Senin, 06 April 2015

Inilah Perbedaan Antara Sunni (Aswaja) dan Syi’ah, Menurut Ulama NU

 
Mulai banyak yang sering melancarkan tuduhan syi’ah di dunia online dan jejaring sosial secara membabi buta. Mereka sendiri banyak tidak paham mengenai hakikat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Sunni/Aswaja) dan tidak paham mengenai syi’ah. Misalnya, hanya karena berbeda pandangan politik, langsung di vonis syi’ah, dan banyak kasus lainnya. Hal semacam itu tidak lain karena ketidak-tahuan mereka. 

Berikut beberapa ikhtisar mengenai perbedaan antara ajaran Sunni (Ahlussunnah wal jama’ah  Aswaja) dan Syi’ah dalam bidang teologi (aqidah), hukum (fiqh), bidang politik dan lainnya.

Dalam Bidang Aqidah

1. Dalam bidang aqidah kita  menyakini rukun Islam ada 5 (Syadatain, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji) dan rukun Iman ada 6 (Iman pada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, hari Kiamat dan Qadha’ dan qadar).
Adapun rukun Islam Syi’ah terdiri dari: Shalat, Shaum (puasa), Zakat, Haji dan Wilayah. Sedangkan syahadat mereka, tidak hanya hanya Syahdatain (2 kalimat syahadat) tetapi ditambah dengan menyebut 12 imam (Tiga kalimat syahadat). 

Sedangkan rukun Iman Syi’ah hanya ada 5, yaitu: Tauhid, Nubuwwah, Imamah, al-‘Adl dan Ma’ad.
2. Dalam bidang aqidah kita menyakini bahwa al-Qur’an tetap orisinil,  surga diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya , neraka diperuntukkan kepada orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Adapun Syi’ah, menyakini bahwa al-Qur’an tidak orisinil dan sudah di ubah oleh sahabat (dikurangi da ditambah), surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta pada Imam Ali dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali.
3. Rujukan hadits kita adalah Kutub al-Sittah (Shahih al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Turmidzi, Ibnu Majah dan An-Nasa’i).
Adapun Syi’ah, memiliki rujukan hadits sendiri seperti Al Kutub al-Arba’ah yaitu Al Kafi, Al Ibtishar, Man La Yadhuruhu al Faqih, dan At-Tahdzib.

Dalam Bidang Fiqh (Hukum)
1. Mashadir al-tasyri’ (sumber hukum) kita adalah Al Qur’an, As-Sunnah (al-Hadits), serta Ijma dan Qiyas (analogi hukum) sebagai tambahannya.
Adapun Syi’ah, mashadir al-tasyri-nya adalah (1) al-Qur’an daan As-Sunnah, (2) Sima (pendengaran) dari Rasulullah, (3) Kitab Ali, disebut Al Jami’ah, (4) al-Isy-raqat al-Ilahiyyah
2. Kita berpandangan bahwa potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash al-Qur’an dan Sunnah.
Adapun Syi’ah, potensi ijtihad juga terbuka namun dalam ranah selain imamah.
3. Rujukan fikih kita mengambil dari imam madzhab 4 yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Adapun Syi’ah, mengambil fiqih dari para imam Syi’ah.

Dalam Bidang Politik 
1. Kita (Sunni) mengakui bahwa Khufaur Rasyidin yang sah adalah Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq, Umar al-Faruk (Umar bin Khattab), Utsman bin Affah dan Ali bin Abi Thalib.
Adapun Syi’ah tidak mengakui Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman karena dianggap merampas kekhalifahan Sayyidina Ali. 

Namun ada Syi’ah yang masih mengakui semuanya (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) yaitu Syi’ah Zaidiyah.
2. Kita (Sunni) berpandangan bahwa pemimpin atau imam tidak terbatas pada 12 imam dan percaya pada imam-imam itu tidak termasuk rukun iman, kita juga berpendangan bahwa khalifah (imam) tidak ma’shum atau mereka bisa berbuat salah/dosa/lupa.
Adapun Syi’ah berpandangan bahwa kepemimpinan hanya sebatas 12 imam dan termasuk rujukan iman mereka. Mereka juga menyakini kema’shuman 12 imam tersebut seperti para Nabi.
3. Kita (Sunni) berpandangan bahwa pemimpin (imam) diangkat melalui kesepatakan ahlul halli wal aqdi, atau orang yang mengangkat dirinya sendiri (dalam kondisi darurat), kemudian ia dibai’at oleh ahlul halli wal aqdi dan rakyat.
Adapun menurut Syi’ah, pemimpin sudah ditentukan oleh Allah (nas Ilahi) bukan pilihan rakyat.
4. Dalam hal hukum mengangkat imam. Kita (Sunni) berpandangan bahwa kepemimpinan hukumnya wajib karena dalil-dalil syari’at.
Adapun Syi’ah, berpandangan bahwa hukumnya wajib berdasarkan nas Ilahiy.
5. Dalam hal syarat pemimpin. Kita (Sunni) berpendangan bahwa pemimpin harus memenuhi empat syarat, yaitu (1) berasal dari suku Quraisy (pada tahap berikutnya terjadi perbedaan pendapat mengenai hal ini), (2) Bai’at, (3) Syura, dan (4) Adil
Adapun Syi’ah, pemimpin harus berasal dari Ahlul Bait.

Perbedaan Lainnya 
1. Kita (Sunni) dilarang mencaci maki sahabat Rasulullah Saw. Kita juga sangat menghormati Sayyidah Aisyah istri Rasulullah Saw, serta menyatakan bahwa para istri Rasulullah Saw termasuk ahlul bait.
Adapun menurut Syi’ah, mencaci maki para sahabat tidak apa-apa bahkan mereka berkeyakinan, para sahabat menjadi murtad setelah Rasulullah Saw wafat dan hanya tersisi beberapa sahabat saja. Alasan murtadnya karena para sahabat membai’at Abu Bakar al-Shiddin sebagai khalifah. Syi’ah juga mencaci maki Sayyidah Aisyah dan tidak menggolongkan istri Rasulullah Saw sebagai ahlul bait.
2. Tentang Raj’ah. Kita (Sunni) tidak menyakininya.
Adapun Syi’ah menyakini aqidah raj’ah. Raj’ah adalah keyakinan bahwa kelak di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali, dimana pada saat itu ahlul bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
3. Terkait Imam Mahdi. Menurut kita (Sunni), Imam Mahdi adalah sosok yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
Adapun Syi’ah, mereka punya Imam Mahdi sendiri yang berlainan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut Syi’ah, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya kemudian pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah Saw, Imam Ali, Fatimah dan ahlul bait lainnya. Selanjutnya, ia akan membangunkan Abu Bakar, Umar dan Aisyah. Ketiga orang tersebut akan disiksa sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka pada ahlul bait.
4. Terkait nikah Mut’ah, Khamar dan Air. Bagi kita (Sunni) mut’ah hukumnya haram, khamar hukumnya tidak suci (najis), dan air yang dipakai istinja’ (cebok) tidak suci.
Adapun bagi Syi’ah, mut’ah halal dan dianjurkan, khamar tidak najis, dan air yang telah dipakai istinja’ dianggap suci dan mensucikan.
5. Dalam hal shalat. Kita (Sunni) meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah, mengucapkan amin juga sunnah, shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i. Shalat dhuha disunnahkan.
Adapun bagi Syi’ah, meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat, mengucapkan amin di akhir sudah al Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/batal shalatnya, dan shalat jama’ diperbolehkan tanpa alasan apapun. Shalat dhuha tidak dibenarkan.

Ciri Khas Aqidah Sunni
Ahlussunnah wal Jama’ah (Sunni) meyakini bahwa Allah itu Ada tanpa arah dan tanpa tempat. Inilah ciri khas Sunni sekaligus membedakan antara Ahlussunnah wal Jama’ah dengan aliran-aliran lainnya. Hal ini berdasarkan dalil al-Qur’an surah al-Syura ayat 11. (*)

Penulis : Ibnu Manshur
Sumber : Buku Risalah Ahlussunnah wal-Jama’ah – Dari pembiasaan menuju pemahaman dan pembelaan Akidah Amaliah NU. Ditulis oleh Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. Tim penulis antara lain : KH. Abdurrahman Navis, Lc., M.H.I., Muhammad Idrus Ramli, dan Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I. Penerbit “Khalista” Surabaya, Cetakan 1 tahun 2012. Halaman 11-14, dan 46-48.
Sumber MMN: muslimedianews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar