akan menghalalkan darah saya. Saya diancam, kalau nanti saya ujian akhir Doktor, mereka akan menumpahkan darah saya. Tapi UIN mempertahankan saya karena mereka menentukan kandidat Doktor berdasarkan pertimbangan ilmiah, bukan berdasarkan mazhab. UIN Makassar menyatakan tidak apa-apa jika nanti mereka dipanggil polisi.

Disertasi saya soal “Pergeseran dari Sunnah Nabi kepada Sunnah Sahabat Nabi.” Maksudnya, kita kan beragama Islam berdasarkan sunnah Nabi. Padahal sebetulnya menurut hipotesis saya, yang kita jalankan bukan Sunnah Nabi, tapi sunnah Sahabat. Sunnah Nabi malah ditinggalkan. Itulah yang menimbulkan kemarahan beberapa ulama di sana yang tergabung dalam kelompok Wahdah Islamiyah.

Oleh karena itu mereka menuntut saya untuk dihukum mati. Mereka juga pernah melaporkan saya ke polisi untuk ditangkap, tapi tidak digubris. Saya sebenarnya bisa menuntuk balik karena mereka mengancam nyawa saya. Saya pernah dianjurkan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM untuk berhubungan dengan Mabes Polri supaya saya dapat perlindungan keamanan, karena ancaman kepada saya sudah riil.

Kompas juga waktu itu pernah memberitakan, pernah datang rombongan teroris dari Mindanao ke sebuah pesantren di Flores. Dikatakan mereka akan menyerang santri-santri Syiah dan membunuh tokoh-tokoh Syiah di Indonesia. Menurut berita lain, disebutkan nama-nama tokoh itu, antara lain Jalaludin Rakhmat.

Perlakuan diskriminasi seperti apa yang pernah diterima oleh orang-orang Syiah di Indonesia?

Macam-macam, bisa dikriminasi sosial, politik, maupun ekonomi. Diskriminasi sosial misalnya, ada kawan saya yang disuruh segera menceraikan istrinya karena diketahui bahwa dia Syiah. Ini baru terjadi dua minggu lalu. Terjadi hanya karena diketahui bahwa suaminya itu Syiah. Lalu banyak sekali keluarga saya yang bercerai karena dipaksa oleh tuntutan sosial. Ada juga yang mau menikah, tapi diminta segera dibatalkan.

Sementara diskriminasi ekonomi, bisa jadi ketika orang berdagang lalu diketahui dia Syiah, maka perdagangannya dibatalkan. Mengenai diskriminasi politik, saat ini banyak orang Syiah di lembaga legislatif. Sekiranya ketahuan Syiah, maka sudah pasti dipecat. (eh)
Sumber : viva.co.id

Selasa, 10 Mei 2016

DAURAH NASIONAL BAGAIMANA MENGHADAPI DAI SYIAH 4-6 MEI 2016

LIPUTAN MEDIA ISLAM TENTANG DAURAH :
DDII Gelar Daurah Menangkal Penyebaran Syiah
Rabu, 4 Mei 2016 - 14:11 WIB
"Melalui daurah ini kalian melakukan kaderisasi untuk mengantisipasi gerakan Syiah di daerah-daerah. Sehingga gerak Syiah di daerah bisa terbatasi.”
Hidayatullah.com– Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) melalui Majelis Fatwa dan Pusat Kajian DDII mengadakandaurah syar’iyyah bersama Syaikh ‘Ali ‘Ammary, Rabu- Jumat (04-06/05/2016) di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta Timur.
Daurah yang bertema “Naqdhu Al-‘Aqa’id Asy-Syi’ah Al-Imamiyah(Menangkal Aqidah Syi’ah Imamiyah)” ini dibuka oleh Dr. Jeje Zaenuddin, MA selaku ketua panitia.
Turut hadir sebagai tamu undangan, Ahmad Farid Okbah selaku Pimpinan Ma’had Al-Islam Bekasi, dan beberapa undangan dari DDII.
Dalam sambutannya, Farid Okbah mengungkapkan bahwa Syaikh ‘Ali ‘Ammary bukan hanya pakar tentang Syiah secara ilmiyah, namun juga lapangan.
Farid juga menegaskan bahwa dalam melawan Syiah perlu upaya-upaya melalui politik ataupun hukum.
“Kita harus mengupayakan usaha-usaha untuk melawan mereka, upaya politik harus dijalankan, upaya hukum juga harus berjalan,” ujarnya.
Di akhir sambutan, Farid berharap agar peserta daurah mampu melakukan antisipasi penyebaran syiar Syiah.
“Melalui daurah ini kalian melakukan kaderisasi untuk mengantisipasi gerakan Syiah di daerah-daerah. Sehingga gerak Syiah di daerah bisa terbatasi,” katanya.
Hadir pula Amlir Syaifa Yassin selaku Wakil Ketua Umum DDII. Acara dihadiri oleh 120 lebih utusan dari berbagai lembaga yang diundang.*/ Kiriman Ali Muhtadin
Rep: Admin Hidcom
Editor: Muhammad Abdus Syakur









Ini Alasannya Kenapa Setiap Muslim Harus Paham soal Syiah
Rabu, 4 Mei 2016 - 20:49 WIB
Di antara tujuan mempelajari Syiah, menurut Syeikh Ali al-Ammari adalah mengenal keburukan Syiah serta menjauhinya, dan bukan untuk mengikutinya.
Hidayatullah.com– Kenapa mesti bicara tentang syiah? Pertanyaan itu mengemuka dalam kegiatan daurah “Menangkal Aqidah Syiah Imamiyah” yang digelar di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta, Rabu (04/05/2016).
Di hadapan 200-an peserta, Syaikh Ali bin Abdullah al-Ammari, pemateri daurah, menjelaskan persoalan tersebut.
Menurut pakar Syiah asal Riyadh, Arab Saudi ini, ada beberapa alasan mengapa persoalan Syiah penting untuk diketahui oleh setiap Muslim, khususnya para juru dakwah.
Pertama, kata Ali al-Ammari, karena pengikut Syiah begitu aktif mengajak kepada kesesatan Syiah dan target utama mereka merusak aqidah ahlu sunnah.
Terlebih Syiah punya kebiasaan taqiyyah (kebolehan berdusta) dan mengaku sebagai bagian dari agama Islam, sedang ia bukan bagian dari Islam.
“Doktrin Syiah itu menganggap Sunni sebagai asyaddu kufran (paling kufur) dan berhak mendapat laknat,” papar Ali al-Ammari.
“Makanya Yahudi dan lainnya itu tidak dilaknat oleh Syiah, cuma ahlu sunnah saja,” imbuh kembali.
Di antara tujuan mempelajari Syiah, lanjut Syeikh Ali, adalah mengenal keburukan Syiah, dan bukan untuk mengikutinya.
“Kenali keburukan Syiah untuk menjauhi keburukan dan kesesatan itu,” ucapnya.
Masih menurut Ali al-Ammari, jika tidak mengenal aqidah Syiah, seorang Muslim dikhawatirkan tak bisa menolak ajaran Syiah.
“Jangan sampai dia tidak mampu menjaga keluarganya apalagi untuk membentengi saudaranya sesama umat Islam,” ucap Ali al-Ammari.
Disebutkan, seorang Muslim wajib membentengi dari virus Syiah sebab mereka yang datang dengan cinta kepada ahlul bait (keluarga Nabi).
“Syiah itu pasti dusta jika mengaku cinta kepada ahlul bait. Apakah sampai harus mengkafirkan (Sahabat) Abu Bakar dan Umar untuk menyatakan cinta tersebut?” ujar Ali al-Ammari menolak pengakuan itu.*
Rep: Masykur Abu Jaulah
Editor: Muhammad Abdus Syakur

Farid Okbah: Hadapi Syiah, Muslimin Dunia Harus Bersatu
Kamis, 5 Mei 2016 - 08:00 WIB
Dalam menangkal Syiah, hal penting lainnya, menurut Farid adalah melakukan lobi ke pemerintah dan menjalin dukungan dengan dunia internasional.
Hidayatullah.com– Menghadang dakwah Syiah butuh kebersamaan dan persatuan umat Islam. Bukan sebaliknya, berpecah belah sesama ahlu sunnah.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh peneliti aliran Syiah, Farid Ahmad Okbah, di sela acara Daurah Syar’iyah tentang Syiah di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta, Rabu (04/05/2016).
Di hadapan 200-an peserta daurah, Farid mengajak seluruh umat Islam untuk bersatu. Sebab yang dihadapi adalah makar licik yang didukung oleh konspirasi internasional.
“Syiah itu dibiayai dan di-backup terang-terangan oleh Iran. Sekarang siapa donatur khusus Sunni?” tanya Farid yang juga seorang pendiri Majelis Intelektual dan Ulama Muda  Indonesia Pusat.
Menurut Farid, ke depan umat Islam butuh lebih dari sekadar daurah tiga atau lima hari saja. Sebab persoalan ini harus didalami, dianalisis, dan didakwahkan secara profesional.
“Umat Islam perlu pendidikan khusus yang mencetak kader anti Syiah. Belajarnya intensif satu hingga dua tahun, misalnya,” ungkap Pembina Pesantren al-Islam, Bekasi ini. [Baca: Ini Alasannya Kenapa Setiap Muslim Harus Paham soal Syiah]
Disebutkan Farid, layaknya kelelawar, Syiah itu bergerak di waktu malam. Kerjanya tidak kelihatan, tapi hasilnya rapi dan sistematis.
“Dakwah mereka pakai strategi, ada studi kelayakan sebelum berbuat,” terang Farid lagi. “Dakwah Sunni juga harus begitu, siapkan kader-kader yang ahli tentang kesesatan Syiah,” ujar Farid.
Dalam menangkal Syiah, hal penting lainnya, menurut Farid adalah melakukan lobi ke pemerintah dan menjalin dukungan dengan dunia internasional.
“Harus ada yang bisa menjalin lobi ke pemerintah dan sinergi dengan negara Islam lainnya,” tutup Farid Okbah.
Diketahui, bekerjasama dengan Syabakah Difa’ an as-Sunnah, Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) mengadakan daurah bertajuk “Naqdhu ‘Aqa’id as-Syi’ah al-Imamiyah”(Bantahan Terhadap Akidah-Akidah Syiah Imamiyah).
Tampil sebagai pemateri tunggal, Syeikh Ali bin Abdullah al-Ammar, dai internasional yang dikenal dengan kepakarannya tentang sekte sesat Syiah. [Baca: DDII Gelar Daurah Menangkal Penyebaran Syiah]*
Rep: Masykur Abu Jaulah
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Tips Menghadapi Pendukung Syiah ala Ali al-Ammari
Jum'at, 6 Mei 2016 - 13:38 WIB
Salah satu persoalan yang tak bisa dijawab oleh Syiah adalah tentang penyerahan kepemimpinan dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib kepada Sahabat Muawiyah bin Abi Sufyan.
Hidayatullah.com– Berbekal pengalaman bertahun-tahun di dunia dakwah internasional, peneliti dan pegiat dakwah anti Syiah, Syaikh Ali Abdullah al-Ammari berbagi tips menghadapi pendukung aliran menyimpang tersebut.
“Kenali keburukan Syiah untuk melemahkan klaim sesat mereka,” ucap Ali al-Ammari memberi motivasi pada acaraDaurah Syar’iyah tentang Syiah di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta, Kamis (05/05/2016).
Menurut Ali al-Ammari, salah satu persoalan yang tidak bisa dijawab oleh Syiah adalah tentang penyerahan kepemimpinan dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib kepada Sahabat Muawiyah bin Abi Sufyan.
Sebabnya, kata Ali al-Ammari, hal itu jelas bertentangan dengan doktrin Syiah yang selama ini mengkafirkan sebagian sahabat Nabi, termasuk Muawiyah bin Abi Sufyan.
“Tanyakan ke pendukung Syiah masalah itu, minta penjelasan mereka,” sebut Ali al-Ammari menantang. [Baca: Farid Okbah: Hadapi Syiah, Muslimin Dunia Harus Bersatu]
Disebutkan, peristiwa tersebut dengan sendirinya menggugurkan klaim Syiah selama ini. Sebabnya terjadi kontradiksi yang bertentangan dalam kisah itu.
Jika Sahabat Hasan, kata dia, keliru dalam penyerahan kepemimpinan, berarti itu membatalkan kemakshuman Hasan, seperti keyakinan pengikut Syiah.
“Selanjutnya kalau Hasan benar, lalu kenapa kepemimpinan (wilayah) itu diberikan kepada Muawiyah?” tanya Ali al-Ammari heran.
“Bukankah Muawiyah termasuk sahabat yang getol dikafirkan oleh mereka?” tambah dai yang juga produktif menulis buku-buku sesat Syiah tersebut. [Baca: Ini Alasannya Kenapa Setiap Muslim Harus Paham soal Syiah]
Hal ini aku Ali al-Ammari sudah berkali-kali ditanyakan dalam dialog dengan penyokong Syiah.
“Kalian tidak pernah dapat jawaban yang benar. Mereka bahkan bisa marah kepada kalian,” tutup Ali al-Ammari kepada 200-an peserta daurah.
Diketahui, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengadakan daurah khusus yang membahas tentang aliran Syiah. Acara berlangsung selama tiga hari (4-6 Mei 2016) dengan tema “Naqd Aqaid Syiah Imamiyah (Bantahan Terhadap Aqidah Syiah Imamiyah)”.*
Rep: Masykur Abu Jaulah
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Pakar: Zaidiyah Bukan Dekat dengan Sunni, tapi Syiah Paling Ringan
Sabtu, 7 Mei 2016 - 04:41 WIB
Menurut Syaikh Ali al-Ammari, Syiah saat ini terdiri dari lima kelompok besar; Ismailiyah, Zaidiyah, Nushairiyah, Duruz, dan Imamiyah Itsna Asyar.

Hidayatullah.com– Ada yang keliru dengan pemahaman umat Islam tentang ideologi Syiah. Terutama menyangkut beberapa kelompok dalam aliran menyimpang tersebut.
Hal itu dijelaskan Syaikh Ali Abdullah al-Ammari, dai internasional dan pakar aliran Syiah dalam kegiatan daurah dai bertajuk “Naqd Aqaid as-Syiah al-Imamiyah (Membantah Aqidah-aqidah Syiah Imamiyah)” di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta, Kamis (05/05/2016).
Disebutkan Ali al-Ammari, umat Islam keliru jika mengatakan bahwa kelompok Syiah Zaidiyah itu dekat dengan ahlu sunnah (qariban min Sunni).
“Yang benar itu Zaidiyah adalah aliran paling ringan dalam Syiah (akhaffu firqatan fis Syi’ah),” papar Ali al-Ammari di hadapan 200-an peserta daurah.
Sebab, jelasnya, Syiah itu bukan Islam dan Sunni tidak ada hubungan dengan Syiah. Lebih jauh, ia juga menerangkan kaidah utama dalam memahami Syiah Rafidhah. [Baca: Farid Okbah: Hadapi Syiah, Muslimin Dunia Harus Bersatu]
“Singkatnya, siapa saja yang menolak kepemimpinan Sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khaththab serta melaknat keduanya, maka ia adalah Rafidhah, apapun namanya,” ucap peneliti yang dikenal sebagai penulis buku-buku tentang penyimpangan Syiah ini.
Disebutkan, dari Syiah Zaidiyah kini lahir kelompok Syiah Jarudiyah yang menjadi keyakinan Syiah Houtsi di Yaman.
“Semua itu adalah Syiah Rafidhah,” tegas Ali al-Ammari kembali.
Menurutnya, Syiah saat ini terdiri dari lima kelompok besar; Ismailiyah, Zaidiyah, Nushairiyah, Duruz, dan Imamiyah Itsna Asyar. [Baca: Ini Alasannya Kenapa Setiap Muslim Harus Paham soal Syiah]
Uniknya, masih menurut Ali, sesama Syiah juga saling mengafirkan dan mencela di antara mereka.
Syiah Imamiyah, misalnya. Mereka disebut mengafirkan semua kelompok Syiah lainnya, selama ia mengingkari satu imam di antara dua belas imam Syiah.
Selama menerangkan materi, Ali al-Ammari banyak menggunakan rujukan dari kitab induk Syiah. Seperti kitab al-Kafi karya Kulaini, Man La Yahdhuru al-Faqih, al-Istibshar, dan Tahdzib al-Ahkam.
Kedua kitab terakhir dikarang oleh at-Tusi, ulama terkenal di kalangan Syiah.
“Membantah aqidah Syiah harus dengan rujukan induk mereka pula. Sebab mereka menolak jika menggunakan rujukan kitab Sunni,” tegas Ali al-Ammari menutup. [Baca: Tips Menghadapi Pendukung Syiah ala Ali al-Ammari]*
Rep: Masykur Abu Jaulah
Editor: Muhammad Abdus Syakur

Ali Al-Ammari Ingatkan Muslimin Soal Senjata Syiah
Ahad, 8 Mei 2016 - 14:22 WIB
Demi tujuan Syiah, para imam Syiah disebutnya tak segan mengobok-obok isi al-Qur'an dan Hadits Nabi sekehendak mau mereka.
Hidayatullah.com– Selain taqiyyah (kebolehan berdusta), senjata utama Syiah dalam menyebar ideologinya adalah menyusupkan syubhat (kerancuan) dalam ajaran agama.
Demi tujuan itu, tak segan para imam Syiah berani mengobok-obok isi al-Qur’an dan Hadits Nabi sekehendak mau mereka.
Hal tersebut diingatkan kepada para juru dakwah yang mengikuti daurah “Naqd Aqaid as-Syiah al-Imamiyah(Membantah Aqidah-aqidah Syiah Imamiyah)” di Hotel Balairung, Jakarta, belum lama ini.
Namun, kata Syaikh Ali Abdullah al-Ammari, pemateri dalam kegiatan tersebut, seringkali perkara itu diingkari oleh pengikut Syiah dengan berbagai macam alasan.
Salah satunya mereka berdalih bahwa jika isi al-Qur’an itu diubah oleh para ulama dan imam Syiah, maka itu berarti umat Islam sendiri tidak meyakini ayat yang menyatakan bahwa Allah menjamin al-Qur’an akan terjaga hingga hari Kiamat.
“Kalau ahlu sunnah menuduh Syiah suka mengubah ayat-ayat, berarti kalian sendiri tidak yakin dengan isi al-Qur’an?” demikian dalih Syiah seperti ditiru oleh Ali al-Ammari.
Menurut peneliti dan pegiat anti Syiah tersebut, yang pertama harus dipahami adalah mengapa Syiah mengubah sebagian al-Qur’an dan meriwayatkan hadits-hadits yang berbeda dengan dalil ahlu sunnah.
Karena, jelas Ali al-Ammari, “Syiah itu belum menemukan dalam al-Qur’an apa yang menjadi keyakinan mereka, makanya harus diubah.”
Tips Hadapi Syiah
Kepada 200 peserta daurah, pembina lembaga Jaringan Pembela Sunnah (Syabakah Difa’ ‘an as-Sunnah) ini lalu berbagi tips dan pengalaman dakwah dalam menghadapi Syiah.
Umumnya, jelas Ali al-Ammari, seseorang itu dihukumi sesuai dengan pegangan keyakinannya. Jika Muslim itu dihukumi dengan al-Qur’an dan Hadits Nabi, maka aliran Syiah dihukumi sesuai kitab-kitab rujukan mereka sendiri juga.
“Ternyata itu diakui dalam rujukan utama Syiah. Termasuk di kitab induk al-Kafi karya al-Kulaini itu,” ungkap Ali al-Ammari.
Meski begitu, lanjutnya, masih saja sebagian pengikut Syiah menolak klaim tersebut. Mereka mengaku hal itu hanya terdapat dalam kitab saja, berbeda dengan realitasnya.
“Kalau seperti itu, tanyakan ke mereka, bukankah imam kalian makshum (terjaga dari salah)? Bukankah seluruh perkataan mereka (para imam Syiah) tidak bisa ditolak?” tanya Ali al-Ammari dengan nada heran.
“Lalu siapa rujukan kalian (pengikut Syiah. Red) kalau begitu? Sebab (dalam) doktrin Syiah itu, riwayat dari imam makshum tidak bisa ditolak apalagi diingkari,” terangnya.
Untuk diketahui, dalam acara daurah tentang Syiah tersebut, Ali al-Ammari banyak menukil perkataan-perkataan para ulama Syiah dari rujukan induk mereka. Sesekali peserta daurah juga diperlihatkan video-video terbaru ceramah pengakuan dan doktrin para imam Syiah.*
Rep: Masykur Abu Jaulah
Editor: Muhammad Abdus Syakur