Sepenggal Kisah Ziarah Arbain yang diunggah pada 11 November, 2018 oleh seorang pengikut syiah indonesia yang ikut acara arbain di Iraq.
Jika Allah berkehendak, siapakah yang bisa menghalangi ?
Selama bertahun-tahun saya menjadi Syiah, pada setiap menjelang waktu ziarah Arbain tiba, saya hanya bisa tercenung dan menatap sedih ketika teman-teman Syiah saling sapa sambil bertanya “berangkat Arbain?”
Terbersit dalam pikiran mungkinkah saya bisa berangkat ziarah Arbain mengingat kondisi ekonomi yang tidak mendukung ?
Saya memang terlambat menjadi Syiah. Saya memperoleh hidayah masuk Syiah di usia menjelang senja dimana semangat dan kesempatan kerja mulai menurun, kondisi ekonomi juga melemah. Tetapi alhamdulillah, tidak ada kata terlambat untuk bergabung dalam bahtera Ahlulbait as.
Resiko sosial yang akan diterima sebagai pengikut Ahlulbait as sudah siap saya hadapi, baik dalam lingkungan keluarga maupun pergaulan di masyarakat. Bagi saya berwilayah kepada Ahlulbait Rasulullah saw menjadi harga mati.
Dari perjalanan sejarah Ahlulbait as dan para Syiahnya, kita semua tahu bahwa menjadi Syiah tidak mudah, dan tidak semua orang bisa masuk Syiah, hanya manusia terpilih saja.
Terbukti, ganjalan pertama datang dari anak-anak yang sudah dewasa dan sudah berkeluarga. Sikap dan respon mereka adalah respon khas masyarakat umum yang awam tentang Syiah, baik di alam nyata maupun di medsos bahwa “Syiah itu sesat”.
Meskipun tidak secara terbuka menentang, tapi sikap mereka tampaknya belum menerima kebenaran tentang ajaran Ahlulbait. Semoga dengan berlalunya waktu seiring dengan doa yang selalu saya panjatkan, Allah swt berkenan membuka pintu hati anak-anakku agar bisa memperoleh hidayah untuk bergabung dalam wilayah Ahlulbait as.
Dalam keterasingan ini, akhirnya saya berlabuh di lingkungan komunitas Syiah Pulogebang – Jakarta Timur dan ikut berkecimpung dalam kegiatan pengajian rutin mingguan.
Majelis taklim Pulogebang ini yang dikomandoi oleh Haji Halimi, sebenarnya sangat strategis karena lokasinya berbatasan dengan kota Bekasi, sehingga teman-teman Syiah yang berdomisili di Bekasi bisa lebih dekat menimba ilmu.
Dalam rutinitas kehidupan di lingkungan Pulogebang ini, keterasingan tetap menggelayuti diri. Trenyuh dan sedih terus merayapi relung hati ini ketika menjelang ziarah Arbain tiba.
Ketika beberapa teman di Komunitas Pulogebang ini berangkat ziarah Arbain, kerinduan dan pengharapan dalam hati ini kembali bergelora.
Ya Allah, hamba mohon undanglah hamba untuk berziarah mengunjungi para kekasih-Mu. . .
Ya Imam Husein junjunganku, izinkan hamba berziarah ke pusaramu, ridhoilah hamba jadi pencinta dan pengikutmu . .raihlah tangan hamba yang banyak dosa ini . . .
Ya Shohibuzzaman, ya Mahdi junjunganku, semoga engkau menolong hamba. . .
Hamba ingin menyempurnakan bai’at hamba kepada kalian Ahlulbait as dengan menziarahi kalian secara phisik, hamba ingin meraih tangan-tangan suci kalian sebelum akhir hayat hamba . . .
Dan tahun 2017, begitu pulang dari Arbain, Haji Halimi berkata “Pa Cip, tahun depan sampeyan berangkat ya!.”
Bagai mendengar petir di siang hari yang terang benderang saat mendengar ucapan itu. Tak banyak yang bisa saya ucapkan, hanya rasa syukur dan terima kasih yang bergaung dalam hati saya yang dalam. Semoga Allah SWT, Rasulullah saw dan para Maksumin as ridho atas ziarah hamba ini.
Jika ziarah hamba ini Engkau terima ya Allah..
Pahala dari setiap langkahnya hamba hadiahkan pula untuk Rasulullah saw, untuk para Maksumin as dan keluarganya, untuk sayidah Zaenab dan para tawanan keluarga Rasul saw, untuk para syuhada Karbala, untuk Rahbar Sayyid Ali Khamenei, untuk para pejuang Syiah melawan zionis dan setan besar Amerika, untuk kedua orangtua kami yg telah meninggal dunia, saudara-saudara kami yg telah meninggal ataupun masih hidup.
Karbala, Irak. Sucipto