Rabu, 23 September 2020

Syiah Jepara, Syiah yang bisa menaklukkan ‘NU' dan 'Muhammadiyah’


“Warga desa guyangan, kecamatan Bangsri Jepara, baik dari kalangan NU, Muhammadiyah maupun Syiah mengadakan acara peringatan asyura untuk mengenang kesyahidan Sayyidina Husain as cucunda tercinta Nabi Muhammad saww yang gugur Syahid di Karbala, Minggu siang (30/08/2020).” Itu salah satu klaim media syiah yang mengabarkan bahwa mereka sukses mengelar acara asyuro. Syiah memang berusaha untuk menjadi mazhab ketiga setelah NU dan Muhammadiyah yang sudah eksis dari zaman Indonesia belum lahir. Kuncinya adalah, jika NU dan Muhammadiyah tidak terusik dengan syiah, maka mereka bisa melancarkan dakwahnya. 


Lain cerita jika NU dan Muhammadiyah menentang, tamatlah riwayat dakwah syiah. Kita bisa lihat fakta di Madura, NU yang terusik dengan dakwah syiah, akhirnya sekarang syiah terusir dari sampan. Bahkan warga Cuma memberi 2 pilihan: tobat dari syiah dan boleh pulang, atau tetap syiah tapi tidak boleh masuk ke wilayah mereka. 


Adapun dengan muhammadiyah, banyak  tokoh-tokoh muhammadiyah yang secara terang-terangan menolak ajaran syiah. Kasus terakhir, syiah berusaha mencari panggung di Gedung Muhammadiyah pusat, akan tetapi adanya penolakan dari warga muhammadiyah, akhirnya mereka keder dan mundur. Di beberapa daerah, tokoh Muhammadiyah menjadi pelopor penolakan ajaran syiah karena syiah sudah melenceng dari sunnah rasulullah SAW. 




Di sebuah kota kecil di kaki gunung Prau, seorang warga muhammadiyah mempunyai menantu seorang syiah. Warga mengetahui setelah beberapa kali diminta untuk menyampaikan materi di sebuah masjid desa tersebut menggiring ke doktin syiah. Akhirnya dai syiah tersebut diboikot oleh takmir karena mengajak pada ajaran syiah. Setelah diselidiki, ternyata dai syiah tersebut adalah lulusan Iran dan menjadi agen syiah. 


Kembali ke Jepara, syiah menyampaikan bahawa itu adalah Acara warga RT 05 RW 05 di masjid RasululAdhom pada siang itu di awali dengan pembacaan surat al Fatihah, kalam Ilahi, Maktam (syair duka) Imam Husain , cermah inti dan di lanjutkan dengan pembacaan maqtal atau kronologis kejadian di Karbala dan di akhiri dengan pembacaan doa ziarah pada Imam Husain as. Acara syiah tapi diklaim sebagai acara warga. 


Lebih dari 350 warga sekitar menghadiri acara tersebut, tidak hanya orang-orang syiah saja melainkan Jamaah NU dan Muhammadiyah juga ikut menghadirinya. Mereka berbondong-bondong bersatu untuk menyampaikan bela sungkawa mereka atas tragedi yang menimpa keluarga Rasulullah saww. Ini klaim yang perlu dibuktikan, apakah benar warga Muhammadiyah benar-benar hadir atau hanya klaim.  Acara itu diketuai Nur Alim, salah satu tokoh ustad syiayh di daerah tersebut. (Ahmad Hasyim dari tim faktasyiah)

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (9 – terakhir dari 9 tulisan berseri)

 
11 Januari 2012
Bakorpakem Sampang mengeluarkan keputusan yang menyatakan Syiah sesat dan keputusan ini dimuat secara eksklusif di Koran Radar Madura. Keputusan Bakorpakem ini jelas bertentangan dengan nota kesepatan yang dibuat sehari sebelumnya di mana setiap para-pihak dilarang mengeluarkan pernyataan bermusuhan. Keputusan Tim Bakorpakem yang terdiri dari Polres Sampang, Dandim 0828, Bakesbangpol, Kemenag, Disbudparpora dan MUI didasarkan pada hasil penelitian Bakorpakem yang menemukan bahwa dalam syiah terdapat adajar Rukun iman ada lima, Rukun Islam ada delapan, dan shalat hanya tiga kali. Akibat statement yang dikeluarkan oleh Bakorpakem itu, situasi pun kembali labil. Tajul Muluk menganggap bahwa statement itu sama artinya dengan pengesahan atas tindak kekerasan terhadap pengikutnya di masa-masa berikutnya.

Maret 2020
Tajul muluk berniat untuk taubat dan kembali ke Ahlu Sunnah wal Jama’ah setelah mengetahui dan mengumpulkan data tentang ajaran syiah.




September 2020
Tinggalkan Syiah, Tajul Muluk Dibaiat Kembali ke Aswaja. Ali Murtadho alias Ustad Tajul Muluk di tempat pengungsian Jemundo Sidoarjo. Seperti diberitakan oleh beritajatim.com bahwa Ali Murtadho alias Ustad Tajul Muluk beserta pengikutnya pengungsi Syiah yang berada di rusun Puspa Agro, Jumondo, Sidoarjo sepertinya bisa pulang dan akan kembali ke kampung halamannya di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang.
Para pengungsi bisa balik setelah syarat utama untuk kembali kepada ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) telah diterima Tajul muluk dkk.
Keinginan untuk kembali ke Aswaja atau Sunni, itu dibuktikan dengan surat bermaterai 6000  perihal permohonan baiat kembali ke Aswaja yang ditujukan kepada Bupati Sampang, H.Slamet Junaidi, ditandatangani oleh Ali Murthado tertanggal 10 September 2020.
Dalam isi surat tersebut menegaskan bahwa Tajul Muluk beserta keluarganya termasuk pengikutnya siap sedia dibaiat.
“Keinginan untuk kembali ke Aswaja ini sebenarnya sudah dua tahun yang lalu, tetapi tekat bulat untuk mengirim surat permintaan baiat kepada Bapak Bupati sekitar Maret-April 2020 kemarin,” ucap Tajul Muluk, saat ditemui di pengungsian Rusun Puspo Argo, Jemundo, Sidoarjo, Senin (21/9/2020).
Tajul juga menceritakan selama mempertahankan keyakinanya terhadap faham Syiah, itu semua adalah bagian dari proses pencarian kebenaran dan pembuktian. Sebab, semua faham dia pelajari termasuk Syiah yang kala itu baru masuk pasca revolusi di Iran.
Kemudian, Setelah berhasil mengumpulkan dokumen, maka dirinya sepakat bahwa Syiah menyimpang dari ajaran agama. Karena tidak mengajarkan kasih sayang dan kebaikan.
“Syiah itu secara akidah sesat,” singkatnya.
Meski demikian, Tajul beserta pengikutnya menegaskan bahwa kembalinya ke ajaran Aswaja bukan semata-mata ingin pulang ke Sampang. Melainkan, memang diyakini bahwa ajaran Syiah sesat. Sehingga, meski nantinya ditolak untuk kembali ke Sampang. Tajul Muluk beserta pengikutnya tetap meninggalkan ajaran Syiah dan kembali ke Sunni di manapun berada.
“Dilarang kembali ke Sampang atau tidak kami tetap meminta untuk dibaiat kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jamaah,” imbuhnya.
Tak hanya itu, bukti bahwa Tajul Muluk bertekat untuk kembali ke Aswaja juga dikuatkan dengan penarikan 51 anak pengungsi dari lembaga-lembaga pendidikan Syiah, lalu dipindah ke Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo dan Tebu Ireng.
“Harapan kami segera dilakukan baiat, syarat apapun yang diinginkan oleh kyai akan kita patuhi selama itu demi kebaikan,” harapnya. (di rangkum dari berbagai sumber )

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (8 dari 9 tulisan berseri)


28 Desember 2011
Pada pertemuan ini Kapolsek memberi tahu Iklil bahwa akan ada penyerangan ke Dusun Nangkrenang oleh kelompok anti-Syi’ah. Keterangan polisi ini antara lain didasarkan atas kenyataan bahwa pada hari itu, jalan setapak menuju pesantren Misbahul Huda sudah diputus warga dengan cara diberi tumpukan batu dan ditancapi beberapa batang bambu dan besi. Meski sudah berulangkali dihubungi, Ilkil hanya melihat ada dua personil keamanan yang datang ke lapangan, satu orang personil dari Polsek Omben dan satu orang tentara dari Koramil Omben. Kedua petugas ini tidak berbuat apa-apa kecuali hanya memantau dan
mendokumentasikan peristiwa ini melalui kamera hand phone.




30 Desember 2011
Pemkab, DPRD, seluruh aparat kemanan, MUI Sampang, dan PC NU Sampang melakukan koordinasi terkait solusi konflik ini. Pada saat itu, Bupati Sampang, Noer Tjahja menjelaskan bahwa pemicu kekerasan massa adalah masalah keluarga dan penistaan agama sebagaimana dikatakan MUI Sampang. Kedepan, pemkab berencana akan memilah-milah semuah jemaah Syiah di wilayah Kecamatan Omben dalam kategori fanatik dan tidak. Untuk yang fanatik, rencananya akan ditransmigrasikan ke luar pulau Madura. Tindakan ini diambil Pemkab dengan alasan bahwa Kepala Desa Blu’uran, Kec. Karangpenang telah menyatakan bahwa bila ada penangkapan terhadap pelaku pembakaran, masyarakat siap perang sampai mati. Kebijakan ini bukan hanya diamini semua pihak yang berwenang di Sampang, bahkan Pemprov Jatim, melalui Wakil Gubernur, Saifullah Yusuf menyetujui hal tersebut. Setelah rapat koordinasi yang diinisiasi oleh Pemkab itu dilakukan, secara beruntun rapat-rapat sejenis juga dilakukan hampir semua lembaga keagamaan di Sampang.

4 januari 2011
Anggota Komnas HAM Kabul Supriadi dan Hesti Armi Wulan meninjau keadaan pengungsi di Gor Sampang. Komnas ham menyatakan bahwa ada indikasi pelanggaran HAM dalam kasus ini, akan tetapi mereka belum dapat mengeluarkan rekomendasi apapun. Tidak ada langkah maupun tindakan serius yang dilakukan Komnas Ham dalam membantu memperbaiki keadaan pengungsi. Bahkan Hesti Armiwulan sempat iprotes para pengungsi karena membujuk warga untuk kembali pulang ke desa tanpa bisa memastikan jaminan keamanan bagi warga syi’ah dan penyelesaian hukum atas peristiwa pembakaran. Tajul Muluk yang sejak hari pertama ikut mengungsi ke Gor Sampang menekankan bahwa semua warga syiah yang mengungsi akan dengan sukarela kembali pulang apabila para pelaku pembakaran ditangkap dan polisi menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi. Menurut Tajul, tanpa penangkapan pelaku, tidak mungkin ada jaminan kemanan. Sebab, jika pelaku tetap dibiarkan maka kedepan tindakan kekerasan yang sama juga pasti akan berulang. Dua hari setelah kejeadian, sebenarnya polisi menyatakan telah menangkap seorang tersangka, yaitu Musrika. Namun warga Syiah yang menyaksikan pembakaran itu menegaskan bahwa para pelaku utama pembakaran adalah tetangga mereka sendiri yang mereka kenal, dan Musrika bukanlah tetangga mereka dan kemungkinan besar bukan pelaku utama pembakaran.

6 Januari 2011
Empat kamar mandi semi permanen di bagian luar Gor Sampang dibongkar dan bantuan stok air bersih untuk kebutuhan sehari-hari juga dihentikan. Akibatnya, pengungsi pengungsi terpaksa melakukan MCK di sungai kecil yang ada di dibelakang Gor Sampang. Persoalan air dapat teratasi setelah pada keesokan harinya ada bantuan air dari komunitas Jauzan24. Sebenarnya pengungsi bersedia kembali ke desa, akan tetapi apabila hal ini tidak diimbangi oleh sikap pemerintah dan Polisi untuk menangkap para pelaku pembakaran maka kepulangan mereka kedesa adalah hal yang sia-sia. Seolah tidak peduli dengan tuntutan warga syiah, Pemkab Sampang melalui Kepala Bakesbang Sampang balik mengatakan bahwa jika ingin tetap bertahan, maka hal akan itu dibiarkan saja sesuai keinginan pengungsi. Tapi bantuan tidak akan diberikan lagi25. Menurut Pemkab, Warga Karanggayam sendiri sebenarnya mau menerima pengungsi syiah, asal empat orang pemimpin Syiah yang berada di pengungsian tidak ikut kembali ke Karanggayam . Empat pemimpin Syiah yang dimaksud adalah Ustadz Tajul Muluk, Ustadz Iklil Milal, Ustadz Syaiful, dan Ustadz Ali karena mereka dianggap sebagai sebab dan biang keladi keresahan yang berakibat pada kekerasan pada 29 Desember

10 Januari 2012
Diadakan pertemuan antara Kuasa Hukum Tajul, Hadun Hadar, Rudi Setiadi dari Bakesbangpol Sampang dan Kapolres Sampang AKBP Solehan. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa karena tindakan hukum belum bisa dilakukan, maka yang diprioritaskan adalah perhitungan kemanusiaan. Poin-poin penting kesepatakan itu antara lain; Pertama, semua stakeholder yang ada di sampang harus ikut menandatangani surat kesepatan damai dari mulai kelurahan hingga bupati sebagai sebagai para-pihak dan berjanji tidak akan menguluarkan statement yang bersikap provokatif dan bernada permusuhan. Kedua, jemaah Syiah akan dikembalikan ke rumah masing-masing. Semua properti perumahan dan harta yang dibakar maupun dijarah akan diganti oleh Pemkab. Ketiga, Ust Tajul, Ust. Iklil, Ust. Syaiful dan Ust. Ali tidak diperbolehkan kembali ke kampong dan sementara waktu akan tinggal di Hotel yang disediakan oleh Pemkab. Sampang. Dalam pertemuan ini LSM yang terdiri dari KontraS, Aman Indonesia, Mer-C dan kuasa hokum Tajul bertindak sebagai saksi. Menurut Rudi, opsi terakhir terpaksa diambil karena merupakan syarat utama masyarakat untuk dapat menerima waga syiah kembali ke kampungnya. (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (7 dari 9 tulisan berseri)

 
Juli 2011
Tajul mendapat informasi bahwa situasi di Karang gayam telah kembali normal dan hal ini adalah kesempatan bagi dirinya untuk kembali pulang. Maka pada 24 Juli 2011 dia pulang ke Karanggayam. Berita kepulangan Tajul segera diketahui masyarakat disekitarnya, dan keesokan harinya pada 26 Juli 2011, ratusan massa kembali mengepung kediaman Tajul Muluk dan mengancam akan membakar rumah itu. Akhirnya, untuk yang kedua kali Tajul Muluk kembali diamankan oleh petugas Polres Sampang. Dan seperti pada kejadian sebelumnya, Tajul kembali ditempatkan di kantor polres Sampang layaknya tahanan rumah. Karena khawatir Tajul akan ditahan oleh Polisi, sekitar seratus warga syiah sampang pada 28 juli 2011 datang ke Kantor Polres Sampang dan menuntut kepada Polisi agar Tajul dijinkan pulang bersama mereka ke Karanggayam. Tentu saja pihak Polres Sampang tidak mengijinkan tuntutan tersebut, bahkan para pejabat Polres Sampang menegaskan tidak akan dapat mengendalikan keamanan desa Karang gayam apabila Tajul kembali kesana. Akhirnya, Tajul membatalkan niatnya pulang ke Karang gayam dan demi keselamatan jamaah syiah di desa Karang gayam dia memutuskan kembali lagi ke Malang.1

7 Agustus 2011
Pada bulan ramadan, Tajul diam-diam pulang ke desa untuk merayakan awal ramadhan bersama keluarga. Rupanya petugas polisi mengetahui hal ini, dan keesokan harinya sejumlah petugas Polisi menjemput dan mengantarnya keluar desa

20 Desember 2011
Di dusun Gedeng laok, rumah Muhammad Sirri, salah satu pengikut syiah dan masih kerabat Tajul, dibakar massa. Sebelum dibakar pintu rumah di tutup dengan palang kayu dari depan, untunglah Sirri berhasil menyelamatkan diri dan tidak ada korban jiwa pada insiden ini. Polisi terkesan mengabaikan peristiwa ini dan tidak menangkap pelaku pembakaran. Hal ini disimpulkan oleh masyarakat desa bahwa beramai-ramai membakar rumah orang-orang syiah tidak akan ditindak Polisi.



29 Desember 2011
Ibu Misnawi (salah satu pengikut syiah di Karang gayam) menelphone Tajul Muluk, dan menjelaskan telah tersiar kabar bahwa hari ini akan terjadi penyerangan ke pesantren dan rumahnya. Tajul kemudian menginformasikan hal ini kepada Iklil dan Riyanto, salah satu intel Polres Sampang yang kerap berjaga disana. Tajul juga berusaha menghubungi beberapa pimpinan Polres Sampang, akan tetapi tidak ada yang bisa dihubungi. Alimullah yang sehari-hari bertugas memimpin pesantren pada sekitar pukul 08.00 mengetahui ada massa berkumpul dan akan bergerak membakar pesantren. Ali segera menginformasikan hal ini kepada Iklil dan untuk mencegah adanya korban, Ali meminta sebanyak 20 santri yang menginap di pesantren untuk segera pulang ke rumah masing-masing, sedangkan Ali dan pengajar lainnya serta istri dan anak-anak Tajul mengungsi ke rumah Nurhalimah yang rumahnya terletak sekitar 200 meter sebelah timur pesantren. Ali tidak bisa berbuat apa-apa, dirinya tidak berani mendatangi apalagi menghalau massa, lantaran takut dibunuh (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (6 dari 9 tulisan berseri)


25 Mei 2011
Di rumah Kades Karang gayam diadakan pertemuan antara Bakesbangpol Sampang, Muspika Kec. Omben dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat desa Karang gayam membahas kondisi Desa Karang gayam pasca terusirnya Tajul Muluk. Dalam pertemuan pemerintah mensosialikan du hal : •Terciptanya situasi kondusif di desa Karang gayam •Masyarakat dapat menahan diri karena Tajul Muluk telah diupayakan untuk tinggal di Malang selama satu tahun




28 Mei 2011
Di Pondok Pesantren Darul Ulum desa Gersempal Omben, diadakan pertemuan ulama se-Madura. Pada intinya pertemuan ini membahas tentang Petisi bulan 13 Sementara itu, di media massa, Bupati Sampang menyatakan bahwa pemerintah telah siap untuk merelokasi seluruh Jamaah Syiah untuk keluar dari Pulau Madura. Pernyataan ini juga didukung oleh pernyataan Gubernur Provinsi Jawa Timur (pernyataan tanggal 14 April 2011). 14 Pemerintah selalu berusaha mengecilkan persoalan ini hanya pada persoalan keluarga saja, yaitu persoalan antara Tajul dan Rais15Berdasarkan kronologis dan dokumentasi yang dikeluarkan Bakesbang Kab. Sampang16 Pemkab sampang memberikan bantuan sebesar Rp 10.000.000,- bantuan diserahkan pada 8 agustus 2011 dan Pemprov Jatim menyerahkanbantuan sejumlah sebesar Rp 60.000.000,- juta rupiah yang diserahkan pada 15 agustus 2011. 17 Berdasarkan kronologis dan dokumentasi yang dikeluarkan Bakesbang Kab. Sampang

Februari 2011
Petisi berisi tentang pengusiran Tajul Muluk dari Pulau madura dan upaya pelarangan atas penyebaran ajaran syiah. Selain dihadiri para Ulama (terutama anggota Bassra), hadir juga pejabat Muspida Sampang, Polda Jatim, Mabes Polri dan Slamet Effendi Yusuf mewakili MUI Pusat. Dalam pertemuan ini para Ulama yang hadir mengeluarkan beberapa rekomendasi : (1)Mendesak MUI se-Madura untuk menyatakan aliran Syiah di Karang Gayam sebagai ajaran islam yang sesat dan menyesatkan. (2)Menuntut agar Tajul Muluk dan pengikutnya direlokasi segera dari Sampang. (3)Menuntut pemerintah agar melarang segala aktivitas keagamaan pengikut ajaran Syi’ah Imamiyah yang ada di desa Karang Gayam18.

30 Mei 2011
Diadakan pertemuan antara Assinten I Pemprop Jatim, Bakesbangpol Prop. Jatim, Dinas Sosial Prop. Jatim, Ketua MUI Jawa Timur, Sekda Kab.Sampang, Bakesbangpol Sampang, Dandim 0828 Sampang, Kasat Intel Polres Sampang, Muspika Omben, Ketua MUI Sampang, Kakankemenag Kab.Sampang. Hasil pertemuan ini adalah sebagai berikut: (1)Pemerintah propinsi siap memfasilitasi anggaran relokasi Tajul Muluk dari desa Karang Gayam Kec. Omben Kab. Sampang ke Dieng Malang. (2)Pemkab Sampang secara teknis untuk melakukan pendekatan kepada Tajul Muluk guna penandatanganan berita acara relokasi ke perumahan Lembah Dieng Kota Malang. (bersambung)

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (5 dari 9 tulisan berseri)



5 April 2011
sekitar pukul 09.00 WIB, diadakan pertemuan antara Kapolda Jawa Timur (Irjen Pol Untung S. Rajab) dengan ulama se-kabupaten Sampang untuk menemukan solusi dalam persoalan syiah di Sampang. Dalam pertemuan tersebut para ulama menyampaikan tuntutannya agar pihak Kepolisian mendukung rencana merelokasi Tajul Muluk keluar dari desa Karang Gayam.

7 April 2011
pukul 13.00, diadakan rapat koordinasi Kominda Kab Sampang yang dipimpin wakil bupati Sampang. Dalam pertemuan tersebut di hadiri oleh rois syuriah PC NU kabupaten Sampang (Syafiuddin Abd.Wahid), ketua MUI kabupaten Sampang (Buchori ma’sum), tokoh agama dari kecamatan Omben (Wadud Bahri, Abd. Wahab dan Lud), Halim Toha dari Kemenag Kabupaten Sampang, ketua DPRD Sampang (Imam Ubaidillah), Dandim 0828 Sampang, Wakapolres Sampang beserta jajarannya, Kejari Sampang, Bakesbangpol Sampang beserta jajarannya, Kabag Hukum Pemkab Sampang, Muspika kecamatan Omben, Kasat C Sosbud Polda Jatim, Kasat D criminal Polda Jatim, Intel Brimob Polda Jatim. Pertemuan ini menghasilkan keputusan : Tajul Muluk akan segera direlokasi keluar dari desa Karang gayam Kecamatan Omben (beberapa peserta rapat meminta agar Tajul Muluk dikeluarkan dari wilayah Pulau Madura).

10 April 2011
Bertempat di rumah dinas camat Omben, diadakan pertemuan yang dihadiri oleh Kapolres Sampang, Dandim 0828 Sampang, Muspika Omben dan Karang Penang, H. Wadud (kakek Tajul Muluk), Rais al Hukama, H. Lutfi, Kades Karang Gayam, tokoh ulama dan masyarakat Karang Gayam dan Desa Blu’uran membahas tentang keberadaan aktifitas dakwah Tajul Muluk. Dalam pertemuan ini beberapa tokoh agama tersebut menyatakan penolakan atas keberadaan komunitas syiah yang dipimpin Tajul Muluk dan mendesak pemerintah agar melarang aktifitas dakwah Tajul Muluk.12

11 April 2011
Pukul 09.00 para ulama mengadakan pertemuan di Pondok Pesantren Darul Ulum di desa Gersempal Kecamatan Omben. Pesantren ini dipimpin oleh KH. Syafiudin Abd.Wahid. Dalam pertemuan itu, dihadiri oleh para pejabat kabupaten Sampang dan Kapolres Sampang. Hasil pertemuan adalah: •Polres menyatakan dukungannya atas rekomendasi ulama Sampang untuk merelokasi Tajul Muluk keluar dari pulau Madura dengan alasan untuk menjaga kondusifnya situasi keamanan di Madura. •Masyarakat tidak diperkenankan melakukan tindakan anarkis dan dianjurkan melakukan pendekatan persuasive kepada pengikut ajaran Tajul Muluk.
Kepada semua pihak diharapkan untuk bekerja sesuai dengan kewenangannya demi menjaga kondisi yang stabil13.




30 april 2011
Di kantor Dinas Sosial Kabupaten Malang dilaksanakan pertemuan antara Asisten I Pemprop Jatim, pengurus IJABI Jawa Timur dan Tajul Muluk. Dalam pertemuan ini Asisten I Pempro Jatim menyatakan akan mengganti biaya sewa rumah senilai Rp 10.000.000 dan biaya hidup selama satu tahun yang nilainya masih belum ditentukan. (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (4 dari 9 tulisan berseri)

 

2010
Terjadi perselisihan keluarga antara Tajul Muluk dengan adiknya, Rais. Perselisihan ini disebabkan karena Tajul telah menikahkan Halima (16) dengan tetangganya tanpa sepengetahuan Rais, sedangkan Halima adalah santriwati yang berguru kepada Rais. Rais marah dan merasa tidak dihormati, karena sebagai guru Halima, seharusnya dialah yang menikahkan Halima, bukannya Tajul. Belakangan diketahui bahwa kemarahan Rais bukan saja karena merasa tidak dihormati, tetapi Rais menaruh hati kepada halima dan berencana akan menikahinya. Setelah kejadian ini, Rais sangat dendam dan memusuhi Tajul serta saudara-saudaranya yang lain yang mendukung Tajul termasuk sang ibu. Sejak peritiwa Halima, Rais menyatakan keluar dari syiah, dan selanjutnya menjadi orang yang sangat antusias menyebarkan syiar kebencian, seruan permusuhan, issue tentang kesesatan dan bahaya dari ajaran syiah. Rais pula yang dengan gencar menyerukan agar Tajul Muluk beserta murid-muridnya diusir dari Desa Karanggayam. Dan akhirnya karena peranan Rais lah serangan dan penyesatan atas komunitas syiah di Karanggayam mengalami eskalasi yang terus meningkat dan mengarah pada tindak kekerasan.

21 februari 2011,
Tajul Muluk beserta jama’ahnya mengadakan peringatan Maulid Nabi di pesantrennya. Seperti kejadian pada tahun 2007, ribuan massa menutup dan merusak jalan masuk menuju Desa Karang Gayam. Kali ini salah satu pelopor penggerak massa penyerang adalah Raisul Hukama. Jumlah massa mencapai ribuan, menurut keterangan Rais di salah satu media, massa berasal dari 5 desa di sekitar Karang Gayam, yaitu Desa Soko Banah, Desa Ketapang, Desa Karang Penang, Desa Blu Uran, desa Tlambah. Dalam peristiwa ini Bassra (Badan silaturahmi ulama Madura) menyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengerahan massa. Bassra mengeluarkan tuntutan agar Tajul Muluk menghentikan aktifitas mengajarkan syiah dan berpindah ke ajaran sunni dan apabila tajul muluk tidak bersedia maka Tajul Muluk harus keluar dari Madura. Sejumlah aparat keamanan dikerahkan menjaga kediaman Tajul Muluk. Sementara itu, untuk melegitimasi tuntutannya, ulama-ulama di Kecamatan Omben memobilisasi pengumpulan tanda tangan masyarakat untuk menyatakan petisi penolakan terhadap komunitas syi’ah di Omben. Adapun isi dari Petisi adalah: 1.Tajul Muluk keluar dari desa Karang Gayam dan meninggalkan wilayah Kabupaten Sampang. 2.Tajul Muluk dilarang menyebarkan ajarannya. 3.Apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi, maka Tajul Muluk akan diusir secara paksa oleh masyarakat Desa Karang Gayam



2 april 2011,
Ratusan massa kembali bergerak menuju rumah dan pesantren Tajul, mereka menuntut Tajul harus keluar dari desa Karang gayam, atau rumah dan pesantrennya akan dibakar. Merespon tuntutan massa dan dengan alasan keamanan, Polres Sampang memutuskan membawa dan mengamankan Tajul Muluk ke kantor Polres Sampang. Pada awalnya Tajul menolak, tetapi karena Polres tidak bisa memberikan jaminan keamanan terhadap keluarga dan murid-muridnya, maka dengan terpaksa Tajul bersedia diamankan di Kantor Polres Sampang.

4 april 2011,
Pemkab Sampang melakukan rapat koordinasi dengan Komunitas Intelijen Daerah Kabupaten Sampang. Rapat ini dipimpin oleh Bupati Sampang dan diikuti Forum Pimpinan Daerah Kab. Sampang, Muspika Kec. Omben, Muspika Kec. Karang Penang, tokoh agama dan masyarakat (kyai/ulama) dan masyarakat di sekitar desa Karang Gayam dan desa Blu’uran. Di dalam pertemuan tersebut pemerintah mengambil kesimpulan bahwa masyarakat Karang Gayam Kecamatan Omben dan desa Blu’uran kecamatan Karang Penang menolak ajaran Tajul Muluk dan memutuskan beberapa hal sebagai berikut : 1)Akan merelokasi Tajul Muluk beserta keluarga untuk sementara waktu keluar dari desa Karang Gayam kecamatan Omben demi kondusifitasnya situasi di desa Karang Gayam Kecamatan Omben 2)Akan dilakukan upaya-upaya pendekatan terhadap Rois al Hukama dan pengikutnya serta masyarakat Karang Gayam Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran Kecamatan Karang penang untuk dapatnya menahan diri agar tidak terseret konflik horizontal yang bernuansa SARA. (bersambung)



AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (3 dari 9 tulisan berseri)

09 April 2007,
Tajul Muluk bersama keluarga dan santri-santrinya akan mengadakan peringatan maulid nabi yang dilaksanakan di rumahnya yang satu kompleks pesantrennya. Dalam kegiatan maulidan ini turut diundang sejumlah ustadz dan ikhwan syiah4dari luar Sampang. Belum lagi maulidan dimulai, ribuan massa dari beberapa desa yang bersenjata aneka ragam seajata tajam, kayu dan pentungan mengepung jalan masuk 1 Wawancara dengan Tajul Muluk 2 Lampiran Risalah pertemuan FMU (Forum Ulama Indonesia), 26 Februari 2006 3 Wawancara dengan Iklil al Milal dan Tajul Muluk 4 Ikhwan syiah adalah sebutan yang dipakai oleh jamaah syiah dalam menyebut para teman-teman mereka sesama jamaah syiah
5menuju desa Karang Gayam dan melakukan penghadangan terhadap semua tamu undangan yang datang. Massa dengan teliti mengawasi dan memeriksa setiap kendaraan yang lewat, semua pengendara mobil yang melintas diwajibkan melambatkan laju kendaraannya. Untuk menghindari jatuhnya korban, sejumlah aparat dari Polres Sampang dan anggota TNI dikerahkan menjaga keamanan di sekitar rumah Tajul Muluk. Acara mauludan tetap dilaksanakan dibawah pengawasan dan penjagaan aparat keamanan5.

Juni 2007,
Tajul Muluk dan kedua saudaranya yaitu Iklil al Milal dan Roisul Hukama diangkat sebagai Pengurus Daerah IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) Sampang. Tajul Muluk terpilih sebagai ketua.

17 September 2009,
Ratusan massa anti syiah bergerak mengepung nangkernang, dilain fihak, warga jamaah syiah bersiap akan melawan. Kekerasan bisa dihindari, setelah aparat keamanan membubarkan massa. Kejadian ini dipicu oleh penolakan Tajul Muluk untuk menghadiri suatu pertemuan yang diinisiasi beberapa ulama. Pertemuan tersebut diadakan dalam rangka membahas keberatan para ulama atas keberadaan komunitas syi’ah di Nangkernang6. 




26 Oktober 2009,
Pada suasana bulan Ramadhan, PC NU Sampang mengadakan pertemuan bersama ulama dan Muspika Kecamatan Omben untuk membahas keberadaan akifitas dakwah Tajul Muluk dan jamaah syiah di wilayah Kecamatan Omben. Pada intinya pertemuan ini adalah forum para ulama untuk menghakimi ajaran syiah yang disebarkan oleh Tajul Muluk sebagai ajaran sesat. Dalam pertemuan ini Tajul Muluk diberikan sejumlah 32 pertanyaan tentang ajaran-ajaran syiah yang dianggap sesat. Dalam keadaan terpojok, akhirnya Tajul Muluk menandatangani surat pernyataan yang berisi bahwa dirinya bersedia untuk menghentikan aktivitas mengajarkan ajaran Syiah di Sampang. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, PAKEM Kab. Sampang, MUI Kab. Sampang, Depag Kab. Sampang, PC NU Sampang, Ulama dan tokoh masyarakat mengeluarkan surat bersama yang isinya : 1.Bahwa Tajul Muluk tidak diperbolehkan lagi mengadakan ritual dan dakwah yang berkaitan dengan aliran syiah karena sudah meresahkan warga. 2.Bahwa Tajul Muluk bersedia untuk tidak melakukan ritual, dakwah dan penyebaran aliran tersebut di Kabupaten sampang. 3.Bahwa apabila tetap melakukan ritual dan / atau dakwah maka Tajul Muluk siap untuk diproses secara hukum yang berlaku. 4.Bahwa Pakem, MUI, NU dan LSM di Kabupaten Sampang akan selalu memonitor dan mengawasi aliran tersebut. 5.Bahwa Pakem, MUI, NU dan LSM siap untuk meredam gejolak masyarakat baik yang bersifat dialogis atau anarkis selama yang bersangkutan (Tajul Muluk) menaati kesepakatan di poin (1) dan (2). Surat Pernyataan ini ditandangani oleh MUI Kab. Sampang, Ketua DPRD Kab. Sampang, Ketua PCNU Kab. Sampang, Depag Kab. Sampang, KA Bakesbangpol Kab. Sampang serta tokoh Ulama’ / Da’i kamtibmas7. (bersambung)

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (2 dari 9 tulisan berseri)



2005
Karrar memimpin inisiatif pengajian akbar di Desa Karang Gayam yang dihadiri oleh ribuan masyarakat dan para kyai dari kecamatan omben. Tampaknya forum pengajian ini memang digunakan sebagai ‘deklarasi’ menentang komunitas syiah yang dipimpin oleh Tajul Muluk. Sejak itu, dilakangan masyarakat umum di wilayah kecamatan omben tersiar kabar bahwa di desa karang gayam telah berkembang sebuah aliran sesat, yaitu syiah yang dipimpin oleh kyai muda bernama Tajul Muluk. Upaya untuk menyebarkan kebencian (hate speech), penyesatan, dan forum penghakiman terjadi secara terus menerus sejak tahun 2006

24 Februari 2006,
Atas inisiatif Abuya Ali Karrar Shinhaji, sejumlah ulama dari beberapa tempat di Madura berkumpul di rumah almarhum H. Sya'bi dan mengundang Ustad Tajul Muluk dengan agenda ‘klarifikasi tuduhan sesat atas ajaran Syiah yang dibawa Tajul Muluk’. Pertemuan ini juga dihadiri H. Fadlilah Budiono, Bupati Sampang, dan juga Imron Rosyidi Kakandepag Sampang. Karena Tajul tidak hadir, maka pertemuan ini dilanjutkan pada 26 Februari 20061;




26 Februari 2006
Sebagai kelanjutan dari pertemuan tgl 24 Ferbuari, sejumlah kiai yang kali ini diketuai Abd. Wahhab Adnan bersama dengan ketua MUI Sampang pada masa itu Mubassyir dan Kapolsek Omben mengundang Tajul Muluk di Masjid Landeko' Karanggayam di tempat kediaman kakek Tajul (Kyai Nawawi). Resminya pertemuan ini bernama Forum Musyawarah Ulama (FMU) Sampang-Pamekasan. Pertemuan ini dihadiri oleh semua yang hadir pada pertemuan 26 Februari 2006, mereka berkumpul kembali untuk mendengarkan jawaban Tajul Muluk. Tajul Muluk hadir dalam pertemuan ini menyatakan bahwa syiah yang diajarkan tidak sesat, merupakan salah satu mahzab yang diakui dalam dunia islam, dan dirinya tidak bersedia keluar dari syiah. Karena tidak bisa merubah keyakinan Tajul, akhirnya FMU mengeluarkan keputusan yang isinya sebagai berikut
Mengajak pimpinan syi’ah ja’fariyyah (Tajul Muluk Makmun) untuk segera kembali ke jalan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dan sesepuh terdahulu untuk menghindari terjadinya bentrokan faham dan fisik di kalangan masyarakat awam yang sangat dikhawatirkan terjadi. Dan karena Tajul Muluk telah menolak tawaran FMU tersebut, maka FMU tidak bertanggungjawab atas segala apa yang terjadi dan memasrahkan persoalan kepada aparat yang berwajib. FMU menghimbau kepada Majlis Ulama Indonesia (MUI) empat kabupaten di Madura agar segera menyatakan fatwa tentang bahaya aliran-aliran sesat termasuk aliran syi’ah yang meragukan keabsahan kitab suci al-qur’an, keadilan sahabat Nabi dan berghulu (berlebih-lebihan) dalam ahlu al-bait (keluarga Nabi)

Dalam daftar hadir pertemuan tertera empat puluh orang yang hadir. Diantaranya terdiri dari pimpinan pesantren, tokoh masyarakat, MUI Sampang, Kapolsek Omben dan tiga anggotanya.2 Sementara itu, pada hari yang sama di dusun Nangkernang ratusan ibuan massa mengepung dusun Nangkernang. Tidak ada kekerasan fisik yang terjadi, namun ribuan massa tersebut melakukan aksi intimidasi terhadap warga dan mengepung rumah Tajuk Muluk dan pesantren Misbahul Huda3. (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (1 dari 9 tulisan berseri)



AWAL MULA SYIAH MASUK MADURA

Awal 1980-an

Kiai Makmun, seorang ulama yang awalnya Sunni di Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, mendapat kabar dari sahabatnya di Iran mengenai revolusi Iran. Keberhasilan kaum ulama Iran yang dipimpin Ayatollah Ali Khomeini menumbangkan Syah Iran Reza Pahlevi (sebuah rezim yang dianggap monarki) menjadi sumber inspirasi bagi Kiai Makmun.
Karena mayoritas ulama dan kaum muslim di wilayah Madura adalah pengikut Islam Sunni yang fanatik, Makmun mempelajari Syiah secara diam-diam dengan membaca buku-buku yang dikirim sahabatnya dari Iran.

1983
Ketertarikannya ini membuat Makmun mengirim tiga anak laki-lakinya, yaitu Iklil al Milal yang saat ini berusia 42 tahun; Tajul Muluk (40); Roisul Hukama (36); dan putrinya, Ummi Hani (32) ke Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung pada mazhab Syiah.
1991
Selepas lulus SMP YAPI, Tajul Muluk kembali ke Sampang.
1993
Tajul berangkat ke Arab Saudi untuk belajar di Pondok Pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki. Karena terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Meski demikian, Tajul Muluk yang bernama asli Ali Murtadha ini tetap bertahan di Arab dengan bekerja.
1999
Tajul Muluk pulang dari Arab dan kembali menetap di Karang Gayam, Sampang. Keluarga Makmun dan masyarakat setempat menyambutnya dengan gembira.
2004
Sejumlah warga desa yang juga murid Kiai Makmun mewakafkan sebidang tanah untuk mengembangkan pesantren beraliran Syiah. Pesantren kecil ini diberi nama Misbahul Huda. Ustad atau guru yang mengajar di pesantren ini adalah Tajul Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI.
Berbeda dengan sang ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran Syiah secara terbuka dan terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan, cekatan, dan tidak bersedia menerima imbalan setiap ceramah membuat Tajul menjadi kiai muda yang dihormati di Karang Gayam.
Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam dan di Blu’uren (desa tetangga) telah menjadi pengikut Syiah dan murid Tajul yang setia.
Awal 2004
Perkembangan dakwah Tajul menyebarkan Syiah akhirnya mendapat respons dari para ulama setempat. Di antaranya Ali Karrar Shinhaji (masih kerabat dekat dari ayah Tajul, Kiai Makmun), pemimpin Pondok Pesantren Darut Tauhid, di Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan. Dalam sebuah pertemuan dengan Tajul dan saudara-saudaranya, Karrar sangat berkeberatan dan tidak menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk yang mengajarkan Syiah. Baginya, Syiah adalah mazhab dalam Islam yang salah dan sesat.
Tak hanya Karrar, para ulama lain di Sampang juga bersikap sama: keberatan dengan aktivitas Tajul. Saat itu, mereka tidak terbuka menentang dakwah Tajul Muluk karena masih menaruh rasa hormat terhadap ayah Tajul, Kiai Makmun.
Juni 2004 



Kiai Makmun meninggal setelah sakit. Setelah ia meninggal, para ulama setempat menentang keras penyebaran Syiah yang dilakukan anak-anak Kiai Makmun. Intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas minoritas Syiah Sampang yang dianggap sesat mulai kerap terjadi sejak saat itu.
sumber : tempodotco (bersambung)


Rabu, 16 September 2020

Sumbernya dari buku syiah, tapi mereka mengaku difitnah

 Akhir bulan agustus kemarin, sebuah tv nasional swasta menayangkan tentang Syiah. Dari kedua kubu, diberi waktu yang hamper sama dalam durasi. Syiah setelah acara tersebut, di kalangan internal mereka sendiri terjadi prokontra. Bagaimana tidak, pihak wakil kontra syiah, menjadi pihak yang dianggap menyebarkan fitnah tentang syiah. 

Berikut salah satu status tv yang hendak menayangkan acara tentang syiah tersebut. 

Keberadaan Syiah di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Seiring dengan perkembangan tersebut, gelombang penolakkan terhadap kegiatan Syiah juga terus terjadi. Salah satu kegiatan pengikut Syiah yang menjadi perhatian publik adalah peringatan Asyura awal bulan Muharram. Stigma menyimpang, hingga sesat pun disematkan pada pengikut Syiah. Lalu bagaimanakah fakta Syiah saat ini di Indonesia? Saksikan Fakta malam ini jam 21.00 WIB hanya di tvOne & streaming dst

Beberapa hari setelahnya, tokoh-tokoh syiah sibuk menyerang balik tuduhan kepada syiah. Mereka menuduh apa yang disampaikan narasumber adalah fitnah. Padahal apa yang disampaikan narasumber, memang sumbernya dari syiah. Dari nikah mutah dan lain-lain, adalah hal yang tidak bisa ditutupi oleh syiah sendiri. Bahkan MUI sudah mengeluarkan edaran tentang kewaspadaan tentang ajaran yang menghalalkan nikah mutah. Bahkan MUI jawa timur sudah mengeluarkan fatwa haramnya ajaran syiah di Bumi Indonesia. 








Kebatilan akan keder menghadapi kebenaran. Mereka berusaha sibuk mencuci kotoran agar terlihat bersih, tapi susah menghilangkan hakikat yang ada pada mereka. Karena hakekat ajaran syiah adalah ajaran yang menyimpang dan penuh dengan dendam terhadap umat Islam. Mereka lebih benci kepada umat islam sunni daripada musuh-musuh islam yang sebenarnya.