Minggu, 29 Desember 2019

Acara Pelantikan Ormas Syiah Periode 2019-2024


Jakarta, Jumat 27/12/2019 – Dewan Pengurus  Pusat ormas syiah Abi melantik tim formatur periode 2019 – 2024 di gedung Islamic Cultural Center, Jakarta. Kegiatan ini menindaklanjuti dari hasil muktamar 2019 pada akhir November lalu. Gedung ICC merupakan salah satu pusat pengendali kegiatan dakwah syiah di Indonesia. Gedung yang berkamuflase sebagai pusat kebudayaan tersebut sejatinya adalah pusat dakwah syiah. Hampir semua ritual syiah diadakan di situ. Intesitasnya bisa per pekan atau bulanan.

Zahir Yahya selaku Ketua Umum DPP ABI melantik langsung jajaran pengurus mulai dari Wakil Ketua Umum yang diamanatkan kepada Ahmad Hidayat,  Sekretaris Jenderal oleh Sayyid Ali Ridho, Wakil Sekretaris Jenderal Arif Ambari dan segenap jajaran pengurus lainnya. Hampie semua pengurus tersebut adalah tokoh-tokoh syiah yang sudah tidak diragukan kapasitasnya dalam dakwah syiah. 





Acara dihadiri oleh lebih dari 50 orang pengikut syiah dari berbagai unsur pengurus dan majelis taklim. Umar Shahab selaku Ketua Dewan Syura ormas memberikan sambutannya, juga Hassan Alaydrus selaku Ketua Umum DPP ABI sebelumnya yang menjabat dua periode. Acara diakhiri dengan potong tumpeng sebagai simbol dimulainya kepengurusan baru dan sesi foto bersama. Ini menjadi PR bagi pengurus baru dalam menjalankan program dakwah syiah di Nusantara. 

Senin, 09 Desember 2019

Maulid Syiah Di Pusat Syiah Jakarta


Jakarta, Peringatan Maulid Nabi biasa dirayakan oleh sebagian besar kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Secara umum peringatan ini dilaksanakan sepanjang bulan Rabiul Awal, namun di Indonesia peringatan Maulid terkadang juga bukan hanya di bulan Rabiul Awal. Menurut Ahlusunah, kelahiran Nabi Muhammad jatuh pada 12 Rabiul Awal, sedang Syiah mempercayai jatuh pada 17 Rabiul Awal, kesemuanya merunut pada sejarah. Maka, karena perbedaan ini, di Iran yang mayoritasnya adalah Syiah menjadi momen perbedaan ini sebagai pekan persatuan antara Sunni dan Syiah.







Maulid Nabi adalah bentuk kecintaan umat Muslim kepada Nabinya, tradisi memperingati hari lahir  manusia agung ini sudah begitu mengakar di masyarakat Indonesia, bahkan sudah ada bertahan selama ratusan tahun. Islamic Culutal Center yang ada di Jakarta setiap tahunnya selalu mengadakan peringatan Maulid ini dengan semarak.



Acara dihadiri oleh lebih dari seribu kaum muslimin muslimat, Sunni dan Syiah. Menjadi pembicara dalam acara ini adalah Dr. Andy Hadiyanto, ketua Asosiasi Dosen Agama Islam Universitas seluruh Indonesia dan Dr. Muhsin Labib Assegaf (Ketua Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia), salah satu tokoh syiah.



Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam acara ini meliputi pembacaan Alquran, ceramah keagamaan, bazar, simtu dhurar, pembacaan al-Barjanzi, pemotongan kue, kembang api dan lain-lain. Ini menjadi dilematis bagi syiah, sama ingin merayakan mauled tapi hari yang diyakininya beda. Sementara yang merayakan mauled adalah muslim yang lebih ramah terhadap syiah. Sumber persoalan itu adalah bahwa mauled yang diyakini sunni, tidak dipercayai oleh sumber syiah. Bagi syiah, dalam soal sejarah pun mereka punya jalur sendiri yang sangat beda dengan syiah.
Hasil dakwah syiah: Pesantren Sunni dan Syiah mengelar acara bersama di Jepara

3 November 2019, Jalin Damai dan Gusdurian Jepara kembali mempertemukan dua pesantren beda mazhab. Yaitu memperjumpakan pesantren Sunni (Ahlussunnah wal jamaah) yang diwakili Pondok Pesantren Hasyim Asyari Bangsri dan pesantren Syiah Ahlulbait Darut Taqrib Jepara, Kamis (31/10/2019).






Ikfina Maufuriyah selaku ketua panitia memberikan sambutan di Pesantren Darut Taqrib Krapyak Jepara. Ini merupakan salah satu pesantren syiah di Jepara.
Sementara itu wakil dari Pesantren Hasyim Asyari KH. Nuruddin Amin ‘Gus Nung’ dalam sambutannya menyatakan rasa gembira karena menurutnya Jika kita ingin toletansi secara hakiki kita harus bergaul dalam kehidupan sehari-hari secara langsung.
“Saya sangat mendukung dan memberikan apresiasi terkait kegiatan ini, semoga hubungan yang terjalin adalah hubungan yang lebih substansif bukan sekedar basa basi,” katanya.


Gus Nung yang juga wakil pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Jepara itu mengatakan bahwa pesan damai lintas iman itu sudah biasa disampaikan dalam banyak kesempatan kepada para santri baik dalam pengajian maupun praktek pergaulan di dalam pesantren.


“Bahkan pesantren kami pernah dijadikan tempat life in untuk menginap lintas iman. Seperti remaja dari gereja Katolik Kudus, gereja Mortoyudan Magelang. Dengan tahu kehidupan santri di pondok pesantren akan terjadi interaksi kehidupan bersmaa meski hanya satu atau dua malam,” pungkasnya.
Wakil Pesantren Darut Taqrib, Alam Firdaus mengatakan bahwa melukis Indonesia yang cantik ini tidak bisa mengabaikan warna-warna yang ada karena pasti akan monoton dan tidak indah lagi.


“Tapi kita harus menggabungkan warna- warna yangg ada, baik ras, suku, budaya, keagaman, pemikirna dan lain sebagainya,” katanya.
Menurut pengajar alumni Qum Iran ini, “Karena para santri akan menjadi agen-agen toleransi yang menciptakan Indonesia yang indah ini” pungkasnya.
Acara sore itu agendanya adalah bedah buku karya dosen UNISNU Fathur Rohman yang berjudul Syiah dan Nasionalisme Indonesia. Sebuah buku hasil penelitian di pesantren Darut Taqrib, upaya menolak kalangan tertentu yang menuduh Syiah tidak nasionalis.


Acara yang dihadiri tak kurang dari seratus orang itu, dilanjutkan dengan salat berjamaah yang diimami ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jepara KH. Mashudi. Makmumnya ada yang bersedekap (Sunni) ada juga yang lurus tangannya dan memakai turbah (Syiah). Dilanjutkan dengan maulid bersama gabungan santri Hasyim Asyari dan santri Darut Taqrib
Sebagai wujud persatuan dan kebersamaan, diakhiri dengan makan kepungan ala santri dan ditutup dengan futsal antara para santri dan para guru dari kedua pesantren
Pesantren bermazhab Syiah yang berdiri sejak tahun 1999 itu menjadi objek penelitian dosen kelahiran Kudus beberapa tahun lalu.


Bedah buku dengan tema besar ‘Pesan Damai dari Pesantren’ itu terselenggara atas kerja sama Jalin Damai Jepara, Gusdurian Jepara dan pesantren Sunni (Ahlussunnah wal jamaah) yakni Pondok Pesantren Hasyim Asyari Bangsri dan pesantren Syiah Ahlulbait Darut Taqrib Jepara.


Dalam pemaparannya, Fathur Rohman mengatakan bahwa setelah bertemu langsung dengan pengurus pesantren dan pengikut mazhab Ahlulbait, dirinya menemukan kontradiksi antara kenyataan di lapangan dengan apa yang dibicarakan di media sosial.


“Saya sering menemukan tuduhan miring terkait Syiah di media sosial namun setelah mengecek di lapangan justru saya temukan sebaliknya. Tuduhan mereka yang tidak benar,” katanya.


Kedua, lanjutnya, jika kita hadap-hadapkan antara Syiah dan HTI yang sama-sama punya rujukan di luar Indonesia, keberagaman mereka sehari-hari justru berbeda. Budaya dan tampilan mereka juga berbeda.
“Semakin ke dalam menelusuri Syiah saya temukan justru kesamaan dengan umumnya Muslimin di nusantara. Orang Syiah juga tahlilan, yasinan, maulidan dan lain sebagainya. Mereka seperti masyarakat Jepara khususnya dan Muslimin Indonesia umumnya,” lanjutnya.


Semakin sering bertemu, lanjutnya, mereka tidak pernah mengajak kami menjadi Syiah, kami tetap sebagai NU.


Pembicara lain, Ning Kamilia Hamidah, dari Pati mengatakan bahwa buku yang ditulis merupakan buku yang mendialogkan dan bukan jenis buku yang biasanya menjustifikasi mazhab Syiah.


“Banyak buku yang lebih membandingkan satu mazhab dengan yang lain dan akhirnya menggiring ke arah penyesatan, justifikasi. Namun buku ini berbeda, inilah kelebihannya” kata duta perdamaian itu.


 “Mungkin amaliahnya berbeda jika diamati secara lebih dekat, namun dalam pergaulan tidak menimbulkan perbedaan yang mencolok. Justru tercipta keserasian,” katanya.


Pengajar di Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Kajen Pati itu menegaskan bahwa perbedaan jika dipahami dengan baik akan bisa didialogkan tapi berbahaya jika salah memahami arti perbedaan.


Pembicara yang lain, Pendeta Danang Kristiawan dari GITJ Jepara, bahwa dirinya sebagai orang Kristen memandang kawan-kawan Muslim itu hanya dua, yaitu yang mau bergaul dengan Kristen dan yang tidak mau. Dan setelah ia telusuri, bahwa Kristen Menonit yang dia yakini, memiliki kedekatan dengan Syiah terutama yang di Iran.


“Sering terjadi pertukaran pelajar antara pelajar Qum dan Kristen Toronto di kanada. Syiah dan Kristen menonit memiliki kedekatan sejarah,” katanya.
Pendeta asli Jepara itu pernah menitipkan mahasiswanya di pesantren Darut Taqrib intuk live In, agar tahu kehidupan pesantren.


“Saya masih ingat pesan ustaz Miqdad ke mahasiswa yang saya titipkan, bahwa beliau berharap setelah pulang dari pesantren agar menjadi orang Kristen yang baik karena sudah diperkaya dengan ilmu, kawan dan pengalaman baru,” lanjutnya.


Menurutnya, perjumpaan yang baik bukan sekedar saya dan engkau tapi menjadi kita yaitu menjalin persahabatan.
Sedangkan pembicara terakhir, Miqdad Turkan, yang juga pengasuh pesantren mengatakan bahwa penulis buku yang sore itu dibedah adalah orang yang berani.


“Karena berani mengungkap suatu hal penting yang dituduhkan miring banyak kalangan kepada Syiah. Dan memang yang kami tampilan dan sampaikan seperti itu apa adanya. Jangan-jangan penulisnya syiah?” disambut tawa hadirin.


Ulama asal Krasak Bangsri itu menandaskan bahwa dirinya sangat terkesan, ketika acara sore itu diberi judul Pesan Damai dari Pesantren, membedah buku yang berjudul Syiah dan Nasionalisme Indoneisa dan bertempat pula di pesantren Syiah Darut Taqrib. Ini momen yang sangat langka dan jarang, katanya, bahkan tidak terjadi di tempat lain selain di kota ukir Jepara.
“Kami tidak punya keinginan menjadikan orang lain sebagai Syiah, tapi kami ingin agar orang memahamai syiah dengan benar, dari sumber aslinya,” harapnya.


Lulusan Qum Iran itu merasa heran, karena orang-orang pintar yang dekat dengan Syiah dituduh sebagai Syiah, tapi tidak dengan orang Syiah yang dekat dengan NU kemudian dituduh sebagai Nahdiyin.


“Saya ambil kesimpulan jika ingin pintar belalah Syiah karena banyak tokoh-tokoh nasional dan pintar-pintar juga dituduh Syiah meski pun mereka bukan seorang Syiah. Seperti Nazaruddin Umar, Said Aqil, Buya Syafii, Lukman Hakim Saifuddin, Quraish Shihab dan lainnya,” pungkasnya disambut tawa hadirin.


Keakraban antara Sunni dan Syiah sore itu semakin terasa kala salat berjamaah Maghrib yang diikuti baik Sunni dan Syiah sedangkan yang memgimami Kiai Mashudi, ketua MUI Jepara.
Selepas salat diadakan majlis maulidurasul kolaborasi santri Sunni dan Syiah dilanjut makan kepungan bersama satu nampan ala pesantren. diolah dari beberapa sumber 


sumber :
https://5news.co.id/…/membuka-sekat-curiga-dua-pesantren-d…/
http://www.darut-taqrib.org/…/pesan-damai-dari-pesantren-d…/

Ormas Syiah mengadakan Muktamar Ke-3 Pada November 2019



Jakarta – Ahlulbait Indonesia (ABI) adalah sebuah organisasi masyarakat (ormas) syiah yang menjadi wadah bagi masyarakat Syiah di Indonesia. Pada Jumat, 29 November sampai dengan 1 Desember 2019 ABI telah melaksanakan muktamarnya yang ke-3.

Sebelum dimulainya muktamar nasional, acara diawali dengan seminar yang diisi oleh narasumber tokoh besar nasional, yaitu Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Yudilatif, PhD dan Dr. Muhsin Labib, MA dengan membahas tema “Peran Ormas Islam dalam Membangun Strategi Kebudayaan Nasional”. Kegiatan dibuka dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, Indonesia raya, dan dibuka  langsung oleh perwakilan Kementrian Agama Republik Indonesia, Dr. Juraidi, MA sebagai Direktur Penerangan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Sejatinya syiah mengundang menteri Agama, dan bahkan broadcast yang disebarkan sudah dimuat. Tapi menteri agama tidak hadir. Entah disengaja atau tidak. Jika menteri agama hadir, ini tentu menjadi senjata syiah dakwah ke umat Islam. Ini loh, menteri agama saja hadir dalam acara syiah, masak kami dianggap sesat.

Perwakilan dari kemenag,  Dr. Juraidi setelah memberikan sambutan beliau kemudian memukul gong sebagai tanda dimulainya acara yang berskala Nasional ini.

Muktamar ke-3 ini dihadiri kurang lebih 134 orang dari berbagai perwakilan, baik DPW, DPD seluruh Indonesia dan Badan Otonom ABI seperti MAI dan Pandu ABI. Ini menjadi tanda bahwa syiah dengan agenda dakwahnya relative berhasil. Meski dalam prakteknya mereka masih minoritas, tapi ini bias menjadi alat dakwah bahwa mereka ada dan eksis loh. Buktinya ada ormas syiah di kota tersebut. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari di Hotel Horison Arcadia bilangan Jakarta Pusat ini menghasilkan pimpinan baru yang dipilih secara langsung oleh para muktamirin. Ustaz Dr. Zahir Yahya terpilih sebagai Ketua Umum DPP ABI periode 2019-2024, sebelumnya jabatan ketua umum oleh Ustaz Hassan Alaydrus yang menjabat selama 2 periode.






Abdullah Beik sebagai ketua panitia acara mengatakan, “dengan adanya kegiatan ini kami berharap semakin mempererat tali silaturahmi antar sesama anggota ABI serta bisa menambah wawasan dalam mencermati perbedaan sehingga menimbulkan kehidupan yang dinamis”. Seperti kita ketahui bahwa ormas syiah ini menjadi ormas kedua terbesar setelah sebelumnya IJABI yang juga menjadi ormas syiah nasional. Ijabi dan abi adalah dua sayap syiah dalam menjalankan misi dakwahnya, menyebarkan ajaran syiah di muslim Indonesia meski belakangan ini dakwah syiah mulai redup karena adanya penolakan dari tokoh masyarakat terhadap ajaran syiah yang penuh dengan caci maki, laknat dan kesesatan2 aqidah lainnya.