MENONTON
televisi, makan, pergi ke tempat hiburan malam nampaknya menjadi pemandangan sehari-hari
para imigran Syiah asal Afghanistan di kawasan Puncak Bogor.
Mereka
bahkan sanggup menempuh jarak kiloan meter dari kawasan pedalaman Cisarua untuk
sampai di Jalan Raya Puncak, untuk membeli kebutuhan sehari-sehari.
salah satu yayasan syiah di Jakarta mengadakan santunan yang dihadiri oleh tokoh syiah dari Iran pada Agustus 2017 kemarin
Salah satu
imigran Syiah Afghanistan di daerah Bogor adalah Ali Rezaei (26 tahun) megaku
sudah dua tahun tinggal di Indonesia. Pria dengan potongan rambut bergaya
mohawk dan bercelana pendek ini bahkan
mengaku sangat kerasan tinggal di Bogor karena masyarakatnya terkenal
ramah.
“Indonesia
sangat bagus. Orang-orangnya ramah. Saya suka Cisarua, Bogor,” ujarnya sembari
menenteng sejumlah belanjaan di tangannya.
Pria yang
bisa bicara bahasa Inggris cukup fasi mengaku tak memiliki banyak kegiatan yang
dilakukannya di Bogor. Setiap hari hanya tidur, makan, menonton TV, dan
belanja.
Ali
mengaku, bisa menjadi imigran di Indonesia atas bantuan lembaga PBB untuk para
pengungsi alias UNHCR. Untuk kebutuhan sehari-hari, Ali mengaku mendapatkan
kiriman uang dari keluarganya di Afghanistan. Ali juga mendapatkan biaya hidup
dari UNHCR.
“UNHCR
memberi saya makan dan tempat tinggal,” ujar imigran Syiah beretnis Hazara ini.
Saat
ditanya apakah ada keinginan untuk kembali ke Afghanistan, Ali menegaskan keinginan itu hanya akan
menjadi masalah bila terwujud. Karena itu, dalam waktu dekat, dirinya belum mau
kembali ke Afghanistan.
“Itu
masalah buat saya. Saya tidak mau kembali ke Afghanistan sekarang sebab masih
ada Taliban. Itu masalah yang sangat besar di suku Hazara. Al-Qaidah tidak suka
dengan Hazara,” ujarnya.
Hal senada
juga dikatakan tiga orang imigran Syiah di Bogor yang lain; Muhammad Husein,
Ahmad Husein, dan Haidri. Berbeda dengan Ali, Muhammad Husein dan kawan-kawan
mengaku berasal dari Pakistan.
Saat
ditemui, ketiganya langsung mengajak masuk ke sebuah warung kopi. Di situlah,
mereka biasa “nongkrong” menghirup udara malam kawasan Puncak.
Kala itu
Ahmad Husein langsung menaruh tasnya di atas meja, dan memesan kopi dengan
bahasa Inggris dicampur Indonesia.
Bersama
rekan-rekannya, Ahmad Husein mengaku sudah tinggal selama satu tahun di Bogor.
“Kami tidak
bekerja karena tidak mendapat izin dari UNHCR,” ujarnya yang menolak untuk
difoto.
Sumber : Hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar