Rabu, 24 April 2013

HABIB RIZIQ DAN SYIAH : Intisari Ceramah Asyura Habib Rizieq Syihab

Postingan ini dimuat salah satu situs syiah di salah satu daerah di Indonesia. Mengapa dimuat, sudah tentu karena ini dipandang menguntungkan syiah. Sudah lazim bagi syiah, jika ada tokoh suni yang membela mereka, mereka akan mendapat angin segar bak mendapat durian runtuh. silahkan dinikmati saja. Ini bisa menjadi pertimbangan bagi ikhwan yang selama ini sudah kadung fans berat dengan Habib yang satu Ini :) 

Di Indonesia hingga detik ini, nampaknya tak ada ulama Sunni yang bisa menjelaskan Asyura dan Karbala sebaik Al-Habib Al-Ustadz Muhammad Rizieq Syihab!
Berikut ini intisari Ceramah Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) dengan tema besar “Hari Asyura dan Tragedi Karbala Dalam Perspektif Ahlusunnah wal Jamaah”
Ceramah ini disiarkan Live oleh Radio Rasil AM 720Khz pada tanggal 08/12/2012. Silahkan rujuk situs resmi Rasil di http://radiosilaturahim.com/habib-riziek-shihab-asyura-karbala/
Berikut ini inti ceramah Yang Mulia Al-Habib Rizieq Syihab.

1. Saat ini ada segelintir kelompok yang sengaja menciptakan kondisi di mana setiap ada diantara ummat Islam yang membicarakan tentang Sayyidina Ali,Sayyidah Fatimah,Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein sebagai Tokoh2 Ahlul Bait Nabi Muhammad saww maka akan langsung di cap Syiah sehingga diharapkan ummat akan takut atau minder membicarakan tentang Ahlul Bait Nabi saw karena khawatir di cap Syiah.
2. Habib Rizieq mendorong semua pihak khususnya para ulama untuk tidak ragu ragu membuka kepada ummat sejarah Perjuangan Al Husein sepahit apapun lembaran sejarahnya. Habib menegaskan bahwa Ahlul Bait Nabi saw bukan hanya milik Syiah saja tetapi milik semua Ummat Islam, apapun madzhabnya, Ahlusunnah wal Jama’ah maupun Syiah.

3. Al Husein bin Ali bukan hanya menolak “Kekhilafahan” Yazid bin Muawiyah bahkan sebelumnya Al Husein juga telah menolak “Kekhilafahan” Ayah Yazid yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan. Penolakan Al Husein kepada “Kekhilafahan” Muawiyah didasari alasan sebagai berikut:
- Dalam Pandangan Al Husein, Khalifah yang sah saat itu adalah kakaknya Al Hasan bin Ali sebagai Khulafaur Rosyidin yang ke-5 setelah Sayyidina Ali bin Abi Thalib Syahid. Walaupun singkat, tetapi terpilihnya Al Hasan sebagai Khalifah ke-5 secara sah oleh kaum Muslimin menunjukkan bahwa beliau adalah pelanjut Khilafah Rosyidah. Lebih lanjut Habib Rizieq menegaskan bahwa kelompok yang tidak mengakui Al Hasan sebagai Khulafaur Rosyidin yang ke-5, maka mereka bukan Ahlusunnah wal Jama’ah.
- Dalam Pandangan Al Husein, Muawiyah bin Abi Sufyan adalah Imam Pemberontak sesuai dengan sabda Rasulullah saww kepada Sahabatnya Ammar bin Yasir:”Ya Ammar, Sataqtuluka Fiatun Baghiyah” (“Wahai Ammar, engkau akan dibunuh oleh Kelompok Pemberontak”). Riwayat yang menyebutkan Sabda Baginda Nabi saw kepada Ammar bin Yasir ini tergolong riwayat yang Shahih dan Mutawattir.

Dalam Perang Shiffin, Ammar bin Yasir berada pada barisan Imam Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah, dan ketika Ammar terbunuh oleh Pasukan Muawiyah, ada salah seorang pasukannya yang mengingatkan Muawiyah tentang Hadits Rasul saww bahwa yang membunuh Ammar adalah Fiatun Baghiyah (Kelompok Pembangkang / Pemberontak) maka Muawiyah membantah sembari mengatakan bahwa :”…Yang membunuh Ammar bin Yasir adalah orang yang mengirimnya ke Medan Perang (Imam Ali)…” Dan ketika mendengar ucapan Muawiyah ini, maka Imam Ali menjawab:”…Jika yang membunuh Ammar adalah orang yang mengirimnya ke medan perang maka berarti yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib (Paman Nabi saw) adalah Nabi saw sendiri karena Nabi saw yang telah mengirim Hamzah ke medan laga.
Dan bahkan semua Syuhada Badar dan Syuhada Uhud yang membunuh mereka adalah Nabi saw karena Nabi saw adalah orang yang mengirim mereka semua ke medan tempur…” Hal ini di ungkapkan Imam Ali untuk membuktikan kerancuan logika berpikir Muawiyah.

- Untuk mencegah pertumpahan darah di antara kaum Muslimin maka Al Hasan membiarkan Muawiyah menjadi “Khalifah” (Raja) namun dengan sejumlah syarat yang disepakati kedua belah pihak.
Namun sebagaimana yang terekam dalam Kitab Sejarah seperti Tarikh Thabari dan Al Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir, ada satu syarat Al Hasan yang ditolak oleh Muawiyah yaitu agar Muawiyah menghentikan Pembudayaan mencaci maki Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah di hadapan Kaum Muslimin. Karena Muawiyah bersikeras menolak syarat ini maka Al Hasan meminta agar Muawiyah jangan mencaci maki Imam Ali di hadapan Keluarga Nabi saw, dan itu diterima oleh Muawiyah.

Walaupun begitu, dalam pandangan Al Husein tindakan apalagi pembudayaan mencaci maki Sayyidina Ali bin Abi Thalib baik di belakang ataupun di depan keluarga Nabi saw adalah perkara Bathil yang harus ditolak. Namun begitu Al Husein adalah seorang Muslim yang taat kepada Pemimpinnya (di mata Al Husein, abangnya Al Hasan adalah tetap seorang Khalifah yang Sah) sehingga selama 20 tahun Muawiyah berkuasa, Al Husein diam dan tidak melakukan tindakan apapun sebagai bentuk ketaatan kepada Pemimpinnya yaitu abangnya Al Hasan yang memintanya untuk tetap diam demi menjaga darah kaum Muslimin.

- Al Husein menolak Muawiyah karena Muawiyah adalah orang yang banyak membunuh Sahabat Nabi saw di antaranya adalah Hujr bin Adi yang mana peristiwa pembunuhan beliau ini sampai membuat Ummul Mu’minin Siti Aisyah marah besar kepada Muawiyah dan bahkan sampai mengusir Muawiyah ketika hendak mengunjunginya. Tercatat dalam sejarah, Muawiyah juga menghabisi Sahabat Nabi lainnya yang bernama Abdurrahman bin Udais Al Balawi yang dikenal sebagai Ashabus Syajarah yakni Sahabat2 yang membai’at Nabi saw di bawah Pohon yaitu pada peristiwa Bai’atur Ridwan yang dipuji langsung oleh Allah swt dalam Al Qur’an.
4. Setelah Al Hasan wafat akibat racun yang dibubuhkan ke dalam makanan & minumannya sebagaimana di akui oleh para Ulama termasuk Syeikh Ibnu Taimiyah, Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Al Hasan untuk tidak menunjuk putra mahkota dan menyerahkan urusan kepemimpinan ummat kepada Dewan Syura Kaum Muslimin. Muawiyah melanggar kesepakatan ini dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota penggantinya kelak. Dan terlepas dari naif atau tidaknya, agar ilmiah, objektif dan berimbang maka Habib Rizieq pun menuturkan 4 alasan mengapa Muawiyah mengangkat Yazid sebagai putra mahkota, yaitu karena :

- Menurut Muawiyah, Yazid putranya adalah orang yang paling layak menjadi Khalifah setelahnya karena Yazid adalah seorang Pemuda yang Berani, Piawai dan Tangkas berkuda, mahir memainkan pedang dan memanah, sehingga sangat cocok untuk menjadi Khalifah Ummat Islam sepeninggalnya kelak.
- Kepemimpinan Yazid dianggap Muawiyah akan menyatukan Ummat.
- Karena Yazid adalah putranya, maka sangat layak menjadi Khalifah Ummat Islam.
- Karena Yazid didukung oleh berbagai Qaba’il Arab khususnya yang berada di Syam.
5. Adapun alasan Al Husein menolak Yazid menjadi pemimpin ummat Islam adalah :
- Khilafah harus ditentukan melalui Syuro sesuai kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah bin Abi Sufyan.

- Yazid adalah orang yang moralnya buruk sehingga tidak berhak menjadi Pemimpin Ummat Islam.
- Yazid adalah seorang yang Fasik,Zalim dan banyak melakukan maksiat sehingga sangat tidak pantas memimpin ummat Rasulullah saww. Dalam berbagai riwayat kita temukan bahwa Yazid adalah seorang Pemuda yang gemar berjudi, akrab dengan Khamr (minuman keras) dan senang bermain perempuan (zina). Dalam hal ini, para Ulama telah sepakat akan kefasikan Yazid bin Muawiyah.
- Khilafah bukan harta warisan.
- Masih banyak Sahabat lain yang lebih layak untuk memimpin.
6. Alasan utama bangkitnya Al Husein adalah untuk merubah kemungkaran yang telah nyata di mana kita ketahui hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar itu adalah wajib bagi Ummat Islam yang mana bila semua orang tidak berupaya merubah kemungkaran tersebut maka semuanya akan berdosa. Maka ini adalah kewajiban besar kaum Muslimin apalagi sebagai Keluarga Nabi Muhammad saww harus berada di barisan terdepan dalam penegakkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
7. Pasukan Al Husein di Karbala hanya berjumlah 72 orang (32 pasukan berkuda dan 40 pasukan berjalan kaki) yang harus menghadapi ribuan Tentara Yazid (dalam riwayat ada yang menyebut angka 4.000 dan ada yang menyebut 40.000 tetapi yang pasti menurut Habib, sepakat para Ulama bahwa Tentara Yazid yang mengepung Al Husein jumlahnya ribuan).
8. Berbagai riwayat menyebutkan bahwa Al Husein Syahid di Karbala, Iraq dengan 33 luka tusukan dan 34 luka sayatan. Kepala beliau di tancapkan di ujung tombak dan di arak sampai ke Damaskus.
9. Sepakat Ulama Ahlusunnah wal Jama’ah bahwa yang bertanggung jawab atas pembunuhan Al Husein adalah :
- Yazid bin Muawiyah
- Ubaidillah bin Ziyad
- Umar bin Sa’ad
- Seluruh Pasukan Ibnu Ziyad
- Penduduk Kufah yang menghianati Al Husein
10. Nasib Yazid:
- Tahun 60 H menjadi “Khalifah” (baca : Raja)
- Tahun 61 H menginstruksikan pembunuhan Al Husein, Cucu Nabi Muhammad saww
- Tahun 62 H setelah penduduk Madinah melepaskan bai’at kepada Yazid sebagai reaksi atas pembunuhan Al Husein, maka Yazid kemudian mengirimkan Pasukannya menyerbu kota Madinah. Dalam sejarah disebutkan bahwa Yazid menghalalkan kota suci Nabi saw Madinah Al Munawwarah selama 3 hari 3 malam untuk Pasukannya bebas berbuat apa saja di dalamnya.
- Tahun 63 H terjadi pergolakan pula di kota Makkah sebagai reaksi atas terbunuhnya Al Husein, maka Yazid kembali mengirimkan pasukannya menggempur kota suci Makkah Al Mukarramah dengan Manjanik (Ketapel Raksasa) yang melontarkan batu2 besar berapi ke dalam kota Makkah hingga sampai mengenai Baitullah Ka’bah. Dan pada tahun ini pula Yazid meninggal pada usia 33 tahun.
11. Tahun 66 H Mukhtar Al Tsaqafi bangkit menuntut balas kepada para pembunuh Al Husein dan membentuk Tim Khusus untuk mengejar para pelaku pembunuhan cucu Rasul saww.
12. Tahun 67 H Ubaidillah bin Ziyad terbunuh oleh Pasukan Mukhtar Al Tsaqafi. Dalam riwayat disebutkan bahwa kepala Ibnu Ziyad dikirimkan kepada Mukhtar lalu Mukhtar mengirimkannya kepada Abdullah bin Zubair, dari situ kemudian dikirim ke rumah keluarga Nabi saw namun ditolak dan akhirnya diletakkan di emperan Masjid. Banyak orang yang melihat ketika itu ada seekor Ular yang masuk ke dalam Kepala Ibnu Ziyad, masuk keluar dari mata dan telinganya lalu bersarang lama dalam kerongkongannya kemudian ular itu pergi.
13. Azab Allah kepada para pembunuh Al Husein sangat pedih. Umar bin Sa’ad dan anaknya terbunuh oleh Pasukan Mukhtar Al Tsaqafi. Eksekutor yang menyembelih Al Husein, yakni Syimr bin Dzil Jausyan juga dibunuh oleh pasukan Mukhtar Al Tsaqafi dan jasadnya dilemparkan kepada anjing – anjing gurun.
14. Ibnu Katsir menegaskan bahwa hampir semua riwayat yang menyebutkan tentang azab dan hukuman yang menimpa para pembunuh Al Husein adalah Shahih.
15. Ulama Ahlusunnah wal Jama’ah berbeda pendapat tentang Kafirnya Yazid. Jumhur Ulama (Mayoritas Ulama) tidak mengkafirkan Yazid kecuali sebahagian kecil Ulama seperti Ibnu Aqil dan Al Alusi. Namun semuanya sepakat bahwa Yazid adalah orang Fasik.
16. Jumhur Ulama Ahlusunnah wal Jama’ah tidak mencintai dan tidak membela Yazid tetapi juga tidak mela’nat Yazid. Menurut Habib Rizieq, persoalan mela’nat Yazid atau tidak hanya masalah etika saja yang oleh sebagian ulama dianggap kurang pantas namun yang pasti semua Ulama sepakat bahwa Yazid adalah orang Jahat dan Kejam.

Adapun Ulama2 seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Ya’la, Ibnul Jauzi dan Al Suyuthi membolehkan mela’nat Yazid. Habib Rizieq kemudian menukil sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Shalih bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku bertanya kepada ayahku: “Wahai ayahku, apakah engkau melaknat Yazid ?” Beliau menjawab: “ Bagaimana kita tidak melaknat orang yang dilaknat Allah dalam tiga ayat dari Kitab-Nya yang mulia, yakni dalam Surah Ar Ra’ad, Al
Ahzab dan Muhammad. Allah berfirman:
“Dan orang – orang yang melanggar janji Allah setelah diikrarkannya dan memutuskan apa yang Allah perintahkan agar disambungkan dan berbuat kerusakan di muka bumi, mereka itulah yang mendapat laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” {QS.Ar Ra’ad : 25}
Pemutusan mana yang lebih buruk daripada memutus keturunan Nabi saw dengan membunuh cucunya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya terhadap orang orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan bagi mereka azab yang menghinakan.” {QS. Al Ahzab : 57}
Adakah sesuatu yang menyakiti Rasulullah saww yang lebih berat daripada membunuh cucunya ?
Allah Azza Wa Jalla berfirman :
“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ?” “Mereka itulah orang – orang yang dilaknat Allah, lalu ditulikan-Nya pendengaran mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” {QS. Muhammad : 22 – 23}
Adakah memutus silaturahim dan berbuat kerusakan di muka bumi yang lebih parah daripada membunuh Al Husain ?”

17. Habib Rizieq membolehkan Ummat menangisi musibah Al Husein karena tangisan untuk Al Husein berasal dari Mahabbah (Rasa Cinta yang dalam). Menangisi musibah Al Husein, bukan tangisan cengeng tetapi tangisan yang akan membangkitkan keberanian dan menggelorakan semangat Jihad untuk melawan setiap Penguasa yang Zalim dan menumpas kemungkaran dengan semua bentuknya.
18. Kesimpulan Ceramah Habib Rizieq :
- Al Husein adalah seorang Imam yang beriman dan berilmu tinggi.
- Al Husein adalah sosok manusia yang jujur dan amanah, tak bisa dibeli dengan dunia.
- Al Husein adalah contoh seorang pejuang penegak Khilafah Islam yang sejati.
- Al Husein bangkit untuk melawan ketidak adilan, kezaliman dan kemungkaran.
- Al Husein adalah seorang Ksatria yang sabar, tegar dan gagah berani.
- Al Husein mengorbankan dirinya,keluarga dan sahabatnya untuk Allah dan Rasul-Nya.
- Tragedi Karbala merupakan bukti bahwa Ahlul Bait adalah Penjaga Al Qur’an sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saww bahwa ada dua pusaka yang ditinggalkan Nabi saw kepada umatnya agar tidak tersesat, dalam riwayat Muslim disebutkan Kitabullah (Al Qur’an) wa Ithrati (Ahlul Bait), dan dalam riwayat Bukhari disebutkan Kitabullah (Al Qur’an) wa Sunnati (Sunnahku / Ajaran Nabi saw). Maka dari kedua riwayat ini dapatlah disimpulkan bahwa Ahlul Bait adalah Penjaga / Pembela Al Qur’an dan Ajaran Datuknya (Sunnah Nabi saw). Dan Tragedi Karbala menjadi buktinya.[Islam Times/on]
Sumber: http://baitul-muhibbin.blogspot.com/2013/02/hari-asyura-dan-tragedi-karbala-dalam.html

Catatan dari pentrankrip ceramah Al-habib;
- Ceramah seperti ini tidaklah dimaksudkan untuk membangkitkan dendam lama.
- Ceramah ini bertujuan agar Kaum Muslimin dari madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah tidak ada yang salah paham dengan perjuangan Imam Husein, sehingga tidak ada yang menganggap Imam Husein sebagai pemberontak kepada Amir yang sah.
- Ceramah ini juga untuk menunjukkan kepada saudara-saudara dari madzhab Syiah agar tidak ada dari mereka yang salah paham dengan madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah. Habib menegaskan bahwa Ahlusunnah wal Jama’ah tidak benci dengan Keluarga Nabi saw.
- Kepada saudara2 dari madzhab Syiah yang berbeda pandangan dalam menilai sikap beberapa Sahabat Nabi saw, silahkan sampaikan kritik antum kepada kami dengan adab, dengan ilmu, dengan etika dan akhlak, jangan dengan cacian. Niscaya saudara2 dari madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah pun wajib menjawabnya dengan cara yang santun,ilmiah dan berakhlak.
- Habib menghimbau semua pihak agar jangan takut menunjukkan cinta kita kepada Ahlul Bait Nabi saw dan kepada Sahabat Nabi saw.
- Habib menghimbau semua pihak agar jangan takut menyampaikan riwayat2 Hadits dari keluarga Nabi saw.
- Khusus kepada para Habaib, Habib Rizieq menghimbau agar jangan sampai gontok – gontokan apapun madzhab antum (Sunni maupun Syiah). Ittaqillah !!! Takutlah Kepada Allah !!! Jangan membuat Al Husein menangis !! Anak cucu Imam Husein harus tampil di depan sebagai pemersatu Ummat !!
- Menyikapi perbedaan madzhab (Sunni dan Syiah), Habib Rizieq menyerukan untuk semua pihak agar bisa duduk bersama dan berdialog dari hati ke hati.
- Habib menegaskan Haramnya perilaku saling menghina simbol2 madzhab Islam.
- Sebagai penutup, Habib Rizieq Syihab kembali mengingatkan kepada semua hadirin dan pendengar Radio Rasil agar Jangan ada yang mencaci maki Keluarga Nabi saw dan Sahabat Nabi saw. Kalau anda menjumpai mimbar2 yang mencaci maki Keluarga Nabi saw maupun Sahabat Nabi saw, jangan ragu untuk merobohkannya. (DarutTaqrib

FOTO AKTIFITAS SYIAH DI JEPARA

PERAYAAN-PERAYAAN RUTIN YANG DIHADIRI UMAT SYIAH JEPARA DAN SEKITARNYA





Selasa, 23 April 2013

SYIAH DI JEPARA DAN SOLO JAWA TENGAH

KETEGANGAN hubungan pengikut antara Syiah dan Sunni di Sampang, Madura terdengar di seluruh penjuru Indonesia. Namun, fakta itu tak lantas mengganggu hubungan pengikut Syiah di tempat lain.
Setidaknya itulah yang terlihat di Desa Banjaran, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.  Di daerah tersebut banyak pengikut Syiah dan Sunni. Namun, mereka hidup sangat harmonis.
Pengikut Syiah di desa tersebut berkisar antara 100 keluarga hingga 150 keluarga.  Dari 12 rukun warga (RW) di Desa Banjaran, pengikut Syiah paling banyak berada di wilayah RW 1 yang tersebar di RT 2, 3, dan 4.

Adapun pengikut Sunni merupakan mayoritas penduduk di desa tersebut. Pengikut Sunni maupun Syiah lebih memilih menunjukkan wajah harmonis dalam hubungan kemasyarakatan. Kedua belah pihak menyadari ada perbedaan dalam ibadah, tetapi mereka tak ingin memperlebar jurang perbedaan tersebut.
Mereka juga memilih untuk bersama-sama dalam konteks hubungan kemanusiaan. Misalnya, jika ada warga yang meninggal dengan aliran apa pun, pengikut Syiah dan Sunni bersama-sama melakukan shalat jenazah hingga proses pemakaman. Tak hanya itu, mereka juga tetap menjaga kebersamaan dengan tahlil atau doa bersama bagi jenazah.

Sesepuh alirah Syiah Ahmad Badawi (65), warga RT 3, RW 1 menjelaskan, Syiah mulai ada di Desa Banjaran pada 1980. Ajaran itu dibawa Sayyid Abdul Qodir Bafaqih dari kampung Kauman Desa/Kecamatan Bangsri.
’’Awalnya, dari Bafaqih, kemudian terus berkembang hingga sekarang. Kami shalat berjamaah dan melakukan pengajian di Mushala Al Khusainiyah ini. Tapi, kalau urusan kemasyarakatan kami gabung jadi satu. Bahkan, saat ada pembangunan masjid pengikut Sunni dan Syiah saling membantu,’’ ungkap Badawi, kemarin.

Dia menambahkan, setiap warga di Desa Banjaran sudah memahami hal itu. Bahkan tak jarang dalam satu rumah dan memiliki pertalian darah ada yang berbeda aliran.
’’Jadi satu rumah itu ada yang
Syiah dan ada yang Sunni. Anak saya yang pertama juga akan menikah dengan orang Sunni. Bagi saya tidak masalah. Soal ibadah biar Allah yang menilai,’’ terangnya.
Badawi mengungkapkan, di keluarganya sendiri juga terjadi perbedaan aliran. Empat saudaranya menjadi pengikut Sunni dan dua orang lainnya pengikut Syiah.
’’Banyak yang masih memiliki hubungan darah. Saat Lebaran, karena saya ini termasuk yang tua di sini, baik pengikut Sunni maupun Syiah datang berkunjung untuk bermaaf-maafan. Semoga kondisi di sini bisa menjadi contoh yang baik,íí harapnya.

Bagaimana kondisi itu bisa berjalan baik hingga sekarang? Apakah tak ada ketegangan?
Badawi menjelaskan, hal itu sempat terjadi pada awalnya. ’’Setelah berjalan satu-dua tahun, hubungan dua pengikut semakin cair dan berlanjut hingga sekarang,’’ jelasnya.
Bentuk Wadah

Hal senada disampaikan Zabidi, tokoh Sunni yang merupakan ketua Ranting Nahdhatul Ulama (NU) di Desa Banjaran. Dia menegaskan, tidak ada masalah dalam hal kemasyarakatan.
Dia juga menandaskan, anak-anak muda di desa tersebut sudah paham dengan kondisi tersebut. ’’Karena sudah turun-temurun tidak ada permasalahan. Masing-masing pihak sudah saling memahami.  Selain itu, juga banyak yang memiliki ikatan saudara,’’ jelasnya.
Selain memiliki talian darah, kata Zabidi, ada upaya untuk mewujudkan wajah harmonis antara Syiah dan Sunni di desa tersebut.
Wadah yang dibentuk para sesepuh itu adalah Jamiyah Muawanah. Organisasi itu menampung semua aliran untuk membahas hubungan kemasyarakatan.

’’Kalau pertemuan besar dilakukan setahun sekali dalam momentum Lebaran. Tapi untuk pertemuan pengurus inti dilakukan sebulan sekali,’’ tutur Zabidi yang juga pengurus Bidang Keagamaan di Jamiyah Muawanah.

Dalam wadah itu tidak ada pembedaan warga, terutama kepentingan bersama. Untuk mewujudkan keharmonisan dalam berorganisasi dilakukan giliran ketua, antara Syiah dan Sunni.
Sementara itu, Zaenal Arifin (48), warga RT 5, RW 1 yang juga pegawai negeri sipil di Kecamatan Bangsri menambahkan, jalinan baik kedua aliran itu terjaga berkat komunikasi yang baik.
’’Meski ada kabar bentrok di Sampang. Warga di sini, baik-baik saja. Terlebih, semua masih memiliki hubungan keluarga. Istri saya sendiri dulu Syiah dan sekarang Sunni, tetapi pihak keluarga istri juga ada yang Syiah. Hal itu tidak mengganggu hubungan kekeluargaan,’’ katanya.

Dia menambahkan sebagai warga dan juga perangkat pemerintah, dirinya berharap kondisi tersebut tetap terjaga. Apalagi ada forum yang bisa digunakan untuk memecahkan persoalan masyarakat, yaitu Jamiyah Muawanah.
’’Intinya soal kemasyarakatan dilakukan bersama-sama, tapi untuk ibadah dilaksanakan sendiri-sendiri, seperti shalat jumat. Adapun untuk mengurus kematian, atau kebutuhan hajat yang lain saling membantu,’’ tandasnya.

Di Solo
Hal senada dilakukan pengikut Syiah di Solo yang rutin menggelar silaturahmi melalui forum Baitul Ummah. KPA Sayyid Muhammad Adinegoro, salah satu pemuka Syiah di Kota Bengawan mengatakan, forum tersebut merupakan wadah untuk pertemuan antara penganut Syiah dengan pengikut ajaran lainnya. Kegiatan itu dihadiri kyai, ustadz, tokoh masyarakat, ormas Islam, pemerintah, dan warga.
”Ini sudah berlangsung lama. Kami bertatap muka, bersalaman, dan diskusi untuk kemajuan Indonesia. Kami saling menjaga kerukunan,” kata  putra almarhum Habib Segaf Aljufri (ulama Syiah) itu di kediamannya di Kampung Mertodanan, RT 01, RW 01, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasarkliwon yang menjadi pusat pengembangan ajaran Syiah di Solo dan sekitarnya.

Layaknya bertetangga, mereka saling membantu dan menggelar bakti sosial, seperti pembagian sembako dan donor darah. Bahkan setiap habis shalat jumat mereka menggelar makan siang bersama kaum duafa. ’’Kami senantiasa berbagi tanpa ada celah. Jangan sampai perbedaan pendapat dan pandangan menjadikan kita semua berjarak,’’ jelasnya.
Terpisah, Suyuto, warga setempat mengungkapkan, selama ini tidak pernah ada perselisihan seperti di Sampang, Madura. Bahkan antara satu dan lainnya saling berbagi.
’’Semua bertetangga secara baik,’’ jelasnya.
SUMBER : www.suaramerdeka.com

SYIAH SEMARANG DAN PEKALONGAN


Kekerasan yang menimpa komunitas Syiah di Sampang Madura menyisakan duka dan kegetiran. Perbedaan paham menjadi alat untuk bertindak anarkis. Di Jateng, kantong-kantong komunitas Syiah tumbuh tersebar. Mereka hidup harmonis dalam suasana perbedaan.

SUARA azan Dhuhur berkumandang dari pengeras suara berwarna putih yang diletakkan di atas tembok pintu masuk Mushala Al Khusainiyyah Nuruts Tsaqolain yang ada di Jalan Boom Lama Nomor 2, Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Selasa (28/8) siang.

Lantunan azan juga melantun dari pengeras suara masjid-masjid yang ada di kampung itu. Suasana siang begitu terik. Beberapa warga nampak keluar dari rumah sambil membawa peralatan shalat. Seorang lelaki bersarung kotak-kotak hijau dengan baju kotak-kotak coklat hitam tanpa peci pun keluar dari mushala untuk mengambil air wudhu.

Sapaan salam pun dijawab ketika Suara Merdeka meminta bapak lima anak itu untuk berbincang. Mulyono (58), lelaki yang tinggal di Kampung Lawangireng RT 9 RW 1 Kelurahan Kuningan, Semarang Utara itu pun menceritakan sejarah singkat penganut Syiah di Kota Semarang.

’’Kalau yang pertama kali mengaku sebagai penganut Syiah di Jawa Tengah adalah pimpinan Pondok Pesantren Al Qairat Bangsri Jepara, Habib Abdul Kadir Bafaqih. Kalau saya sendiri dulu memang Sunni, tapi setelah bertemu dengan tokoh Syiah dan mengkaji kitab-kitab ulama Syiah, baru saya ikut. Ada pemahaman yang kemudian sesuai dengan pikiran dan hati nurani saya,’’ tutur Mulyono.

Mulyono mengaku dalam kehidupan sosial tidak ada masalah dengan warga, baik penganut Sunni: NU dan Muhammadiyah atau yang lainnya. Demokrasi yang tumbuh di kampungnya membuat ia dan penganut Syiah lainnya merasa nyaman. Kegiatan pengajian rutin tiap malam Jumat dan malam Selasa seperti pembacaan doa Nabi Khidir yang diajarkan Imam Ali kepada muridnya bernama Kumail, maupun mengkaji kitab-kitab ulama Syiah pun selama ini berjalan lancar.

’’Kalau Minggu sore, jamaahnya ibu-ibu. Shalat berjamaah lima waktu juga berjalan seperti mushala dan masjid lainnya, hanya kalau Maghrib dan Subuh yang mencapai dua shaf,’’ jelasnya.
Mulyono juga menceritakan, Yayasan Nuruts Tsaqolain terbentuk bersama dengan berdirinya Mushala Al Khusainiyyah Nuruts Tsaqolain pada 1984 untuk mewadahi para penganut Syiah di Kota Semarang, khususnya di Kecamatan Semarang Utara. Hingga kini, jamaah Syiah di Kota Semarang pun semakin banyak seperti di Panggung Lor, Ngemplak Simongan, Bulu dan Pedurungan. Mereka juga bernaung dalam sebuah jamaah. ’’Kalau di Panggung Lor, ada Al Hajat, di Ngemplak ada Al Murtadho,’’ ungkap Mulyono.
Lalu, bagaimana dengan kehidupan sosial sehari-hari? Idrus Al Jufri (51), sesepuh Kampung Lawangireng mengaku jika kehidupan warga selama ini tidak ada masalah. Menurut lelaki keturunan Arab itu, umat Islam hanya menganut pedoman yang berasal dari Alquran dan Hadits.

’’Soal ajaran, dalam Alquran sudah jelas disebutkan, lakum diinukum waliyadin, untukmu agamamu, untukku agamaku. Di kampung ini kita sama-sama menjunjung tinggi kerukunan, saling menghormati dan memendam dalam-dalam perbedaan,’’ jelasnya.

Hal senada juga diakui oleh Endang Wahyuni (43). Ibu dua putra yang tinggal disamping mushala itu pun mengakui jika kerukunan antarwarga tidak pernah mengenal latar belakang ekonomi, agama, maupun etnis. Kehidupan yang rukun dan saling menghormati, dijunjung dan dilaksanakan semua warga.
Di Pekalongan, komunitas Syiah juga berbaur harmonis dengan lainnya. Perbedaan pemahaman, saling hormat-menghormati tetap diutamakan.

Pimpinan Syiah Pekalongan, Habib Ahmad Baragbah mengatakan, tidak ada perbedaan dalam urusan sosial pada komunitasnya. Pada Lebaran, mereka saling berkunjung dengan jamaah Sunni untuk saling memaafkan. Syiah di Pekalongan hubungannya dengan masyarakat cukup baik.

Misalnya, menghadiri peringatan hari besar Islam, pesta pernikahan, dan selalu terbuka kepada siapapun. Oleh karena itu, pihaknya menyayangkan adanya tragedi di Sampang Madura. “Peristiwa kekerasan itu tak semestinya terjadi. Ruang dialog harus dikedepankan, karena kekerasan atas dasar apapun sesungguhnya tak bisa dibenarkan oleh agama manapun,” kata dia ditemui di Ponpes Al Hadi Jalan Agus Salim, Klego, Kota Pekalongan, kemarin.
SUMBER : www.suaramerdeka.com

Senin, 22 April 2013

Dokter Asal Jepang Menyatakan Keislaman di Kota Iran

Menurut Kantor Berita ABNA, salah seorang dokter perempuan berkebangsaan Jepang sebelum Dhuhur rabu (17/4) datang mengunjungi kantor resmi Imam Jum'at kota Lahaijan Republik Islam Iran dan menyatakan keinginannya untuk memeluk agama Islam.
Dr. Fusaku Kunusi (29) warga Jepang dari kota Toyohashi aktif bekerja sebagai apoteker professional. Sebelumnya beliau sebagai pengikut Budha dan aktif menjalin korespondensi dan interaksi dengan anak perempuan keluarga Abu al Qasim warga kota Lahaijan kawasan utara Iran yang sebelumnya sempat bermukim di Jepang. Dari interaksi tersebut, Dr. Fusaku tertarik mengenal lebih jauh mengenai Islam dan memenuhi undangan keluarga Abu al Qasim untuk mengunjungi Iran.
Beberapa hari melihat langsung kehidupan kaum muslimin di Iran, beliaupun akhirnya menyatakan diri  ketertarikannya dan akhirnya menegaskan tekadnya memilih Islam sebagai agama dan keyakinannya yang baru setelah beliau menyatakan keislamannya secara terbuka di hadapan Hujjatul Islam Muhammad Taqi Sarfipur, imam Jum'at kota Lahaijan. Apoteker Jepang tersebut memilih mazhab Ahlul Bait sebagai keyakinannya dalam berIslam dan mengganti namanya menjadi Fatimah atas pilihannya sendiri.
Imam Jum'at Lahaijan mengucapkan selamat kepada Dr. Fusaku atas keislamannya
sumber: abna.ir

Minggu, 21 April 2013

Kelompok Salafi Anti Persatuan Gelar Seminar Kecam Syiah

Menurut Kantor Berita ABNA, ditengah kemelut politik dan keamanan negara yang masih dalam proses perbaikan, kelompok salafi garis keras Mesir justru menggalakkan kampanye Gerakan Anti Syiah. Ibarat memancing di air keruh, kelompok Salafi mengadakan seminar dengan tema,  "Syiah adalah musuh, berwaspadalah!" dengan menampilkan beberapa penceramah seperti Syeikh Muhammad Ibrahim Manshur, Syeikh Husain Abu Khair, Syiekh Muhammad Farid dan Syiekh Sa'ad Zalhaf.
Dalam forum yang berlangsung di Masjid Nurul Iman (Barat Mesir) pada Ahad lalu, Muhammad Ibrahim Manshur yang merupakan mantan anggota Parlemen dan Perancang Undang-Undang Mesir berkata, "Syiah berada dalam fase pertama menarik orang awam ke arah mereka dengan propaganda kecintaan dan turut merasakan duka dan derita Ahlul Bait, setelah itu mereka akan menerangkan syubhat seperti "Barangsiapa yang mencintai Ahlul Bait akan ke syurga sebaliknya mereka yang tidak cinta Ahlul Bait akan ke neraka".
Manshur turut mengakui pesatnya pengaruh Syiah dan perkembangannya di Mesir sambil berkata, "Saat ini kami menjadi saksi akan semakin pesatnya perkembangan dakwah Syiah di berbagai wilayah."
Syeikh Muhammad Farid (Dosen Jurusan Hadis Institut Ibnu Taimiyah) dalam forum tersebut turut menjelaskan bahwa Khomeinisme mempunyai akidah yang aneh dan sesat. Katanya, "Masalah Tasyayyu' amatlah sukar, bahaya Syiah terlalu besar bagi mereka yang awam dan tidak mengenali sejarahnya."
Syeikh Sa'ad Zalhaf dalam penyampainnya turut membenarkan kesesatan Syiah sembari mengumbar, "Syiahlah yang hakekatnya yang membunuh Husain! mereka sentiasa mengkhianati umat Islam!".

Di akhir forum, Syiekh Husain Abul Khair menunjukkan kepada peserta bukti-bukti yang disebutnya sebagai penyimpangan akidah Syiah dengan menayangkan beberapa klip video dan gambar.
Di antara tuduhan yang dilemparkan termasuklah syubhat lama yang telah dijawab oleh banyak ulama baik Syiah maupun ulama Ahlus Sunnah yang adil. "Syiah memiliki aqidah bahwa al-Quran telah diwahyukan kepada Ali sebelum diturunkan kepada Nabi Saw." Umbarnya.
Gerakan anti Syiah tersebut semakin gencar menyebar fitnah terhadap Syiah setelah Ikhwanul Muslimin, cendekiawan dan mayoritas rakyat Mesir termasuk ulama-ulama universitas Al Azhar menyatakan tekad akan mempererat hubungan antara Kairo dan Teheran. Kelompok yang mendapat kucuran dana besar dari Arab Saudi dan Qatar tersebut berusaha mencegah terjalinnya hubungan erat itu dengan menggalakkan propagan anti Syiah dan anti Iran.  
Sementara itu Hazim Ismail, salah seorang aktivis Salafi yang menyebut diri mereka sebagai Pembela Sahabat telah mengecam Syiah dan menyamakannya dengan Majusi. Dalam sebuah debat beliau bersama tokoh Syiah Ahmad Rasim al-Nafis di stasiun televisi Akhir al-Nahar, beliau berkata, "Israel dan Yahudi adalah Ahli Kitab, Nabi Islam menjalinkan hubungan dengan Yahudi dan Kristian, namun tidak dengan Majusi."
sumber : abna.ir

Selasa, 09 April 2013

Kang Jalal, "Sampaikan Dakwah dengan Senyuman"

Ketua Dewan Syuro Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), K.H. Jalaludin Rahmat meminta umat Islam senantiasa menyampaikan dakwah dengan senyuman dan menjauhi kekerasan. Demikian pesan utama Kang Jalal dalam pembukaan Rakernas IJABI 2013 yang dilangsungkan di aula Muthahhari, 9 - 10 Februari lalu di Bandung. Berita dikutip dari http://www.klik-galamedia.com/kang-jalal-sampaikan-dakwah-dengan-senyuman [majulah-ijabi.org]

"Sampaikan dakwah dengan senyuman agar lebih banyak mendapat simpati," kata Kang Jalal saat ditemui "GM" di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IJABI di Jln. Kampus II, Kiaracondong Bandung, Minggu (10/2).

Kegiatan tersebut diikuti 70 pengurus PW IJABI se-Indonesia yang dipimpin Ketua Umum Tanfidziyah PP IJABI, Syamsudin Baharrudin. Acara diawali peluncuran buku Kesesatan Suni Syiah karya Kang Jalal.

Menurutnya, saat ini penyampaikan dakwah kepada masyarakat lebih lekat dengan cara-cara kekerasan. "Ada baiknya ustaz menyampaikan dakwah dengan senyuman sehingga mendapat simpati dari masyarakat," katanya.

Ia meminta para pengurus IJABI untuk lebih mengedepankan dakwah dengan senyuman. Selain melebur dengan masyarakat agar tidak eksklusif. Begitu juga para pengikut, berbaur untuk menjadi imam dan khatib untuk kejayaan Islam.

Sementara Ketua Tanfidziyah PP IJABI, Syamsuddin Baharuddin menyatakan, rakernas untuk konsolidasi organisasi dan penyusunan rancangan program kerja serta kajian intelektual. "Pada pertemuan ini hanya untuk konsolidasi organisasi," katanya.

Menyinggung keterlibatan politik, ditegakan, para pengurus IJABI tidak boleh terlibat politik praktis, terlebih aktif pada partai politik. "Tapi tidak boleh golput dalam menentukan pilihan di setiap pilkada," katanya.

Meski demikian, pengurus IJABI tetap harus terlibat dalam suksesi kepemimpinan, baik pemilihan presiden, gubernur, bupati atau wali kota. "Jika ada pengurus terlibat partai politik harus mundur, seperti yang pernah terjadi di Sulawesi," katanya.

Menyinggung jumlah keanggotaan IJABI, pihaknya tidak memberlakukan kartu anggota. Namun di Indonesia telah ada 30 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW). "Khusus Jawa Barat telah memiliki 20 DPC," terangnya.
sumber : situs ijabi indonesia

Ust Jalal: Di IJABI Wilayah Faqih Bukan Wacana, Tapi Penerapan

Ahsa al-Banduni

Jam 06.30 saya menghidupkan motor. Saya pamit pada istri untuk berangkat menuju Pesantren Al-Mukaromah, Pasirhonje Bandung. Jalan hari itu lumayan sepi dan tidak macet. Maklum hari Selasa, 21 Maret 2013, adalah libur nasional.


Saya pilih jalur yang tidak biasa. Saya pacu motor sampai di jalan Penghulu Haji Hasan Mustapa arah terminal Cicaheum Bandung. Di sana saya tanya tukang ojek. Tukang ojek menunjuk jalan Cimuncang terus ke atas. Benar, jalan yang dituju itu menanjak. Tadinya saya ragu kalau motor legenda (tua) yang dipakai tidak bisa naik. Ternyata dipaksakan bisa juga sampai ke Al-Mukaromah. Setiba di lokasi, seorang aktivis Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) memanggil saya untuk makan pagi. Kebetulan belum sarapan, saya pun langsung mengambil makanan.

Selesai sarapan, langsung ke aula Madrasah Al-Mukaromah. Di sana sudah berkumpul para aktivis dan pengurus IJABI dari masing-masing daerah yang ada di Jawa Barat. Lebih dari empat puluh orang yang hadir.

Pada dinding meja depan tertera Musyawarah Wilayah Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia Jawa Barat  (Muswil IJABI Jabar). Di kursi depan duduk tiga orang pengurus IJABI Jabar menyampaikan program-program yang merupakan hasil diskusi peserta muswil semalam. Di antara program yang digagas adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat, pemberian modal usaha, kaderisasi ustadz, kajian dan pembekalan ilmu-ilmu Islam untuk generasi muda, silaturahim dengan tokoh masyarakat, dan kegiatan bersama seluruh pengurus IJABI di Jabar.

Selesai pemaparan program, dialog dibuka kembali untuk menajamkan rincian dari setiap program.  Masukan dari setiap daerah bermunculan. Di tengah suasana dialog, saya keluar dari ruangan untuk mengambil kopi. Ketika keluar, muncul dari bawah guru saya: Al-Ustadz Jalaluddin Rakhmat dibarengi pengurus IJABI Jabar. Saya langsung mendatanginya kemudian bersalaman. Guru saya tersenyum. Itulah yang khas dan tidak pernah hilang setiap kali saya bertemu dengan Ustadz Jalal.

Ustadz Jalal yang didampingi pengurus IJABI masuk ke aula. Saya membuat kopi dan segera masuk aula menempati tempat duduk yang ditempati sebelumnya. Di depan, panitia meminta seorang ustadz yang juga pengajar di Al-Mukaromah untuk memandu majelis ilmu bersama Ustadz Jalal.

Ustadz yang memandu mengawali pembicaraannya dengan mengutip hadis tentang pentingnya ilmu. Tangan pemandu yang memegang mikrofon terlihat gemetar. Pemandu pun menyampaikan bahwa dirinya kalau memandu acara di hadapan ulama-ulama Nahdlatul Ulama (NU) tidak gemetaran. Namun, saat memandu majelis ilmu bersama Ustadz Jalal gemetaran. Sontak peserta Muswil pun tertawa.

Pesan buat Ijabiyyun

Ustadz Jalal mengawali pembicaraannya dengan menyampaikan informasi buku yang berjudul Al-Washayaa. Sebuah buku yang memuat wasiat-wasiat Rasulullah saw kepada keuarga Nabi dan sahabatnya. Menurutnya, wasiat yang diberikan oleh Rasulullah saw kepada setiap orang berbeda. Wasiat yang diberikan kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan kepada Abu Dzar berbeda. Disesuaikan dengan tingkat penerimaan dan kemampuan memahami suatu masalah. Rasulullah saw sangat mengetahui siapa saja yang pantas dapat wasiat yang berat, ringan, atau biasa-biasa dalam kandungan nilai dan makna dari perkataan yang disampaikan.

Di tengah ceramah, Ustadz Jalal mengutip hadis dari Imam Ali, “Kalau punya rahasia, titipkanlah pada satu orang. Kalau ingin meminta nasihat atau pendapat, mintalah kepada sebanyak-banyaknya orang.” Kemudian mengutip lagi, “Kalau ada yang menyakiti, carilah seribu alasan dibaliknya.”

Kemudian menyampaikan perbedaan antara orang yang mengetahui kalau dirinya tahu dengan orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Yang terakhir ini harus dijauhi karena termasuk sotoy (ahmaq) dan merasa takjub dengan pendapatnya sendiri serta tidak mau menerima pendapat orang lain.

Karena itu, Ustadz Jalal meminta Ijabiyyun (pengurus, anggota, dan masyarakat IJABI) untuk senantiasa meluangkan waktu mencari ilmu, belajar, dan meningkatkan pengetahuannya. Sedangkan dalam urusan akhlak, Ustadz Jalal berpesan, “akhlak bisa terwujud dengan praktik langsung dalam hidup dan latihlah nanti juga akan terbiasa.”

Wilayah Faqih

Pembicaraan beralih pada perbicangan Ustadz Jalal dengan duta besar Republik Islam Iran. Suatu hari Duta Besar Republik Islam Iran berbincang dengan Ustadz Jalal tentang kejadian di Iran pascarevolusi Islam. Menurut duta besar, kalau ada orang yang disebut anti-revolusi akan ditangkap karena dianggap menghina pemerintah. Di Iran, tidak sedikit orang yang menggunakan istilah anti-revolusi untuk menuduh orang lain yang dianggap sebagai lawannya. Dengan tujuan agar yang menyainginya itu tersingkir dari kancah politik atau urusan pemerintahan.

Perbincangan itu disampaikan setelah ada ulama dari Iran yang berkunjung ke Yayasan Muthahhari. Ulama yang merupakan perwakilan dari Rahbar meminta Ustadz Jalal untuk berbincang khusus. Ulama itu menyampaikan ada orang-orang Indonesia yang menyampaikan bahwa Ustadz Jalal disebut anti-wilayah faqih dan IJABI dianggap tidak mengikuti marja’ taqlid.

Tuduhan yang tidak berdasar itu dijawab oleh Ustadz Jalal, “IJABI berazas Pancasila dan wilayah faqih tidak diwacanakan, tetapi diterapkan dalam organisasi.”

“Penjelasan tentang wilayah faqih itu berbeda-beda. Masing-masing ulama memiliki pemahaman yang berbeda. Ada wilayah faqih menurut Imam Khomeini, wilayah faqih menurut Sayid Husein Fadhlullah, wilayah faqih menurut Ayatullah Muntazhiri, wilayah faqih menurut Ayatullah Kazhim Hairi, wilayah faqih menurut Baqir Shadr, dan lainnya,” kata Ustadz Jalal.

Menurut Ustadz Jalal, wilayah faqih merupakan gagasan yang mendasarkan pemerintahan atau masyarakat harus dipimpin oleh seorang faqih atau orang yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam (ulama). Gagasan yang model wilayah faqih pertama kali disampaikan oleh filsuf Plato yang mengatakan masyarakat akan baik kalau dipimpin seorang filsuf. Kemudian gagasan itu masuk dalam filsafat Islam melalui gerakan penerjemahan buku-buku dan dikembangkan oleh Al-Farabi yang menulis buku Al-Madinah Al-Fadhilah, Fushul Al-Madani. Gagasan itu muncul lagi yang disuarakan oleh Imam Khomeini dengan penyesuaian dengan konteks modern. Kemudian menjadi sistem pemerintahan Republik Islam Iran dan azas yang berlaku di Iran.

“Karena wilayah faqih menempatkan ulama dalam kedudukan yang tinggi,” kata Ustadz Jalal melanjutkan, “maka IJABI di daerah-daerah harus memiliki ustadz atau dewan syura.”

Kisah Pengkhianat

Ustadz Jalal juga sempat menyampaikan kisah pengkhianatan dari sahabat dan pengikut Imam Ali bin Abu Thalib. Abdurahman bin Muljam yang menebaskan pedang kepada Imam Ali, merupakan pengikutnya. Sejumlah sahabat yang asalnya bergabung dengan Imam Ali karena tergiur harta dan jabatan kemudian berpindah menjadi pengikut Bani Umayyah dan membuat gerakan Khawarij.

Meski banyak yang berkhianat dan melepaskan ketaatan kepada Imam Ali bin Abi Thalib, tetapi masih ada yang setia seperti Hujur bin Adi, Amr bin Hamiq, Ummu Salamah, Bilal bin Rabah Al-Habsyi, Uwais Al-Qarni, dan lainnya.

“Kehadiran para pengkhianat dalam sejarah Islam adalah untuk menguji keimanan dan ketaatan sekaligus menyeleksi seseorang itu setia atau tidak,” ujar Ustadz Jalal.

Di akhir majelis, Ustadz Jalal meminta peserta Muswil IJABI Jabar untuk mendoakan pengurus IJABI yang sudah wafat, orang yang membangun Pesantren Al-Mukaromah, dan kaum muslimin. Kemudian ditutup dengan bersalaman dan Ustadz Jalal berpamitan karena ada tamu dari Universitas Padjajaran yang menantinya di rumah.

Panitia Muswil IJABI Jabar bergerak ke depan. Meminta seorang peserta untuk melantunkan shalawat dan menyanyikan lagu Indonesia Raya disambug dengan hymne dan mars IJABI. Ditutup dengan doa, bersalaman, dan makan siang.
sumber : situs ijabi indonesia

Sebuah Catatan Orang Syiah Ahsa al-Banduni: Sunni dan Syiah Tidak Sesat

Sudah lama tidak menghadiri pengajian ahad. Mungkin sejak kegiatan Asyura 1434 sampai Rapat Koordinasi Nasional Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Rakornas IJABI)  saya tidak hadir. Entahlah senantiasa ada halangan kalau hendak berangkat. Namun, sejak kemarin sore sudah diniatkan untuk hadir dalam pengajian ahad. Alhamdulillah, bisa hadir lebih awal. [majulah-ijabi.org]


Di kawasan SMU Plus Muthahhari Bandung, saya bertemu dengan Kepala Perpustakaan Yayasan Muthahhari. Saya jalan bersamanya menuju Masjid Al-Munawwarah. Sebelum tiba di masjid, seorang Wakil Kepala Sekolah Cerdas Muthahhari datang bersama anak dan istrinya. Kemudian bersama-sama masuk masjid. Tiba di gerbang, terdengar alunan shalawat dan doa pagi sore.

Saya masuk ke dalam masjid. Mendengarkan alunan doa. Sembari mengiringi sebisanya, tiba-tiba dari belakang ada menepuk bahu. Ternyata seorang kawan yang sering hadir dalam pengajian. Ia tanya kenapa baru terlihat. Saya jawab: sedang menyibukan diri.

Alunan doa berhenti. Dari arah belakang dua pemuda dengan kopiah hitam dan mengenakan sarung maju ke depan. Mengambil mikrofon yang diberikan pembaca doa pagi dan sore. Kemudian salah seorang mengalunkan ayat al-Quran tanpa membaca mushaf al-Quran. Temannya di samping memegang mushaf al-Quran. Sesekali mengingatkan yang mengalunkan ayat al-Quran kalau ada kalimat yang terlewat. Indah sekali lantunannya. Sejuk dan tenteram terasa dalam hati.

Saat menikmati alunan ayat-ayat suci al-Quran, dari belakang ada yang menepuk lagi. Ketika dilihat ternyata seorang murid di SMP Bahtera menyalami saya. Dan, di bagian belakang ternyata sudah banyak orang yang hadir. Tampak juga guru saya: Ustadz Miftah F. Rakhmat.

Lantunan ayat suci al-Quran berhenti ditutup dengan ajakan shalawat. Jamaah yang hadir pun melantunkan shalawat secara bersama. Tiba-tiba kepala perpustakaan maju ke depan membagikan buku. Saya pun mendapatkannya. Saya pegang dan baca judulnya: The Prophetic Wisdom: Kisah-kisah Kearifan Para Nabi karya Ustadz Miftah, yang diterbitkan Mizan.

Ustadz Miftah maju ke depan. Ia berdiri di belakang mimbar. Memulai pembicaraannya dengan salam dan shalawat. Kemudian menyampaikan bahwa ia membagikan buku The Prophetic Wisdom kepada jamaah karena ingin berbagi pengetahuan. Ustadz Miftah juga bercerita bahwa sebentar lagi edisi revisi dan cetakan kedua buku The Prophetic Wisdom akan terbit dengan tambahan riwayat-riwayat kisah para Nabi dari jalur Keluarga Nabi Muhammad saw (Ahlulbait).

Ustadz Miftah juga menyampaikan wacana Sunni Syiah. Sampai sekarang ini sangat jarang orang memberikan kritik pada doa-doa yang dibaca kaum Muslim Syiah. Buku doa seperti Shahifah Sajjadiyah, Jausan Kabir, dan Kumail tidak ada mengkritik. Karena doa tersebut isinya sangat umum dan berupa harapan yang dimohonkan kepada Allah. Tidak ada yang mempermasalahkan isinya.

Memang ada satu doa yang isinya dianggap memiliki unsur celaan terhadap dua syaikh dari sahabat. (Kalau tidak salah dengar namanya doa Sunami Quraisy). Doa tersebut dinisbatkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah. Kalau dibandingkan dengan isi hadits-hadits dalam Nahjul Balaghah dan Doa Kumail yang merupakan berasal dari Imam Ali sangat jauh nilai dan cita rasa bahasa yang digunakannya. Apalagi dari segi sanad atas riwayat doa tersebut lemah dan jauh dari gaya bahasa dan kandungan pengetahuan yang disampaikan Imam Ali.

Dalam ceramahnya, Ustadz Miftah mengatakan bahwa seseorang telah mengirimkan email yang meminta komentarnya atas terbitnya buku Bahaya Kesesatan Akidah Syiah. Ustadz Miftah hanya mengomentari bahwa kalau Syiah sesat maka Sunni pun harus disesatkan karena dalil-dalil imamah dan ajaran-ajaran Ahlulbait berasal dari kitab-kitab hadits Ahlussunah (Sunni).

“Hadits-hadits Ghadir Khum, shalawat, kewajiban mengikuti Ahlulbait, atau hadits tsaqalain dan ahlulkisa disebutkan dalam kitab-kitab hadits Ahlussunah,” katanya.

Menurut Ustadz Miftah, sudah ribuan tahun mazhab Syiah disesatkan. Kemudian dunia dikagetkan dengan gerakan revolusi Islam di Iran oleh para ulama Syiah Iran di bawah komando Ayatullah Ruhullah Khomeini. Pemerintahan Pahlevi di Iran yang didukung Amerika Serikat runtuh dan digantikan pemerintahan Republik Islam Iran. Negara baru itu berdiri dengan mengambil label Islam.

“Anehnya, masyarakat dunia Islam tidak ada yang menggugatnya kalau memang Syiah itu bukan Islam. Sudah jelas Iran itu negeri muslim Syiah. Kalau memang keberatan dengan nama Islam yang digunakan pada negara seharusnya diprotes warga Muslim Dunia. Ternyata tidak. Berarti mazhab Syiah dalam tataran global tidak ada masalah dan diakui,” papar Ustadz Miftah.

Memang jarang di dunia ini negara yang mayoritas umat Islam menggunakan label Islam pada negara. Arab Saudi yang merupakan negeri yang penduduknya mengaku beragama Islam tidak melekatkan label Islam. Malah melekatkan nama pendirinya: Kerajaan Arab Saudi Ibnu Suud. Juga Jordania, Bahraian, Kuwait, Mesir, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia tidak melekatkan Islam dalam nama negara.

Ustadz Miftah juga sempat mengulas sedikit masalah politik di Suriah yang berimbas perang saudara dan disebut penindasan Syiah terhadap Sunni. Kalau melihat korban yang jatuh justru warga Syiah yang banyak menjadi korban.

Masih tentang wacana Sunni Syiah, Ustadz Miftah menyebutkan bahwa meski terus disesatkan, tidak ada orang Syiah yang menulis tentang kesesatan Ahlussunah. Paling hanya bantahan untuk mereka yang menyesatkan Syiah. Hanya sekadar menjawab kesalahpahaman orang terhadap mazhab Syiah. Yang bersifat menyesatkan ajaran-ajaran mazhab lainnya oleh pihak Syiah sangat jarang ditemukan. Justru yang terus menerus menyerang dan menyesatkan mazhab lain (termasuk pada Syiah) adalah orang-orang yang mengaku Ahlussunah.

Kesesatan Sunni Syiah

Di tengah ceramah, Ustad Miftah mengundang Ustadz Muhammad Babul Ulum. Seorang penulis buku Kesesatan Sunni Syiah yang baru-baru ini diterbitkan Aksara Pustaka. Ustadz Babul menyampaikan bahwa isu penyesatan terhadap Syiah tidak ada yang baru dan masih berulang-ulang. Bahkan, isu yang dipakai untuk menyerang Syiah sudah banyak dijawab oleh ulama Syiah.

Ustadz Babul juga menyampaikan sekarang ini tengah menyelesaikan desertasi doktor pemikiran Islam dengan mengambil penelitian tentang Muawiyat. Ustadz lulusan Pesantren Gontor ini mengaku mengambil judul tersebut terinspirasi dari buku Al-Mushthafa: Manusia Pilihan yang Disucikan karya Dr. Jalaluddin Rakhmat. Dalam buku tersebut, Ustadz Jalal memuat informasi sejarah zaman kekuasaan Bani Umayyah, khususnya Muawiyah bin Abu Sufyan, yang memerintahkan orang-orang yang terdekatnya untuk membuat hadits-hadits keutamaan sahabat-sahabat Nabi. Hal itu dibuat agar hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan Imam Ali dan Ahlulbait menjadi hilang. Muawiyah juga sempat melarang orang meriwayatkan keutamaan Imam Ali. Bahkan memerintahkan khatib untuk mencaci maki Imam Ali dan pengikutnya dalam khutbah jumat. Hal itu dilakukan ratusan tahun.

Menurut Ustadz Babul, salah seorang tabiin berbincang dengan sahabat Nabi yang bernama Bara bin Adzib. Tabiin itu memujinya sebagai orang yang beruntung karena telah melihat langsung dan mendengarkan ucapan Rasulullah saw. Bara bin Adzib mengakui banyak hadits-hadits palsu dan hal-hal baru yang dibuat setelah Rasulullah saw meninggal dunia. Hadits dan hal-hal yang baru tersebut dalam sejarah terjadi pada zaman kerajaan Bani Umayyah. Karena itu, Ustadz Babul menjadikannya sebagai bahan penelitian desertasi.

Di hadapan jamaah, Ustadz Babul menyebutkan bocoran temuan dalam penelitiannya bahwa dalam pemerintahan Bani Umayyah terdapat konspirasi. Para penasihat Bani Umayyah yang membisiki para penguasa untuk menindas, melenyapkan, dan mengubah ajaran Islam yang berasal dari Rasulullah saw. Setelah Rasulullah saw wafat, masa kekuasaan khalifah yang tiga terdapat pembisik-pembisik yang menjadi penasihat.

“Para pembisik ini orang-orang yang asalnya tidak Islam kemudian masuk Islam dan mengubah ajaran Islam dari dalam dan melalui kekuasaan. Masa kekuasaan Umar bin Khaththab ada penasihat yang berasal dari Yahudi bernama Ka’ab Al-Ahbar. Masa Abu Bakar, Utsman bin Affan, Muawiyah dan pelanjutnya ada. Mereka ini yang menggerakan penguasa untuk mengubah ajaran Islam dengan alasan-alasan kepentingan pemerintahan,” tutur Ustadz Babul.

Di akhir, Ustadz Miftah membagi-bagikan sebuah buku antologi puisi Dr. Dimitri Mahayana kepada jamaah yang dapat menjawab kuis yang disampaikan Ustadz Babul. Kemudian salah seorang panitia Musyawarah Wilayah Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Muswil IJABI) Jawa Barat berdiri meminta doa jamaah untuk kelancaran Muswil IJABI Jawa Barat yang berlangsung Senin dan Selasa (11-12 Maret 2013) di Pasirhonje Bandung.
sumber : www.majulah-ijabi.org

SEPUTAR BABUL ULUM, TOKOH IJABI NAS: Antara Al-Musawi, Ulum dan Ihsan Ilahy Dzahir

Oleh: Tiar Anwar Bachtiar
KETIKA kita mempertanyakan siapakah sesungguhnya kelompok yang menamakan diri sebagai Syiah, tentu satu-satunya jawaban adalah menelusuri sejarahnya. Sejarah memang berfungsi salah satunya untuk memperjelas dan memberi identitas. Oleh sebab itu, baik dari kalangan Syiah sendiri maupun dari yang bukan Syiah ingin mencoba menunjukkan identitasnya melalui analisis kesejarahan. Kedua-dua kelompok ini ingin mencoba menunjukkan siapa sebenarnya Syiah itu.

Pihak Syiah ingin menunjukkan bahwa mereka adalah kelompok yang sah, bahkan lebih sah dari kelompok yang mengaku Islam lainnya. Mereka tunjukkan itu dengan catatan-catatan sejarah yang mereka konstruksi sehingga lahir kesimpulan bahwa Syiah telah ada sejak zaman Nabi Saw. dan Nabi Saw merekomendasikan agar umat Islam memilih Syiah. Sementara itu, yang mengkritik Syiah justru dengan segudang bukti menunjukkan bahwa Syiah tidak pernah ada kecuali setelah masa Usman ibn Affan dan pada perkembangannya disusupi oleh Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, yaitu Abdullah ibn Saba’.

Kedua pendapat ini tentu saja di kalangan awam cukup membingungkan. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya apatis dan tidak tertarik untuk menelisik lebih dalam mengenai kebenaran keduanya. Inilah yang akhirnya mengaburkan usaha untuk mengungkap siapa sesungguhnya Syiah.
Tulisan ini bukan bermaksud menelusuri persoalan sejaran Syiah ini dari sumber-sumber utamanya untuk melahirkan suatu historiografi tentang Syiah yang dianggap kuat. Tulisan ini hanya akan membandingkan tulisan-tulisan mengenai sejarah Syiah yang ditulis oleh orang Syiah dan penentangnya. Buku yang ditulis Syiah yang akan direview adalah tulisan Hashim Al-Musawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul The Shia: Mazhab Syiah Asal-Usul dan Keyakinannya dan buku yang ditulis salah satu intelektual IJABI Muhammad Babul Ulum, Merajut Ukhuwah Memahami Syi’ah. Sementara buku yang memuat versi lain tentang sejarah Syiah adalah buku Ihsan Ilahy Zhahir, Al-Syi’ah wa Al-Tasyayyu’: Firaq wa Tarikh.

Tujuan pembandingan sumber-sumber di atas adalah untuk mengetahui bagaimana masing-masing pihak melakukan rekonstruksi terhadap sejarah Syiah, argumen yang dibangun, dan sikapnya terhadap penulis lain yang berseberangan pendapat. Dengan cara ini, kita sebagai pembaca awam mudah-mudahan dapat secara objektif menentukan bacaan yang lebih baik kita jadikan pegangan.

Sejarah Syiah dalam buku Al-Musawi dan Babul Ulum
Baik buku Al-Musawi maupun Babul Ulum, keduanya merupakan buku pengantar untuk mengenal sekte Syiah. Al-Musawi adalah penulis Syiah asal Libanon dan buku aslinya dalam bahasa Inggris diterbitakan oleh Ghadir Center for Islamic Studies Beirut. Buku ini berisi penjelasan mengenai siapa sesungguhnya Syiah yang dijelaskannya dengan mengupas sejarah Syiah; juga dijelaskan apa saja ajaran-ajaran pokok Syiah secara lengkap, terutama menyangkut keimanan dalam pandangan Syiah.


Sementara itu, Babul Ulum adalah seorang aktivis Syiah militan dari Indonesia yang kini tinggal di Bandung. Ia bergabung dengan ormas Syiah bentukan Jalaludin rahmat, IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul-Bait Nabi) dan menjadi salah seorang pejabat terasnya di ormas ini. Buku yang ditulisnya pun menggunakan pendekatan sejarah untuk menunjukkan identitas Syiah. Selebihnya ia menjelaskan tentang prinsip-prinsip ushul Syiah dalam menetapkan hukum. Buku ini dengan buku Al-Musawi dapat saling melengkapi tentang ajaran dasar Syiah dalam hal aqidah dan hukum, namun masih belum terlalu mendalam dan lengkap.

Mengenai sejarah Syiah, kedua-duanya terlihat ingin mendelegitimasi rekonstruksi sejarah Syiah yang ditulis oleh Ihsan Ilahy Zhahir. Hanya saja, Al-Musawi tidak menyebut nama sedangkan Ulum secara tegas menyebut nama penulis asal Pakistan itu. Al-Musawi menulis,“Banyak penulis tidak objektif ketika menyebut asal-muasal Syiah. Mereka menyebarkan pernyataan tanpa bukti bahwa mazhab Syiah dibentuk oleh seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba. Yang lain menyatakan bahwa mazhab Syiah lahir setelah nabi Saw. wafat ketika sekelompok sahabat bertemu di rumah Ali dan mendapat dukungan dari istri Ali, Fatimah, dan paman Ali al-Abbas, atau bahwa mazhab Syiah lahir bertahun-tahun kemudian pada masa pemerintahan Imam Ali sebagai Khalifah.” ( The Shia: Mazhab Syiah Asal-Usul dan Keyakinannya, hal. 20)

Al-Musawi tidak menyebut siapa penulis yang disebutnya “tidak objektif” dan juga tidak menjelaskan apa ketidakobjektifan yang dilakukannya. Akan tetapi, mereka yang mendalami sejarah Syiah pasti akan segera mengingat Ihsan Ilahy Zhahir yang populer dengan tulisannya mengenai masalah ini dan dijadikan rujukan di seluruh penjuru dunia tentang sejarah Syiah. Sementara itu, Ulum dengan tegas menyebut siapa penulis yang tidak disebut oleh Al-Musawi di atas. Berikut tulisannya, "Ihsan Ilahy Dzahir, salah seorang penulis bayaran berpaham Nashibi dari Pakistan, membatasi munculnya Syiah pada masa kepemimpinan Utsman yang kemudian meluas di kala pecah konflik antara Ali dan Muawiyah. Penggunaan istilah Syiah menurutnya, hanya untuk dua kelompok politik dan golongan yang saling bertentangan dalam urusan yang berkaitan dengan kekuasaan dan pemerintahan….

Dengan demikian, pendapat yang menisbahkan ajaran Syiah kepada Abdullah bin Saba’, seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam hanya untuk merusak ajarannya dan sangat benci terhadap Islam, secara otomatis tertolak, baik menurut logika akal sehat maupun dalil agama. ( Merajut Ukhuwah Memahami Syi’ah,hal. 43 dan 47)


Kedua penulis ini tidak menjelaskan secara rinci argumen-argumen yang ditulis oleh Zhahir sehingga siapa saja yang membacanya tidak bisa menghindari kesan bahwa kadua penulis ini hanya menyebarkan fitnah tentang Ihsan Ilahy Zhahir dan penulis-penulis yang sependapat dengannya. Ulum memang menyebutkan alasannya menolak pendapat Zhahir, yaitu bahwa Zhahir menolak hadis tentang peristiwa indzâr karena tidak diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori. Kemudian secara tidak nyambung Ulum berargumen bahwa Shahih Bukhori memuat banyak hadis dhaif sehingga argumen Zhahir tertolak karena ini. (Selengkapnya lihat, Merajut Ukhuwah Memahami Syi’ah, hal. 44-47)

Yang dimaksud peristiwa Indzâr adalah peristiwa ketika turun ayat وأنذر عشيرتك الأقربين (QS Al-Syu’ara: 214). Ulum mengutip pendapat Kasyif Githa’ bahwa ayat ini berkaitan dengan isyarat Nabi tentang adanya kelompok pendukung Ali (Syiah Ali). Menurutnya Nabi Muhammad Saw. mengumpulkan kerabat dekatnya (Bani Hasyim). Para ahli sejarah berselisih pendapat tentang jumlah mereka waktu itu. Ada yang berpendapat tiga puluh orang, ada pula yang mengatakan kurang lebih empat puluh orang termasuk para paman beliau, termasuk para paman beliau, Abu Thalib, Hamzah, dan Abu Lahab. Setelah kerabat Nabi berkumpul, beliau memperingatkan mereka sebagaimana perintah ayat tersebut, dan berkata, “Siapa di antara kalian yang menolongku untuk menjadi saudaraku, pewarisku, pengemban wasiatku, wazirku, penggantiku untuk memimpin kalian sepeninggalku?” Tidak ada seorang pun yang hadir menjawab seruan beliau selain Ali bin Abi Thalib. Seraya berdiri, Ali—yang terkucil di antara mereka yang hadir—berkata, “Aku, wahai Nabiyullah. Aku bersedia menjadi pembantumu.” Kemudian Rasulullah memangkunya seraya berkata, “Dengarlah dia dan taatilah ia.” Yang hadir pada waktu itu pun berdiri sambil tertawa mengejek Abu Thalib, seraya berkata, “Lihatlah, dia telah menyuruhmu untuk mendengarkan dan taat kepada anakmu.” ( Merajut Ukhuwah Memahami Syi’ah,hal. 42 dan 43)

Peristiwa inilah yang dianggap oleh Ulum sebagai cikal bakal lahirnya Syiah. Sementara itu, untuk menunjukkan bahwa Syiah telah ada sejak zaman Rasul, Al-Musawi menyebutkan bahwa istilah Syiah (Ali) ini pada zaman Rasulullah Saw. digunakan untuk menyebut empat sahabat pengikut setia Ali, yaitu: Salman Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari, Al-Miqdad, dan Ammar ibn Yasir. Kesimpulan ini didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Askar dari Jabir bin Abdillah yang menyebut nama keempat sahabat itu saat menafsirkan ayat, “Mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk.” (QS Al-Bayyinah: 7). Dalam riwayat itu disebutkan, “Saat itu kami tengah bersama Nabi. Lalu datang kepada kami Ali. Nabi berkata, “Demi Dia yang hidupku di tangan-Nya, dia (maksudnya Ali) beserta pengikut dan pendukung setianya akan menjadi orang-orang yang menang pada Hari Kebangkitan.” Yang dimaksud pendukung Ali adalah keempat sahabat di atas. (The Shia: Mazhab Syiah Asal-Usul dan Keyakinannya, hal. 21)


Jadi, menurut kedua buku ini Syiah ini telah terbentuk sejak zaman Nabi Saw. Mereka dipelopori oleh empat sahabat pendukung setianya, yaitu Salman, Miqdad, Abu Dzar, dan Ammar. Bila kemudian semakin terfragmentasi kelompok Ali dan Bani Umawiyah sepeninggal Usman ibn Affan, mereka menganggapnya sebagai suatu perkembangan yang wajar dari cikal bakal yang sudah tumbuh sejak zaman Nabi Saw. yang setelah itu kemudian berkembang sampai menjadi mengeras saat terjadi pertentangan sengit antara kelompok Ali dan Bani Umayah pada masa kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib. Sejak saat itu, kelompok ini menjadi semakin tampak bentuknya dan memiliki doktrin sendiri di tangan Ja’far Al-Shadiq setelah peristiwa Karbala. (Merajut Ukhuwah Memahami Syi’ah, hal. 61-65)

Akan tetapi, doktrin ini menurut kedua buku ini hanyalah suatu mazhab fikih Ja’fariyah yang sebanding dengan mazhab-mazhab lain yang juga sama-sama berkembang di dalam Islam. Bersambung...
Penulis buku-buku Sejarah Islam

Senin, 08 April 2013

Ide Penyatuan Sunni-Syiah Berasal Dari Orang Yang Tidak Paham Syiah

Banyak kalangan memahami konflik yang terjadi di Suriah adalah murni Perang Saudara. Upaya menyatukan Sunni dan Syiah pun disuarakan untuk menengahi konflik di bumi Syam. Padahal konflik Suriah adalah dampak dari kesesatan akidah Syiah yang memusuhi Ahlussunnah. Demikian dikatakan Sekjen Forum Indonesia Peduli Suriah, Ustadz Abu Harits Lc.

“Wacana penyatuan Sunnah dan Syiah keluar dari orang yang belum paham Syiah. Dari simpul akidah antara Sunni dan Syiah tidak bisa disatukan, apalagi simpul lainnya,” katanya dalam Tabligh Akbar Konflik Suriah Dampak Kesesatan Akidah Syiah di Kota Wisata, Cibubur, Selasa (12/3/2013) seperti diberitakan islampos.com.

Banyak orang mengatakan bahwa Syiah adalah mazhab sah dalam Islam. Memperdebatkan perbedaan Ahlussunah dan Syiah hanya akan membuang waktu, sebab Syiah sudah ada sejak lama. Pernyataan seperti ini dibantah oleh Abu Harits.

“Islam hanya satu yakni Islam ahlussunah wal jamaah. Jika ada yang mengatakan perdebatan Syiah dengan Sunnah telah berjalan sejak lama. Maka kita perlu balik bertanya sejak kapan (perdebatan) itu berlangsung? Apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan ajaran syiah?” tanya pria yang pernah berkunjung ke Suriah bersama Hilal Ahmar Society Indonesia ini.

Dalam konteks Suriah, kekejaman dan kezhaliman dilakukan oleh Syiah Nushairiyah. Abu Harits menjelaskan ajaran Syiah ini muncul pada abad ke 3 Hijriah dengan pendiri bernama Muhammad bin Nushoir An Numairi.

“Tokoh ini mengaku sebagai tuhan dan titisan tuhan di muka bumi,” ungkapnya.
Akidah Syiah Nushairiyah adalah wahdatul wujud. Mereka berkeyakinan Allah bisa menyatu dengan jasad makhluk-Nya. Maka tidak heran hingga hari ini jamak ditemui para pemeluk Syiah Nushairiyah di Suriah secara terang-terangan mengakui Bashar Assad sebagai Tuhan dan menyembahnya.
“Ini kesesatan luar biasa,” pungkasnya.
sumber : fimadani.com

Kamis, 04 April 2013

Sekilas sejarah hitam syiah sepanjang zaman

Di bawah ini adalah ringkasan sejarah kelompok Rafidhah (sebutan yang diberikan para ulama terhadap aliran Syi’ah), kanker yang menggerogoti umat islam dan penyakit yang menular, kami akan menyebutkan – dengan izin Allah – peristiwa-peristiwa nyata dan penting yang pernah dilalui dalam sejarah mereka. Semoga ringkasan singkat ini mampu membuka pandangan mayoritas Ahlus Sunnah yang telah termakan isu dan slogan-slogan pendekatan antara Islam dan Rafidhah.
14 H. Pada tahun inilah pokok dan asas dari kebencian kaum Rafidhah terhadap Islam dan kaum muslimin, karena pada tahun ini meletus perang Qadisiyyah yang berakibat takluknya kerajaan Persia Majusi, nenek moyang kaum Rafidhah. Pada saat itu kaum muslimin dibawah kepemimpinan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu.
16 H. Kaum muslimin berhasil menaklukkan ibu kota kekaisaran Persia, Mada’in. Dengan ini hancurlah kerajaan Persia. Kejadiaan ini masih disesali oleh kaum Rafidhah hingga saat ini.
23 H. Abu Lu’lu’ah Al-Majusi yang dijuluki Baba ‘Alauddin oleh kaum Rafidhah membunuh khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu. Dan ini merupakan salah satu simbol mereka dalam memusuhi Islam.
34 H. Munculnya Abdullah bin saba’, si yahudi dari yaman yang dijuluki Ibnu Sauda’ berpura-pura masuk Islam, tapi menyembunyikan kekafiran dalam hatinya. Dia menggalang kekuatan dan melancarkan provokasi melawan khalifah ketiga Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu hingga khalifah tersebut dibunuh oleh para pemberontak karena fitnah yang dilancarkan oleh Ibnu Sauda’ (Abdullah bin Saba’) pada tahun 35 H. Keyakinan yang diserukan oleh Abdullah bin Saba’ ini berasal dari pokok-pokok ajaran Yahudi, Nasrani dan Majusi yaitu menuhankan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, wasiat, raj’ah, wilayah, keimamahan, bada’ dan lain-lain.
36 H. Malam sebelum terjadinya perang Jamal, kedua belah pihak telah sepakat untuk berdamai. Mereka bermalam dengan sebaik-baik malam sementara Abdullah bin Saba’ beserta pengikutnya bermalam dengan penuh kedongkolan. Lalu dia membuat provokasi kepada kedua belah pihak hingga terjadilah fitnah seperti yang diinginkan oleh Ibnu Saba’. Pada masa kekhilafahan Ali bin Abi Thalib, kelompok Abdullah bin Saba’ datang kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu seraya berkata, “Kamulah, kamulah!!” Ali bin Abi Thalib menjawab: “Siapakah saya?”, mereka berkata: “Kamulah sang pencipta!”, lalu Ali bin Abi Thalib menyuruh mereka untuk bertaubat tapi mereka menolak. Kemudian Ali bin Abi Thalib menyalakan api dan membakar mereka.
41 H. Tahun ini adalah tahun yang paling dibenci oleh kaum Rafidhah karena tahun ini dinamakan tahun jama’ah (tahun persatuan) kaum muslimin dibawah pimpinan sang penulis wahyu, khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu, dimana Hasan bin Ali bin Abi Thalib menyerahkan kekhilafahan kepada Mu’awiyah. Maka dengan ini surutlah tipu daya kaum Rafidhah.
61 H. Pada tahun ini Husein bin Ali Radhiyallahu ‘anhu terbunuh di karbala yaitu pada hari ke-10 bulan muharram setelah ditinggalkan oleh para penolongnya dan diserahkan kepada pembunuhnya.
260 H. Hasan Al-Askari meninggal dunia, namun kaum Rafidhah menyangka bahwa imam ke-12 yang ditunggu-tunggu (Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari) telah bersembunyi di sebuah sirdab (ruang bawah tanah) di samurra’ dan akan kembali lagi ke dunia.
277 H. Munculnya gerakan Al-Qaramithah beraliran Rafidhah di daerah kufah dibawah kendali Hamdan bin Asy’ats yang dikenal dengan julukan Qirmith.
278 H. Munculnya gerakan Al-Qaramithah beraliran Rafidhah di daerah Bahrain dan Ahsa’ yang dipelopori oleh Abu Sa’id Al-Janabi.
280 H. Munculnya kerajaan Zaidiyah beraliran Rafidhah di Sha’dah dan Shan’a daerah Yaman, dibawah kepemimpinan Al-Husein bin Al-Qasim Ar-Rasiy.
297 H. Munculnya kerajaan Ubaidiyin di Mesir dan Maghrib (Maroko) yang didirikan oleh Ubaidillah bin Muhammad Al-Mahdi.
317 H. Abu Thahir Ar-Rafidhi Al-Qurmuthi sampai dan memasuki kota Mekah pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) lalu membunuh para jamaah haji di masjidil Haram serta mencongkel hajar Aswad dan membawanya ke tempat ibadah mereka di Ahsa’. Dan hajar Aswad itu berada disana sampai tahun 355 H. Kerajaan mereka tetap eksis di Ahsa’ hingga tahun 466 H. Pada tahun ini berdirilah kerajaan Hamdaniyah di Mousul dan Halab kemudian tumbang pada tahun 394 H.
329 H. Pada tahun ini Allah telah menghinakan kaum Rafidhah karena pada tahun ini dimulailah Ghaibah Al-Kubra atau menghilang selamanya. Menurut mereka, imam Rafidhah yang ke-12 telah menulis surat dan sampai kepada mereka yang bunyinya: “Telah dimulailah masa menghilangku dan aku tidak akan kembali sampai masa yang diizinkan oleh Allah, maka barangsiapa yang mengatakan bahwa dia telah berjumpa denganku maka dia adalah pendusta dan telah tertipu.” Semua ini mereka lakukan dengan tujuan menghindari akan banyaknya pertanyaan orang-orang awam kepada ulama mereka tentang keterlambatan Imam Mahdi keluar dari persembunyiannya.
320-334 H. Munculnya kerajaan Buwaihiyah beraliran Rafidhah di daerah Dailam yang didirikan oleh Buwaih bin Syuja’. Mereka membuat kerusakan-kerusakan di kota Baghdad, Iraq, sehingga orang-orang bodoh pada masa itu mulai berani memaki-maki para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum.
339 H. Hajar Aswad dikembalikan ke Mekkah atas rekomendasi dari pemerintahan Ubaidiyah di mesir.
352 H. Pemerintahan Buwaihiyun mengeluarkan peraturan untuk menutup pasar-pasar pada tanggal 10 muharram dan meliburkan semua kegiatan jual beli. Lalu para wanita keluar rumah tanpa mengenakan jilbab dengan memukul-mukul diri mereka di pasar-pasar. Pada saat itulah pertama kali dalam sejarah diadakan perayaan kesedihan atas meninggalnya Husein bin Ali bin Abi Thalib.
358 H. Kaum Ubaidiyun beraliran Rafidhah menguasai Mesir. Salah satu pemimpinya yang terkenal adalah Al-Hakim Biamrillah yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan dan menyeru kepada ajaran reinkarnasi. Dengan runtuhnya kerajaan ini pada tahun 568 H muncullah gerakan Druz yang berfaham kebatinan.
402 H. Keluarnya pernyataan kebatilan nasab Fatimah yang digembar-gemborkan oleh penguasa kerajaan Ubaidiyah di Mesir dan menjelaskan ajaran mereka yang sesat dan mereka adalah zindiq dan telah dihukumi kafir oleh seluru ulama’ kaum muslimin.
408 H. Penguasa kerajaan Ubaidiyah di Mesir yang bernama Al-Hakim Biamrillah mengklaim bahwa dirinya adalah Tuhan. Salah satu dari kehinaannya adalah dia berniat untuk memindahkan kubur Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dari kota madinah ke mesir sebanyak 2 kali. Yang pertama adalah ketika dia disuruh oleh beberapa orang zindik untuk memindahkan jasad Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam ke Mesir. Lalu dia membangun bangunan yang megah dan menyuruh Abul Fatuh untuk membongkar kubur Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu masyarakat tidak rela dan memberontak sehingga membuat dia mengurungkan niatnya. Yang kedua ketika mengutus beberapa orang untuk membongkar kuburan Nabi. Utusan ini tinggal didekat mesjid dan membuat lobang menuju kubur Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Lalu makar itupun ketahuan dan utusan tersebut dibunuh.
483 H. Munculnya gerakan Al-Hasyasyin yang menyeru kepada kerajaan Ubaidiyah berfaham Rafidhah di Mesir didirikan oleh Al-Hasan As-Shabah yang berketurunan darah persia. Dia memulai dakwahnya di wilayah persia tahun 473 H.
500 H. Penguasa Ubaidiyun membangun sebuah bangunan yang megah di Mesir dan diberi nama mahkota Al-Husein. Mereka menyangka bahwa kepala Husein bin Ali bin Abi Thalib dikuburkan di sana. Hingga saat ini banyak kaum Rafidhah yan pergi berhaji ke tempat tersebut. Kita bersyukur kepada Allah atas nikmat akal yang diberikan kepada kita.
656 H. Penghianatan besar yang dilakukan oleh Rafidhah pimpinan Nasiruddin At-Thusi dan Ibnul Alqomi yang bersekongkol dengan kaum Tartar Mongolia sehingga kaum Tartar masuk ke Baghdad dan membunuh lebih dari 2 juta muslim dan membunuh sejumlah besar dari Bani Hasyim yang seolah-olah dicintai oleh kaum Rafidhah. Pada tahun yang sama muncullah kelompok Nushairiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Nusair berfaham Rafidhah Imamiyah.
907 H. Berdirinya kerajaan Shafawiyah di Iran yang didirikan oleh Syah Ismail bin Haidar Al-Shafawi yang juga seorang Rafidhah. Dia telah membunuh hampir 2 juta muslim yang menolak memeluk madzhab Rafidhah. Pada saat masuk ke Baghdad dia memaki-maki Khulafa’ Rasyidin di depan umum dan membunuh siapa saja yang tidak mau memeluk madzhab Rafidhah. Tak ketinggalan pula dia membongkar banyak kuburan orang-orang Sunni (Ahlus Sunnah) seperti kuburan Imam Abu Hanifah.
Termasuk peristiwa penting yang terjadi pada masa kerajaan Shafawiyah adalah ketika Shah Abbas berhaji ke Masyhad untuk menandingi dan memalingkan orang-orang yang melakukan haji ke Mekah. Pada tahun yang sama Shadruddin Al-Syirazi memulai dakwahnya kepada madzhab Baha’iyah. Mirza Ali Muhammad Al-Syirazi mengatakan bahwa Allah telah masuk ke dalam dirinya, setelah mati dia digantikan oleh muridnya Baha’ullah. Sementara itu di India muncul kelompok Qadiyaniyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad yang mengatakan bahwa dirinya ialah Nabi dan keyakinan-keyakinan lainnya yang batil. Kerajaan Safawiyah berakhir pada tahun 1149 H.
1218 H. Seorang Rafidhah dari Irak datang ke daerah Dar’iyah di Najd dan menampakkan kesalehan serta kezuhudannya. Pada suatu hari, dia shalat di belakang Imam Muhammad bin Su’ud lalu diapun membunuhnya ketika sedang sujud dalam shalat Ashar dengan menggunakan belati yang disembunyikan dan telah dipersiapkannya. Semoga Allah memerangi kaum Rafidhah para pengkhianat.
1289 H. Pada tahun ini buku Fashlul Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab (kalimat penjelas bahwa kitab Allah telah diselewengkan dan diubah) karangan Mirza Husain bin Muhammad An-Nuri At-Thibrisi. Kitab ini memuat pendapat dan klaim-klaim Rafidhah bahwasanya Al-Qur’an yang ada saat ini telah diselewengkan, dikurangi dan ditambah.
1366 H. Sebuah majalah Rafidhah dengan nama Birajmil Islam terbit dengan memuat syair-syair yang mengutamakan tanah karbala atas Mekkah Al-Mukarramah.
Ia karbala tanah membentang, thawaflah tujuh kali pada tempat kediamannya,
Tanah mekkah tak memiliki keistimewaan dibanding keistimewaannya,
Sebongkah tanah, meski hamparan gersang adanya,
Mendekat dan mengangguk-angguk bagian atasnya kepada bagian yang dibawahnya.
1389 H. Khomeini menulis buku Wilayatul faqih dan Al-Hukumah Al-Islamiyah. Sebagian kekafiran yang ada pada buku tersebut (Al-Hukumah Al-Islamiyah, hal. 35) : Khomeini berkata bahwa termasuk keyakinan pokok dalam madzhab kami adalah bahwa para imam kami memiliki posisi yang tidak dapat dicapai oleh para malaikat dan para Nabi sekalipun.
1399 H. Berdirinya pemerintahan Rafidhah di Iran yang didirikan oleh penghianat besar Khomeini setelah berhasil menumbangkan pemerintahan Syah di Iran. Ciri khas negara Syi’ah Iran ini adalah mengadakan demonstrasi dan tindakan anarkis atas nama revolusi Islam di tanah suci Mekah pada hari mulia yaitu musim haji pada setiap tahun.
1400 H. Khomeini menyampaikan pidatonya pada peringatan lahirnya Imam Mahdi fiktif mereka pada tanggal 15 sya’ban. Sebagian pidatonya berbunyi demikian : “Para Nabi diutus Allah untuk menanamkan prinsip keadilan di muka bumi tapi mereka tidak berhasil, bahkan Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang diutus untuk memperbaiki kemanusiaan dan menanamkan prinsip keadilan tidak berhasil.. yang akan berhasil dalam misi itu dan menegakkan keadilan di muka bumi serta dapat meluruskan segala penyimpangan adalah Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu….” Begitulah menurut Khomeini para Nabi telah gagal, termasuk Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sementara revolusi kafirnya dianggapnya sebagai suatu keberhasilan dan keadilan.
1407 H. Jamaah haji iran mengadakan demonstari besar-besaran di kota Mekah pada hari jum’at di musim haji tahun 1407 H. Mereka melakukan tindakan perusakan di kota Mekah seperti yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka kaum Al-Qaramithah, mereka membunuh beberapa orang aparat keamanan dan jamaah haji, merusak dan membakar toko, menghancurkan dan membakar mobil-mobil beserta mereka yang ada di dalamnya. Jumah korban saat itu mencapai 402 orang tewas, 85 dari mereka adalah aparat keamanan dan penduduk Saudi.
1408 H. Mu’tamar Islam yang diadakan oleh Liga Dunia Islam di Mekah mengumumkan fatwa bahwa Khomeini telah kafir.
1409 H. Pada musim haji tahun ini kaum Rafidhah meledakkan beberapa tempat di sekitar Masjidil Haram di kota Mekah. Mereka meledakkan bom itu tepat pada tanggal 7 Dzulhijjah dan mengakibatkan tewasnya seorang jamaah haji dari Pakistan dan melukai 16 orang lainnya serta mengakibatkan kerusakan materi yang begitu besar. 16 pelaku insiden itu berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1410 H.
1410 H. Khomeini meninggal dunia, semoga Allah memberinya balasan yang setimpal. Kaum Rafidhah membangun sebuah bangunan diatas kuburannya yang menyerupai ka’bah di Mekah, semoga Allah memerangi mereka.
Dan akan senantiasa terus berulang sejarah tentang peristiwa dan pengkhianatan mereka dengan tujuan menghancurkan islam dan melemahkan kita kaum muslimin, ketahuilah wahai kaum muslimin, setiap kali ada pengkhianatan hampir pasti dibelakangnya ada campur tangan kaum Rafidhah.
(saifalbattar/syiahindonesia/arrahmah.com)

Mungkinkah bagi seorang Rafidhah (Syiah) mengorbankan darah mereka demi membebaskan Al Aqsha?!


Kepada mereka yang telah mengijinkan dibangunnya Al Husainiyat (kuil ibadah Syiah) di Gaza, dan menaburkan karangan bunga indah di kubur Ayatullah Khumaini…
Kepada mereka yang mengetahui panji-panji Hizb setan dan mengelu-elukannya! Camkan dan perhatikan realitas ini…
(Pada saat ditulis kata-kata ini, khususnya ditujukan pada para ‘petinggi Hamas’ yang menjalin hubungan mesra dengan Hizbullah, sayap militer Syiah di Libanon Selatan, dan melakukan lawatan ke Iran bertemu Ahmadinejad serta ‘nyekar’ ke makam para ayatullah di Qom. Pent)
Segala puji bagi Allah, salawat dan salam selalu tercurah untuk rasulNya saw.
Selanjutnya: Salah seorang ulama besar Syiah abad ini (Jafar Murtada Al Amili) telah menulis sebuah buku berjudul “Di Manakah Masjid Al Aqsha?” serta buku yang lain berjudul “Shahih Sirah Sang Rasul Agung”. Ia mengklaim bahwa masjid Al Aqsha yang sebenarnya, seperti dilihat Nabi saw ketika Israa dan Mi’raj bukan berada di bumi tapi berada di langit/surga. Ini artinya bagi kaum Syiah, Masjid Al Aqsha saat ini, di mana seluruh Ummat Islam tengah berjihad demi membebaskannya, tidak punya arti apa-apa dan hanya sebuah ‘masjid palsu’ sehingga tidak layak berkorban apapun demi membelanya! Dan menurut Syiah, tidak ada masalah jika Yahudi menghancurkannya.
Untuk menghindari orang jahil yang akan berkomentar bahwa pernyataan ini hanyalah keyakinan subyektif sang penulis atau sekedar interpretasi pribadi dari si ulama Syiah ini, dan tidak ada hubungannya dengan segenap ayatullah, serta negeri Iran, serta kebijakan politiknya… maka kami akan jelaskan hal berikut:
Pertama: penulis buku ini, yang telah menyatakan dalam bukunya bahwa Al Aqsha itu berada di langit dan bukan di bumi, maka ia telah mendapatkan penghargaan dan kehormatan dari presiden Mahmud Ahmadinejad sendiri, bahkan bukunya tersebut telah ditetapkan sebagai buku terbaik di Iran. Camkan dan perhatikan; Buku terbaik di Iran! Mengapa?
Dan disebutkan dalam buku terbaik itu (menurut Iran dan presidennya), bahwa orang-orang jahil (maksudnya mayoritas ummat Islam. Pent) berharap dapat berziarah ke negeri: “di mana terletak Masjid Al Aqsha, yang dilihat Nabi saw pada Israa Mi’raj, negeri yang diberkahi Allah, (di mana masjid tersebut) sebenarnya terletak di langit”". (Shahih Sirah Sang Rasul Agung, Al Amili, 3/106).
Dan disebutkan pula di dalam buku itu: “ketika Umar (ibn Khattab) memasuki Yerusalem, di sana tidak ada bangunan masjid satupun, apalagi masjid yang dinamakan Al Aqsha”. (Shahih Sirah Sang Rasul Agung – The Saheeh from the seeerah of the great prophet, Al Amili, 3/137, edisi keenam 1427 H, 2006 M, the Islamic Institute for studies)
Dan masih dalam buku yang sama Al Amili berkata: “sangat jelas bagi kita atas berbagai fakta tentang Al Aqsha, telah ditegaskan bahwa masjid tersebut bukanlah satupun masjid yang berada di Palestina!!”.
Kedua: Al Amili sesungguhnya telah melakukan satu usaha penting dalam menegaskan kembali apa yang sesungguhnya telah ditegaskan oleh segenap ulama dan literatur Syiah terkait dengan keyakinan (aqidah) bahwa Al Aqsha itu berada di langit, dan bukan sebuah masjid yang berada di Yerusalem sebagaimana kita ketahui saat ini, di mana segenap Ummat.
Islam tengah berjuang demi membebaskannya dari cengkeraman Yahudi! Dan hal ini tidak lebih dari penyampaian ulang keyakinan yang menjadi fondasi aqidah resmi Syiah, bukan interpretasi subyektif seorang penulis, atau pemahaman menyimpang yang ditolak oleh mereka.
Mari kita paparkan di antara bukti-buktinya. Dari salah satu kitab rujukan Syiah “Bihaar Al Anwaar” yang ditulis Al Majlisi: “Diriwayatkan oleh Abu Abdullah alaihisalam bahwa ia berkata: Saya bertanya padanya tentang masjid-masjid yang utama, Beliau berkata; Al Haram dan Masjid Nabawi. Lalu saya bertanya; Bagaimana dengan Masjid Al Aqsha, ia menjawab bahwa itu berada di langit ketika Nabi saw melakukan perjalanan Mi’raj. Lalu saya bertanya; tetapi orang-orang berkata bahwa itu berada di Yerusalem? Ia menjawab; masjid di Kuffah lebih baik dari itu!” (Bihaar Al Anwaar, Al Majlisi, 90/22) [1]
Maka ini menjadi lampu hijau dari kalangan Syiah dan Iran kepada (saudara ‘terselubung’ mereka) Yahudi untuk menghancurkan Al Aqsha dan mendirikan di atas reruntuhannya kuil peribadatan mereka.
Jadi, bagaimana sikap orang-orang jahil tersebut, pada kenyataan ini? Bagaimana sikap mereka terhadap Syiah, Iran serta Hizbusy Syaithan (bukan Hizbullah. Pent) yang selalu mengklaim bahwa mereka akan berjuang membebaskan Palestina dan Yerusalem, padahal mereka tengah menipu banyak sekali ummat Islam yang naif dan jahil tentang masalah ini, sementara mereka sendiri berkeyakinan bahwa Al Aqsha itu ada di langit, dan bukan di Palestina atau Yerusalem! Bahkan menurut mereka, masjid di Kuffah lebih baik dari Al Aqsha…
Ketiga: sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kaum Syiah memberi perhatian lebih sedikit kepada 3 masjid yang disampaikan dalam hadits nabi tentang berziarah ke masjid tersebut, sementara mereka lebih mementingkan berziarah ke kuburan para ulama serta imam-imam mereka seperti Karbala. Mereka menganggap bahwa segenap kubur para imam tersebut bahkan lebih utama dari 3 masjid suci yang disunnahkan berziarah ke sana sebagaimana diyakini kalangan Ahlu Sunnah.
Banyak sekali keterangan dari literatur aqidah Syiah tentang hal ini. Kami akan sebutkan beberapa di antaranya:
Dari Abu Abdullah, dia berkata: “Siapa berziarah ke makam Al Husain pada hari Arafah, maka Allah akan mencatatkan kepadanya berjuta pahala naik haji bersama Al Qaim radliallahu anhu, dan berjuta pahala naik haji bersama Rasulullah, dan dicatatkan ia telah membebaskan ribuan budak, dan mempersembahkan ribuan kuda untuk berjihad fi sabilillah. Dan Allah akan memanggilnya di hari kiamat sebagai hamba Allah saleh yang meyakini seluruh janjiNya demikian pula para malaikat akan memujinya. Allah akan mensucikan dia di bawah ArasyNya, dan memanggilnya di bumi dengan sebutan “Al Karubiya”". (Wasaail Asy Syiah, 10/360)
Dan ayatullah mereka Abdul Husain berkata tentang hal ini: “Allah melimpahkan kasih sayangNya pada makam Al Husain dan menjadikannya tempat tujuan berhaji selain baitullah (di Makkah) bagi mereka yang tidak mampu berhaji ke baitullah. Dan pahalanya bagi mereka yang meyakini adalah lebih utama dari pahala berhaji ke baitullah”. (Ats Tsaura Al Husainiyah hlm 51)
Dari Abu Abdullah dia berkata: “Allah pertamakali akan melihat orang-orang yang berhaji ke makam Husain pada sore hari Arafah sebelum Dia melihat orang-orang yang wukuf di Arafah. Orang bertanya; bagaimana bisa seperti itu? Ia menjawab; karena di sini (maksudnya wukuf di makam Husain) terdapat anak-anak keturunan mu’tah, sementara di sana tidak terdapat anak-anak keturunan mu’tah”. (Wasail Asy Syiah 10/361)
Semoga Allah menghinakan para penyimpang, anak-anak keturunan mu’tah!

Al Jafar Shadi berkata: “Bumi di bawah Ka’bah berkata; Siapakah yang menandingi aku, sementara bait Allah dibangun di atas aku, dan manusia datang kepadaku dari segala penjuru, dan aku telah ditetapkan sebagai tanah yang suci dan tempat yang aman. Maka Allah mewahyukan kepadanya; Berhentilah dan menepilah! Apa yang telah Aku limpahkan kepadamu dibandingkan dengan kemuliaan bumi Karbala seperti air yang menetas dari ujung jarum dibandingkan dengan lautan. Kalaulah bukan demi Karbala maka engkau tidak akan Aku limpahkan kemuliaan. Kalaulah bukan demi Karbala Aku tidak akan menciptakanmu dan membangun bait Allah di atasmu yang selalu engkau banggakan. Karena itu berhentilah dan diamlah, dan jadilah engkau tunduk merendah, jangan membangkang dan menyombongkan diri atas tanah Karbala atau Aku akan menenggelamkanmu dan melemparkanmu ke api neraka”. (Aamil Az Zariyat hlm 270, dan Bihaar Al Anwaar oleh Al Majlisi 101/190, juga disebutkan dalam Haqqul Yaqin hlm 145)
Disebutkan di dalam Al Wafi oleh Al Fayd Al Kashani dalam bab tentang keutamaan Kuffah serta masjidnya, pada jilid kedua hlm 215: “Wahai penduduk Kuffah, Allah mencintaimu melebihi anak keturunan Adam, Nuh, Idris, dan Ibrahim. Dan hari-hari akan berlalu hingga Hajar Aswad akan dipancangkan di sini”.
Dan diriwayatkan oleh Al Kaliini dari Abu Abdullah bahwa dia berkata: “Sungguh jika orang beriman mandi di sungai Furat pada hari Arafah lalu pergi ke makam Husain, maka setiap langkahnya sama dengan pahala haji yang memenuhi seluruh rukunnya, dan d iriwayat lain disebutkan: sama dengan Futuh Makkah”. (Furuu’ Al Kafi 4/580).
Sebagaimana diriwayatkan salah seorang panutan Syiah Muhammad Sadiq Al Sadr yang mengatakan bahwa kubur Imam Ali radliallahu anhu lebih utama daripada Ka’bah, sehingga segala bentuk kesyirikan dan ziarah yang mereka lakukan di sana lebih utama daripada berhaji ke baitullah di Makkah. Ia berkata: “Telah nyata pada kita berdasarkan berbagai keterangan, bahwa Karbala lebih utama daripada bait Allah (Ka’bah). Dan kita juga memahami bahwa Imam Ali lebih utama daripada Husain. Maka makam Imam Ali lebih mulia daripada makam Husain, sehingga sudah barang tentu juga lebih mulia daripada Ka’bah”. (Al Masalah [9] hlm 5 ‘min kasarat al masail al diniyah wa ajwibatiha’, bab kedua)
Disebutkan dalam buku Minhaj As Salihin oleh Al Khui tentang keutamaan para imam pada jamannya: “Lebih utama shalat di bawah naungan makam para aimmah. Dan ia menyebutkan, lebih utama shalat di makam mereka daripada masjid-masjid. Dan shalat di makam Ali setara 200.000 derajat shalat di masjid biasa”.
Sementara Al Khui berkata tentang keutamaan shalat di Masjid Nabawi: “Shalat di Masjid Nabawi setara dengan 10.000 derajat shalat di masjid biasa”.
Jadi, shalat di makam Imam Ali lebih mulia 20 kali daripada shalat di Masjid Nabawi.
Imam masjid kota Al Mashad di Iran, Ayatullah Ahmad Ilm Al Huda bahkan berani berkata bahwa kota Mashad seharusnya menjadi kiblat kaum Muslimin menggantikan Makkah pada setiap shalat Jumat, sebagaimana ditulis oleh agensi berita Iran “Faris”, alasannya karena tanah Hijaz telah menjadi korban Wahabisme, sementara Iraq telah dijajah oleh orang-orang kafir, sehingga kota suci Al Mashad layak menjadi pusat ibadah kaum Muslimin.
Ia juga menambahkan bahwa kota Al Mashad dikunjungi tidak kurang dari 800.000 peziarah dari luar Iran dan 20 juta dari dalam Iran setiap tahun. Ia juga menyebutkan bahwa Al Mashad adalah kota spiritual dan kota ilmu bahkan sebelum keberadaan Imam Ridha, Imam kedelapan Syiah. Ia mengklaim bahwa Nabi saw menyanjungnya sebagai tanah suci dan tempat penyebaran Islam.
Jadi, jika demikian keyakinan para penganut Syiah terhadap bait Allah, atau Masjid Nabawi, maka tidak usah terkejut tentang keyakinan dan perasaan mereka (sesungguhnya) terhadap Al Aqsha di Yerusalem.
Dan mereka mengumumkan (kembali) dalam buku-buku yang dicetak dan disebarluaskan, serta mendapat penghargaan bergengsi dari pemerintahnya, bahwa mereka tidak mengenal Masjid Al Aqsha. Biarlah Yahudi melanjutkan penghancuran Baitul Maqdis dan membangun kuil mereka di atas reruntuhannya.
Keempat: segenap pembaca harus diingatkan kembali pada salah satu hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Dajjal akan bangkit, dan bersamanya akan mengikuti 70.000 kaum Yahudi dari Isfahan mengenakan selendang persia”.
Dalam hadits tersebut ada kata ‘tayalisa’, merupakan bentuk jamak dari kata tunggal ‘taylasan’, adalah bukan kata asli dari Arab tetapi serapan dari kata asing. Taylasan adalah nama untuk bentuk pakaian yang diselempangkan di bahu dan seluruh tubuh, tidak dijahit dan tidak dipotong. Ia merupakan baju khas kaum Yahudi Iran saat ini. Sementara daerah Isfahan dahulu dikenal dengan nama Yahudiya, dikarenakan banyaknya orang Yahudi yang tinggal di sana.
Ibnu Hajar Al Atsqalani berkata dalam Fathul Bari: “Abu Naim berkata tentang sejarah Asbahan; Yahudiya adalah nama desa dan kampung di Asbahan. Dan disebut Yahudiya karena perkampungan tersebut didiami oleh orang Yahudi. Dan tetap namanya seperti itu sampai Ayub bin Ziyad, salah seorang pangeran kesultanan Mesir pada jaman Al Mahdi bin Manshur, menjadikannya bagian wilayah Mesir dan mulai mengijinkan Muslim tinggal di sana. Sementara beberapa kampung tetap dihuni orang Yahudi”.
Dan satu informasi terakhir agaknya akan membuat Anda terkejut, yang akan kami sampaikan:
Disebutkan dalam buku Al Kafi yang ditulis Al Kilani, diriwayatkan dari Abu Abdullah bahwa ia berkata: “Ketika seseorang dari keturunan Muhammad tiba (menjelang akhir jaman), ia akan menghukum di antara manusia dengan kitab Daud alaihi salam”. Bagaimana bisa kitab Daud, dan bukan kitab Muhammad?
Mengapa mereka menantikan seseorang (Imam Mahdi) yang akan menegakkan hukum Daud dan bukan Syariat Muhammad saw? Pertanyaan ini harus dijawab oleh para ayatullah itu dan segenap penyanjung mereka di Gaza dan tempat lainnya.
Diriwayatkan oleh Al Numani penulis kitab Al Ghaibah: “Ketika sang Imam itu (Imam Mahdi) mengumandangkan adzan, maka ia akan menyeru Allah dengan sebutan Yahwa”.
Sungguh aneh: kata “Yahwa” atau “Yahweh” adalah bahasa Ibrani yang dipakai orang Yahudi dalam kitab suci mereka. Jadi saya heran mengapa sang Imam itu nanti akan menyebut Allah dengan kata ini dan bukan kata yang biasa dipakai oleh orang Muslim?
Kebenaran dari segenap keganjilan ini harus dijawab, dan mereka yang layak untuk menjawabnya adalah para ayatullah dari Khom itu serta segenap pengagumnya di berbagai tempat. Dan pertanyaan terakhir kami harus dijawab pula oleh mereka:
Sampai kapan orang-orang yang acuh ini menunggu kaum Syiah datang untuk membebaskan Al Aqsha? Kemudian mereka mengunjungi Teheran, dan menaburkan karangan bunga indah di makam Ayatullah Khumaini, dan mengibarkan panji-panji ‘hizbusy Syaitan’, dan melemparkan diri mereka ke dalam pelukan Syiah?
Ditulis oleh: Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdese 12 Juni 2010
Sorce: www.tawhed.net
sumber : arrahmah.com