Kamis, 29 November 2012

Sms Syiah Biar dpt Perhatian PRESIDEN RI

Teman2 mari kita tolong saudara2 kita di Sampang dgn bantu mengirim sms ke 9949 :

Yth Bpk, Presiden RI
Anak Bangsa sedang terpenjara di GOR Sampang lebih 3 bln, kami mendesak Bpk,

1, Kembalikan Pengungsi ke kampungnya
2, Penuhi hak2 konstitusinya
3, Bebaskan Tajul Muluk
Trm ksh perhatiannya,

Cttn:
Redaksi bisa beragam tapi tetap santun dg poin2 tsb diatas.

Senin, 26 November 2012

Dilarang Al Azhar, Syiah Mesir Gagal Merayakan Asyura

Seorang tokoh Syiah Mesir yang bernama Thariq Al Hasyimi menyinggung peringatan Asyura di negara ini gagal dilaksanakan sesuai rencana dengan mengatakan, “Upaya pelaksanaan peringatan Asyura yang menurut rencana akan digelar di masjid Ra’sul Husein gagal.”
FNA (26/11) melaporkan, warga Syiah Mesir di berbagai propinsi gagal melaksanakan peringatan Asyura akibat seruan Al Azhar serta Departemen Urusan Wakaf Mesir (Kementerian Agama). Warga Syiah pun melaksanakan perayaan Asyura di rumah-rumah.
Acara Asyura di Mesir yang digelar di rumah-rumah warga Syiah, menurut Al Hasyimi, berupa pembacaan narasi pembunuhan (maqtal) di Padang Karbala.
Awal Oktober lalu, Al-Azhar membentuk sebuah komite ilmiah yang terdiri dari ulama dan Khatib untuk menghadapi gelombang Syiah di Mesir. Komite ini dibentuk setelah pertemuan Al-Azhar dengan ulama dari gerakan Salafi, Ikhwanul Muslimin, dan Shufi untuk bersama-sama menghadapi Syiah.

Bid’ah-bid’ah di Bulan Muharram

Syaikh Abdullah At Tuwaijiri dalam Al Bid’ah Al Hauliah menyebutkan 2 jenis amalan bid’ah yang diada-adakan sejumlah orang di Bulan Muharram.
1. Bid’ah Duka Cita ala Syiah Rafidhah
Pada hari kesepuluh dari bulan Muharram, yang dikenal dengan Asyura’, Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Al Husain bin Ali bin Abu Thalib (semoga Allah meridhai keduanya) dengan kesyahidan, di tahun 61 H. Kesyahidannya merupakan salah satu yang menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kedudukannya dan meninggikan derajatnya. Dia dan saudaranya Al Hasan adalah dua pemimpin muda penghuni syurga.
Ketika Abdurrahman bin Maljam membunuh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anh, pemimpin kaum mukminin ketika itu, para sahabat Nabi membaiat Al Hasan, putra Ali, yang telah dikatakan oleh Nabi,  “Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid, Allah akan menjadikannya pendamai dua kubu besar kaum muslimin yang saling berseteru.”
Syaikhul Islam berkata, “Dengan kematian Al Husain setan membuat dua bid’ah di tengah manusia: bid’ah kesedihan dan ratapan pada hari Asyura’ dengan menampar-nampar wajah, menjerit-jerit, menangis, bersin-bersin, dan membuat acara nostalgia. Semua itu menggiring kepada mencela dan melaknat generasi Salaf dan mengaitkan mereka yang tidak terlibat menjadi para pendosa. Sampai-sampai mereka mencela generasi pertama Islam. Membacakan kisah-kisah yang kebanyakannya adalah dusta. Maksud mereka melakukan hal-hal itu adalah untuk membuka pintu perpecahan di antara ummat. Apa yang mereka lakukan (pada hari Asyura’) bukanlah hal yang wajib, tidak pula mustahabbah (disukai) menurut kesepakatan kaum muslimin. Perbuatan-perbuatan itu hanyalah ingin mengenang dan meratapi musibah masa lalu yang merupakan perbuatan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala .”
Adapun sekarang ini, sebagian yang mengklaim sebagai muslimin di beberapa negara menyambut bulan Muharram dengan kesedihan, kegundahan, khurafat dan kebatilan-kebatilan. Mereka membuat keranda dari kayu dihiasi kertas warna-warni yang dinamakan dengan kubur Al Husain atau Karbala. Juga membuat dua kubur dan dinamakan sebagai takziah. Anak-anak berkumpul dengan pakaian, bunga-bungaan atau dedaunan dan menamakan mereka sebagai fuqara Al Husain (yang berhajat kepada Al Husain).
Pada hari pertama bulan Muharram mereka menyapu rumah, mandi dan bersih-bersih. Kemudian dihidangkan makanan dan dibacakan surat Al Fatihah, permulaan surat Al Baqarah, surat Al Kafirun, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas, shalawat kepada Nabi, lalu menghadiahkan pahala makanan tersebut kepada orang-orang yang telah mati.
Pada bulan ini dilarang berhias. Para wanita tidak memakai perhiasannya, tidak makan daging, tidak mengadakan perayaan dan pesta, bahkan tidak mengadakan akad nikah, istri tidak boleh berhubungan dengan suaminya bila umur pernikahan belum melewati dua bulan, memperbanyak memukul wajah dan dada, mencabik pakaian, meratap dan mulai melaknat Muawiyah bin Abi Sufyan dan para sahabatnya, Yazid serta para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Di sepuluh hari pertama bulan Muharram, api dinyalakan dan manusia menglilinginya. Anak-anak pawai dijalan-jalan sambil berteriak-teriak: ‘Ya Husain, ya Husain’. Semua bayi yang dilahirkan pada bulan ini dianggap kesialan, dan pada sebagian wilayah beduk dan kentongan dipukul-pukul, musik dimainkan dan bendera dipasang. Keranda diletakkan lalu para lelaki, wanita dan anak-anak lewat dibawah keranda itu. Mereka mengusap-usapnya dengan bendera dan bertabaruk (mengharapkan barokah), meyakini bahwa hal itu akan membuat mereka tidak terkena penyakit dan dapat memanjangkan umur.
Di sebagian negara yang lain, orang-orang keluar pada malam Asyura’, para lelaki begadang menyusuri jalan-jalan. Jika matahari akan terbit barulah kembali ke rumah-rumah mereka.
Pada hari Asyura’ mereka memasak masakan khusus. Para penduduk desa dan kota berduyun mendatangi suatu tempat yang mereka namakan dengan ‘Karbala’ untuk melakukan thawaf (mengelilingi) keranda yang mereka buat dan bertabaruk dengan keranda itu dengan wasilah bendera, menabuh beduk dan gendang. Bila matahari tenggelam, keranda tersebut dikubur atau ditenggelamkan ke dalam air dan orang-orangpun kembali ke rumahnya masing-masing. Sebagian orang duduk-duduk di jalan-jalan sambil minum minuman yang mereka namakan As Salsabil dan membagi-bagikannya kepada orang-orang secara gratis. Sebagian orang yang dianggap bijak pada sepuluh hari pertama bercerita tentang kelebihan-kelebihan Al Husain, sedangkan keburukan-keburukan ditimpakan kepada Muawiyah serta Yazid (yang juga Ahlul Bait) dengan tidak lupa menumpahkan sumpah serapah kepada keduanya dan para sahabat.
2. Bid’ah Sukacita Kelompok Nawashib
Sebelumnya pembahasan mengenai bid’ah kesedihan di hari Asyura’ pada Syi’ah. Pada pembahasan ini (dengan izin Allah) kita akan membahas mereka yang berseberangan dengan Rafidhah/Syi’ah, yang menjadikan hari Asyura’ sebagai musim (moment) kebahagiaan. Mereka adalah Nawashib yang ekstrim membenci Al Husain dan Ahlul Bait Nabi. Orang-orang bodoh yang menghadapi kerusakan dengan kerusakan, kedustaan dengan kedustaan, kejelekan dengan kejelekan dan bid’ah dengan bid’ah.
Mereka membuat-buat keterangan palsu mengenai syi’ar kebahagiaan dan kegembiraan di hari Asyura’; seperti bercelak, mengecat kuku, melebihkan uang belanja keluarga, memasak masakan diluar kebiasaan dan lain sebagainya yang biasa dilakukan pada hari-hari perayaan. Yang akhirnya mereka menjadikannya musim (hari besar) seperti hari-hari besar perayaan dan kebahagiaan.
Kala itu di Kuffah terdapat kaum Syi’ah yang memperjuangkan Al Husain, dipimpin oleh Al Mukhtar bin Ubaid Al Kadzaab. Sedangkan kelompok an-Nashibah membenci Ali dan keturunannya. Diantara mereka yang membenci Ali adalah Al Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi. Telah falid dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Akan ada di daerah Tsaqif pendusta lagi pembinasa ” dan kala itu dialah pendusta itu, dan pembenci Ali inilah yang binasa.
Kelompok pertama membuat-buat kesedihan. Sedangkan kelompok yang satunya lagi membuat-buat kebahagiaan. Bid’ah yang pertama berasal dari fanatik berlebihan kepada Al Husain Radhiyallahu ‘Anh, sedangkan asal bid’ah yang satunya lagi yaitu fanatik bathil dalam membenci Al Husain, kedua bid’ah ini sesat. Tidak ada seorangpun dari Imam yang empat atau selain mereka yang membenarkan kedua kelompok tersebut. Mereka yang menganggap baik perbuatan tersebut tidaklah memiliki hujjah yang syar’i (dalil dari syari’at).
Tidak diragukan bahwa kelompok Nawashib (yang berlebihan dalam membenci Ahlul Bait) demikian pula Rafidhah/Syi’ah (yang berlebihan dalam mencintai Ahlul Bait) telah berbuat bid’ah dan kesalahan dalam amalan mereka, menyimpang dari sunnah Nabi.
Demikian dijelaskan Syaikh Abdullah At Tuwaijiri mengenai 2 jenis bid’ah di Bulan Muharram.
3. Shalat Sunnah Asyura’ 10 Muharram
Menurut Abi Anas Majid Islam, mereka melaksanakan shalat tersebut berdasarkan hadits palsu:
عن أبي هريرةرضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:”من صلى يوم عاشوراء ما بين الظهر والعصر أربع ركعات يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة، وآية الكرسي عشر مرات، و قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة، والمعوذتين خمس مرات، فإذا سلم استغفر الله سبعين مرة أعطاه الله في الفردوس قبة بيضاء فيها بيت من زمردة خضراء ، سعة ذلك البيت مثل الدنيا ثلاث مرات، وفى ذلك البيت سرير من نور ، قوائم السرير من العنبر الاشهب، على ذلك السرير ألفا فراش  من الزعفران ألخ
Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Siapa yang shalat pada hari ‘Asyura antara shalat dzhuhur dan ‘ashar empat rakaat, kemudian ia membaca di setiap rakaat surat Al-Fatihah satu kali, ayat kursi sepuluh kali, dan surat Al Ikhlas sebelas kali, surat Al Falaq dan An Naas lima kali. Apabila ia salam, ia beristighfar kepada Allah 70 kali, maka niscaya Allah akan memberinya di surga Firdaus sebuah menara putih yang di dalamnya terdapat rumah dari zamrud hijau. Luasnya rumah itu seperti tiga kali lipat bumi. Dalam rumah itu ada kasur dari cahaya yang tiangnya minyak ambar (yang harum) berwarna kelabu. Di atas kasur itu ada seribu tilam dari za’faran….”
Hadits ini maudhu’ (palsu), hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauzaqani dari Abu Hurairah, dia adalah pemalsu hadits dan seluruh perwainya majhul (tidak dikenal oleh kalangan ahli hadits) (Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 103). Ibnu Al Jauzi berkata dalam Al Maudhu’aat, “Ini adalah hadits palsu. Ucapan Rasulullah suci dari ungkapan yang kacau ini, perawinya majhul”.
4. Berbagai Bid’ah di Masyarakat Kejawen
Dalam bayan Pusat Konsultasi Syariah, disebutkan bahwa selain legenda dan mitos yang dikait-kaitkan dengan Muharram, masih sangat banyak bid’ah yang jauh dari ajaran Islam. Lebih tepat lagi bahwa bid’ah tersebut merupakan  warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah menjadi tradisi  masyarakat Jawa yang mengaku dirinya sebagai penganut aliran kepercayaan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Kejawen.
Dari segi sistem penanggalan, memang penanggalan dengan sistem peredaran bulan bukan hanya dipakai oleh umat Islam, tetapi masyarakat Jawa juga menggunakan penanggalan dengan sistem itu. Dan awal bulannya dinamakan  Sura. Sebenarnya penamaan bulan Sura, diambil dari ’Asyura yang berarti 10 Muharram. Kemudian sebutan ini menjadi nama bulan pertama bagi penanggalan Jawa.
Beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat Jawa sudah sangat jelas bid’ah dan  syiriknya, seperti keyakinan bahwa bulan Sura sebagai bulan yang keramat, gawat, dan penuh bala. Maka diadakanlah upacara ruwatan dengan mengirim sesajen atau tumbal ke laut. Sebagian yang lain dengan cara bersemedi mensucikan diri bertapa di tempat-tempat sakral semisal di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan sebagainya. Dan ada juga yang melakukan dengan cara lek-lekan ‘berjaga hingga pagi hari’ di tempat-tempat umum seperti tugu Yogya, Pantai Parangkusuma, dan sebagainya, dengan anggapan itu merupakan sarana mendekatkan diri pada Tuhan.
Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng keraton sambil membisu. Sebagian lain melaksanakan kirab keliling keraton dengan panduan kerbau bule yang merupakan keturunan kerbau bule bernama Kyai Slamet. Masyarakat awam bahkan berebutan kotoran kerbau tersebut dengan tujuan ngalap berkah.
Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah. Masyarakat  berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.
Melakukan ritual ibadah tertentu di malam Sura, seperti  selamatan atau syukuran, Shalat Asyura’, membaca Doa Asyura’ (dengan keyakinan tidak akan mati pada tahun tersebut) dan ibadah-ibadah lainnya. Semua ibadah tersebut merupakan bid’ah (hal baru dalam agama) dan tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maupun para sahabatnya. Hadist-hadits yang menerangkan tentang Shalat Asyura’ adalah palsu sebagaimana disebutkan oleh Imam As Suyuthi dalam kitab Al La’ali Al Masnu’ah.
Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini ‘tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang berada di tengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
Tradisi Ngalap Berkah dilakukan dengan mengunjungi daerah keramat atau melakukan ritual-ritual, seperti mandi di grojogan (dengan harapan dapat membuat awet muda), melakukan kirab kerbau bule (Kiyai Slamet) di keraton Kasunanan Solo, thawaf di tempat-tempat keramat, memandikan benda-benda pusaka, begadang semalam suntuk dan lain-lainnya. Ini semuanya merupakan kesalahan, sebab suatu hal boleh dipercaya mempunyai berkah dan manfaat jika dilandasi oleh dalil syar’i (Al Qur’an dan hadits) atau ada bukti bukti ilmiah yang menunjukkannya.
5. Bid’ah Muharram di Masyarakat Sumatera
Di masyarakat pesisir barat pulau Sumatera yang terpengaruh oleh ajaran Syiah, saban tahun dilaksanakan peringatan mengenang kematian Al Husain sebagaimana dilakukan oleh kaum Syiah di wilayah Arab dan Persia. Peringatan kematian Al Husein tersebut dilaksanakan di Bengkulu dengan tradisi Tabot, dan di Pariaman dengan tradisi Tabuik.
Menurut Hamzah Tede, Tabot yang merupakan upacara belasungkawa pengikut syi’ah ini mulai diperkenalkan pertama kali pada tahun 1685 oleh Syekh Burhanuddin alias Imam Senggolo, yang menikah dengan gadis Bengkulu. Namun ada juga yang mengatakan, Tabot dibawa oleh para pekerja asal India Selatan (Madras dan Bengali) yang berpaham Syi’ah pada tahun 1718. Para pekerja itu dibawa ke Bengkulu oleh kolonialis Inggris untuk membangun Benteng Marlborough.
Para pekerja asal Madras dan Bengali ini, kemudian membaur dengan penduduk setempat, termasuk dengan keturunan Syekh Burhanuddin. Mereka beranak pinak, sehingga membentuk komunitasSipai. Orang-orang Sipai inilah yang melanjutkan  dan menghidup-hidupkan tradisi Tabot. Artinya, tradisi Tabot ini belum pernah secara luas diterima sebagai tradisi lokal oleh masyarakat Bengkulu pada umumnya. Dalam makna lain, sepenggal ajaran syi’ah yang dibawa para pekerja dari Madras dan Bengali hanya diterima oleh orang-orang Sipai saja.
Namun belakangan, orang-orang Sipai pun berhasil membebaskan diri dari kesesatan ajaran Syi’ah, namun masih mempraktekkan tradisi Tabot semata-mata untuk mengenang dan menghormati tradisi nenek moyang mereka. Akhirnya, seiring perjalanan waktu, tradisi Tabot yang semula dimaksudkan untuk mengenang kematian cucu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu Husein Radhiyallahu ‘Anh yang tewas di Padang Karbala, kini berubah arah menjadi pesta budaya lokal yang didanai pemerintah setempat
Sedangkan Tabuik yang dilaksanakan di Pariaman konon sudah dikenal sejak tahun 1831 yang dibawa oleh tentara Inggris asal Sepoy atau Cipei (India). Bila di Bengkulu ada 17 Tabot, di Pariaman hanya ada 2 Tabuik yang melambangkan peti jenazah Hasan ra dan Husein ra, cucu Nabi Muhammad Shalalhu Alaihi Wasallam.
Bila di Bengkulu dinamakan Festival Tabot, di Pariaman dinamakan Pesta Budaya Tabuik Piaman yang sejak 1974 menjadi kegiatan rutin bidang wisata Pemkot Pariaman. Sebagaimana di Bengkulu, Tabuik Pariaman juga diselenggarakan pada tanggal 1-10 Muharram, dan merupakan upacara peringatan atas meninggalnya Husein Radhiyallahu ‘Anhu (cucu Nabi Muhammad Shalalhu Alaihi Wasallam).
Semoga Allah Ta’ala menghindarkan kita dari kesyirikan dan kebid’ahan yang membinasakan.

GEBRAKAN ALI KHAMANE'I DALAM 1,5 TAHUN

Ali Khamanei', adalah Waliy Faqih (wakilnya Imam Syi'ah yang sedang bersembunyi di Goa-Sirdab), Pemimpin tertinggi Garda Revolusi Iran, dan dan Bossnya Ayatus-Syi'ah seluruh Dunia ( Seperti Paus Paulusnya Kristen).

Hanya kurang lebih satu setengah tahun, Ali Khamane'i 'Rahbar', telah memechakan rekor keberhasilan tertinggi, antara lain :


1. Bantuan Politik, Senjata, logistik, dan Militer untuk Rezim Syi'ah Basyar Asad, yang tak henti-henti.

2. di bawah komando langsungnya, Syi'ah berhasil membantai lebih dari 40.000 Muslim Suria.

3. Ikut andil dalam penangkapan, penahanan, dan penyiksaan lebih dari 150.000 Muslim Suria.

4. Menghancurkan belasan kota, dan menyebabkan terusirnya jutaan Muslim Suria.

5. Mengusir mayoritas politikus ahlus sunnah dari jajaran pemerintahan Irak.

Namun, kemudian timbul pertanyaan menusuk hati : Mana prestasi ulama-ulama besar Ahlus Sunnah ??

Jalaluddin Rakhmat Bak Sang Nabi pada Asyura Syiah 1434 H di Makassar

Pentolan Syiah Indonesia, Jalaluddin Rakhmat hadir sebagai pembawa ceramah Asyura dan pembaca kisah maqtal Imam Husein radhiyallahu anhu pada perayaan Asyura Syiah, Jum'at, 23 November 2012 di Makassar.
Majlis Duka yang dihadiri oleh kurang lebih seribu orang ini diadakan di Ballroom Graha Pena Fajar, lt. 2, Jl. Urip Sumoharjo Makassar dan mengambil tema "Dengan Semangat Al-Husein Kita Bebaskan Al-Quds." Turut hadir dalam acara ini ketua umum IJABI periode 2012-2016, Syamsuddin Baharuddin.

Ceramah Asyura
Dalam ceramah Asyura, Jalaluddin Rakhmat menekankan beberapa hal, di antaranya bahwa ekspresi duka berupa tangisan bukanlah sebuah kecengengan dan keputus-asaan, tapi tangisan itu adalah ungkapan kepiluan hanya karena ajaran agama yang sejati telah digantikan oleh agama yang palsu. Asyura ini diperingati oleh Syiah dan ditangisi oleh mereka untuk menampakkan kembali agama yang telah dipenuhi dengan kelabu fitnah sepanjang sejarah. Jadi menurut Jalaluddin Rakhmat agama Islam yang dianut oleh kaum Muslimin selain Syiah adalah agama palsu dan sudah dirubah-rubah.

"Tangisan adalah ungkapan kecintaan kita kepada Rasulullah dan Ahlul Bait" lanjut mahasiswa S3 PPs By Research UIN Alauddin ini.

Sahabat Nabi dalam penilaian tokoh Syiah dari Bandung ini ada yang setia dan ada yang tidak setia, sebagai contoh, ada seorang sahabat saking setianya kepada Nabi, namanya sampai tidak terkenal dan bahkan jika dia menyebut namanya tidak ada yang mengenalnya -Hasyim bin Mirqad adalah sahabat Nabi yang setia kepada Nabi yang diklaim oleh Jalaluddin Rakhmat-, dan ajaibnya sahabat-sahabat yang terkenal (seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman-ed) adalah sahabat-sahabat yang tidak setia kepada Rasulullah dan Ahlul Baitnya.

Selain itu, Jalaluddin Rakhmat juga menilai Imam Bukhari -Ahli Hadis terbesar umat Islam- sebagai penyebar fitnah sepanjang sejarah, karena dalam shahih-nya termuat hadis-hadis yang menurutnya mengurangi derajat Imam Ali radhiyallahu anhu.
Ma'tam
Prosesi ekspresi duka dengan memukul-mukul badan dipandu oleh Tim Ma'tam IJABI dengan membawakan dua lagu, masing-masing bait awalnya berbunyi, "Demi Husein Ya Tsarallah lisan suci wujud Qur'ani" dan "Ya Maqtuul Ya Mazhluum Ya Syahiid Ya Husein" 

Menurut pantauan kami tidak semua yang hadir pada acara itu memukul-mukul badan, mungkin mereka kader-kader baru Syiah sehingga tidak melakukan itu namun mayoritas dari peserta yang hadir melakukan itu dengan cara memukulkan salah satu telapak tangan ke dada.

Kisah Maqtal Imam Husein
Kisah tentang pembunuhan Imam Husein radhiyallahu anhu di Karbala yang disampaikan oleh Jalaluddin Rakhmat menurut kami ada yang ditambah-tambah untuk mendramatisir kisah pembantaian tersebut. Misalnya perkataan Imam Husein radhiyallahu anhu bahwa beliau tahu di tanah mana dia akan dibunuh, pada jam berapa dan detik ke berapa. Bukankah hal-hal yang akan datang dan belum terjadi hanya diketahui oleh Allah, apalagi  diketahui oleh Imam Husein sampai serinci itu.

Kaum Syiah yang mendengar kisah yang dibacakan secara apik dan sangat dijiwai oleh Jalaluddin Rakhmat itu menangis sejadi-jadinya, dan inilah yang akan menambah militansi mereka dalam mendakwahkan Syiah dan menambah kebencian mereka kepada para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Bak Sang Nabi
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diberikan keistimewaan khusus oleh Allah subhanahu wata'ala, air ludah beliau merupakan mukjizat kenabian, bisa dijadikan obat, pernah suatu kali Nabi mengobati mata Ali bin Abi Thalib dengan air ludah beliau, bahkan diriwayatkan jika Nabi ingin meludah maka para sahabat berlomba untuk memperbutkan air ludah sang Nabi. 

Keringat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam merupakan kumpulan tetes air yang bisa menjadi parfum, bahkan ibu dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu dengan sengaja mengambil keringat Nabi untuk dijadikan parfum.

Meskipun Jalaluddin Rakhmat bukan Nabi, namun ia diperlakukan layaknya sang Nabi, kaum Syiah berebutan untuk berpelukan dengannya dan mencium tangannya, mungkin untuk melepas kerinduan mereka. Kami juga melihat setelah acara selesai satu persatu mendekatinya, dan menyodorkan air mineral dalam botol untuk diminum sedikit airnya oleh Jalaluddin Rakhmat dan dikembalikan lagi kepada yang punya, menurut pantauan kami, mungkin asalkan ada sedikit air liurnya yang masuk ke dalam botol air mineral itu untuk diambil berkahnya.  

Bahkan saking dikultuskannya oleh kaum Syiah, pernah beberapa mahasiswa HMI sekitar tahun 1997 bertamu ke rumah Jalaluddin Rakhmat di Bandung, namun ketika tiba di rumah, ternyata dia tidak ada di rumah, seorang mahasiswa melihat ada sepatu Jalaluddin Rakhmat di depan pintu, ia ambil kemudian ia masukkan ke dalam sepatu tersebut air genangan yang ada di jalanan, setelah itu ia kocok-kocok dan airnya ia masukkan ke dalam botol, dengan niat mengambil berkah dan meminumnya. na'udzubillah. Kisah ini valid, diceritakan oleh mantan Syiah, beliau merupakan mantan mahasiswa UNHAS Makassar, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Jurusan perikanan, angkatan 1994, berinisial IZ.

Selain itu, mereka juga menyodorkan cincin-cincin yang berbatu akik mereka untuk didoakan dan ditiup oleh Jalaluddin Rakhmat, setelah itu dikembalikan lagi kepada mereka, bahkan ketika Jalaluddin Rakhmat sudah berada di atas mobil beberapa orang masih memanfaatkan kesempatan tersebut untuk didoakan cincin-cincin berbatu akik milik mereka.

Setelah itu, Jalaluddin Rakhmat dengan beberapa orang yang mengawalnya meninggalkan gedung Graha Pena Fajar menuju hotel tempatnya menginap.
sumber: lppimakassar.com

Ustadz Daud Rasyid: “Syiah Itu Mainnya Halus Namun Sangat Menusuk”

Masalah Syiah sudah menjadi duri dalam daging di tubuh umat Islam. Syiah terus-menerus mengklaim mereka juga bagian dari komunitas kaum muslimin kebanyakan, namun di belakang mereka melakukan tikaman terhadap umat Islam itu sendiri.
“Syiah rafidhah itu mainnya halus namun sangat menusuk,” ujar Dr. Daud Rasyid, MA, yang merupakan salah seorang pakar hadits, dalam pernyataan penegasannya kepada Eramuslim Ahad kemarin (8/4), setelah sebelumnya memaparkan hal tersebut dalam sebuah seminar Al-Quran di masjid Al-Ikhlash Jati Padang Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Dalam paparannya di acara Seminar Al-Quran yang bertajuk, “Menyongsong Generasi Gemilang Bersama Cahaya Al-Quran”, ustadz kelahiran Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara ini dengan runutnya menjelaskan kesesatan Syiah. Menurutnya Syiah sudah menjadi duri dalam daging di tubuh umat Islam, mereka dengan halus menyebarkan ajaran-ajaran sesatnya di kalangan Ahlus Sunnah dengan kedok persatuan dan sejenisnya.
Ustadz Daud, begitu kebanyakan orang memanggilnya, dalam seminar Ahad kemarin menceritakan juga tentang salah satu proyek Syiah di Indonesia yang memanfaatkan media radio untuk menyebarkan paham-paham sesat mereka namun dikemas dengan cara yang menarik sehingga banyak menipu kaum Muslimin.
Tanpa menyebut nama radio tersebut, ustadz Daud hanya menjelaskan bahwa radio itu terletak di wilayah Cibubur dan merupakan anti tesis dari radio dakwah yang berada tidak jauh dari Cibubur, tepatnya di Cileungsi. Dan pembina utama radio itu, menurut beliau sering melakukan “tasykik” atau membuar keragu-raguan di kalangan umat Islam, khususnya masalah hadits Bukhari-Muslim.
“Kalian semua tahulah apa nama radio itu dan siapa pembinanya, tidak perlu saya sebutkan di sini,” ujar ustadz Daud kepada para peserta seminar Al-Quran yang jumlahnya hampir 2.000 an tersebut.
“Saya dalam sebuah perjalanan, hampir satu jam mendengar pembina radio ini menyebarkan tasykik kepada kaum muslimin, khususnya masalah hadits Bukhari-Muslim. Bagi umat Islam yang awam strategi pembina radio ini bisa mempengaruhi pemahamanan mereka terhadap hadits, namun orang yang memiliki pengetahuan tentang hadits tidak bisa tertipu dengan cara-cara tasykik seperti ini,” tegas beliau.
Beliau juga menjelaskan untuk menutup-nutupi ke Syiah-an radio ini, pengelola radio memasang banyak ustadz-ustadz dari kalangan ahlus Sunnah untuk berbicara di sana, namun itu semua hanyalah kamuflase, menurut beliau, karena inti dari radio tersebut adalah pembinanya yang memang sering melakukan tasykik terhadap kaum muslimin dan sering mengelabui umat Islam dengan slogan persatuannya.
Dalam penjelasannya secara langsung kepada Eramuslim, ustadz Daud juga menyatakan bahwa nama beliau juga dicatut oleh radio tersebut, jadi seakan-akan beliau juga mendukung radio itu, bisa jadi dengan ustadz-ustadz yang lain yang juga mereka klaim sebagai pendukung radio mereka.(fq)
www.eramuslim.com

Di balik lontaran bombastis Habib RS

SALAH satu ‘kehebatan’ bangsa kita adalah mampu memproduksi pernyataan bombastis, walau belum tentu atau belum pernah dibuktikan dengan praktek nyata di lapangan. ‘Kehebatan’ seperti itu bisa ditemukan pada segala kategori sosial, termasuk di kalangan yang mengusung symbol pembela agama.
Diantara yang memiliki ‘kehebatan’ itu tampaknya termasuk juga Habib RS, Ketua Front Pembela Islam (FPI), yang oleh sebagian kalangan dituding cenderung kepada paham syi’ah laknatullah yang sesat menyesatkan. Faham sesat syiah itu diantaranya menghina para sahabat Nabi yang mulia.
Sebagaimana diberitakan hidayatullah.com edisi Kamis, 15 November 2012, Habib RS mengatakan: “Saya ingatkan kepada para laskar FPI, jika ada yang menghina Ali ra, Fatimah ra dan istri-istri Rasulullah dan Ahlul Bait, bakar mimbar mereka lalu perangi mereka… Begitupun jika ada yang menghina Sayyidina Abubakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Ustman dan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Bakar mimbarnya dan perangi mereka…”
Lima bulan yang lalu, di Bulan Juni 2012 sudah ada tulisan di nahimunkar.com yang menagih “janji” Habib RS di Majalah Hidayatullah tahun 2010 berjudul Serambi Qom di Desa Kenep Laporan Utama on 05 26th, 2010.  Karena Habib RS bersuara lantang  “Bakar mimbarnya”  untuk siapa saja yang mencaci maki sahabat ataupun ahlul bait. Tulisan semacam penagihan janji itu sebagai berikut:
Kita tunggu sikap Habib Rizieq Shihab
Ketika Husein Alattas juga mengakui mengkritik dan menghujat Muawiyah RA, seharusnya Habib Rizieq Shihab dengan tegas mengumumkan bahwa Husein Alattas adalah musuhnya. Demikian pula terhadap Radio Rasil yang menjadi sarana menyiarkan apa-apa yang dilontarkan Husein Alattas. Karena Habib Rizieq di media lain pernah diberitakan:
Sebagai ketua FPI, meski masih bersedia dialog dengan kalangan Syi’ah, Rizieq punya garis tegas mengenai masalah Syi’ah. Suatu hal yang katanya sering ia sampaikan kepada anggota FPI dan di hadapan habaib Syi’ah sendiri. “Kalau ada dai-dai di atas mimbar mencaci maki ahlul bait atau sahabat Nabi, turunkan! Bakar mimbarnya! Ana nggak mau tahu, mau Syi’ah kek, wahabi kek. Caci maki sahabat, caci maki ahlul bait, berarti musuh ana”. *Surya Fachrizal/Suara Hidayatullah/http://majalah.hidayatullah.com/?p=262
Tinggal kita tunggu saja, bagaimana sikap Habib Rizieq dalam kasus ini.
Kini semakin jelas, mana yang membela Islam dan mana yang sejatinya memusuhi Islam. Karena semakin tampak adanya orang yang terang-terangan menghujat sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika Allah Ta’ala ridha kepada para sahabat Nabi, lalu ada orang yang menghujatnya, maka secara gampang dimengerti bahwa penghujat itu adalah orang yang menentang Allah Ta’ala.Tidak mungkin orang yang mencintai Allah Ta’ala bersikap memusuhi orang yang diridhaiNya. ( Husein Alattas mengkafirkan Mua’wiyah? 28 June 2012 | Filed under: Aliran Sesat,Dunia Islam,Featured,Indonesia,Syi’ah,Tokoh | Posted by:nahimunkar.com http://nahimunkar.com/16095/husein-alattas-mengkafirkan-muawiyah/ ).
Jadi, sebelum pernyataan bombastis Habib RS itu disuarakan pada bulan November 2012, dia juga sudah menyuara seperti tersebut dan dimuat di suarahidayatullah.com tahun 2010. Lalu ketika sejumlah sosok terkenal menyuarakan penghinaannya terhadap sahabat Nabi, ada yang menulis berupa tagihan pelaksanaan bakar mimbar yang telah disuarakan itu, namun koq suara sang habib nyaris tak terdengar. Suaranya saja tak terdengar, apalagi sampai bakar-bakaran segala. Tahu-tahu menyuara lagi dengan nada yang tidak kalah serunya dan pada kesempatan mendeklarasikan PusHAMI (Pusat HAM Islam Indonesia), di Jakarta, November 2012.
***
Dokter ahli penyakit dalam yang juga aktivis dakwah, Haidar Abdullah Bawazier, sebagaimana diwartakan voa-islam edisi 08 Mei 2012, pernah mengatakan bahwa ia berkali-kali mendengar penghinaan Husein bin Hamid Alattas (narasumber Rasil AM72) atas Muawiyah, salah satu sahabat Nabi: “…kalau ada orang yang mengatakan Muawiyah sebagai sahabat, saya (maksudnya Husein bin Hamid Alattas) akan tuntut di Yaumil Kiamah. Kalau ada penjahat di Indonesia, maka Muawiyah lebih jahat…”
Pernyataan yang nadanya menghina sahabat Nabi itu, kembali ditegaskan Husein bin Hamid Alattas pada acara dialog dan mubahalah antara dirinya dengan Haidar Abdullah Bawazir, di Radio Silaturahim, Jl. Masjid Silaturahim No. 36, Cibubur, Bekasi, pada hari Rabu tanggal 27 Juni 2012.
Ketika itu Husein bin Hamid Alattas mengatakan, dirinya tidak menganggap Muawiyah RA sebagai sahabat Nabi SAW. Selain itu, ia juga membolehkan Muawiyah RA untuk dihujat dan dikritik.
Ketika itu Husein juga berpendapat, bahwa Muawiyah RA cenderung memecah-belah umat dan menguasai harta. Bahkan, menurut Husein Muawiyah RA bertanggung jawab atas terbunuhnya orang beriman dan Amar bin Yasir ketika terjadi perselisihan antara Muawiyah RA dengan Ali bin Abi Tholib RA yang berujung dengan peperangan.
Husein juga menuding Muawiyah RA sebagai pihak yang melakukan kesalahan dalam merubah sistem kekhilafahan menjadi kerajaan, dengan mengangkat anaknya sebagai penerus kekhalifahan. Juga, Muawaiyah RA dituding Husein sebagai penyebab terjadinya peristiwa berdarah-darah di masa itu.
Hujatan terang-terangan terhadap Muawiyah sahabat Nabi itu telah diberitakan di media massa. Namun, sampai saat ini umat Islam belum pernah mendengar ada laskar dari front ini dan itu yang mendatangi Husein bin Hamid Alatas maupun Rasil AM720, untuk sekedar menegur. Apalagi sampai bakar-bakaran segala. Nggak kedengeran tuh…
***
Sebelumnya, sekitar Februari 2012 lalu, LPPI Makassar pernah menyampaikan temuannya, bahwa di sejumlah tulisan Jalaludin Rakhmat  (Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) dapat ditemukan dengan tegas pernyataan yang mengkafirkan sahabat Nabi.
Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia atau biasa disingkat IJABI, merupakan salah satu ormas syi’ah yang mati-matian memasarkan paham sesat syi’ah laknatullah, namun mati-matian pula menolak dirinya berpaham syi’ah; serta mati-matian pula menjajakan kebohongan bahwa syi’ah itu tidak sesat, dan merupakan salah satu mazhab dalam Islam yang diakui dunia internasional.
Pernyataan mengkafirkan sahabat itu bisa ditemukan melalui salah satu tulisan (artikel) Jalaludin yang dimuat di Buletin al Tanwir Yayasan Muthahhari, Edisi Khusus No. 298 tanggal 10 Muharram 1431 H, halaman 3 dan 4. Melalui tulisannya itu, Jalaludin mengatakan bahwa para sahabat merobah-robah agama, dan para sahabat sudah murtad.
Sedangkan dalam salah satu kitab berjudul Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan) yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media (Bandung, 2008), Jalaludin mengatakan bahwa Muawiyah tidak hanya fasik bahkan kafir, serta tidak meyakini kenabian (hal. 24). Sedangkan di halaman 73, Jalaludin mengatakan bahwa Muawiyah  RA bersama dengan Abu Sufyan dan Amr bin Ash telah dilaknat oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun, sampai saat ini umat Islam belum pernah mendengar ada laskar dari front ini dan itu yang mendatangi Jalaludin Rakhmat maupun Markas IJABI, untuk sekedar menegur. Apalagi sampai bakar-bakaran segala. Nggak kedengeran tuh…
***
Kalau menegur Husein bin Hamid Alattas dan Jalaludin Rahmat saja ‘tidak berani’ (?) apalagi kalau yang melakukan penghinaan terhadap sahabat adalah Ahmadinejad, Presiden Republik Syi’ah Iran (sejak 2005). Dan Iran merupakan pusat penyebaran paham sesat syi’ah yang kian tumbuh kembang.
Menurut kutipan Arrahmah.com edisi 13 November 2011, Ahmadinejad pernah mengatakan: “Talhah dan Zubair adalah dua orang sahabat Rasul, tapi setelah kepergian Rasul, mereka berdua kembali kepada ajaran sebelumnya dan mengikuti Muawiyah!”
Pernyataan itu dilontarkan Ahmadinejad dalam sebuah acara live di stasiun TV Iran Shabaka 3, beberapa hari sebelum pelaksanaan pemilu Iran.
Padahal, dalam pandangan ahlussunnah wal jama’ah, Thalhah dan Zubair tak pernah murtad,  dan meninggal dunia dalam keadaan syahid, serta sama sekali tidak pernah menyelisihi perintah Rasul. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam wafat dalam keadaan ridha pada keduanya.
Berita hujatan Ahmadinejad presiden Iran terhadap Thalhah dan Zubair dua sahabat Nabi dianggap murtad lagi padahal Thalhah dan Zubeir itu diberi khabar gembira oleh Nabi termasuk 10 sahabat yang masuk surga, itupun tersebar di dunia. (Innalillahi, Ahmadinejad Menghina Dua Sahabat Rasul! 22 June 2009 | Filed under: Syi’ah | Posted by: nahimunkar.com http://nahimunkar.com/562/innalillahi-ahmadinejad-menghina-dua-sahabat-rasul/ ).
Di Bulan November sebelum Habib RS mengulangi pernyataan bombastisnya itu, Ahmadinejad datang ke Indonesia untuk acara forum demokrasi di Bali. Namun penghujat sahabat Nabi itu tidak terdengar diapa-apakan oleh lascar atau front ini dan itu. Padahal kalimat Habib RS adalah: “Kalau ada dai-dai di atas mimbar mencaci maki ahlul bait atau sahabat Nabi, turunkan! Bakar mimbarnya! Ana nggak mau tahu, mau Syi’ah kek, wahabi kek. Caci maki sahabat, caci maki ahlul bait, berarti musuh ana.”
***
Penghinaan sebagaimana dilontarkan Husein bin Hamid Alattas, Jalaludin Rakhmat, dan Ahmadinejad terhadap para sahabat, sebenarnya hanya mengulang-ulang doktrin syi’ah yang sudah sejak lama dikumandangkan, termasuk oleh Khomeini sang penggerak revolusi syi’ah di Iran (1979).
Dalam sebuah kitab karangan Khomeini berjudul Al-Thaharah, khususnya di juz 3 halaman 337, komandan paham sesat syi’ah ini mengatakan: “Jika seorang pemimpin memberontak terhadap amirul mukminin (Ali) untuk melawan dia dalam kepemimpinan atau tujuan lain seperti Aisyah, Zubair, Thalhah dan Muawiyah…, atau jika dia menampakkan permusuhan terhadap Amirul Mukminin atau setiap Imam, walaupun mereka tidak terlalu (najis) dalam penampilan luar… namun ketahuilah mereka lebih najis dari Anjing dan Babi…”
Kenyataannya, sampai hari ini umat Islam belum pernah mendengar ada laskar dari front ini dan itu yang mendatangi Ahmadinejad di Iran untuk sekedar menegur misalnya. Apalagi sampai bakar-bakaran segala. Nggak kedengeran tuh…
Jadi, apa maksud pernyataan bombastis tadi? Setidaknya mengurangi tekanan dan resistensi umat Islam yang selama ini memandang Habib RS sebagai sosok yang cenderung syi’ah meski hanya pernah tujuh hari berkunjung ke Iran.
Dulu, Bung Karno (Presiden Soekarno) juga nggak lama-lama amat berkunjung ke Moscow, namun sepulang dari Moscow, keberpihakannya kepada komunisme (PKI) semakin terasa, hingga akhirnya digulingkan oleh revolusi rakyat yang anti PKI. Meski begitu, sampai akhir hayatnya BK (Bung Karno) menolak disebut berpaham komunis, meski selama kepemimpinannya, ia memberi angin kepada PKI.
Jadi, bagi syi’ah dan PKI, nggak perlu waktu lama-lama untuk menciptakan kader pendukungnya yang militan.
Bagi orang yang arif dan bertekad mempertahankan keimanan agar tidak dapat dibeli oleh ideology sesat tentunya ingat, jauh-jauh hari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wanti-wanti (mengingatkan dengan sangat):
(( إنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وفِتْنَةُ أُمَّتِي : المَالُ )) رواه الترمذي ، وقال : (( حديثٌ حسنٌ صحيحٌ )) .
Sesungguhnya bagi setiap ummat ada ujiannya, dan ujian bagi ummatku adalah harta. (HR At-Tirmidzi, ia berkata hadits shahih).
Orang Jawa bilang “asu belang kalung uang”. Walaupun wujudnya anjing dan belang tak keruan, tetapi kalau bawa uang maka orang bisa tergiur olehnya. Maka sikap kipo-kipo, menolak dengan nada menjauhi itu secara lahiriyahnya merupakan hal yang bagus, dan perlu kita hargai. Hanya tinggal dibuktikan dengan aksi yang nyata. Itu saja. Gampang kok sebenarnya. Selama bukti nyata itu tidak ada, maka orang masih akan bertanya, mana buktinya? Apalagi masih menggunakan mimbar atau sarana atau media yang telah terbukti untuk menghujat sahabat, sekaligus masih bertemanan dengan penghujat sahabat dan koleganya, misalnya, maka suara bombastis itu hanya ucapan belaka. Sekali lagi, kita tunggu saja buktinya.
Kenapa begitu?
Ya, karena yang berkaitan dengan ini, orang yang tidak sampai mengancam untuk membakar mimbar pun berani membuktikan untuk bara’ (lepas diri) dari media yang jadi sarana penghujat sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yakni ada yang lepas diri dari Radio Rasil (radio silaturahim) di Cububur Jakarta Timur sebagai berikut.
***
Surat terbuka Ustadz Abu M. Jibriel AR untuk Radio Silaturahim (Rasil AM 720)
Menyikapi polemik penghujatan sahabat Rasulullah yang terjadi antara saudara Haidar Abdullah Bawazir dengan Husein bin Hamid Alattas yang juga mengikut sertakan Radio Silaturahim ke dalam konflik tersebut, Ustadz Abu M. Jibriel Abdurrahman menyampaikan surat terbukanya, agar radio silaturahim menarik ceramah dan fotonya dari radio tersebut agar terhindar dari syubhat. Berikut surat yang dikirimkan ke redaksiarrahmah.com :
Assalamualaikum wr.wb
Segala Puji dan Syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala shalawat serta salam kita haturkan kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wa Salam beserta para keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikut setianya hingga akhir zaman. Amma ba’du.
Pada tanggal 14 Maret 2012, saya bersama dengan ketua Forum Umat Islam (FUI) Ustadz Muhammad Al Khaththath, dan ketua Mer-C dr Jose rizal Jurnalis berkesempatan mengunjungi Radio Silaturahim dibilangan Cibubur, Jakarta Timur, untuk menghadiri acara talkshow bertema “Syari’at Islam Versus Liberal”. Dalam kesempatan tersebut, saya juga diminta untuk memberikan ceramah yang mengulas urgensi penegakkan Syari’at Islam di Indonesia.
Kedatangan saya ke radio rasil ketika itu saya niatkan tulus untuk berdakwah, dan saya memahami Radio Silaturahim sebagai media Islam yang juga memiliki visi mendakwahkan Islam. Ditambah, ketika itu saya bertemu dengan saudara Faried Thalib yang merupakan teman lama saya dan pernah bersama dr. Jose Rizal membezuk saya yang ketika itu menjadi tahanan di Rutan Salemba. Maka lengkaplah, keadaaan yang membuat saya yakin untuk berdakwah di Radio Silaturahim.
Namun, setelah saya mempelajari polemik yang terjadi antara saudara Haidar Abdullah Bawazir dengan saudara Husein bin Hamid Alattas yang  kemudian melibatkan Radio Silaturahim dalam masalah penghujatan terhadap sahabat Rasulullah SAW yaitu : Muawiyah RA dan Abu Hurairah RA, maka saya mengambil sikap sebagai  berikut :
  1. Saya berlepas diri dari pendapat Husen Alattas yang menghujat sahabat Muawiyah dan Abu Hurairah karena yang demikian tidak mencerminkan Aqidah ahlussunnah wal jamaah terhadap sahabat Rasulullah SAW. Saya berharap agar Husen Alattas kembali kepada pemahaman ahlussunnah.
  2. Saya menyatakan menarik diri dari semua keterlibatan saya di radio silaturahim. Saya meminta kepada segenap pengurus radio silaturahim agar tidak menyiarkan lagi ceramah saya di radio silaturahim dan tidak memasang foto saya di website silaturahim.
Demikian sikap saya terkait dengan polemik Husen Alattas dan radio silaturahim agar saya terlepas dari syubhat yang terjadi, dimana disatu sisi saya mendakwahkan al haq di satu sisi ada kebathilan ditempat saya berbicara. Serta, agar kemudian tidak menimbulkan kebingungan di tengah umat atas keterlibatan saya sebelumnya di radio silaturahim. Mudah- mudahan AllahSubhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Jazakumulah Khoiron
Wassalamualaikum wr.wb
Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman
(Wakil Amir Majelis Mujahidin)
Bilal (Arrahmah.com)  Ahad, 24 Juni 2012 21:32:10
***
Demikian surat berupa sikap tegas berlepas diri dari Radio Rasil.
Kembali kepada masalah lontaran bombastis, maka harapan kami, suara bombastis itu disertai dengan bukti nyata. Dan semoga masalah ini menjadikan berhati-hatinya Ummat Islam terhadap betapa bahayanya aliran sesat syi’ah yang kini semakin mengancam Ummat Islam di dunia Islam yang telah membunuhi Ummat Islam Ahlus Sunnah/ Sunni di mana-mana. Terutama di Iran dan Suriah. Ancaman itu telah menggejala pula ke Indonesia. Bukan hanya ancaman aqidah namun ancaman darah atau nyawa pula. Hingga Syiah yang masih minoritas pun telah berani membacok Muslim Sunni seperti yang terjadi di Jember Jawa Timur. Sekelompok orang Syiah pengikut Ust. Ali Al-Habsyi di Puger Jember Jawa Timur membacok Muslim Sunni pada hari Rabu (30/05 2012).

Serambi Qom di Desa Kenep

Jika Aceh disebut Serambi Makkah, maka Desa Kenep di Bangil agaknya layak disebut sebagai “Serambi Qom”. Bagaimana ceritanya?
Suatu hari di tahun 1982, pemerintah Iran pimpinan Khomeini mengirim tiga orang utusannya ke Indonesia . Mereka adalah Ayatollah Ibrahim Amini, Ayatollah Masduqi, dan Hujjatul Islam Mahmudi. Salah satu dari kegiatan mullah-mullah ini adalah kunjungan ke Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Desa Kenep, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, untuk menemui pimpinannya, Husein al-Habsyi.
Hasil dari pertemuan tersebut adalah diterimanya 10 murid pilihan Husein al-Habsyi untuk belajar di hauzah ‘ilmiyyah di kota Qom, Iran. Sejak saat itu hingga wafatnya pada tahun 1994, Husein al-Habsyi bertanggung jawab penuh menyeleksi para kandidat yang ingin nyantri ke hauzah ‘ilmiyyah di Qom, dan kota-kota lainnya di Iran.
Direktur pusat Kebudayaan Iran (Islamic Cultural Center-Jakarta), Mohsen Hakimollahi mengatakan, selepas wafatnya Husein al-Habsyi, rekomendasi untuk kuliah ke Iran dilakukan oleh tokoh-tokoh ormas Islam seperti Amien Rais, Said Aqil Siradj, ataupun Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Namun ada cerita menarik di balik pengiriman 1o santri pertama hasil seleksi Husein al-Habsyi. Salah satu mantan pengajar YAPI yang juga bekas murid Husein al-Habsyi, Habib Ahmed bin Husein bin Abu Bakar Assegaf, mengatakan pemberangkatan itu berlangsung setelah kunjugan Husein ke Iran untuk berbaiat kepada Khomeini pada 1983. “Pelajari madzhab Ja’fari,” ujar Ahmed menirukan bisikan Husein saat melepas murid-muridnya berangkat menuju Qom .
Ahmed menuturkan, sepulangnya dari Iran, Husein gencar mempengaruhi murid-muridnya, terutama para pengajar YAPI waktu itu, untuk membuka diri pada ajaran Ja’fri.
Husein, kata Ahmed, kerap membangga-banggakan para ulama Syi’ah yang ditemuinya di Iran . “Kata Ustadz Husein, mereka (para ulama Syi’ah) itu alim-alim, banyak ilmu. Tidak seperti ulama ahlus sunnah yang banyak bertentangan dengan rasio,” ujar Ahmed yang diwawancarai Suara Hidayatullah di rumahnya, di Bangil, akhir Januari lalu.
Menurut Ahmed, saat itu Husein mencontohkan adanya salah seorang imam madzhab ahlus sunnah, Imam as-Syafi’i, yang membahas masalah batal-tidaknya wudhu seseorang bila menyentuh kemaluan. Kalau di Syi’ah, kata Husein, yang kotor-kotor seperti ini tidak ada. “ Para ayatullah kalau ngomong pakai otak.”
Meski demikian, lanjut Ahmed, saat itu Husein cukup selektif menyampaikan ide-ide Syi’ah kepada murid-muridnya. Dia memanggil muridnya satu persatu, tidak langsung semuanya. Ahmed mengaku dirinya sebagai murid terdekat Husein, dan yang pertama ajak bicara soal Syi’ah.
Ahmed masih ingat pembicaraan dirinya dengan Husein soal Syi’ah waktu itu. Katanya, ”Ente (Anda) jangan kaget. Yang tenang. Para imam (Syi’ah) yang 12 lebih afdhal (utama) dari Nabi. Imamah lebih afdhal dari nubuwwah (kenabian).
“Saya justru kaget waktu itu”, kata Ahmed.
”Lho, saya bilang sama ente jangan kaget. Tenang dulu. Pikirkan dulu pakai otak. Ente saya ajarkan begini, supaya bisa menggantikan saya nantinya,” tutur Husein.
”Saya nggak terima. Hati saya nggak terima,” jelas Ahmed.
”Hei, jangan pakai hati. Pakai dalil.” sanggah Husein.
”Anda punya dalil?” kata Ahmed lagi.
”Ada. Firman Allah SWT kepada Nabi Ibrahim As, inni ja’iluka linnasi imama. (Aku jadikan engkau imam atau pemimpin manusia). Saya tanya sama ente, ketika diangkat menjadi imam, Nabi Ibrahim sudah menjadi Nabi atau belum?”
Dengan polos Ahmed menjawab, “Sudah”.
Husein kemudian menimpali, ”Sudah jadi Nabi? Kalau begitu benar saya. Imamah lebih afdhal dari kenabian. Nabi Ibrahim diangkat menjadi imam setelah menjadi nabi, berarti ada kedudukan yang lebih tinggi dari nabi.”
Ahmed balik membalas, “Kalau mereka (para imam) lebih utama dari pada nabi, kenapa dalam al-Qur`an tidak disebut ada surat Imam Ja’far, atau Imam Muhammad Baqir, dan sebagainya? Sedangkan di al-Qur`an ada surat Yunus, Muhammad, Ibrahim, Yusuf, al-Anbiya. Kalau al-Aimmah (para imam) lebih utama dari para nabi, harusnya ada surat tentang mereka dalam al-Qur`an. Nyatanya nggak ada?”
“Ente jangan bodoh-bodohan. Saya nggak bisa terima omongan seperti itu,” elak Husein.
Sadar akan posisinya sebagai murid, Ahmed merasa enggan melanjutkan perdebatan.
Beberapa hari kemudian, Husein tetap tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Malah, Husein menyatakan keinginannya mengirim Ahmed untuk belajar ke kota Qom.
Kontan, Ahmed menolaknya. “Oh, nggak usah Ustadz. Jangan sampai. Saya ingin ke Makkah,” jawab Ahmed kala itu.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 1985, Ahmed memutuskan keluar dan berhenti mengajar di YAPI. Langkahnya diikuti sekitar 12 pengajar YAPI lainnya, di antaranya terdapat murid-murid Kyiai Faqih, dari Pesantren Langitan.
Siapa Husein al Habsyi
Husein al-Habsyi lahir di Surabaya pada tanggal, 21 April 1921. Sejak usia belia dia sudah ditinggal wafat kedua orang tuanya. Menurut situs resmi YAPI, http://yapibangil.org, ayahnya adalah Sayyid Abu Bakar al-Habsyi yang mempunyai garis keturunan dengan Sayyid Ali al-’Uraidi, putra Imam Ja’far Shadiq.
Pendidikan dasar diembannya di Madrasah al-Khairiyah, lembaga pendidikan diniyah tertua di Surabaya. Setamatnya dari al-Khairiyah, Husein sempat mengajar di sana bersama kakaknya Ali al-Habsyi.
Kemudian, mereka berdua hijrah ke Penang, Malaysia. Husein sempat mengajar di Madrasah al-Aththas di Johor dalam waktu cukup lama. Hingga akhirnya dia mudik ke Surabaya, Jawa Timur, menyusul riuhnya peristiwa politik pada masa penjajahan Inggris di semenanjung Malaysia saat itu.
Sepulangnya dari Malaysia , Husein aktif berkecimpung di kancah politik nasional bersama partai Masyumi. Husein sempat menjadi pengurus teras partai tersebut bersama salah satu tokoh utamanya, Muhammad Natsir. Jabatan Husein di Masyumi saat itu adalah Ketua Komisi Hak Asasi Manusia.
Pasca bubarnya Masyumi pada akhir tahun 196o, Husein kembali fokus dalam dunia pendidikan Islam. Ia mendirikan pesantren di Kota Bondowoso pada awal tahun 1970-an, sebelum akhirnya pindah dan menetap di Kota Bangil.
Meski demikian Husein masih melek akan situasi politik, terlebih politik luar negeri. Maka, ketika revolusi Iran meletus, Husein sontak menyambutnya, bahkan berkunjung langsung ke Iran untuk sowan kepada Khomeini.
Suara Hidayatullah berusaha menggali lebih dalam profil Husein al-Habsyi dengan menyambangi tokoh-tokoh Syi’ah di Bangil, seperti Ali Ridho bin Husein al-Habsyi (putra. Husein), Ali Umar al-Habsyi (menantu Husein), juga Muhammad bin Alwi, murid terbaik Husein yang terkenal dengan sebutan “Muh Cilik” meski berbadan tambun.
Ali Ridho bersedia menerima Suara Hidayatullah di rumahnya di Jalan Ikan Tenggiri, sebelah utara alun-alun Kota Bangil. Namun, dia enggan bercerita banyak soal ayahnya.
“Datang saja ke YAPI Putra. Di sana ada buku biografi Husein,” katanya. Tapi, ketika Suara Hidayatullah menanyakan perihal buku biografi tersebut ke YAPI, Sekretaris YAPI, Shohibul Aziz mengatakan buku tersebut belum lagi ditulis, baru rencana saja.
Suara Hidayatullah juga sempat menjumpai sang menantu, Ali Umar, saat ia baru selesai mengajar di pondok YAPI putri. Namun, Ali Umar yang baru saja pulang dari acara pemakaman O. Hashem di Jakarta mengatakan jadwal mengajarnya sangat padat. Tidak bisa diwawancara. Jadi, hanya Muh Cilik yang tidak berhasil ditemui.
Meski demikian, seorang kader Muhammad Natsir, Kamluddin Iskandar Ishaq, bersedia memberikan sedikit info tentang Husein. Katanya, Pak Natsir pernah berkisah bahwa dirinya merasa ada yang aneh dengan kebiasaan rekannya di Masyumi dulu, Husein al-Habsyi.
“Jika (dia) mendengar atau menyebut nama Ali bin Abi Thalib selalu mengucap ‘alaihi shalatu wassallam (baginya shalawat dan salam),” ujar Kamalludin mengutip perkataan Pak Natsir. Ada kemungkinannya Husein sudah menganut Syi’ah sejak sebelum revolusi Iran . *Kukuh Santoso, Surya Fachrizal/Suara Hidayatullah
Box
Beda Syi’ah dengan Alawiy
Adanya sebagian dari kalangan alawiyin (Arab keturunan sayyid yang menisbatkan diri sebagai keturuan Rasulullah SAW dari jalur Fatimah Ra) yang menganut Syi’ah, menimbulkan persepsi sebagian masyarakat, bahwa kaum alawiyin atau habaib identik dengan Syi’ah.
Namun, anggapan ini dibantah oleh Rabithah Alawiyah, satu-satunya organisasi resmi kalangan alawiyyin di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1928 di Jakarta. Salah seorang ketua Rabithah yang juga Ketua Umum Front Pembela Islam, Habib Muhammad Rizieq Shihab menjelaskannya secara singkat saat Suara Hidayatullah mengunjunginya di rumah tahanan Polda Metro Jaya, awal Maret lalu.
“Jangan samakan alawiyyin dengan Syi’ah. Itu menyinggung semua habaib, karena tidak semua habaib itu Syi’ah. Ana (saya) bukan Syi’ah,” jawab Rizieq.
Memang, ada sebagian habaib yang menganut Syi’ah, tapi prosentasenya sangat kecil, tidak sampai sepuluh persen. Pengurus Rabithah sendiri, kata Rizieq, bebas dari Syi’ah. Semuanya Sunni.
Rizieq menjelaskan, alawiyyin terbagi menjadi dua, yakni alawiyyin nasaban dan alawiyyin madzhaban. Alawiyyin madzhaban itu yang Syiah. Mereka bermadzhab Alawiy. Sedang alawiyyin nasaban, yakni nasabnya atau silsilahnya dari Ali bin Abi Thalib Ra. yang bermadzhab Syafi’i. Yang berasal dari Hadramaut, Yaman, termasuk alawiyyin nasaban.
Meski demikian, kata Rizieq, secara nasab sebagian pengikut Syi’ah tadi memang alawiy. Mereka memang berasal dari Hadramaut tapi tidak secara langsung hijrah ke Indonesia. Sebagian mereka hijrah dahulu ke Irak ataupun Iran sebelum berlabuh di Indonesia.
Rizieq melanjutkan, pada awalnya alawiyyin Syi’ah yang minoritas ini punya pergaulan yang bagus dengan kalangan Sunni. Namun, setelah revolusi Iran mereka mulai berani pasang aksi. Hal tersebut akhirnya menyulut pertentangan umat Islam di beberapa daerah di Jawa Timur seperti di Bondowoso, Situbondo, Bangil, Malang , hingga Madura.
Begitu peliknya masalah yang timbul hingga membuat Direktorat Intelkam Polda Jawa Timur merasa perlu menulis buku khusus tentang Syi’ah. Buku tersebut berjudul Paham Syiah: Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) dan Permasalahannya di Jawa Timur, terbitan Dit Intelkam Polda Jatim bersama Lembaga Penelitian dan Penerbitan Provinsi Jawa Timur, yang dicetak oleh PT Bina Ilmu Surabaya.
Menurut Rizieq, Rabithah mengambil sikap dialogis menanggapi para alawiyyin Syi’ah tersebut. Tidak konfrontif. Hal ini dikarenakan para alawiyyin Syi’ah tersebut termasuk keluarga besar alawyyin di bawah naungan Rabithah. Sehingga mereka punya hak untuk untuk diperhatikan, diajak dialog, dibina, dan diayomi. Laporam mereka yang merasa diancam oleh kalangan Sunni juga ditampung Rabithah.
Meski demikian, kata Rizieq, Rabithah juga meminta kalangan Syi’ah untuk introspeksi diri. “Adanya aksi anarkis disebabkan aksi dari kalangan Syi’ah yang membuat selebaran, buku, yang menyinggung hal yang sangat sensitif bagi Ahlus Sunnah. Seperti soal Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, juga tentang istri-istri nabi, Aisyah dan Hafsah.”
Sebagai ketua FPI, meski masih bersedia dialog dengan kalangan Syi’ah, Rizieq punya garis tegas mengenai masalah Syi’ah. Suatu hal yang katanya sering ia sampaikan kepada anggota FPI dan di hadapan habaib Syi’ah sendiri. “Kalau ada dai-dai di atas mimbar mencaci maki ahlul bait atau sahabat Nabi, turunkan! Bakar mimbarnya! Ana nggak mau tahu, mau Syi’ah kek, wahabi kek. Caci maki sahabat, caci maki ahlul bait, berarti musuh ana”. *Surya Fachrizal/Suara Hidayatullah
Box wawancara
Prof Azyumardi Azra, Ahli Sejarah
Ahlul Bait Bukan Berarti Syi’ah

Ada yang mengatakan Syi’ah masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam, karena Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia yang Syi’ah. Bagaimana tanggapan Anda?
Itu pernyataan yang tidak ada buktinya. Karena Islam masuk ke Indonesia sejak abad pertama hijriah, dan (pada) abad pertama hijriah, Syi’ah itu belum ada. Kalau dikatakan berasal dari Persia, Persia itu menjadi Syi’ah baru pada awal abad ke-16. Jadi tidak mungkin, sebab Islam sudah masuk ke Indonesia sejak abad pertama hijriah.
Sedangkan pada abad pertama hijriah itu belum ada kelompok Syi’ah, baru ada kelompok pendukung Ali Ra. Dan jumlahnya belum banyak, belum sampai ke Persia. Jadi itu tidak sesuai dengan fakta sejarah.
Lalu kapan Syi’ah masuk ke Indonesia?
Orang sering salah paham. Orang sering mengidentikan ahlul bait dengan Syi’ah. Memang ada sebagian ahlul bait yang menjadi pendukung Ali Ra dan belakangan menjadi Syi’ah. Tapi tidak semua ahlul bait adalah Syi’ah.
Sekitar abad ke 13-14 sudah masuk ahlul bait ke Indonesia. Terutama dari Yaman, Hadramaut, pada abad ke-19, yang sering disebut Sayyid itu. Ya itu ahlul bait, bukan syi’ah.
Kalau Syi’ah sendiri, kapan masuknya?
Mungkin sekitar abad ke-19, ada satu dua ahlul bait yang Syi’ah, tapi tidak banyak. Jadi tidak bisa ditentukan kapan persisnya. Tapi, ada di Singapura pada akhir abad ke-19 seorang sayyid yang diduga sebagai Syi’ah. Tidak bisa dipastikan dia Syi’ah atau bukan, yang jelas dia ahlul bait.
Jadi, dugaan saya, ada satu dua, tapi tidak signifikan. Nah, usaha untuk menyebarkan Syi’ah itu baru terjadi terutama setelah Revolusi Iran tahun 1979. Baru mulai kelihatan ada.
Jadi yang membawa Syi’ah ke Indonesia adalah sebagian dari golongan sayyid?
Kemungkinan besar iya.
Bagaimana dengan tradisi-tradisi Syi’ah yang ada di Indonesia?
Memang ada beberapa tradisi yang mirip dengan Syi’ah, misalnya tasawuf atau tarekat. Mereka memuja Ali, tapi bukan karena mereka Syi’ah tapi karena ahlul baitnya.
Jadi, tidak bisa dikatakan kalau orang tarekat memuja Ali mereka Syi’ah. Memang ada praktik yang diasosiasikan dengan Syi’ah. (Seperti) tadi, yang saya sebut memuja Ali, misalnya. Tapi mereka bukan syi’ah, mereka ahlul bait, (cuma) memuja saja.
Kedua, ada yang namanya Tabut di Bengkulu dan Pariaman. Tapi, itu dibawa oleh tentara Inggris. Tabut itu memang lazim dikalangan Syi’ah, tapi yang di Bengkulu dan Pariaman itu bukan lagi menjadi tradisi Syi’ah. Itu hanya perayaan atau festival biasa saja. Masyarakat senang saja. Mereka ikut-ikutan tapi mereka tidak menjadi Syi’ah. *Dwi Budiman/Suara Hidayatullah APRIL 2009

Kisah Toa Syiah yang Bikin Resah

Warga Sunni di Nangkernang, Kecamatan Omben, Sampang, Jawa Timur (Jatim) kini merasa lega. Empat pengeras suara (toa) yang disanggah sebilah bambu itu telah hangus bersamaan dengan terbakarnya beberapa bangunan komunitas Syiah di tengah dusun mereka, akhir Desember 2011 lalu.
Tidak ada lagi caci-maki dan pengkafiran terhadap para Sahabat dan istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang terlontar lewat toa itu. Juga tak ada lagi celaan terhadap para sesepuh dan kiai se-Madura oleh kiai Tajul Muluk, sang pendakwah ajaran Syiah di dusun yang berjarak 200-an kilometer dari Surabaya itu.
“Dulu, saya tidak berani mengkritik keanehan-keanehan ajaran Syiah yang mengajarkan doa melaknat Abu Bakar, Umar, dan Ustman,” ujar Muhammad Nur (37) yang pernah dua tahun berguru dengan Tajul.
Nur dan Kepala Dusun Nangkernang, Ahmad Khamsah sepakat, jika Tajul Muluk berhenti menyebarkan ajaran Syiah yang mencela tokoh-tokoh yang dihormati Sunni, maka pembakaran dan pengusiran itu tidak akan terjadi.
Kata Khamsah, sebenarnya keberatan warga dengan ajaran Tajul sudah ada sejak tahun 2006. Pada 2007 warga bersama para kiai melakukan protes ke Tajul. “Saat itu Kiai Tajul berjanji akan berhenti menyebarkan ajaran Syiah. Tetapi janji itu dilanggar,” kata Nur kepada Suara Hidayatullah yang meninjau lokasi bulan Februari lalu.
Suara Hidayatullah juga mendapat salinan beberapa surat perjanjian antara Tajul dan kiai-kiai Madura, agar Tajul menghentikan dakwah Syiah yang dianggap meresahkan. Di antaranya tanggal 26 Oktober 2009, di atas materai 6 ribu rupiah.
Di surat itu Tajul setuju menghentikan aktivitas dakwahnya dengan catatan, “Saya tidak akan melaksanakan (mengadakan) aktivitas-aktivitas demi kemaslahatan umat banyak dengan digarisbawahi jika tidak ada pernyataan sesat,” tulis Tajul.
Namun Tajul melanggar perjanjian itu. Hingga, pada 11 April 2011 di Pesantren Darul Ulum, Sampang, para ulama yang tergabung dalam Forum Ulama Madura, PCNU, Muspida dan Pemkab Sampang sepakat, Tajul harus keluar dari Madura. Mereka menilai Tajul sebagai sumber konflik.
Sumber Suara Hidayatullah di MUI Jatim mengatakan, Gubernur Jatim Soekarwo telah memberi Rp 50 juta kepada Tajul untuk pindah ke Malang selama setahun. Namun, baru dua bulan Tajul kembali ke Sampang. “Saya dengar langsung dari Pak Gubernur,” kata sumber itu.
Kata Nur, bahkan pada Desember 2011 lalu, Tajul telah siap memimpin acara Asyura yang menghadirkan tiga bus jamaah Syiah, namun digagalkan warga. “Itulah puncak kegeraman warga Sunni yang berujung pada peristiwa pembakaran,” kata Nur menuturkan.
Begitu geramnya warga, hingga adik kandung Tajul, Ahmad Miftah (22) mengaku tidak menyesali pembakaran pondok abangnya itu. “Saya tidak kasihan. Karena dia selalu marah kepada saya,” kata Ahmad yang mengaku hanya betah mengaji dua bulan dengan Tajul.
Suara Hidayatullah sudah beberapa kali menghubungi Tajul yang kabarnya bermukim di Malang, namun ketiga nomor telepon selulernya tidak aktif. Pengacaranya, M. Hadun Hadar mengatakan, Tajul ada bersamanya. “Saya tidak akan beritahu posisi dia. Kita banyak diteror orang,” ujar Hadun kepada Suara Hidayatullah via sambungan telepon.
Hadun juga membantah Tajul dikatakan sebagai biang masalah di Sampang. Katanya, para ulama setempat telah memprovokasi masyarakat untuk membenci Syiah. Dia juga menuding Pemda setempat yang ingin memanfaatkan momen menjelang pemilihan kepada daerah.
“Ada peran intelijen Amerika untuk adu-domba umat Islam. Juga peran kapitalis perusahaan Amerika yang menang tender ladang minyak West Madura,” kata Hadun.
Syiah di Sampang
Menurut Ali Karrar Shinhaji, Pimpinan Pondok Pesantren Darut Tauhid, Pamekasan, Syiah mulai ada di Sampang sejak akhir tahun 1980-an. Ayah Tajul, Kiai Makmun membawa ajaran Syiah dari Ustadz Husein Al-Habsyi, Pimpinan Pesantren YAPI di Bangil.
“Tapi dia (Makmun) belum sempat mendakwahkan Syiah terang-terangan,” kata Kiai Karrar yang juga paman Tajul dari pihak ayahnya ini.
Katanya, Makmun mempunyai empat orang putra dan empat orang putri. Saat ini, tinggal tiga anaknya yang masih menganut Syiah yakni Iklil, Tajul, dan Hani. Sedangkan Roisul Hukama yang sempat belajar di YAPI dengan Tajul, sekarang telah rujuk kepada ajaran Sunni.
Menurut Muhammad Nur, Tajul mendakwahkan ajaran Syiah secara bertahap. Awalnya dia mengajarkan cinta terhadap keluarga Nabi SAW. Kemudian, katanya, dia mengatakan para Sahabat Nabi SAW adalah manusia yang bisa berbuat salah. Lalu Abu Bakar dibilang telah merampas jabatan khalifah dari Ali bin Abi Thalib.
Kata Nur, dakwah Tajul tidak hanya di majelis, tapi juga dari rumah ke rumah. “Bahkan, saat saya mencangkul di sawah juga didakwahi,” ucap Nur.
Nur mengaku, keinginannya keluar dari Syiah terjadi pada tahun 2008. Saat itu Tajul mengajarkannya doa ziarah yang berisi laknat kepada Abu Bakar, Umar, dan Ustman. Katanya, Tajul juga mengajarkan rukun Islam ada 8 dan rukun Iman ada 5.
“Kiai Tajul juga mengatakan al-Qur`an sekarang telah banyak dirubah. Sejak itu saya keluar tanpa pamit,” ujar Nur.
Kejanggalan
Saat ini para penganut Syiah telah kembali ke rumah setelah lebih dari sepekan mengungsi. Namun, Nur mengatakan, ada sekitar 83 anak usia SD dari pengungsian yang dibawa ke Lamongan. Tetapi Hadun membantah kabar itu. “Berita itu enggak benar,” katanya.
Menurut pantauan Suara Hidayatulallah dan keterangan warga setempat, tidak ada masjid dan pesantren Syiah yang dibakar. Di lokasi seluar 500 meter pesegi itu memang ada sebuah ruang semi permanen ukuran 4 x 5 meter yang mempunyai papan tulis, tapi tidak ada bangunan kelas-kelas pesantren.
Di lokasi, tidak ada bekas masjid tapi bekas surau kecil, sebuah rumah, dan bekas toko milik Tajul yang semuanya hangus terbakar. Kejanggalan lainnya, nama pesantren Syiah tersebut baru dibuat setelah pembakaran.
“Saya penduduk sini, Mas. Saya tahu nama pesantren (Misbahul Huda,-red) itu dari wartawan. Diberi nama setelah dibakar, kata Roisul Hukama, adik Tajul yang sudah rujuk ke paham Sunni.
Kata Roisul, itu hanya mushalla kecil semi permanen. Bukan masjid atau pesantren. “Saya sebut itu markas,” kata Roisul.
Bupati Sampang, Noer Cahya mengatakan, tidak pernah tercatat adanya pesantren Syiah di Sampang. “Di kantor Depag, di Bakesbangpol tidak terdaftar satu pesantren pun yang didirikan oleh Tajul Muluk,” katanya kepada Suara Hidayatullah pertengahan bulan Februari lalu.
Fatwa MUI Jatim
Usai pembakaran dan pengusiran itu, para kiai dan ulama se-Madura dan Jawa Timur semakin solid bersikap terhadap Syiah. Ketua Umum MUI Propinsi Jatim, Abdusshomad Buchori, pihaknya mendapat surat dari ketujuh Korwil MUI se-Jatim. “Mereka meminta fatwa sesat aliran Syiah,” katanya.
Setelah mengkaji kitab-kitab asli rujukan Syiah dan meneliti bukti-bukti di lapangan, maka MUI Jatim memutuskan, ajaran Tajul Muluk yakni Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah sesat dan menyesatkan.
Fatwa tertanggal 21 Januari 2012 itu menyatakan, penggunaan istilah Ahlul Bait oleh Syiah adalah pembajakan kepada keluarga Rasulullah SAW. Hasil kajian MUI Jatim membuktikan Syiah Imamiyah meyakini para imam mereka ma’shum (terjaga dari dosa) seperti para nabi, Syiah menolak keaslian al-Qur`an dan meyakini masih ada wahyu setelah wafatnya Rasulullah SAW. Selain itu, Syiah meyakini orang yang tidak beriman kepada imam-imam Syiah adalah syirik dan kafir, Syiah mengkafirkan para Sahabat Nabi SAW, dan menganjurkan nikah kontrak (mut’ah).
Menurut Nur, hal tersebut sesuai dengan perkataan Tajul sendiri. Katanya, Tajul pernah bilang Sunni–Syiah seperti minyak dan air. “Tidak mungkin bersatu,” pungkasnya. SUARA HIDAYATULLAH MARET 2012

Main Belakang Cara Syiah

Ustadz Cholil Nafis, Wakil Ketua Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkejut. Kunjungannya ke Qom, Iran, untuk studi banding akhir tahun 2011 malah menyingkap sebuah kesepakatan terselubung antara Nahdlatul Ulama dengan sebuah universitas Syiah di Qom.
Nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) itu dikatakan terselubung, karena memang dibuat tanpa diketahui dan disetujui oleh Syuriah PBNU. Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj diam-diam membuat kesepakatan antara PBNU dengan Universitas al-Mustafa al-’Alamiyah, Qom pada 27 Oktober 2011.
Cholil ke Qom diutus oleh Universitas Indonesia untuk studi banding ekonomi Islam di universitas yang sama. Dia mendapat kabar MoU itu dari pihak universitas dan dibenarkan oleh 200-an mahasiswa Indonesia di sana yang menyaksikan prosesi penandatangannya.
Kesepakatan setebal empat halaman itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia. Dokumen itu ditandatangani oleh Said Aqil Siradj, Muhammad Zain (Ketua Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffaz PBNU), dan Prof Ali Reza Aarafi dari Universitas Mustafa, Qom.
Kata Cholil, sebelumnya Said Aqil selalu menyangkal adanya MoU tersebut. Namun, ketika ditunjukkan dokumen itu, Said Aqil tidak bisa mengelak lagi. Suara Hidayatullah berusaha mengkonfirmasi hal ini kepada Said Aqil. Hingga berita ini dibuat beliau sedang berada di Turki.
Namun, info itu juga dikuatkan oleh Katib ‘Aam Syuriah PBNU, Malik Madani. Katanya, Syuriah PBNU telah menggelar rapat membahas MoU itu pada Desember 2011. “Karena tidak mungkin dibatalkan, kita putuskan tidak menindaklanjuti MoU itu,” kata Malik kepada Suara Hidayatullah di kantor PBNU, Jakarta bulan lalu.
Malik mengatakan, PBNU boleh bekerjasama dengan siapa saja termasuk Iran. Tetapi, karena kerjasamanya di bidang agama, itu menjadi sensitif. “MoU itu sangat rawan disalahpahami. Pertukaran mahasiswa dan dosen ke universitas Syiah rawan bagi kita,” ujar Malik menegaskan.
Sedangkan, Cholil Nafis menambahkan, MoU ditolak karena dibuat tanpa koordinasi dengan Syuriah. “MoU itu tidak sesuai dengan tujuan organisasi PBNU,” tambahnya.
Malik mengatakan, kemungkinan pihak Tanfidz PBNU yang dipimpin Said Aqil ditawarkan kerjasama oleh Iran dan tidak enak menolaknya. Kata Malik, pengiriman mahasiswa NU ke Iran terjadi pada masa kepemimpinan Hasyim Muzadi. “Sekarang tidak ada lagi,” kata dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini.
Dekati Tokoh Sunni
Selain dengan NU, Syiah juga telah menggandeng banyak tokoh dan ormas Islam Indonesia. Beberapa universtias milik Muhammadiyah terdapat Iran Corner. Dewan Masjid Indonesia juga telah digandeng ormas Syiah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) untuk membentuk forum pendekatan Sunni-Syiah yang mereka namai Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (MUHSIN).
Kedutaan Besar Iran melalui pusat kebudayaannya di Jakarta, Islamic Cultural Center (ICC), juga sering mengundang tokoh-tokoh Sunni ke Iran. ICC juga sering mendatangkan ulama-ulama Syiah ke Indonesia.
Menyusul pembakaran markas Syiah di Sampang, ICC bersama IJABI mendatangkan sejumlah ulama Sunni dan Syiah dari Iran untuk bicara di beberapa seminar awal Januari lalu. Seminar yang mereka adakan di Jakarta dan Bandung berjalan lancar, sedangkan yang mereka rencanakan di Surabaya gagal karena ditolak para kiai dan ulama setempat. Upaya memindahkan seminar ke Malang juga gagal.
Ketua MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori mengatakan, mengadakan seminar Syiah di Jatim sama saja mencari masalah. Katanya, para kiai dan ulama di Jatim sudah paham ajaran Syiah dan punya kitab-kitab rujukan Syiah.
“Jangan anggap kita bodoh. Masalah Tajul saja belum selesai, mau buat seminar,” katanya.
Menurut Habib Achmad Zein Alkaf, pengurus Syuriah PWNU Jatim, tokoh-tokoh Syiah di Indonesia sedang gencar mendekati tokoh Sunni dengan segala cara.
“Mereka mengajak tokoh dari NU, Muhammadiyah, bahkah para Habaib tamasya ke Iran,” kata habib yang intens mengkaji Syiah ini.
Katanya, sepulangnya dari Iran, tokoh-tokoh Sunni tadi tetap dipantau. Akibatnya mereka hanya mau berkomentar hal yang positif saja. Mereka tidak mau berkomentar tentang akidah Syiah yang menyimpang.
“Dasar orang Timur, tidak akan melupakan jasa dan kebaikan orang. Itulah cara Syiah memberangus tokoh-tokoh kita,” tukas Zein Alkaf.
Taqrib
Kata Zein Alkaf, selain mengundang para tokoh Sunni ke Iran, Syiah juga giat menyerukan pendekatan Sunni-Syiah yang mereka sebut Taqribul Madzahib, yakni pendekatan antar-Madzhab. Katanya, taqrib adalah proyek Syiah di daerah mayoritas Sunni.
Umar Shahab, Ketua Dewan Syura ormas Syiah Ahlul Bait Indonesia (ABI) bahkan menilai Hadits-hadits rujukan Syiah yang dipermasalahkan kaum Sunni sebagai Hadits lemah ataupun palsu.
Katanya, kitab Usul Kaafi memang kitab rujukan utama Syiah. Tapi tidak semua Hadits di kitab itu dan kitab lainnya sahih. “Banyak juga yang dhaif (lemah), bahkan maudhu’ (palsu),” kata Umar Shahab yang pernah belajar lima tahun di Qom ini kepada Suara Hidayatullah.
Kata Umar Shahab, terdapat ribuan Hadits palsu dalam al-Kaafi, misalnya yang bercerita tentang tahrif (perubahan) al-Qur`an, tentang caci maki para Sahabat dan istri-istri Nabi SAW, dan tentang cerita-cerita yang tidak rasional mengenai kedudukan para Imam Syiah.
Namun, hal itu disanggah oleh Zein Alkaf. Katanya, keabsahan kitab al-Kaafi diakui oleh para ulama Syiah.
“Ulama Syiah penulis buku dialog palsu Dialog Sunni-Syiah, Syarafuddin al-Musawi mengatakan, 16 ribuan Hadits di al-Kaafi riwayatnya mutawatir, kebenaran akan isinya adalah pasti,” kata Zein Alkaf yang juga anggota komisi fatwa MUI Jatim ini.
Zein Alkaf balik bertanya, kita lebih percaya para ulama Syiah atau orang Syiah Indonesia yang baru belajar Syiah 4 – 5 tahun di Iran?
Dia menjelaskan, Hadits-hadits atau keyakinan tentang tahrif al-Qur’an ditulis oleh ulama-ulama utama Syiah seperti al-Kulaini (Usul Kaafi), al-Qummi (Tafsir Qummi), Ni’matullah Jaza’iry (Anwar an-Nu’maniyah), Baqir al-Majlisi, dan lainnya.
Menurut Zein Alkaf, jika Syiah mengatakan beriman terhadap kesempurnaan al-Qur’an, apa pendapat mereka terhadap para mujtahid Syiah yang mengakui ada perubahan dalam al-Qur’an. “Apakah para ulama utama Syiah dianggap kafir oleh Syiah di sini?” katanya. *
SUARA HIDAYATULLAH MARET 2012

“Syiah Menyergap Setiap Peluang yang Ada”

Prof Al-Amin al-Haj Muhammad Ahmad (Ketua Ikatan Ulama Muslimin Sedunia)
Gerakan Syiah kini sudah terorganisir dan tidak tertutup lagi. Bukan saja di Indonesia tapi juga di negara lain, seperti di Sudan.
Untuk mengulas tentang Syiah secara umum, majalah Suara Hidayatullah mewawancarai Syaikh Al-Amin al-Haj Muhammad Ahmad di sela-sela kunjungannya ke Indonesia, akhir Februari lalu.
Ulama kelahiran Sudan tahun 1947 ini menamatkan pendidikan S1 di Fakultas Adab Universitas al-Khourtum, Sudan 1969. Punya pengalaman mengajar di berbagai madrasah di Sudan. Ia juga pernah mengajar di Ma’had Bahasa Arab Ummul Qura, Makkah (1978-2002). Saat ini menjadi salah seorang dosen di International University of Africa, Sudan.
Syaikh Al-Amin juga menjabat Ketua Umum Rabithah Ulama Muslimin se-Dunia (Muslim Scholars Association) yang didirikan 20 Januari 2o1o lalu. Dalam muktamar yang berlangsung di Istambul, Turki (Maret 2011), Rabithah Ulama Muslimin kembali menegaskan perang terhadap gerakan Syiah di dunia, termasuk adanya gerakan Syiah yang terjadi di Bahrain dan Yaman.
Beberapa ulama besar tergabung dalam organisasi ini, seperti Syaikh Abdul Aziz bin Abdul Muhsin at-Turky, Dr Muhammad Yusri, (Mesir), dan Dr Mahran Mahir (Sudan). Juga Dr Abdullah bin Hamud at-Tuwaijri (Arab Saudi), dan sejumlah para masyaikh lainnya.
Berikut wawancara Masykur, koresponden majalah Suara Hidayatullah dengan ulama yang produktif menulis ratusan buku dan karya ilmiah ini.
Di Indonesia, sempat terjadi bentrok secara fisik dengan Syiah. Apa pendapat Anda?
Sudah rahasia umum, jika Indonesia menjadi target utama dari seluruh gerakan dan pemikiran yang ada. Mulai dari kristenisasi, liberalisasi, hingga Syiah. Mereka tak pernah ridha dengan kondisi kaum Muslim di Indonesia. Sebab mereka tahu seperti apa potensi dan kekuatan umat Islam sebenarnya di sini.
Jika terjadi kontak fisik, hal itu tak lain karena keteledoran umat Islam sendiri sebagaimana yang pernah terjadi pada umat Islam di Yaman. Itu berarti mereka melihat ada celah di tubuh umat Islam Indonesia saat ini. Sekali umat Islam lengah, mereka pasti langsung menyergap peluang itu. Sekecil apa pun celah tersebut.
Bagaimana sikap Anda terhadap Syiah?
Tak ada keraguan lagi, ia adalah virus laten yang sangat berbahaya atas kaum Muslimin. Namun meski mereka menuduh para Sahabat dengan celaan keji dan menyimpang dari akidah Islam, Syiah tetap bangga dengan perbuatannya. Sebab mereka punya seribu akal licik yang bisa membuat kaum Muslimin merasa aman dengannya.
Seperti apa contohnya? Hingga kini, kita patut bertanya, berapa persen kaum Muslimin yang merasa resah dengan keberadaan Syiah? Yang terjadi justru umat Islam merasa tenang saja meski mereka telah diintai oleh musuh-musuh Islam. Hal ini menunjukkan gerakan mereka yang semakin terorganisir. Di seluruh dunia mereka telah masuk ke kampus-kampus perguruan tinggi. Hebatnya lagi mereka mampu menggiring para pelajar ke kota Teheran sebagai pusat gerakan Syiah dengan dalih menuntut ilmu. Suatu hal yang terkadang tak disadari oleh kaum Muslimin itu sendiri.
Apa target mereka dengan para pelajar dan mahasiswa?
Di mana-mana para pemuda adalah generasi penerus suatu bangsa. Pada mereka harapan itu bertumpu, termasuk dalam melanjutkan perjuangan umat Islam ini. Sehingga tak heran Syiah juga “mendakwahi” para pelajar dan mahasiswa.
Lalu apa sikap kaum Muslimin menghadapai mereka? Perlawanan yang diberikan harus secara bertahap dan cerdas. Saat ini pengaruh gerakan Syiah mengancam seluruh komponen umat Islam. Mereka bukan hanya bencana bagi kaum awam semata, tapi juga ancaman terhadap para dai dan ulama.
Kewajiban bagi mereka yang memiliki ilmu untuk terus memberikan peringatan kepada umat Islam. Inilah kewajiban kita sebagai seorang dai kepada umat. Pemahaman Syiah bukanlah perbedaan furu’ seperti perbedaan fiqih di antara madzhab, tapi ini adalah persoalan ushul (pokok) yang harus selalu dijaga dan dibela.
Umat Islam tidak bisa sekadar rekatif semata, sebab ia adalah gerakan yang dimenej dengan rapi. Jangan malah memberi perlawanan secara destruktif yang membuat kaum Muslimin semakin bingung dengan keadaannya.
Bagaimana dengan kaum Muslimin di Sudan sendiri? Mereka terus bekerja. Beberapa waktu terakhir ini, Syiah mengadakan berbagai macam kegiatan pameran, dan kegiatan sosial lainnya. Itu tak lain adalah upaya kamuflase untuk menyebarkan pemikiran dan gerakan mereka. Alhasil, pemerintah Sudan tentu tak punya alasan untuk melarang kegiatan semacam itu.
Yang perlu kami sampaikan, lepasnya wilayah Sudan Selatan dari Sudan adalah petaka bagi umat Islam. Terlepas dari urusan politik yang terjadi di sana. Namun semuanya berujung kepada intervensi Amerika dan musuh-musuh Islam. Umat Islam di Sudan merasa sedih terlepas dari saudaranya. Terlebih hingga kini kehidupan mereka di wilayah Sudan Selatan juga tak lebih baik dibanding ketika kami masih bersatu dahulu.
Motivasi utama dari disintegrasi tersebut tak lain adalah motif kesombongan. Boleh jadi mereka kini merasakan bebas (bagi segelintir kelompok tertentu) tapi sebenarnya tetap tidak menguntungkan bagi kaum Muslimin secara umum. Sebab selama kepemimpinan tidak dikuasai dan diatur oleh umat Islam, maka tetap hal itu tidak banyak berpengaruh kepada umat Islam.
Bagaimana dengan Rabithah Ulama Muslimin yang Anda pimpin?
Secara organisasi, kami tak mempunyai bentuk perlawanan secara khusus melawan gerakan Syiah. Tapi seluruh anggota ulama yang tergabung bersama kami punya komitmen bersama untuk bersatu melawan seluruh gerakan dan pemikiran yang menjadi musuh umat Islam. * SUARA HIDAYATULLAH

Sebarkan Ajaran Sesat Syi’ah, Mesir Tahan 18 Anak Muda

Pihak otoritas keamanan Mesir menangkap 13 orang anak muda Irak dan 2 warga Suriah, serta tiga orang warga Mesir karena keterlibatan mereka dalam penyebaran ajaran Syi’ah. Dan mereka menurut pihak keamanan akan segera dideportasi ke luar negeri.
Informasi yang diterima dari otoritas keamanan Mesir menyebutkan bahwa ke-18 anak muda yang berasal dari Irak, Suriah dan Mesir tersebut, sengaja datang ke Mesir untuk menyebarkan ideologi Syi’ah.
Aparat Mesir menyebutkan bahwa mereka telah menyewa salah satu apartemen dan di apartemen itu, salah satu dari mereka akan duduk di dekat kolam renang dan memberikan penjelasan serta pengajaran doktrin Syi’ah dan menyebarkan publikasi tentang para imam Syi’ah di Irak dan Iran.
Menurut informasi bahwa ke-18 orang ini dengan sengaja menghina imam dari kalangan Sunni dan para para sahabat Nabi Saw dalam pelajaran mereka, melalui publikasi yang mereka distribusikan di sejumlah perguruan tinggi di wilayah tersebut.
Sumber keamanan mengatakan kepada surat kabar ‘The Gazette’ bahwa apartemen yang digunakan oleh mereka untuk menyebarkan Syi’ah, disewa oleh Samir Iyad al-Basri (35 tahun) yang mendapat suaka politik di Mesir sejak tahun 2003, dan Samir telah terbiasa bertemu dengan para anak muda yang datang dari luar negeri untuk belajar di perguruan tinggi swasta yang ada di kota.
Sumber itu mengatakan: “Samir selama tujuh tahun terakhir telah menyebarkan ideologi Syi’ah di kalangan anak muda yang datang dari luar negeri ke Mesir untuk belajar, dan bekerja dengan sangat hati-hati dalam seruannya ke ideologi Syi’ah agar tidak melanggar hukum Mesir.”(fq/imo)
Eramuslim