Meski Indonesia memiliki ratusan organisasi massa Islam, tetapi Indonesia adalah negeri
Ahlus Sunnah (Sunni), bukan Syiah. Pernyataan ini disampaikan Habib Ahmad Zein Alkaf, Ketua Bidang Organisasi Albayyinat Indonesia dalam “Dialog Interaktif Mengenal Paham Syiah” di Kantor redaksi
Hidayatullah Media Group (HMG), Jalan Kejawan BMA, Surabaya.
“Meski di Indonesia umat Islam terpecah dalam banyak ormas seperti; Muhammadiyah, NU, Persis, Al Irsyad, DDII, Al Washliyah, Al Khairiyah, Hidayatullah atau masih banyak lagi, tapi mereka adalah
Ahlus Sunnah semua,” ujar Achmad Zein, Sabtu, (25/02/2012) pagi kemarin.
Menurut pria yang mengaku telah meneliti Syiah selama 25 tahun ini, semua penganut
Ahlus Sunnah (Sunni) berpegang pada al-Quran dan Sunnah dan tak ada perselisihan mengenainya.
Hanya saja menurutnya, keberadaan bumi
Ahlus Sunnah ini bisa rusak dengan paham-paham yang masuk secara halus guna merusak akidah kaum Sunni. Pemahaman itu, ujungnya adalah “pemurtadan” terselubung. Gerakan ‘pemurtadan’ itu datang dari dua tempat, satu dari luar negeri dan satunya dari dalam negeri sendiri. Yang dari luar negeri, menurutnya adalah paham sekuler-liberal dan paham Syiah Iran.
Karenanya, pria yang juga
A’wan Syuriyah Pimpinan Wilayah NU (PWNU) Jatim ini mengingatkan pemerintah RI akan bahaya paham ini. Anggota pengurus MUI Jatim ini juga menegaskan, ajaran Syiah lebih berbahaya dibandingkan Ahmadiyah di Indonesia. Tak lupa, ia juga meminta Gubernur Jawa Timur, Soekarwo mengeluarkan larangan Syiah berkembang di Jatim.
“Sebelum ada Syiah, umat Islam hidup rukun. Ketika mulai berkembang di Jatim khususnya Bangil dan Madura, kekacauan terus terjadi. Seharusnya
peristiwa di YAPI Bangil Pasuruan dan Sampang jadi pelajaran berharga bagi aparat dan pemerintah,” tegasnya.
“Kalau ingin Jatim aman dan damai, aparat kepolisian dan pemerintah jangan sekali-kali memberikan izin kegiatan bagi Syiah apapun bentuknya,” tambahnya.
Sedang pembicara lainnya, Ustadz Ahyat Ahmad dari Ponpes Sidogiri Pasuruan sekaligus salah satu tim penulis buku “
Sunni-Syiah Dalam Ukhuwah” lebih menjelaskan sejarah lahirnya paham Syiah. Menurutnya, sejarah lahirnya Syiah tidak lepas dari mantan seorang Yahudi bernama Abdullah Bin Saba’ di tahun 34-35 Hijriyah. Menurut Ahyat, soal sejarah ini telah banyak diakui ulama-ulama Syiah sendiri dan tidak ada perselisihan tentangnya.
“Abdullah bin Saba’ itu fakta, bahkan itu diakui langsung ulama Syiah bernama Al-Qummi,” ujarnya.
Hanya saja, menurut Ahyat, kalangan Syiah modern sering menyembunyikan fakta dan mengelabuhi banyak orang dengan mengatakan, Abdullah bin Saba’ hanyalah tokoh fiktif.
Paling Berbahaya
Dalam sesi pertanyaan, Zein Alkaf menolak pernyataan peserta yang mengatakan bahwa di antara kelompok Syiah ada yang lebih dekat dengan Islam. Menurutnya, pernyataan seperti itu memang sering terjadi akibat ketidak-mengertian orang. Padahal itu pernyataan menyesatkan dan berbahaya.
“Memang ada yang dinamakan
Syiah Zaidiyyah, tapi itu berpusat di Yaman utara.”
Tapi, kelompok ini sekarang sudah berkembang dengan nama
Batariyyah, Sulaimaniyyah dan
Jarudiyyah dan bahkan telah mendapat pengaruh Iran. Sebagian dinilai telah beralih ke Syiah
Imamiyyah Itsna ‘Asyariyyah.
Sedang yang sekarang berkembang di Indonesia, adalah Syiah
Imamiyyah Itsna ‘Asyariyyah yang
berpusat di Iran. Oleh Khumaini, aliran ini diekspor ke seluruh dunia, terutama Indonesia. Kelompok
Itsna ‘Asyariyyah inilah yang dinilai Zein paling berbahaya. Fakta nyata, mereka telah melakukan
pemberontakan di Yaman.
“Syiah inilah yang sekarang berkembang di Indonesia dengan menggunakan nama samaran
madzhab Ahlul Bait atau
madzhab Ja’fary.”
Acara diselenggarakan atas kerjasama HMG dan
Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (INPAS) ini dihadiri banyak peserta. Target acaranya yang hanya menghadirkan 50 peserta justru membludak tiga kali lipat, termasuk para mahasiwi dan ibu-ibu.
Yang menarik, acara ini juga dihadiri Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, H.M, Shidiq dan Habib Umar bin Abdullah Assegaf, pimpinan Majelis Maulid wa Ta’lim Roudlotus Salaf Bangil-Pasuruan.
Meski bukan pembicara, moderator Kholili Hasib dari INPAS Surabaya memberi kesempatan para tamu berbicara.*
Rep: Panji Islam
Red: Cholis Akbar
Ahad, 26 Februari 2012
Hidayatullah.com—