Senin, 25 April 2016

DEMO DAMAI NU MENOLAK SYIAH DI BONDOWOSO ATAS ACARA SYIAH NAS DI BONDOWOSO

KHM. Hasan Abd. Muiz: 34 Pesantren Dan Ormas Tolak Syiah
4 April 2016

Ribuan warga NU dari berbagai pesantren beserta ormas Islam sekabupaten Bondowoso turun ke jalan dalam rangka menolak dan menentang acara syiah berkedok ‘Milad Fatimah’ yang rencananya digelar Ikatan Jamaah Ahlul Bait (IJABI) di kampung Arab Bondowoso pada 5-6 April 2016 besok.
Koordinator aksi yang juga pengasuh pondok pesantren Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Bondowoso, KH. Muhammad Hasan Abdul Muiz menyampaikan bahwa aksi turun ke jalan hari Ahad (3/4) kemarin diikuti oleh ribuan peserta dari 34 pesantren dan ormas Islam.
“Lebih dari 3500 peserta dari 34 pesantren dan ormas Islam, “kata Kiai Hasan saat dihubungi redaksi NUGarisLurus.com, Senin (4/4).
Saat ditanya soal tuntutan utama aksi, Kiai Hasan menegaskan bahwa ribuan massa ini menolak ajaran yang mencaci sahabat, menghalalkan nikah mut’ah, tidak mempercayai keautentikan al Quran, dan sebagainya dari ajaran-ajaran sesat.


“Memakai nama apapun ajaran tersebut Sekaligus menolak acara-acara yang dilakukan oleh mereka, “ungkapnya.
Dalam orasi yang disampaikannya, Kiai Hasan menjelaskan bahwa kaum Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang mayoritas di Bondowoso mempunyai hak agar para shahabat Nabi yang mereka cintai tidak dicaci maki.
“Jika orang tua kita saja dicaci maki kita tidak akan terima, padahal para Shahabat Nabi dan keluarga Nabi lebih kita cintai dari pada Ibu Bapak kita sendiri, “Kata Kiai Hasan.
Kiai Hasan memberikan pesan bahwa, Hari ini masyarakat masih mau mengikuti ulamanya dalam aksi damai. Namun jika acara tetap digelar, Maka jangan salahkan jika ada yang marah karena ingin membela Shahabat Nabi dan Keluarga Nabi dari cacian para penganut sekte syiah.

Beberapa pesantren dan ormas yang tergabung dalam aksi ini diantaranya; as Shofwah niqobah Bondowoso- Situbondo (himpunan alumni Sayyid Muhammad Alawi al Maliki, Makkah), IKSAS (Ikatan Santri dan Alumni Sukorejo) Cab. Bondowoso, IASS (Ikatan Alumni dan Santri Sidogiri) Cab. Bondowoso, IAS (Ikatan Alumni Sarang) Cab. Bondowoso, Tanaszaha (Ikatan Alumni dan Santri Zainul Hasan Genggong) Cab. Bondowoso, Ar Ruhama (Ikatan Alumni Pesantren Sayyid Muhammad al Maliki, Bondowoso), beberapa MWC NU, puluhan pesantren dan ORMAS Islam di Bondowoso. Wallahu Alam

Puisi Kami
Rais Aam PBNU harus bersih-bersih...
Membersihkan PBNU dan jama'ah NU dari para pendukung Syi'ah yang te;ah dinyatakan sesat oleh pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari.

“Jika melihat fatwa Hadratusy Syaikh Hasyim Asyari, beliau sangat mewaspadai Syiah, padahal pada masa itu di Indonesia Syiah belum berkembang. Syiah sendiri baru berkembang di Indonesia sejak terjadinya revolusi Iran tahun 1979″.
KH. Hasyim Asyari telah dengan tegas memfatwakan mazhab Syiah ini sesat dan tidak boleh diikuti, tidak boleh diambil fatwanya serta tidak boleh diambil hujjahnya.
“Ini fatwa yang dikatakan Hadratus Syaikh Hasyim Asyari dalam tulisan-tulisannya dan dalam Qanun Asasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama”.
Meskipun belum mengkafirkan, namun NU telah memandang Syi’ah sebagai aliran sesat yang tidal boleh diikuti oleh Nahdliyin.

Ribuan warga NU dari berbagai pesantren beserta ormas Islam sekabupaten Bondowoso turun ke jalan dalam rangka menolak dan menentang acara syiah berkedok ‘Milad Fatimah’ yang rencananya digelar Ikatan Jamaah Ahlul Bait (IJABI) di kampung Arab Bondowoso pada 5-6 April 2016 besok.

Koordinator aksi yang juga pengasuh pondok pesantren Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Bondowoso, KH. Muhammad Hasan Abdul Muiz menyampaikan bahwa aksi turun ke jalan hari Ahad (3/4) kemarin diikuti oleh ribuan peserta dari 34 pesantren dan ormas Islam.

“Lebih dari 3500 peserta dari 34 pesantren dan ormas Islam, “kata Kiai Hasan saat dihubungi redaksi NUGarisLurus.com, Senin (4/4).

Saat ditanya soal tuntutan utama aksi, Kiai Hasan menegaskan bahwa ribuan massa ini menolak ajaran yang mencaci sahabat, menghalalkan nikah mut’ah, tidak mempercayai keautentikan al Quran, dan sebagainya dari ajaran-ajaran sesat.

Ahad pagi, 03 April 2016

    “Subhanallah… Walhamdulillah…Walaa ilaaha illallaah… Wallahu Akbar….. ”

    Wajah langit di kota Bondowoso pagi itu sedang dikunjungi awan yang datang berarakan. Bersamaan dengan beraraknya ribuan santri dan umat Islam yang datang dari seluruh penjuru kota. Dari Tlogosari. Tamanan. Grujugan. Curahdami. Maesan. Tegalampel. Sukosari. Wonosari. Pujer. Dan dari seluruh penjuru dengan berbaju putih, kopyah putih, dan sebagian bersurban.

    Lantunan Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir kian bergemuruh seiring kian membludaknya umat Islam di pelataran Masjid Al Muhibbin Tamansari, tempat pelepasan aksi damai kali ini. Arakan awan pun kian mendekat, seakan hendak memayungi para kiai yang datang dengan ketulusan hati. Awan kian menggumpal, tetapi tak setetes pun menurunkan gerimis.

    “Ini luar biasa… Di luar dugaan…!!!” ujar seorang aparat berpakaian preman yang juga ikut berbaur dengan lautan umat pagi itu. Dan memang betul. Konon, di sini nyaris tak pernah terjadi pengerahan massa untuk sebuah aksi sebanyak ini. Terkecuali jika massa diundang pengajian.

    Allahu Akbar….!!! Pekik takbir sesekali terdengar lantang dari pimpinan aksi. Ribuan umat pun merespon lebih lantang dan lebih bergemuruh. Ini adalah buncahan keresahan umat yang sudah lama terpendam. Tak tahu kepada siapa keresahan ini dimuntahkan? Kepada penganut agama Syiah kah, yang kian berulah dalam keminoritasannya? Atau kepada para pimpinan daerah yang seakan kian memberi panggung kepada agama Syiah di Bondowoso? Atau kepada para politisi yang semuanya Sunni, tapi konon telah menjadikan agama Syiah sebagai komoditi politik kepentingan sesaat?

    Ah, saya tak tahu menahu tentang semua itu. Namun setidaknya hari ini menjadi bukti bahwa umat Islam Ahlussunnah Waljamaah resah. Warga Nahdliyyin merasakan kegundahan bersama. Hari ini mereka kompak datang berduyun dari berbagai elemen umat Islam Bondowoso. Mereka terdiri dari:

    – IKSASS, ikatan santri dan alumni Salafiyah Syafiiyah Situbondo. Santri senior dari Kiai Asad Syamsul Arifin Situbondo.
    – IAS, alumni PP Sidogiri Pasuruan, yang diasuh KH Nawawi.
    – TANAZZAHA, ikatan alumni PP Zainul Hasan Genggong Probolinggo, yang diasuh KH Mutawakkil Alallah.
    – Himpunan Alumni PP Al Anwar Sarang Jawa Tengah yang diasuh KH Maimun Zubeir.
    – Himpunan Alumni AL AZHAR Mesir di Bondowoso.
    – IKAPETE, ikatan alumni Pesantren Tebuireng Jombang di Bondowoso.
    – AR RUHAMA, ikatan santri dan alumni PP Al Maliki Koncer Bondowoso.
    – Hai’ah ASH SHOFWAH dan HAWARIY Bondowoso,
    dan beberapa perhimpunan alumni pesantren lainnya se Bondowoso.

    Komposisi inti dari aksi damai penolakan agama Syiah ini adalah puluhan pondok pesantren NU se Bondowoso yang mengerahkan ratusan santri dan dikawal langsung oleh para Kiai, Habaib, Asatidz, dan pengasuh. Juga tampak beberapa pengurus NU struktural, baik tingkat ranting, MWC, PC yang ikut aksi damai ini sejak awal. Semua begitu antusias, sehingga rela berjalan kaki sepanjang 4 km menuju Monumen Gerbong Maut Alun-Alun Bondowoso.

    Dalam gemuruh takbir dan tahmid itu, Kiai Taufiq sebagai Panglima Aksi lalu memulai orasi pembuka. Kiai muda alumni Pondok Al Anwar Sarang Jawa Tengah ini lalu membacakan etika aksi yang harus ditaati selama long march.

    “Saudara-saudara…. Tasbih yang baru saja kalian terima itu harus dikalungkan di leher kalian selama mengikuti long march. Sebagaimana Kiai Asad yang dikalungkan Tasbih oleh Syaikhona Kholil Bangkalan ketika diperintah menghadap Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari saat merestui pendirian NU. Hari ini, siang ini, kita datang kesini, untuk meneruskan perjuangan para ulama pendiri NU. Kita datang untuk membela dan mempertahankan Aswaja sebagai pilar utama keutuhan NKRI. Allahu Akbar….!!!

    Tolong jaga ketertiban dan sebar kedamaian. Teruslah bertasbih, bertahmid, bertahlil, dan bertakbir sepanjang long march. Agar mulut kita terhindar dari mencaci orang lain. Tunjukkan, bahwa Aswaja cinta damai… Dan jika gugur dalam aksi ini, maka kita gugur dalam keadaan bibir kita sedang bertasbih dan  berdzikir….. Allahu Akbar…!!!” Demikianlah diantara instruksi Kiai Taufiq kepada para peserta aksi.

    Sekitar jam 8.30, peserta long march pun berangkat dari Masjid Al Muhibbin Tamansari. Dilepas dengan Tawassul dan Doa oleh Habib Ahmad bin Hasan Barakwan. Ratusan aparat dari tiga satuan Polres (Bondowoso, Situbondo, Jember) turut mengawal, menjaga, dan mengamankan aksi damai ini.

    Sesekali berhenti di beberapa titik untuk menyampaikan orasi Ke-ASWAJA-an dan ke-NKRI-an oleh beberapa Kiai. Mulai dari KH Makshum Tirmidzi dari PP Darul Ihsan Pejaten, KH Zaini Bajuri Pengasuh PP Nurul Islam dari IKSASS, KH Ali Mudassir Pengasuh PP Al Ghofur Lombok Wonosari dari Alumni Sidogiri.

    Setelah orasi, dilanjut dengan gemuruh Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir. Orasi inti disampaikan di Pelataran Monumen Gerbong Maut Alun-Alun Ki Ronggo Bondowoso oleh beberapa Kiai. Diantaranya yang ada di panggung orasi, KH Moh. Hasan sebagai juru bicara, Kiai Fauzi dari PP Al Maliki, Kiai Imam Haromain dari PP Miftahul Ulum Jebung, KH Saiful Islam QZ dari PP Al Qurtubiy Pujer, Kiai Mudassir dari PP Al Ghafur Wonosari, KH Sinqithiy dari PP Pecalongan Sukosari, Kiai Ruslani dari PP Nurul Burhan Badean, KH Hasan Saifur Rijal dari Bangsal, dan berderet kiai pemangku pesantren se Bondowoso.

    Formasi aksi damai ini terlihat tertib dan damai. Yang tak lazim, dibarisan paling akhir terdapat tim penyisir yang bertugas membersihkan sampah-sampah yang berserakan pasca long march.

    Pihak kepolisian dan TNI tak henti memuji jalannya aksi. Hal ini tampak ketika Bapak Kapolres Dan Bapak Dandim juga berkenan tampil di atas mimbar bersama puluhan kiai. Bahkan menyampaikan apresiasinya di penghujung rangkaian orasi para kiai.

    “Saya sangat berterima kasih kepada para Kiai dan umat Islam yang ikut aksi, karena telah sukses menciptakan aksi yang damai, santun, dan tertib sebagaimana yang kita harapkan bersama.

    Saya berharap pada momen setelah ini, juga bisa berjalan damai seperti ini. Saya siap mendukung. Bahkan jika kendaraan kurang, saya siap membantu untuk mengantar para jamaah kembali ke tempat masing-masing….” ujar Bapak Djajuli, Kapolres Bondowoso yang disambut pekikan Takbir oleh ribuan umat peserta long march.

    Kiai Taufiq, sebagai pimpinan aksi mengakhiri orasinya dengan himbauan kepada seluruh peserta agar langsung kembali ke kendaraan masing-masing dan langsung pulang. Jangan sampai ada yang tersisa dan bertebaran di tempat lain, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

    Seusai aksi, pandangan sekilas menyapu pada Monumen Gerbong Maut, tempat dihelat orasi ini. Simbol kegigihan rakyat Bondowoso di dalam berjuang melawan penjajah. Hari ini, di tempat ini. Ribuan umat Islam dari seluruh penjuru Bondowoso berkumpul, berdzikir, bertakbir, bertasbih, sebagai sebentuk komitmen di dalam menjaga kota tercinta ini dari ancaman aliran sesat, yaitu agama Syiah. Sekte baru yang tidak hanya menjajah akidah umat, tetapi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Allahu Akbar…!!!

    Subhanallah….
    Walhamdulillah….
    Wa laa ilaaha illallah…
    Wallahu Akbar….

Berikut foto dokumentasi aksi ribuan santri Ahad (3/4) kemarin.















Allahu Akbar! Acara Syiah di Pekanbaru Berhasil Dibubarkan Warga & Aparat

Ratusan massa Ahlusunnah wal Jamaah (Aswaja) se-Pekanbaru yang menamakan dirinya Barisan Pemuda Islam Riau (BPI-R) bersama aparat kepolisian berhasil membatalkan acara kelompok Syiah, Jumat malam (01/04) di Gedung Pusgit HMI Jalan Melayu, RW 15 Arengka, Pekanbaru.

Acara yang digelar sekte Syiah di Pekanbaru merupakan peringatan kelahiran Fatimah Az-Zahra. Tokoh yang diundang adalah AM Safwan merupakan tokoh Syiah, dan Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Murtadha Muthahhari, RausyanFikr Yogyakarta.
Acara tersebut diselenggarakan oleh HMI Pekanbaru, Jaringan Aktifis Filsafat Islam (Jakfi) Pekanbaru, Batas Arus, dan Himpunan Mahasiswa Patani Pekanbaru.

Korlap aksi, Diki Gunawan Putra menyatakan penggerebekan dilakukan sekitar pukul 20:40 WIB. Penggerebekan dilakukan beberapa saat setelah diketahui AM Safwan telah berada di lokasi acara. “Tidak ada perlawanan dari panitia acara,” kata Diki kepada Kiblat.net pada Sabtu, (02/04).

Di lokasi acara, warga setempat mengaku tak tahu menahu adanya kegiatan aacara tersebut. Seperti yang diungkapkan Taher, ketua pemuda Rw 15 Arengka, Pekanbaru. “Kita tak tahu ada acara tersebut. Tapi warga tak rela dan tak sudi wilayahnya dijadikan tempat acara aliran sesat. Ini wajib dibubarkan,” kata Taher.

Di markas FPI, AM Safwan diajak dialog dengan Ketua FPI Riau, Ade Hasibuan. Hasil diskusi tersebut secara tegas diketahui bahwa AM Safwan mengaku sebagai penganut sekte Syiah Mu’tadilah.

“Meski demikian, AM Safwan mengklaim dirinya tidak mengkafirkan sahabat dan tidak mut’ah,” jelas Ade.

Di akhir kesempatan diskusi, AM Safwan dibuatkan pernyataan sikap untuk tidak menyebarkan ajaran sekte Syiah di wilayah Pekanbaru.

sumber : syiahindonesia.com

Kronologis Pembubaran Diskusi HMI Pekanbaru

4 April, 2016        

Jumat, 1 April 2016 malam, tersiar kabar Organisasi Front Pembela Islam (FPI) membubarkan secara paksa sebuah forum diskusi yang digelar oleh kelompok diskusi Batas Arus Pekanbaru, Jaringan Filsafat Islam (Jakfi) Pekanbaru, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), di Gedung Pusat Kegiatan (Pusgit) HMI Cabang, Jalan Melayu, Kelurahan Sidomulyo Timur, Tampan, Pekanbaru.

Sempat beredar kabar bahwa salah satu pemateri diskusi yang datang dari Yogyakarta, AM Safwan dijemput paksa oleh FPI dan diamankan di Kantor FPI Pekanbaru. Ada juga yang mengabarkan bahwa AM Safwan diculik oleh FPI.

Namun, seperti apa sesungguhnya kejadian yang sebenarnya?

Berikut adalah kronologis yang dikirimkan oleh AM Safwan ke redaksi ABI Press melalui email.

1. Pada Jumat malam, 1 April 2016, JAKFI (Jaringan Aktivis Filsafat Islam) Pekanbaru rencananya mengadakan diskusi dalam rangka mengenang kelahiran Putri Nabi Muhammad saw, Fatimah Az Zahra, dengan tema “Perempuan sebagai Rumah Cinta, Air Mata dan Kebangkitan; Sebuah Upaya Mendekatkan Identitas Perempuan Indonesia yang Progresif Historis dan Spiritual.” Diskusi ini merupakan kerjasama antara JAKFI Pekanbaru, Kelompok Diskusi Batas Arus pekanbaru dan HMI Cabang Pekanbaru. Adapun saya, diundang sebagai pembina JAKFI untuk menjadi pemateri dalam acara tersebut.
2. Ketika saya sampai di gedung Pusgit, Panglima FPI Daerah Riau (Ust. Zein) dan sejumlah anggotanya telah hadir di sekitar gedung Pusgit. Saya diminta bertemu dan berdialog. Dalam dialog tersebut saya yang diberitakan sebagai penganut Syiah diminta untuk tidak melanjutkan diskusi karena sejumlah ormas Islam setempat menolak kehadiran Syiah.
3. Setelah melakukan dialog dengan damai, saya sepakat untuk tidak melanjutkan diskusi termasuk acara Short Course Sosio Epistemologi pada keesokan harinya di salah satu kampus di Pekanbaru. Saya melihat dalam dialog tersebut, Panglima Daerah FPI memahami kelompok-kelompok dalam Syiah (Rafidhi Takfiri dan Mu’tadhili/ Moderat). Dalam dialog itu juga saya melihat iktikad baik Panglima Daerah FPI membantu saya terhindar dari kemungkinan kekerasan dari kelompok orang yang menolak kehadiran saya. Panglima Daerah FPI ingin penyelesaian damai tanpa kekerasan.
4. Di sela-sela dialog di luar gedung, ada satu anggota intel polisi setempat yang datang memastikan bahwa tidak akan terjadi kekerasan dalam rencana pembatalan acara tersebut.
5. Massa yang datang bertambah, termasuk anggota FPI dengan menggunakan motor, mobil serta berjalan kaki. Beberapa orang yang mengklaim dirinya sebagai pengurus RT/RW setempat juga datang. Sejumlah oknum anggota FPI memprovokasi dan hendak menyerang saya. Suasana tegang dan tak terkendali. Di dalam gedung, saya melihat ada anggota FPI yang menggeledah tas saya dan mengambil satu buku: Fatimah adalah Fatimah karya Ali Syariati. Panglima Daerah FPI tetap berusaha melerai anggotanya dan anggota kelompok lain untuk tidak melakukan kekerasan.
6.  Massa yang bukan FPI semakin bertambah banyak. Suasana semakin tegang. Karena ada provokator dari seseorang yang -saya ketahui belakangan dari informasi Panglima Daerah FPI-  bukan bagian dari anggota FPI. Provokator itu menuntut saya untuk diamankan karena saya dinilai ‘Syiah Radikal’ (Rafidhi). Terjadi dorong-dorongan dan tarik-menarik karena ada yang terprovokasi untuk menyerang saya. Ada yang meludahi saya yang saya ketahui belakangan ketika saya berada di markas FPI bahwa dia oknum FPI.
7.  Panglima Daerah FPI terus menyelamatkan saya dan berusaha membuat suasana kondusif. Selama itu juga, saya dihujat oleh sejumlah orang. Selama saya berada di lokasi tersebut hingga ketegangan terjadi dan beberapa insiden (saya juga melihat ada motor yang dijatuhkan) saya tidak melihat ada polisi berseragam di lokasi kejadian.
8. Saya diminta oleh salah satu anggota FPI untuk segera dibawa ke markas FPI untuk berdialog di sana. Dia juga mengundang sejumlah perwakilan dari ormas untuk hadir berdialog di markas FPI.
9. Di markas FPI, saya diterima oleh Ketua FPI Daerah Pekanbaru (setahu saya namanya, Ust. Hasibuan). Saya merasa diperlakukan dengan manusiawi sehingga terjadi dialog yang lebih kondusif. Selain anggota FPI, sejumlah perwakilan ormas termasuk anggota intel Polda setempat hadir di markas FPI. Di sana, terjadi dialog dan klarifikasi tentang isu-isu, khususnya masalah Syiah yang dituduhkan kepada saya dan yang ditanyakan oleh peserta yang hadir di sana. Sayangnya, menurut Ketua FPI Daerah, ada orang yang getol selama ini mengkampanyekan Anti-Syiah di Pekanbaru tidak datang dalam forum dialog dan mengklarifikasi padahal objek yang dituduhkan sudah ada.
10. Di sela-sela dialog yang kondusif, ada anggota FPI yang meng-copy file-file saya di laptop dan hardisk, termasuk file kamera. Memotret beberapa catatan pribadi saya dalam buku. Ada juga yang meminta buku yang saya bawa (ada 4 buku). Di dalam ruang dialog, ada satu orang anggota intel Polda yang meminta data-data saya.
11. Berdasarkan beberapa pertimbangan dalam forum itu, saya diminta membuat surat yang menyatakan bahwa saya tidak akan menyebarkan ajaran yang berbau Syiah di Pekanbaru dan saya menyetujui karena saya merasa memang ke Pekanbaru lebih banyak menekankan pada aspek pemikiran intelektualisme Syiah bukan akidah Syiah (teologi). (Walaupun ada peserta dalam forum tersebut menanyakan “Apakah saya menyebarkan Syiah di Pekanbaru ini?” dan saya menjawab, “Saya memiliki keyakinan Syiah (Mu’tadhilah), iya. Tetapi pemikiran yang saya sebarkan saya lakukan secara terbuka dan dialog melalui tema-tema filsafat dan tasawuf.”) Dalam konteks acara ini, intelektualisme Dr. Ali Syariati dengan bukunya ‘Fatimah adalah Fatimah’. Buku ini telah saya berikan kepada anggota FPI yang memintanya sebagai iktikad baik saya menunjukkan buku yang kami kaji adalah buku intelektualisme Syiah sebagaimana di HMI pun, tradisi intelektualisme Barat dan Islam lazim dikaji.
12. Terdapat banyak hal; dialog dan klarifikasi dalam forum tersebut yang intinya saya menunjukkan keyakinan saya terhadap Syiah berkaitan dengan sebuah ajaran yang Mu’tadhilah dari garis Syiah Imamiyah bukan Syiah Rafidhah (yang menghina dan mengkafirkan sahabat Nabi). Dan Syiah yang saya yakini adalah Syiah yang mencintai keluarga (Ahlulbait) Nabi, dan kajian saya sebagai sebuah kajian yang banyak bersentuhan dengan kajian tasawuf.
13. Setelah dialog, FPI memberikan tempat untuk menginap dan saya makan bersama dengan beberapa anggota FPI dan berdialog secara bersahabat karena kesepahaman kami bahwa kami sama-sama mencintai Ahlulbait Nabi walaupun berbeda dalam mazhab fikih.
14. Sejumlah barang saya yang masih di hotel, juga diambilkan oleh anggota FPI.  Pada keesokan subuhnya, 2 April, saya salat Subuh berjamaah bersama anggota FPI di masjid dekat markas FPI, sebelum diantar oleh Ketua FPI Daerah ke bandara Pekanbaru Riau. Saya tiba di Yogyakarta pada pukul 10.00 WIB.
Dari kronologis tersebut, AM Safwan berharap masyarakat dapat melihat sebuah kelembagaan (FPI) secara proporsional. Dia menegaskan bahwa tampak jelas posisi FPI yang direpresentasikan oleh Ketua dan Panglimanya, meski memang tak dapat dipungkiri ada oknum-oknum yang melakukan hal yang berseberangan dengan pernyataan Ketua dan Panglima FPI.

Menurut Safwan, persoalan penolakan kehadirannya oleh FPI lebih dikarenakan situasi dan konteks Pekanbaru yang masih menganggap Syiah dalam kategori yang general (Rafidhah) yang belakangan sangat gencar dikecam oleh Salafi Wahabi dalam kampanye anti-Syiah mereka.

Safwan berharap agar masyarakat tidak menggeneralisasi Syiah. Karena Syiah juga ada yang takfiri (seperti mengkafirkan sahabat Nabi) dan ada yang tidak.

“Bahkan ada Syiah yang mengharamkan menghina simbol-simbol yang disucikan Ahlusunnah seperti sahabat dan istri Nabi,” tegas Safwan.

Lebih jauh Safwan menekankan bahwa Sunni dan Syiah berada dalam garis nubuwah yang sama. Hal ini tampak sebagaimana Imam Ali as dalam Sunni diyakini sebagai Khalifah dan dalam Syiah sebagai Imam. Sedangkan konflik Sunni-Syiah yang terjadi selama ini, menurutnya hanya bersifat politis.

Namun demikian, Safwan tidak sependapat dan menolak pembubaran acara diskusi teman-teman JAKFI Pekanbaru, Kelompok Diskusi Batas Arus Pekanbaru dan HMI Cabang Pekanbaru. (Lutfi/Yudhi)
SUMBER : situs resmi ABI indonesia
ilustrasi massa FPI

PENOLAKAN SYIAH DI BANGIL JAWA TIMUR

Kronologi Pembubaran Acara Sekte Syiah Bertajuk Wiladah Fatimah di Bangil
Bangil – Ratusan massa umat Islam pada Jumat, (01/04) melakukan aksi demonstrasi membubarkan acara ‘Wiladah Sayyidah Fatimah’ yang digelar oleh sekte Syiah di Bangil, Pasuruan.
Berikut kronologi pembubaran sekte Syiah, sebagaimana disampaikan oleh Ustadz Munir Shokheh, Sekretaris Aswaja Bangil yang dikutip Kiblat.net dari NUgarislurus.com.
1.) Tanggal 26 Maret 2016: Aswaja Bangil menemukan selebaran undangan yang mengatasnamakan Pemudi Ahlul Bait Zainabiyah Bangil dalam acara Wiladah Sayyidah Fatimah Az-Zahra (As). Acara itu bertempat di gedung yang dimiliki oleh salah seorang penganut sekte syiah, yaitu di Graha Diponegoro Jl. Dorang 381 Bendomungal Bangil dengan pembicara Muhammad bin Alwi BSA.
2.) Tanggal 28 Maret 2016: Aswaja Bangil mengirim surat protes kepada Bapak Kapolres Pasuruan. Surat ditandatangani oleh Ketua Umum: KH Nurkholis Mustari dan Sekretaris: Munir Sokheh. Kemudian, disusul dengan pertemuan dengan Kapolres Pasuruan secara langsung dengan dihadiri oleh 4 orang pengurus Aswaja, yaitu: Habib Agil bin Agil, Ust. H Nur Fuadi, Munir Sokheh dan Basyir Hamid.
3.) Kamis,  31 Maret 2016
Pukul 11.00 – 13.00 WIB:
Pertemuan dan audiensi dengan Bapak Kapolres Pasuruan yang dihadiri oleh Ketua MUI Kabupaten Pasuruan dan ketua PCNU Pasuruan serta Aswaja Bangil dan beberapa ormas Islam seperti Majelis Maulid wat Taklim Raudlotul Salaf, Front Pembela Islam (FPI) Pandaan, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, Dewan Dakwah Islam, Lembaga Dakwah Masjid Arriyad dan lain-lain.
Pukul 22.00 WIB:
Aswaja menerima kabar melalui Kasat Intel tentang hasil rapat Forpimda dan Muspida Kab. Pasuruan yang terdiri dari Bupati, Dandim, Kapolres dan lainnya yang memberitahukan bahwa kegiatan acara syiah di gedung Grahadi Diponogoro telah digagalkan dan dialihkan di tempat yang lain.
4.) Jum’at, 1 April 2016: Aswaja Bangil dan umat Islam dari berbagai komponen ormas Islam berkumpul melaksanakan unjuk rasa berdemo menolak syiah untuk melaksanakan kewajiban amar makruf nahi mungkar dan menuntut membubarkan kegiatan syiah yang telah dialihkan ke tempat lain di rumah seorang syiah yg bernama Abdurrahman Alidrus (Yik Mang) yg bertempat di Kalirejo Bangil.
Dengan  iringan lantunan sholawat badar peserta aksi demo menuntut acara sekte syiah segera dibubarkan. Ratusan aparat kepolisian serta satuan pamong raja mengawal jalannya aksi demonstrasi. Peserta aksi menggelar longmarch dan sempat  berhenti di depan Ponpes YAPI Bangil Putri (milik sekte Syiah, red) untuk menyampaikan orasi.
Longmarch berlanjut hingga menuju Kalirejo dengan pengawalan aparat. Setelah dilakukan negosiasi yang sangat alot dengan aparat keamanan Ketua DPR Kab. Pasuruan dan perwakilan Aswaja serta perwakilan pendemo. Alhamdulillah, acara syiah tersebut akhirnya dibubarkan dengan pengawalan ketat aparat.

Sumber : kiblat.net
Reporter: Bunyanun Marsus
Editor: Fajar Shadiq