Soroti Ideologi Imamah dan Pertahankan TAP MPRS 1966, Mudzakarah ANNAS Lahirkan 9 Pernyataan
Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) rampung menggelar Mudzakarah
Nasional II di Bandung, Ahad (sore). Selain diisi seminar, acara yang dihadiri
ratusan kiai, ulama, da’i dan aktivis lintas ormas Islam dari seluruh Indonesia
ini juga menggelar sidang komisi. Dari mulai bidang organisasi, program,
politik dan pemerintah hingga komisi media, internasional dan strategi dakwah.
Usai menggelar sidang komisi para peserta memaparkan
hasil rumusan sidang kepada para peserta. Acara lalu diakhiri dengan pembacaan
9 butir pernyataan sikap yang dibacakan oleh Sekretaris Umum ANNAS HM Rizal
Fadhillah. Berikut 9 butir pernyataan sikap ANNAS:
Pertama, mengajak seluruh elemen masyarakat khususnya
pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan akan ancaman gerakan
komunis yang kini bangkit kembali untuk menggantikan ideologi Pancasila menjadi
ideologi Komunis serta Syiah yang semakin menguat untuk mencapai target
utamanya yaitu menegakkan ideologi imamah yang dimulai dari proses pembinaan,
kemudian penggalangan, lalu penyusupan dan akhirnya pengambil alihan kekuasaan.
Baik Komunis maupun Syiah melakukan cara gerilya untuk mencapai tujuannya.
Kedua, mendorong masyarakat dan pemerintah agar
memiliki pemahaman yang benar, keyakinan yang kokoh serta pegangan yang jelas
mengenai kesesatan dan bahaya Syiah bagi akidah, syari’ah dan akhlak, lebih
jauhnya merusak kesatuan bangsa dan menggoyahkan sendi ideologi Negara.
Pandangan atau fatwa ulama dan organisasi keagamaan tentang kesesatan bahaya
Syiah di Indonesia kiranya dapat menjadi pengangan dan landasan pengambilan
kebijakan bagi pemerintah untuk melindungi rakyat dari ancaman gerakan Syiah.
Ketiga, mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
berani segera mengeluarkan fatwa kesesatan ajaran Syiah agar menjadi pedoman
kuat bagi masyarakat maupun bagi pemerintah dan aparat keamanan, penegak hukum
dalam mengambil kebijakan terhadap gerakan sesat Syiah.
Keempat, Mendukung penuh tetap dipertahankannya
ketetapan MPRS nomor 25 tahun 1966 mengenai larangan pengembangan komunisme dan
menentang segala upaya yang ingin mencabut ketentuan tersebut.
Kelima, mendesak pemerintah untuk berhati-hati dalam
menjalin hubungan dan kerja sama dengan pemerintah Iran, baik dalam bidang
pendidikan, keagamaan, ekonomi maupun politik dan militer. Karena di balik
kerja sama tersebut tersisipi bahkan dominan kepentingan kegiatan syiahisasi
yang cepat atau lambat akan menimbulkan gesekan atau konflik di kalangan
masyarakat dan rakyat Indonesia yang senyatanya berpahamkan Ahlu Sunnah wal
Jamaah. Pemerintah harus berani menutup atase kebudayaan kedutaan besar Iran
karena disinyalir telah meyimpangkan fungsi atase menjadi markas komando
pengembangan ajaran sesat Syiah di Indonesia.
Keenam, mendorong pemerintah daerah untuk lebih jeli
memantau ajaran Syiah di daerahnya dan dengan dukungan organisasi, tokoh dan
lembaga dakwah Islam yang ada, berani mengambil kebijakan dan langkah-langkah
nyata dalam mencegah tumbuh dan berkembangnya paham sesat Syiah. Kebijakan tegas
pemerintah daerah bahkan provinsi maupun kabupaten/kota akan memberikan
pengaruh kuat pada pemerintah pusat untuk dapat tegas pula mengambil kebijakan
dan melakukan langkah strategis mencegah, menindak dan membubarkan
lembaga-lembaga pengembangan Syiah.
Ketujuh, meminta seluruh elemen politik khususnya
partai politik untuk melakukan pengawasan dan penelitian secara seksama akan
kemungkinan disusupi oleh kader dan aktivis paham sesat Syiah. Melakukan
pembersihan dan penindakan, hal ini penting bagi kebaikan elemen politik
khususnya partai politik agar terjaga citranya di masyarakat dan terlebih-lebih
dalam rangka menjaga agar institusi tidak digunakan oleh paham sesat Syiah
untuk berlindung dan memanfaatkannya demi tujuan merealisasikan misi
mengacaukan stabilitas Negara dan menggantikan ideologi Pancasila dengan
ideologi Imamah.
Kedelapan, mengimbau aparat penegak hukum baik
kepolisian dan kejaksaan serta TNI untuk mengambil langkah-langkah preventif
dan antisipatif terhadap perkembangan paham Syiah di berbagai pelosok daerah di
Indonesia. Jalinan kerja sama ANNAS maupun organisasi-organisasi keagamaan
dengan pihak aparat penegak hukum dan keamanan selama ini kiranya dapat
ditingkatkan, hal ini demi melindungi bangsa dan Negara kita dari perpecahan
yang mungkin terjadi akibat keagresifan pengembangan paham sesat syiah.
Keterlambatan atau lemahnya jalinan kerja sama antar pihak dapat membawa kita
kepada kekisruhan seperti di negara-negara Timur Tengah: Yaman, Irak, maupun
Suriah. ini semua akarnya adalah radikalisme, takfiri dan permusuhan Syiah
terhadap Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Kesembilan, berkaitan dengan perjuangan pengikut Syiah
untuk menegakkan ideologi Imamah yang jelas-jelas bertentangan dengan ideologi
Pancasila dan konstitusi Negara, maka kami mendesak pemerintah melalui proses
hukum untuk melakukan pembekuan dan pembubaran institusi atau organisasi Syiah
di Indonesia, baik itu Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) atau Ahlul
Bait Indonesia (ABI) atau yayasan-yayasan dan lembaga lain yang berafiliasi
kepada gerakan sesat Syiah. Kebijakan ini penting dan mendesak mengingat
keresahan masyarakat sudah cukup tinggi, aktivitas pengikut Syiah di seluruh
Indonesia sudah sangat intens dan menghawatirkan.
“Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan sebagai
wujud tanggung jawab keagamaan dan kenegaraan ANNAS dalam membentengi umat dari
penyesatan paham Syiah dan melindungi Negara dari konflik keras akibat gerakan
Syiah yang memang memiliki paham ideologi yang sangat bertentangan dengan
ideologi Pancasila dan UUD 1945 serta dapat merongrong stabilitas NKRI,” tutup
Rizal Fadhillah yang juga menjabat Sekretaris Umum Pengurus Wilayah
Muhammadiyah Jawa Barat ini. (Pizaro/INA)
Habib Zein Al
Kaff: Pemkot Bandung Harus Berani Tegas Terhadap Syiah
Pengurus
Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jawa Timur, Habib Achmad bin Zein Al-Kaff
menegaskan, tidak ada kompromi dengan Syiah. Menurutnya, Syiah adalah aliran
yang sesat dan menyesatkan yang berbahaya bagi agama dan negara.
“Syiah ini adalah aliran yang sesat
dan menyesatkan. Tidak ada kompromi dengan Syiah. Sebab Syiah ini berbahaya
bagi agama, bangsa dan negara,” katanya kepada wartawan usai menghadiri
Mudzakarah ANNAS ke-2 di Hotel Grand Asrila Kota Bandung, Ahad (14/5/2017).
Dengan digelarnya Mudzakarah ANNAS
ke-2 di Bandung diharapkan pemerintah daerah khususnya pemkot Bandung untuk
berani mengambil sikap tegas terhadap keberadaan gerakan Syiah.
“Terutama di Bandung ini, harus
berani ambil sikap yang tegas. Mereka (Syiah_red) telah menghina semuanya,
menghina Rasulullah, menghina Allah Rabbil’alamin, dan para ulama,” ujarnya.
“Insya Allah dengan adanya
(ANNAS_red) ini bisa mengembalikan mereka, menjaga mereka yang belum terkena
paham ini,” pungkas dia.
Sebagaimana diketahui, perayaan Asyura
(hari besar Syiah) kerap berlangsung di Kota Bandung dengan pengamanan aparat
kepolisian. Bahkan, tahun lalu perayaan memperingati kematian Sayyidina Husein
ini dilangsungkan di Stadion Sidolik yang diikuti oleh ratusan jemaat dari
berbagai kota di Indonesia. (baca: Umat Islam Jawa Barat Siap Hadang Perayaan
Asyura Syiah)
Reporter : Agus Cahyanto Redaktur :
Ally Muhammad Abduh
Prof. Dr. Didin
Hafidhuddin: Syiah Itu Troublemaker
Wakil
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin menilai, Syiah adalah
ajaran pembuat masalah (troublemaker) karena ajaran ini didasarkan pada
kebencian dan kedengkian.
“Ajaran mereka ini didasarkan pada
kebencian terhadap para sahabat Nabi, kepada imam-imam hadist. Dan kebencian
mereka ini adalah penyakit yang terus ditularkan kepada para pengikutnya.
Sehingga Syiah ini dimana-mana selalu menjadi troublemaker, pembuat masalah,
bukan kedamaian,” paparnya dalam Mudzakarah Nasional II ANNAS di Bandung, Ahad
(14/5/2017).
Ia mengungkapkan fakta-fakta sejarah
yang membuktikan Syiah selalu menjadi pemicu konflik peradaban. Jatuhnya
Baghdad kepada Tatar yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada tahun 656 H atau 1258
M tidak lepas dari pengkhianatan tokoh Syiah, yaitu Muayududdin Muhammad yang
menyebabkan ratusan ribu nyawa kaum muslimin hilang.
Pada tahun 638 H, Kyai Didin
melanjutkan, Syiah juga bersekongkol dengan tentara Salib dalam merebut
Palestina, ditambah pembantaian umat Islam di Suriah, Irak dan
pengkhianatan-pengkhiantan Syiah kepada umat Islam lainnya.
“Oleh karena itu, tidak ada kata lain selain
pemerintah harus mengambil sikap tegas bahwa Syiah ini adalah aliran yang
membahayakan,” tegasnya.
Oleh sebab itu, mantan Rektor
Universitas Ibn Khaldun (UIKA) itu meminta pemerintah untuk tidak memberikan
ruang gerak kepada Syiah dimana pun dan dalam bentuk apapun.
“Maka di forum ini saya sampaikan
kepada pemerintah untuk mengambil sikap tegas terhadap Syiah, karena watak
ajaran ini adalah troublemaker,” pungkasnya.
Reporter : Aryo Jipang Redaktur :
Ally Muhammad Abduh
Sumber : jurnalislam.com dan salam-online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar