Rabu, 18 November 2020

PERTAUBATAN SYIAH MADURA MENURUT BBC


Ratusan pengungsi Syiah Sampang pengikut Tajul Muluk minta dibaiat jadi Muslim Suni: MUI sambut baik, Setara sebut 'negara alpa'

Ratusan warga Syiah asal Sampang, Madura, yang kini mengungsi di Rusunawa Puspo Agro, Sidoarjo, Jawa Timur, menyatakan berkomitmen akan meninggalkan keyakinan mereka dan kembali ke ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) atau Sunni.

"Kami ingin kembali ke jalan yang kami anggap ini jalan terbaik untuk saya, saudara-saudara saya dan keyakinan kami. Masalah kami bisa pulang [ke Sampang] atau tidak, itu bukan prioritas kami," kata pimpinan warga Syiah, Tajul Muluk alias Ali Murtadho, kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, Selasa (22/09).



Rencananya, warga Syiah tersebut akan dibaiat (berikrar untuk menjadi Muslim Sunni) di Kabupaten Sampang, namun waktunya belum ditentukan karena menunggu kesepakatan dari bupati dan pihak terkait di Sampang.

Sebelumnya, sebagian besar ulama Madura meminta para pengikut Syiah itu untuk meninggalkan ajaran mereka jika ingin kembali tinggal di Madura.

Setelah delapan tahun berlalu sejak konflik berdarah menewaskan satu warga Syiah Sampang pada 2012, Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menilai keputusan yang diambil Tajul Muluk dan pengikutnya menunjukkan "kealpaan dan kelemahan pemerintah dalam mencari solusi konflik kebebasan beragama".

Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sampang, Bukhori Maksum, menyambut baik keputusan Tajul Muluk dan para pengikutnya.

Ia menolak pernyataan jika negara disebut abai dan lemah dalam mencari solusi atas warga Syiah tersebut.

Bukhori menambahkan, ia belum bisa berkomentar mengenai masa depan mereka sampai ada kesepakatan bersama antara pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan ulama di Sampang.
'Ini keputusan terbaik untuk saya dan saudara saya'
Sejumlah perempuan pengungsi Syiah asal Sampang Madura menyiapkan makanan berbuka puasa di rumah susun penampungan di Sidoarjo, Jawa Timur.

Sejumlah perempuan pengungsi Syiah asal Sampang Madura menyiapkan makanan berbuka puasa di rumah susun penampungan di Sidoarjo, Jawa Timur.

Sekitar delapan tahun berjuang dalam pengungsian, Tajul Muluk alias Ali Murtadho dan mayoritas pengikutnya memutuskan untuk meninggalkan keyakinan mereka dan kembali ke ajaran Aswaja yang dipeluk mayoritas masyarakat Islam Indonesia.

Saat ditanya alasannya, Tajul Muluk menjawab, "Ini tanggung jawab saya sebagai orang yang dipercaya saudara-saudara yang lain yang ikut saya. Ketika saya mau menemukan bukti maka saya harus memberi tahu bahwa benar apa adanya seperti yang dikeluarkan MUI."

"Kami ingin kembali ke jalan yang kami anggap jalan terbaik untuk saya, saudara saya, dan keyakinan kami. Masalah kami nanti bisa pulang atau tidak, itu bukan prioritas kami," kata Tajul.

Mengapa butuh waktu hingga delapan tahun untuk kembali menganut Sunni, alasanTajul karena proses pencarian dan menerima tidak instan.

"Kami belum punya bukti dan kami anggap semua itu masih isu. Lalu kami pelajari perlahan-lahan, banyak membaca dan mendengar dari banyak sumber, dan akhirnya kami memberikan keputusan untuk kembali," jelasnya.

Tajul menambahkan, keputusan ini telah disampaikan secara terbuka kepada Pemda Sampang dan aparat terkait sejak Maret lalu. Namun rencana untuk kembali ke ajaran Aswaja sudah muncul sejak dua tahun lalu.

"Kami butuh proses panjang, tidak segampang itu meyakinkan teman-teman, karena ini menjadi sebuah keyakinan," kata Tajul.

"Sekarang ini sudah menjadi kesepakatan bersama kami. Tidak ada tekanan dan tertekan karena ini inisiatif saya sendiri," kata Tajul saat ditanya apakah ada tekanan dalam mengambil keputusan.

Apakah ada pengikutnya yang kecewa dengan keputusan ini, Tajul mengiyakan karena ada dari mereka yang telah berkorban nyawa, harta, terluka fisik hingga dipenjara.
Tajul Muluk alias Ali Murtadho saat menjalani proses persidangan.

"Sudah ada 80% yang siap [dibaiat], dan rencananya di Sampang, waktunya belum ditentukan tergantung Bapak Bupati," ujar Tajul.

Tajul berharap agar ia dan pengikutnya yang mengungsi dari Sampang dapat kembali ke Madura.

"Ke depan semua bisa selesai, yang terputus bisa tersambung, dan yang rusak bisa diperbaiki, itu saja," tutupnya.

Ormas Syiah di Indonesia, Ahlul Bait Indonesia (ABI) melihat keputusan yang diambil Tajul Muluk merupakan hal yang wajar karena merupakan bentuk kebebasan beragama. Ia berharap jika keputusan tersebut diambil bukan karena adanya tekanan.
"Kami terus melakukan pendampingan hingga Maret kemarin. Karena ada perubahan dari Tajul Muluk sendiri dan menginstruksikan jemaahnya untuk tidak berhubungan dengan ABI, sejak itu terhenti, tidak ada pendampingan dan komunikasi lagi, saya tidak tahu dilatarbelakangi apa," kata Sekretaris Jenderal DPP ABI, Ali Ridho Assegaf.

Ali Ridho juga berharap agar keputusan Tajul tidak menciptakan perpecahan di internal warga Syiah yang hidup dalam kesulitan di pengungsian.

"Jangan ada pemaksaan kepada pengikutnya, segera perbedaan diselesaikan baik-baik, karena kebebasan masing-masing untuk berkeyakinan," tambahnya.

Saat ini, terdapat sekitar 83 kepala keluarga yang terdiri dari 349 jiwa yang menempati Rusunawa di Sidoarjo, dan dari jumlah tersebut akan ada sekitar 300 orang dewasa yang akan menjalani baiat.

Jumlah itu berkurang dibandingkan sebelumnya yang hampir 500 jiwa (jumlah yang mengungsi pertama kali dari Sampang ke Rusunawa Sidoarjo).

'Kompromi dan keputusan rasional'

Keputusan yang diambil oleh Tajul Muluk dan pengikutnya, menurut Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, merupakan hak setiap warga negara.
"Negara berperan sebagai fasilitator dan mediator, berlarut-larutnya penyelesaian hingga delapan tahun tanpa solusi menunjukan negara alpa, memilih jalan aman, dan lemah, sehingga terlihat tidak melakukan apa-apa," kata Tigor.

"Saya melihat akhirnya dia [Tajul] harus berkompromi karena dia melihat jika bertahan juga tidak ada kepastian akan solusi apalagi kepastian bisa kembali ke kampung halamannya karena negara seakan-akan sudah angkat tangan. Sudah lebih dari tujuh tahun persoalan itu jadi pilihan rasional yang diambil Tajul Muluk," katanya.

Menurut Tigor, bertahan bertahun-tahun dalam pengungsian menyebabkan ketegangan psikologi di antara warga Syiah yang mayoritas latar belakang petani.
Pengungsi Syiah asal Sampang melakukan salat Jumat di masjid Sunni di rusun Sidoarjo.
Mereka adalah masyarakat agraris yang bekerja di alam bebas namun dipaksa tinggal di rumah susun yang memiliki ruang terbatas.

"Siapa yang mampu bertahan hidup dalam kondisi yang berbeda dengan yang selama ini dijalani, di lingkungan sosial berbeda, alam berbeda, dan ini menimbulkan ketegangan psikologis sendiri. Maka tanggung jawab Tajul muluk untuk mengambil keputusan ini, keputusan rasional," kata Tigor.

Senada dengan itu, mantan Ketua Forum Rekonsiliasi Syiah Sampang, Abd A'la, berharap keputusan Tajul Muluk dan pengikutnya diambil tanpa ada unsur paksaan.

"Kalau berangkat dari keyakinan, maka tidak otomatis seluruh pengikut Tajul Muluk akan ikut, untuk itu perlu dialog, jangan ada pemaksaan, dan kedua pihak harus saling menghargai atas kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata Abd.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sampang, Bukhori Maksum, menyambut baik keputusan Tajul Muluk dan para pengikutnya yang disebut meninggalkan ajaran Syiah dan kembali ke Sunni.

"Kalau mereka betul-betul kembali secara baik, bukan karena syarat, bukan pakai pura-pura, insya Allah kami menyambut baik. Kami berharap mereka kembali ke ajaran Sunni," kata Bukhori.

Ia juga menolak anggapan jika negara, baik pemerintah daerah, MUI dan pihak terkait abai dan lemah dalam mencari solusi atas warga Syiah tersebut.

Menurutnya, negara telah berperan maksimal untuk mengembalikan warga Syiah itu ke "jalan yang benar".

"Kami selalu berupaya untuk meminta mereka kembali ke jalan dan ajaran yang benar, betul-betul tobat secara tulus dan utuh, tidak parsial," tambah Bukhori.

Saat ditanya tentang kemungkinan Tajul Muluk dan pengikutnya dapat kembali ke Madura, Bukhori belum bisa menjawab.

Menurutnya para pihak terkait seperti pemerintah daerah, ulama, MUI dan tokoh masyarakat se-Madura akan mengadakan rapat terkait keputusan terkait hal tersebut.

"Tergantung kesepakatan besok, tidak bisa komentar lebih jauh," ujar Bukhori.

Tindakan kekerasan kepada warga Syiah di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur terjadi pada 29 Desember 2011 ketika massa membakar pondok pesantren milik penganut Syiah di Dusun Nangkernang, Sampang.

Setelah kejadian itu, Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur mengeluarkan fatwa bernomor Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang Kesesatan Ajaran Syiah pada 21 Januari 2012 lalu.

Penyerangan terjadi lagi pada tanggal 12 Agustus 2012, ketika sekitar 200 warga menyerbu pemukiman warga Syiah yang menyebabkan korban tewas, kritis, dan puluhan rumah terbakar dalam peristiwa ini.

September 2012, warga Syiah Sampang kemudian terusir dari kampungnya dan tinggal hingga kini di Rumah Susun Sederhana (Rusunawa) Puspo Agro di Sidoarjo.

Tajul Muluk juga divonis empat tahun penjara setelah dinyatakan terbukti melakukan penodaan agama.
Sumber : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54230881






Konflik Sosial Terkait Syiah di Sampang Berakhir dari beritajatim.com


Tokoh dan para pengikut syiah bertaubat kembali ke aswaja
Tajul Muluk beserta 274 pengikut Syiah mengikrarkan diri untuk kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah (Aswaja) di Pendopo Trunojoyo.
Pembacaan ikrar untuk kembali ke pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) juga diikuti langsung oleh pimpinan Syiah, Ali Murtadho.
Ikrar tersebut salah satunya pengungsi harus mengakui kitab suci Al-quran dan siap dibimbing oleh aqidah akhlak dan syariah islam.
“Dengan ini saya menyatakan melepaskan diri dari aliran Syiah dan kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja),” ucap Tajul Muluk saat membacakan ikrarnya, Kamis (5/11/2020).



Pihaknya juga meminta maaf dan takdzim kepada ulama, tokoh masyarakat di Madura. Bahwa yang merupakan hal yang sesat.
 “Dari hati yang tulus kita mengikuti apa yang menjadi keinginan para tokoh dan Kyai di Madura sehingga semua poin yang disyaratkan kami terima dengan lapang dada,” ungkapnya.
Sementara itu, Bupati Sampang H. Slamet Junaidi bersyukur karena konflik yang sudah berlangsung 10 tahun kini berakhir damai. Rekonsiliasi yang dilakukan hingga saat ini merupakan sinergi antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah dengan tokoh agama.
Pihaknya menegaskan jika tidak pernah melakukan intervensi untuk meminta para pengikut aliran Syiah kembali ke aliran Aswaja.
“Hal ini murni keinginan yang bersangkutan tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan patut kita syukuri,” tandasnya.
550 Aparat Beri Pengamanan
Tajul Muluk alias Ali Murthado bersama para pengikutnya, hari ini tiba di Pendopo Trunojoyo Sampang, melaksanakan ikrar atau baiat kembali kepada ajaran ahlus sunnah waljamaah (Aswaja), Kamis (5/11/2020).
Pantauan di lapangan, setiap warga yang hadir tidak begitu saja bisa masuk ke pendopo dengan lancara. Akan tetapi wajib diperiksa suhu terlebih terlebih dahulu dan diberikan hand sanitizer serta melewati penjagaan dari Pam Obvit Polda Jawa Timur.
Kapolres Sampang AKBP Abdul Hafidz menyampaikan bahwa pengamanan kegiatan tersebut dibagi dalam tiga ring.
Ring pertama berada di dalam Pendop, kemudian ring kedua ada di jalan depan Pendopo dan ring ketiga sisi kiri dan kanan Jalan Wijaya Kusuma.
“Personel gabungan yang kita turunkan sebanyak 550 orang terdiri dari TNI Polri termasuk pengawal dari Sidoarjo menuju Sampang dibantu Polres Jajaran,” ucapnya.

Menurutnya, pengamanan yang dilakukan secara ketat sudah sesuai mengikuti protokol kesehatan.
“Kita ingin kegiatan nanti berjalan kondusif agar jalannya baiat Tajul Muluk beserta 287 pengikutnya lancar,” ungkapnya.
Sekedar diketahui, kegiatan ikrar Tajul Muluk Cs diagendakan akan dihadiri oleh Staf Kepresidenan Kementrian terkait, para Ulama Madura dan Kapolda Jawa Timur kemudian Pangdam Brawijaya.
Singkat cerita, semenjak 2012 silam Tajul Muluk beserta para pengikutnya diungsikan ke Rusun Jemundo Sidoarjo. Kini, Tajul Muluk telah sadar bahwa aliran Syiah yang dianutnya merupakan ajaran sesat. Sehingga, Tajul beserta pengikutnya meminta kepada Bupati Sampang untuk difasilitasi pembaiatan kembali ke ajaran Aswaja.

Info Pertaubatan Syiah Di Madura Dari Portalmadura.Com

 Tajul Muluk Statusnya Menjadi Mantan Tokoh Syiah
Sampang – Penganut ajaran Syiah berikrar kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) Sunni di Pendopo Trunojoyo Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis (5/11/2020).
Pemimpin ajaran Syiah, Ali Murtadho yang dikenal dengan Tajul Muluk menyebutkan, ada 274 orang yang ikut Syiah. Dan sekitar 24 di antaranya belum kembali ke ajaran Aswaja.
Menurut dia, mereka yang kembali ke Aswaja adalah murni dari kesadarannya sendiri dan pemerintah telah memfasilitasi pelaksanaan pembaiatan dan ikrar. “Murni niat kami supaya masalah segera selesai,” katanya.



Pihaknya menyampaikan, penganut Syiah yang menolak kembali ke Aswaja tidak melakukan protes terhadap warga lain yang mengikuti baiat. “Karena menjadi pilihan sendiri bagi penganut Syiah itu. Mungkin butuh proses dan kesadaran untuk lebih yakin untuk kembali pada ajaran Aswaja,” ujarnya.
Tajul Muluk mengaku merasa memiliki tanggung jawab besar selama melakukan kegiatan ajaran Syiah bersama para penganutnya. “Kami juga tidak tahu kapan akan meninggal dunia. Jadi khawatir, ketika kami meninggal ada tanggungan terhadap masyarakat,” ucapnya.
Pasca pernyataan ikrar kembali pada ajaran Aswaja, Tajul Muluk berharap suluruh elemen masyarakat, tokoh kiai, Ulama dan pemerintah daerah saling memaafkan dari kesalahan ajaran yang dianut sampai sembilan tahun terakhir.
“Kami ingin membangun Sampang lebih baik dan semakin maju. Termasuk menciptakan kebersamaan dan kerukunan bersama masyarakat. Mohon maaf, takdzim kepada ulama dan tokoh masyarakat Madura,” katanya.




Bupati Sampang, H. Slamet Junaidi menjelaskan, pemerintah daerah tidak pernah ada intervensi terhadap pemimpin dan penganut aliran Syiah agar segera kembali pada ajaran Aswaja.
“Pelaksanaan pembaiatan, murni keinginan dari penganut Syiah, tanpa ada paksaan dari unsur manapun dan patut kita bersyukur,” ujarnya.
Pada prosesi pembaiatan dan pernyataan ikrar kembali pada ajaran Aswaja yang dibaca langsung oleh pemimpin mantan aliran Syiah, disaksikan Staf Kepresidenan, Kanwil Kemenag Jawa Timur, MUI Jawa Timur, Bakesbangpol Jatim, Dir Intel Polda Jatim, tokoh masyarkat dan para ulama Kabupaten Sampang.
“Tentunya ke depan, keinginan bersama ada persamaan persepsi dan pemikiran bagaimana tanggung jawab pasca pembaiatan penganut Syiah kembali ke Aswaja,” tandasnya.
Pemantapan akidah islamiyah terhadap mantan penganut Syiah, pihaknya menyerahkan dengan penuh hormat kepada para ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam yang lain di wilayah Kabupaten Sampang.
Jumlah pengikut syiah yang bertobat 287 orang.
Sebanyak 287 penganut aliran Syiah ikut prosesi pembaiatan pada ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) Sunni di Pendopo Trunojoyo, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis (5/11/2020).
Mereka merupakan warga Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, dan Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang yang mengungsi di Rumah Susun (Rusun) Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo pasca terjadi konflik sosial pada tahun 2012.
Proses pembaiatan, semua penganut Syiah membacakan naskah ikrar untuk kembali pada ajaran Aswaja secara bergantian dengan didampingi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang.
Salah satu penganut Syiah yang telah dibaiat dengan membaca ikrar, Humsiyah, warga Desa Karang Gayam menyampaikan, keikutsertaan pada pembaiatan bukan atas dasar ada paksaan dari orang lain.
“Bukan dipaksa orang. Tetapi, kami memang berangkat sesuai dengan niat hati nurani sendiri,” ujarnya.
Humsiyah mengaku, jika ikut pembaiatan untuk kembali pada ajaran Aswaja bersama keluarga. “Kami ikut pembaiatan bersama suami dan anak atau sekeluarga,” lanjutnya.
Kepala Desa Karang Gayam, Sampang, Moh. Dahili menjelaskan, warga yang telah berikrar kembali pada ajaran Aswaja tetap sesuai dengan komitmen para ulama dan keputusan dari pemerintah daerah.
“Kami mengikuti para ulama dan pamerintah daerah. Apakah mereka yang kembali ke Aswaja dapat pulang ke kampung,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Bulu’uran, Moh. Faruk menyampaikan, persetujuan terhada warga supaya dapat pulang ke kampung halamannya tetap pasrah kepada semua pihak dan tokoh masyarakat.
“Tetap kami pasrahkan kepada masyarakat, tokoh, para ulama dan pemerintah Sampang,” imbuhnya.
Selama proses pembaiatan berlangsung, semua warga dan unsur undangan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) yakni memakai masker, menjaga jarak dan menuci tangan (3M). Hal itu, guna mencegah penyebaran virus corona (Covid-19) di Kabupaten Sampang.
Pengamanan Berlapis pada Prosesi Baiat Penganut Syiah Sampang
Prosesi pembaiatan terhadap pengikut aliran syiah yang dijadwalkan, Kamis (5/11/2020) di Pendopo Tunojoyo Sampang, Madura, Jawa Timur, akan mendapat pengawalan ekstra ketat dari petugas gabungan.
“Kami sudah menyiapkan semuanya. Termasuk keamanan di lokasi acara pembaiatan,” terang Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sampang, Yuliadi Setiawan, Rabu (4/11/2020).
Pengikut aliran syiah yang sedang mengungsi di Rumah Susun (Rusun) Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo pasca konflik sosial di Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, dan Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben akan dibaiat ke ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Pada prosesi baiat, pemerintah daerah akan melibatkan unsur ulama, tokoh masyarakat, aparat keamanan dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Sementara, Kapolres Sampang, AKBP Abdul Hafidz mengaku siap menurunkan petugas gabungan untuk pengamanan prosesi pembaiatan bagi penganut aliran Syiah. Pihaknya akan menerjunkan 425 personel.
“Proses pembaiatan, kami juga menerjunkan 100 personel Kodim 0828 Sampang. Begitupun unsur keamanan lainnya, bahkan dijaga secara berlapis dengan Brimob di lokasi pembaiatan,” terangnya.
Pengamanan ekstra ketat itu dilakukan dari pengawalan penganut Syiah dari Rusun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo sampai di Pendopo Trunojoyo Sampang.
“Kami berharap, pelaksanaan pembaiatan yang dikuti warga paham aliran Syiah dapat berjalan dengan kondusif dan lancar,” pungkasnya. (editor : Ahmad Hasyim Albekasi)