Jumat, 23 September 2016

SYIAH DI BANJARBARU, MARTAPURA, RANTAU DAN AMUNTAI KALIMANTAN SELATAN (LANJUTAN BAG 2)



2. Banjarbaru

Banjarbaru berjarak sekitar 27 Km dari Banjarmasin, yang merupakan ibukota baru dari Kalimantan Selatan. Di sini terdapat Majlis tak bernama yang dipimpin oleh Habib Abdullah al-Habsyi, selaku Ketua ABI wilayah Kalimantan Selatan. Ia pernah menuntut ilmu di pondok pesantren YAPI sampai selesai. Ia salah satu Habib dan Ulama terkenal di Kalimantan Selatan, khususnya Martapura dan Banjarbaru yang majlisnya dihadiri ratusan orang lebih dari Banjarbaru dan Martapura. Ia juga menjadi tempat bertanya para pengikut Syiah di sana bahkan dari seluruh daerah Kalimantan Selatan.
Kegiatan majlisnya, selain pengajian umum yang didatangi berbagai kalangan termasuk dari anggota Syiah sendiri, juga melaksanakan amalan rutin ritual Syiah 2 kali seminggu, malam Rabu dan malam Jumat dari jamaah Syiah Banjarbaru dan Martapura.(19Wawancara dengan Habib Ali, 20 Maret 2014.)



3. Martapura

Daerah Martapura sekitar 40 Km dari Banjarmasin, yang terkenal sebagai kota Serambi Mekkah. Disebut Serambi Mekkah karena daerah ini pernah menjadi pusat keilmuan Islam pada akhir abad ke-18 sampai awal abad ke 19 bersama-sama Palembang dan Pattani (Thailand Selatan). Di sini, dari dulu sampai sekarang menjadi basis keagamaan Kaum Tuha (NU) yang banyak melahirkan ulama-ulama besar. Salah satu pentolan Syiah di daerah ini adalah Habib Ali al-Habsyi SE. Ia juga termasuk salah satu pengurus ABI wilayah Kalimantan Selatan. Ia dahulu, pada mulanya bukan penganut Syiah, melainkan berasal dari penganut Sunni jua. Ia mengaku mulai pertama tertarik dengan Syiah, ketika masih remaja saat menjadi Ketua Remaja Masjid dari Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin. Ketertarikannya semakin kuat, tatkala ia menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Unlam dengan membaca banyak buku-buku Syiah dan para penulis yang apresiatif terhadap Syiah seperti karya-karya Haidar Bagir, Jalaluddin Rahmat, Ali Syariati, SH. Nasr, Murtada Mutahhari, Thabathabai dan lain-lain. Ketika ia sudah yakin untuk memilih Syiah sebagai keyakinannya, maka semakin intens saja ia mempelajari ajaran-ajaran Syiah terutama seluruh pemikiran Ayatullah Ruhullah Khumaini yang menjadi marjanya. Keseriusannya itu tampak pada upayanya untuk mengakses seluruh buah pikiran Khumaini dalam bentuk apapun, bahkan demi untuk kedekatan dengan idolanya itu, tampak pada dinding rumahnya di ruang tamu banyak terpampang tokoh-tokoh Syiah terutama Khumaini.( Wawancara dengan Habib Ali 15 Maret 2014.)
 Pada sekitar tahun 2000-an, ia dan kawan-kawan sempat mendirikan Yayasan Ar-Ridha di Jalan Pendidikan, Sekumpul, Martapura yang sekarang menjadi rumah kediamannya. Melalui yayasan ini telah dibangun sebuah perpustakaan yang banyak menyediakan buku-buku bacaan yang berisi ajaran Syiah atas sumbangan kedutaan Iran, Jakarta, Penerbit Mizan dan Yayasan Mutahhari, Bandung dan perorangan dari anggota Syiah. Perpustakaan ini dulu, banyak dikunjungi oleh para mahasiwa Unlam Banjarbaru, terdiri dari Fakultas Pertanian, Perikanan, Kehutanan, Mipa, Matematika, Informatika-Komputer, Komunikasi dan Psikologi, dan para santri pondok pesantren-pondok pesantren yang ada di seputar Martapura. Para mahasiswa dan santri tersebut tidak sekadar membaca literatur-literatur Syiah yang ada, tetapi juga ada yang bertanya dan mengajak Habib Ali diskusi tentang seluk-beluk ajaran Syiah. Namun sayang, tak berapa lama yayasan ini bubar dan tak pernah bangkit kembali.

Habib Ali di Martapura bisa diterima oleh berbagai kalangan sehingga ia bisa masuk kemana-mana dan mudah bergaul kepada siapapun. Di samping, ia dikenal sebagai intelektual dan aktivis muda Syiah, ia aktif juga di berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), Forlog (Forum Dialog Antar Agama), Cakrawala Hijau dan LK3 (Lembaga Kajian Keislaman Kemasyarakatan). Ia sering diminta menjadi narasumber dalam berbagai seminar terutama ekonomi baik tingkat lokal, nasional maupun regional. Ia juga sering diminta menjadi fasilitator dalam pelatihan pemberdayaan ekonomi dan koperasi di beberapa lembaga ekonomi Humaidy dan pondok pesantren. Tidak hanya sampai di situ, pada tahun 2005 ia dengan niat tulus dan semangat pemberdayaan ekonomi umat, mendirikan BMT Ahsanu Amala secara sederhana di Jl. A. Yani Km.45 Martapura bersama rekanannya membidik peredaran uang dan membudayakan menabung bagi masyarakat di sini terutama kaum ibu-ibu majlis talim. Kini bangunan BMTnya sudah cukup megah dengan omset mencapai milyaran lebih dari nasabah yang berjumlah ribuan lebih. Sementara di rumahnya sendiri di Jl. Pendidikan, Sekumpul, Martapura, Habib Ali juga menampung 30-an lebih anak jalanan untuk dibina dan diberdayakannya. Di depan rumahnya, ia bangun semacam balai atau pendopo untuk tempat diskusi bebas anak-anak binaannya untuk merumuskan bersama program-program yang harus dijalankan sehari-hari. Selain itu, ia juga menyisihkan sebagian rezekinya setiap bulan dengan memberikan santunan 50-an Syarifah yang berstatus janda dan sudah tua dengan sembako yang diperkirakan cukup untuk satu bulan. Mungkin dari sejumlah kerja pemberdayaan itu, dua tahun yang lalu Maarif Institute memberikan penghargaan Maarif Award kepadanya.(Wawancara dengan Habib Ali, 20 Maret 2014.)

4. Rantau

Rantau merupakan ibukota Kabupaten Tapin yang berjarak sekitar 85 Km dari Banjarmasin. Di sini, dikenal sebagai kota para Datu, karena demikian banyaknya makam keramat dari para ulama masa lalu. Syiah bertumbuh juga di sini, bahkan melahirkan tokoh besarnya yakni Habib Husein al-Habsyi yang sangat berpengaruh dan paling kharismatis, tidak saja pada tingkat lokal, Rantau, tetapi juga tingkat provinsial Kalimantan Selatan, bahkan tingkat regional Kalimantan. Tidak terbatas pada kalangan Syiah, tetapi juga meliputi kalangan Sunni. Di daerahnya, ia dipanggil sebagai Habib Tuha (Habib Sepuh) yang sangat disegani dan dihormati oleh masyarakatnya.( Tim Peneliti F. Syariah, Gerakan Syiah di Kalimantan Selatan, Banjarmasin: Puslit IAIN Antasari, 2001, hlm. 8.
)  Karena di samping ilmu agama, ia hebat juga ilmu batin dan kanuragannya.Hal ini bisa dilihat dari banyaknya tamu dari berbagai kalangan dan tempat jauh (seperti dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat) pula yang datang berkunjung ke tempatnya di desa Mandarahan, belakang Pasar Rantau lama, di Rantau yang demikian jauh dari pusat keramaian kota. Meskipun majlisnya hanya dihadiri sedikit jamaah, antara 10-40 an, tetapi dipuji sebagai majlis yang berkualitas, terutama yang dilaksanakan pada waktu tengah malam. (Wawancara dengan Nur Effendy, 20 April 2014. 24 Wawancara dengan H. Yusuf Hifni, 21 April 2014. )
23 Karena ia memang tidak dikenal sebagai dai kondang yang pintar berpidato, melainkan seorang yang sangat baik dan merdu dalam membawakan atau membacakan syair-syair Maulid Nabi Muhammad Saw.24 Ia alumni pondok pesantren YAPI Bangil dan pernah juga menjadi pengusaha kayu yang sukses. Sekarang ia adalah salah seorang dewan pembina ABI wilayah Kalimantan Selatan yang sangat menguasai literatur-literatur Syiah dalam bahasa Arab seperti Tafsir al-Mizan karya Thabathabai, Ushul Madzhab Syiah al-Imamiyah Itsna „Asyariyah karya al-Qifari,Yawmun Ghadir Khum karya Abdullah Alaidrus. Ia bisa dikatakan sebagai idelog Syiah yang diikuti pendapatnya, dipatuhi segala nasehatnya dan ditaati semua kebijaksanaannya bagi kalangan Syiah di Kalimantan Selatan pada umumnya, Rantau pada khususnya. Hal itu tampak pula, pada atribut-atribut yang ada di dalam rumahnya yang penuh dengan suasana berbau Syiah, seperti: Gambar Sayyidina Ali, Imam Khomeini, Silsilah Imam Dua Belas dan lain-lain. Di samping itu, ia sangat mengidolakan tokoh-tokoh dari kalangan Ahlul Bait dengan sepenuh jiwa, raga dan keyakinan. Begitulah pendirian Habib Husein al-Habsyi sebagai ideolog Syiah Kalimantan Selatan yang sangat berpengaruh bagi penganut Syiah lainnya terutama bagi kalangan mudanya yang masih membutuhkan bimbingannya. Namun sayang tokoh besar ini beberapa waktu yang lalu telah meninggal dunia mendahului kita, disaat kita masih membutuhkan segala nasehat, binaan dan bimbingannya.




5. Amuntai

Amuntai sekitar 300Km dari Banjarmasin, salah satu daerah santri juga sebagaimana Martapura. Di sini, dahulu KH. Idcham Chalid (almarhum) bahkan Indonesia, menghabiskan masa kecil dan remaja bersama keluarganya. Daerah ini, merupakan basis NU kedua sesudah Martapura yang sangat kuat memegang ke-Sunniannya.
Kemunculan Syiah di sini, berbeda dengan daerah-daerah Kalimantan Selatan lainnnya. Ia merupakan jaringan Syiah dari Kalimantan Timur karena dikenalkan oleh perantau-perantau warga Amuntai dari Balikpapan dan Samarinda ketika mereka mudik hari Raya. Sekitar tahun 1990-an komunitas Syiah terbentuk dan sudah mempunyai majlis untuk melaksanakan amalan-amalan rutin ritual Syiah dua kali seminggu, malam Rabu dan malam Jumat yang dipimpin ustadz Abdurrahman. Menurut Wahyudiannoor bahwa Habib Humaidy  Ahmad al-Habsyi salah satu pembina ABI Kalimantan Timur sering berkunjung ke daerah ini untuk melakukan pembinaan.
Suatu waktu, pernah Syiah di Amuntai ini yang tepatnya beralamat di Kampung Babirik dicurigai MUI (Majelis Ulama Indonesia) cabang Amuntai sebagai kelompok sesat. Lantas mereka memprakarsai untuk mengadakan dialog terbuka tentang ajaran Syiah dengan mengundang ulama dari pesantren dan ulama dari berbagai ormas Islam (NU dan Muhammadiyah) tak terkecuali pihak Syiah sendiri. Kebetulan saat itu, sedang berkunjung Habib Husin al-Kaff, salah seorang tokoh Syiah dari Jawa. Dialah kemudian didaulat untuk mewakili Syiah dalam forum dialog MUI Amuntai. Cukup lama perdebatan terjadi, dari satu ulama ke ulama lainnya dan Habib Husin al-Kaff yang banyak menjadi sasaran tembak. Habib Husin dengan sabar dan tenang menjawab satu persatu baik berupa pertanyaan, kritik, gugatan maupun tuduhan dan hujatan dengan pengetahuannya yang sangat luas. Setelah forum menimbang sana-sini dari berbagai argumen yang diajukan, pada akhirnya forum menyimpulkan hasil dialog adalah Syiah tidak termasuk aliran sesat.25 Seusai pernyataan MUI Amuntai bahwa Syiah tidak sesat, maka merekapun semakin bebas mengekspresikan ke-Syiahannya pada khalayak umum tanpa ada rasa was-was dan takut lagi. Namun sayang, kata Wahyudiannoor, saat Syiah makin berkembang, justru pimpinannya, ustadz Abdurrahman kemudian pindah rumah ke Jawa sehingga tidak terpantau lagi keberadaannya kini. Apakah mengalami kemajuan ataukah kemunduran ?

BERSAMBUNG

Sumber : sumber tulisan ini adalah sebuah karangan ilmiah oleh saudara HUMAIDY, seorang mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari Banjarmasin yang dipublikasikan pada tahun 2014. Dan kami tampilkan secara berseri mengingat tulisan yang lumayan panjang.


SYIAH DI BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN (LANJUTAN BAG 1)



1. Banjarmasin

Banjarmasin adalah ibukota lama dari provinsi Kalimantan Selatan dan merupakan kota dagang yang penduduknya terpadat di Kalimantan Selatan bahkan Kalimantan. Sebenarnya sebelum revolusi Iran di Banjarmasin sudah dan masih ada sisa-sisa penganut Syiah lama, tetapi sangat sedikit dan itupun hanya di kalangan sebagian Ahlul Bait (keluarga Nabi Muhammad Saw) saja dengan belajar secara sembunyi-sembunyi di dalam lingkungan keluarga yang sangat terbatas. Memang baru pasca revolusi Iranlah mereka mulai berani menampakkan diri dan menunjukkan eksistensinya. Pada waktu itu, semarak kajian-kajian intelektual Syiah dilakukan di berbagai kelompok diskusi dan LSM terutama oleh dosen muda dan mahasiswa Unlam (Universitas Lambung Mangkurat) Banjarmasin yang membawahi Fakultas Hukum, Kedokteran, Ekonomi, Sosial-Politik dan Ilmu Pendidikan, yang dihadiri mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi lain dengan mengundang narasumber sesekali dari tokoh Syiah sendiri yang berasal dari Jawa. Dari forum inilah akhirnya melahirkan tokoh-tokoh muda energik sebagai intelektual sekaligus aktivis Syiah sebut saja umpama Wahyudiannoor SH dan Habib Ali al-Habsyi SE. Setelah terus berjalan secara rutin pada tahun 2008 muncullah majlis Syiah yang terbuka untuk umum bernama Majlis Pencinta Ahlul Bait dan Yayasan Amanah yang dipimpin oleh Habib Sulaiman al-Idrus.
Habib Sulaiman al-Idrus adalah ulama besar berpengaruh di Banjarmasin, terutama di Kampung Sungai Mesa yang dulu pernah menjadi basis NU di Banjarmasin. Ia salah seorang pengurus ABI (Ahlul Bait Indonesia) wilayah Kalimantan Selatan dan merupakan alumni pondok pesantren YAPI Bangil yang banyak melahirkan tokoh-tokoh Syiah Kalimantan bahkan Indonesia. Majlis Pencinta Ahlul Bait dan Yayasan Amanah beralamat di Jl. Pahlawan, Kampung Sungai Mesa, di belakang Langgar Hinduwan yang didirikan oleh Habib Abubakar al-Habsyi (almarhum), seorang Habib yang paling dihormati di Banjarmasin. Awalnya majlis ini hanya dihadiri antara 10-20 orang, kini sudah mencapai ratusan orang lebih. Kegiatan majlis ini, selain pengajian umum yang biasanya bermaterikan akhlak Rasulullah dan keutamaan-keutamaannya, juga melaksanakan amalan rutin ritual Syiah seminggu 2 kali, malam Rabu dan malam Jumat berisi bacaan-bacaan pujian kepada Rasulullah dan Ahlul Bait, juga doa-doa terutama doa Kumail dan doa Jahsyan Kabir. Kemudian tidak terlalu berselang lama dari berdirinya Majlis Pencinta Ahlul Bait dan Yayasan Amanah, sekitar tahun 1998 berdiri pula Yayasan Ar-Risalah di Jalan Sultan Adam oleh H. Busyairi Ali salah seorang mantan aktivis NII yang kemudian tertarik kepada ajaran Syiah. Sebenarnya yayasan ini tidak murni milik Syiah karena ketika proses berdirinya Busyairi masih berstatus sebagai pengurus Muhammadiyah, bahkan sampai sekarang masih dianggap bagian dari Muhammadiyah meskipun ia sudah menjadi Syiah. Kemudian, pada tahun 2008, Busyairi mendirikan lagi Majlis Talim Al-Mukhlisin. 


Yayasan dan majlis ini cukup banyak fungsi dan kegiatannya, mulai sebagai pondok pesantren yang menampung dan mendidik hampir 50 orang anak, sebagai forum untuk kajian rutin literatur-literatur Syiah bagi yang berminat terutama kalangan mahasiswa, termasuk sekaligus konsultasi keagamaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar Syiah, sebagai wadah mengadakan seminar, diskusi, lokakarya baik bagi kalangan sendiri maupun orang lain, sebagai majlis pengajian yang dihadiri ratusan lebih jamaah dan pelaksanaan amalan rutin ritual Syiah seminggu 2 kali, malam Rabu dan malam Jumat yang bersamaan dengan Majlis Pencinta Ahlul Bait Sungai Mesa, juga sebagai studio publikasi Syiah Kalimantan Selatan dari bahan cetak berupa lembaran sampai buku, dari spanduk sampai promosi di internet. Salah satu buku yang diterbitkan yayasan ini adalah “Nikah Mutah” yang ditulis oleh Busyairi sendiri dari tesis S2-nya di Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin. Dalam buku tersebut ia memperkenalkan siapa itu Imam Jafar Shadiq, keluasan pikirannya yang mencakup ilmu kalam (teologi), hukum (fiqih) dan irfan (tasawuf), dan cara-caranya melakukan istinbat hukum atas berbagai Humaidy Peta Gerakan Syiah 123

perkara termasuk tentang nikah mutah yang menjadi pokok dan fokus pembahasan. Yayasan dan majlis ini beralamat di Jl. Sultan Adam, Komplek Bumi Graha Lestari Rt. 48, No. 41, Banjarmasin, wilayah baru pengembangan Kota Banjarmasin, berdekatan dengan beberapa kampus baik negeri maupun swasta. Ia berjarak sekitar 600 meter dari kampus Unlam (Universitas Lambung Mangkurat), yang membawahi Fakultas Hukum, Kedokteran, Ekonomi, Sosial-Politik dan Ilmu Pendidikan, Uniska (Universitas Islam Kalimantan) dan STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi). Ia dekat antara 300m dengan STIHSA (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam), Universitas Terbuka, STIKIP (Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dan STIMIK (Sekolah Tinggi Ilmu Komputer). Hal ini, membuat Sultan Adam dipenuhi oleh penginapan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan beragam latar belakang daerah.

BERSAMBUNG

Sumber : sumber tulisan ini adalah sebuah karangan ilmiah oleh saudara HUMAIDY, seorang mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari Banjarmasin yang dipublikasikan pada tahun 2014. Dan kami tampilkan secara berseri mengingat tulisan yang lumayan panjang.



Rabu, 14 September 2016

TERJADI PENOLAKAN WARGA SAAT SYIAH MELAKSANAKAN QURBAN DI TERNATE

Pengikut Syiah yang Dievakuasi ke Polres Ternate Dipulangkan

 - Sekitar 13 orang pengikut Syiah Ja'fariyah pimpinan Nawawi Husni alias Ong kembali ke rumah mereka masing-masing setelah Selasa (13/9/2016) pagi tadi sempat dievakuasi ke Mapolres Ternate, Maluku Utara.
“Sudah kembali ke rumah masing-masing. Kita amankan tadi di Mapolres karena mengantisipasi jangan sampai ada main hakim sendiri dari warga,” kata Kapolres Ternate AKBP Kamal Bachtiar.
Kejadian itu berawal ketika pengikut Syiah Jafariah memotong hewan kurban di rumah mereka di Kelurahan Marikurubu, Kecamatan Ternate Tengah, tiba-tiba didatangi puluhan warga setempat.
Warga sempat melempar rumah pengikut Syiah. Beruntung peristiwa itu tidak sampai melebar setelah Babinkamtibmas bersama Babinsa, Polres Ternate serta Danramil menenangkan massa dan mengimbau agar tidak bertindak anarkistis.
Kapolres Ternate mengimbau kepada pengikut Syiah Jafariah pimpinan Nawawi Husni agar tidak melaksanakan aktivitas hanya dalam kelompok mereka, tetapi berbaur dengan masyarakat setempat sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Masyarakat setempat juga diimbau agar tetap tenang dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengarah ke anarkistis atau pelanggaran hukum lainnya.
Menurut Kapolres Ternate, ajaran Syiah Jafariah pimpinan Nawawi Husni alias Ong sendiri telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku Utara sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan.

“Kita berencana koordinasi bersama unsur forkopimda kota Ternate serta SKPD terkait untuk mensosialisasikan terkait dengan fatwa MUI tersebut,” ujar Kamal Bachtiar.
SUMBER : KOMPAS.COM
Penulis
: Kontributor Ternate, Fatimah Yamin
Editor
: Farid Assifa


TERJADI PENOLAKAN SYIAH DI TERNATE

Tujuh Pengikut Syiah Kembali ke Rumah
Tujuh pengikut Syiah Jafariah pimpinan Nawawi Husni alias Ong di Kelurahan Marikurubu, Kecamatan Ternate Tengah, Maluku Utara, kembali ke rumah masing-masing, Kamis (25/8/2016) siang.
Kepulangan pengikut ajaran syiah ini setelah kediaman mereka dikepung warga setempat pada Rabu (24/8/2016) malam.
“Tujuh pengikut syiah itu semalam kami amankan di Mapolres Ternate untuk menghindari amukan massa, terus tadi siang sudah pulang ke rumah masing-masing, namun tetap dalam pemantauan jangan sampai ada tindakan yang mengarah ke anarkis,” kata Kapolres Ternate, AKBP Kamal Bachtiar.


Ketujuh pengikut syiah tersebut diimbau tidak melakukan kegiatan yang dapat memancing reaksi warga sekitarnya untuk sementara.
Para pengikut syiah itu dikepung warga setempat saat kumpul-kumpul di salah satu rumah melakukan aktifitas semacam tahlilan. Diduga karena kegiatan itu membuat warga sekitar langsung berkumpul dan mengepung mereka.
“Tidak ada korban luka dalam kejadian itu. Hanya ada pelemparan di rumah mereka. Semalam anggota di lapangan langsung mengamankan 7 pengikut syiah dalam rangka menghindari jangan sampai ada warga menghakimi mereka,” kata Kamal.
Ke depan, lanjutnya, polisi akan berkoodinasi dengan beberapa instansi terkait termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Ternate untuk mensosialisasikan ke masyarakat di kelurahan-kelurahan soal ajaran syiah jafariah.
Sebelumnya, MUI Maluku Utara telah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran syiah jafariah yang dibawa oleh Nawawi Husni alias Ong sesat dan menyesatkan.
Sumber : kompas.com

Penulis
: Kontributor Ternate, Fatimah Yamin
Editor
: Caroline Damanik

Rabu, 07 September 2016

PETA GERAKAN SYIAH DI KALIMANTAN SELATAN ( MUQADDIMAH )



Sejarah Syi’ah di Kalimantan Selatan 

Menurut Habib Ali, Syiah secara kultural datang ke Kalimantan Selatan beriringan dengan masuknya Islam di kawasan ini. Di Kalimantan Selatan, Islam datang pada masa jauh lebih belakangan daripada Sumatera dan Jawa. Diperkirakan telah ada sejumlah muslim di wilayah ini sekitar pertengahan abad ke-15, tepatnya 1475-1500 M. Oleh karenanya, Hafiz menjelaskan kemungkinan Islam telah masuk ke sini di masa itu melalui putera Raja Dipa, Raden Sekar Sungsang. Dia melarikan diri ke Jawa setelah dipukul ibunya, Puteri Kabuwaringin yang dikenal pula dengan nama Puteri Kalungsu. Sekar Sungsang kemudian menikah dengan anak Juragan Petinggi yang telah mengasuhnya dan mempunyai putera yang diberi nama Raden Panji Sekar. Anaknya itulah yang kemudian menjadi murid sekaligus diambil menantu oleh Sunan Giri dan diberi gelar Sunan Serabut. Beberapa tahun kemudian, Raden Sekar Sungsang pulang ke Negara Dipa dan diangkat menjadi raja dengan gelar Sari Kaburangan.12 




Warga Syiah Banjarmasin merayakan Asyuro pada tahun 2011 di wisma Antasari Banjarmasin
 

Salah satu agenda syiah, merangkul MUI setempat dan menggandeng Muhammadiyah, ini dilakukan di Banjarmasin Kalsel

Tampaknya, anak Sekar Sungsang yang berguru dan sekaligus menantu Sunan Giri dapat dijadikan bukti bahwa Sekar Sungsang sebagai besan Sunan Giri telah menjadi muslim sebelum ia kembali ke Negara Dipa. Selain itu, Hafiz juga mensinyalir bahwa Islam telah masuk ke Negara Dipa melalui saudagar Arab, Keling, Gujarat, Persia, Cina, Melayu dan Bugis. Namun, Islam mencapai kemajuan pesat setelah berdirinya Kesultanan Banjar. Hal tersebut tidak terlepas dari bantuan Kesultanan Demak kepada Pangeran Samudera dalam perjuangan melawan pamannya sendiri Pangeran barunya Sultan Suriansyah atau Raja Suryanullah atau Pangeran Maruhum pada sekitar tahun 1526M dan diangkat sebagai sultan pertama di Kerajaan Banjar.13 Oleh karena itu, dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa Kerajaan Demak di Jawa adalah pihak yang berperan besar dalam mengislamkan daerah Banjar.14 yang mempunyai wilayah kekuasaan meliputi Tabalong, Barito, Alai, Hamandit, Balangan, Kintap, Biaju Besar, Biaju Kecil, Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pambuang, di mana bertakluk pula Sukadana, Sanggau, Sambas, Batang Luwai, Karasikan, Kotawaringin, Paser, Kutai dan Berau. Kesemuanya ini meliputi sebagian daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dengan pusat pemerintahannya berada di Kalimantan Selatan.
Dalam catatan sejarah Banjar, ajaran tasawuf wujudiyah yang pertama kali tersebar bahkan sempat menjadi ajaran resmi Kerajaan Banjar. Ini dibuktikan dengan adanya cap kerajaan yang berbentuk segi empat, di tengah-tengah tersusun angka Arab (angka-angka ini dianggap mempunyai kekuatan gaib, sebagaimana cap kerajaan di Persia). Di samping bawah cap tertulis kalimat La Ilaha Illallah, Allah Mawjud. Kalimat tersebut biasanya dipergunakan oleh sebagian pengikut aliran tasawuf wujudiyah.15 Diperkirakan aliran ini tersebar karena adanya sebuah risalah yang sangat populer yakni al-Tuhfah al-Mursalah ila Ruh an-Nabi karya Fadlullah al-Burhanpuri di kalangan pelajar dan masyarakat pada umumnya sebagai pelajaran dasar di kawasan Nusantara termasuk Kalimantan Selatan.16 Di samping itu, karya-karya Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani dan Abdurrauf Singkel (terkenal sebagai Syiah Kuala) dari Aceh yang ajarannya kental dengan nuansa wujudiyah banyak juga dibaca dan dihayati oleh masyarakat Banjar. Oleh karena pada waktu itu hubungan Kerajaan Banjar dengan Kesultanan Aceh sangat erat terutama dalam konteks hubungan intelektual dan kultural. Lebih dari itu, Idwar Saleh mengatakan, konon ada seorang ulama yang hidup dalam Kerajaan Banjar, telah menyusun sebuah buku tasawuf yang bernuansa wujudiyah, berbicara tentang Asal Kejadian Nur Muhammad yang sangat dipengaruhi ajaran Wihdatul Wujud Ibnu Arabi.17Zafri Zamzam menyebut pengarang buku tersebut adalah Syekh Syamsuddin al-Banjari yang ditulis sekitar tahun 1668M, untuk dipersembahkan kepada Sultanat Tajul Alam Syafiatuddin yang memerintah Kesultanan Aceh (1641-1675M), seorang Ratu yang sangat loyal terhadap ajaran tasawuf Wujudiyah.18 

salah satu ritual syiah di kalsel yang sudah berjalan

salah iedul fitri komunitas syiah Banjarmasin

pengikut syiah Banjarmasin melakukan demo qudsa day 2016


Dalam tengarai Habib Ali al-Habsyi, tasawuf yang bernuansa wujudiyah ini ada kesamaan dengan konsep Irfan dalam Syiah. Apalagi tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam mengajarkan doktrin ini seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani dan Abdurrauf Singkel (Syiah Kuala) memang menurut Ali Hasymi sebagai tokoh-tokoh dari aliran Syiah. Namun, Syiah yang tadinya cukup besar, mengalami kemunduran ketika Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812M) kembali ke kampung halaman dari di Haramain, setelah tiga puluh tahun menuntut ilmu di sana. Hal ini terjadi karena Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sangat gencar mengajarkan Islam dari aliran Sunni. Meskipun begitu, masih banyak kultur-kultur Syiah yang merasuk ke dalam kultur Sunni yang menjadi anutan kebanyakan masyarakat Banjar. Tentu saja sudah bukan bentuk asli, melainkan sudah mengalami modikasi, seperti peringatan hari 10 Muharram (Asyura), bacaan Tulak Bala, Tawassul, Ziarah Kubur, Maulid Nabi dan Arba Mustamir. Syiah mulai menggeliat lagi di Kalimantan Selatan menurut Habib Ali sejak pasca revolusi Iran tahun 1979. Lewat berita-berita yang dipublikasikan baik oleh media cetak (Surat Kabar, Majalah, Tabloid dll) maupun elektronik (Radio dan Televisi) tentang kemenangan Ayatullah Ruhullah Khumaini atas raja Shah Reza Pahlevi yang didukung oleh Amerika Serikat, jelas merupakan api semangat bagi sebuah kebangkitan kembali. Syiah menjadi perhatian dunia Islam pada umumnya dan umat Islam Indonesia pada khususnya, untuk mempelajari ajarannya, termasuk anak muda Kalimantan Selatan. Habib Ali menceriterakan pola penyebaran Syiah ini di Kalimantan Selatan sebagai berikut : (bersambung)

Footnote :
12.     A. Hafiz Anshary, Islam di Selatan Borneo sebelum Kerajaan Banjar, Orasi Ilmiah, Banjarmasin: IAIN Antasari, 2002, hlm. 15.
13.     Azyumardi Azra,, Jaringan Ulama Nusantara, Bandung: Mizan, 1994, hlm. 251.
14.     J.J. Ras, Hikajat Bandjar; A Study in Malay Historiography, The Hague: Martinus Nijhoff, 1968, hlm. 107-109.
15.     Ahmadi Isa,”Perkembangan Tasawuf di Kalimantan Selatan”, tabloid Serambi Ummah No.045, 8-14 September 2000, hlm. 10.
16.     Azyumardi Azra,,”Interaksi dan Akomadasi Islam dengan Budaya Melayu Kalimantan”, makalah Simposium Nasional, 1996, hlm. 120.
17.     Idwar Saleh, Bandjarmasin, Banjarbaru: Unlam, 1982, hlm. 30.
18.     Gazali Usman, Kerajaan Banjar, Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama, Banjarbaru: Unlam Press, 1998, hlm. 130.

Sumber : sumber tulisan ini adalah sebuah karangan ilmiah oleh saudara HUMAIDY, seorang mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari Banjarmasin yang dipublikasikan pada tahun 2014. Dan kami tampilkan secara berseri mengingat tulisan yang lumayan panjang. ( AHMAD HASYIM,SEP 16)