Selasa, 09 Mei 2017

WISATA GRATIS ALA SYIAH : DOSEN2 SUNNI DIWISATAKAN GRATIS



Delegasi Pimpinan Universitas Islam Swasta se Indonesia Timur PLESIR KE IRAN

Menurut sumber syiah, rombongan Kopertais wilayah VIII Sulawesi, Maluku dan Papua yang dikepalai Prof. Dr. H. Abd. Rahim Yunus, MA dan Prof. Dr. H. Sabaruddin Garancang, MA shalat Jum'at berjamaah yang diimami Ayatullah Sayid Ahmad Khatami di halaman Universitas Tehran di kota Tehran Jum'at (28 April 2017).

Delegasi pimpinan Universitas Islam swasta tersebut di Iran dengan modus mengikuti kegiatan Short Course di kota Qom selama 11 hari dari 23 April sampai 3 Mei 2017. Bisa jadi acaranya sehari atau dua hari, tapi yang merupakan acara inti adalah kampanye bahwa mereka di Iran tidak melihat adanya kejanggalan. Mereka tidak akan melihat ahlusunnah yang minoritas dan ditindas oleh rezim syiah. Rombongan juga menziarahi makam Imam Khomeini dipinggiran kota Tehran dalam perjalanan kembali ke Qom untuk menjalankan agenda-agenda Short Course selanjutnya. Mereka ditunjukkan ke tempat-tempat ritual syiah, agar mereka tertarik dan terpesona. Setidaknya mereka menjadi sunni yang moderat, yang tidak akan menyuarakan kesesatan syiah kepada para mahasiswa khususnya dan kepada umat islam di Indonesia pada umumnya.

Rombongan terdiri dari :

1.      Pimpinan STAI As’adiyah Sengkang, KH. Dr. M. Yunus Pasenreseng Andi Padi M. Ag

2.      Dr. H. Zulkifli Musthan, M.Si dari Insitut Ilmu Al-Qur’an Jannatu Adnin Kendari.

3.      Perwakilan dari Manado.

4.      Perwakilan dari Palu.

5.      Perwakilan dari Kolaka dan

6.      Perwakilan dari Papua Barat.

 


Guru Besar dan Dosen sejumlah Universitas Islam Indonesia Timur shalat dibarisan VIP DI TEHERAN



Disela kunjungan, Guru besar yang juga mantan wakil rektor UIN Alauddin Makassar Prof. DR. H. Abd. Rahim Yunus, MA melakukan pertemuan dengan sejumlah mahasiswa dari Indonesia Timur yang sementara menuntut ilmu di kota Qom Iran selasa malam (25/4). Dia  mengatakan, “Ilmu adalah kajian akademik, yang bisa didapat dan dituntut dari mana saja. Sehingga pada dasarnya semua ilmu dimana saja memiliki kesamaan, baik secara epistomologis, ontologis maupun aksiologis. Yang hasilnya bagaimana mengembangkan karakter, membangun otak dan kecerdasan intelektual serta membangun kecerdasan emosional dan spritual diri. Adalah suatu kebahagiaan melihat, mahasiswa-mahasiswa Indonesia tersebar dibanyak negara untuk menimba ilmu, khususnya ilmu keislaman, di Mesir, Yaman, Arab Saudi sampai ke Iran.”

“Saya melihat keberadaan mahasiswa Indonesia di Iran memiliki potensi yang sama, sebagaimana mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang juga belajar di luar negeri lainnya, yaitu bagaimana kelak memanfaakan ilmu yang telah dituntut untuk bisa semakin memperkaya khazanah keislaman di tanah air. Islam yang tentu saja memiliki spirit untuk membangun negara. Islam yang menjunjung toleransi dan membangun kesepahaman bersama untuk memperkokoh Islam Nusantara yang rahmatalil ‘alamin.” Tambahnya.

“Memang disayangkan, di masyarakat kita masih berkembang pemahaman dikotomi dari mana ilmu itu diperoleh. Namun Alhamdulillah di Sulawesi sendiri masih banyak intelektual dan pakar-pakar yang masih mengedepankan pemikiran akademik. Bahwa ilmu bisa diperoleh dari mana saja untuk kemudian membawanya kembali ke tanah air untuk dikembangkan dan memberi kontribusi positif. Apalagi kalau ilmu itu ilmu Islam. Dimana saja belajarnya, sumbernya tetap sama, yaitu dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Memang terdapat perbedaan dalam memahami, namun itu semestinya dipandang sebagai khazanah keilmuan yang bisa semakin memperkaya sudut pandang, bukan untuk dipertengkarkan yang hanya akan membuang banyak energi sia-sia.” Ungkap Ketua DPD Jam’iyyatul Islamiyah Provinsi Sulawesi Selatan tersebut.
“Seperti misalnya, pengalaman dari UIN Alauddin Makassar sendiri. Ketika Jalaluddin Rahmat yang seorang pakar mengambil doktornya di UIN Alauddin, sejumlah kelompok tidak menerima bahkan melakukan gerakan penolakan. Namun intelektual dan para pakar di UIN menolak sikap pandang dikotomi yang seperti itu. Saya salah seorang pengujinya saat itu yang kerap kali didatangi oleh mereka, namun saya jelaskan, dunia akademik itu bebas dari cara berpikir yang dikotomis. Dunia akademis tidak bisa dicampuri dengan sudut pandang kepentingan aliran-aliran tertentu. Selama bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah, maka sebuah lembaga pendidikan harus menerimanya. Dengan sikap intelektual semacam itu dari pakar-pakar kita di Sulawesi Selatan, Jalaluddin Rahmat berhasil meraih gelar doktornya dengan tesis mengenai Sunnah sahabat dari sudut pandang Syiah. Bahkan dengan pendekatan metodologi tersebut justru memperkaya metodologi yang selama ini telah digunakan.” Tambahnya.

Wakil Ketua MUI Sul-Sel lebih lanjut menambahkan, “Hal ini saya sampaikan, untuk kita ketahui bahwa siapapun yang menimba ilmu dari manapun harus kita hargai, harus kita respon dan hormati sebanyak apapun perbedaan-perbedaan yang ikut bersamanya. Perbedaan bukan untuk ditakuti dan dipandang sebagai ancaman, namun untuk dikelola supaya bisa memberi rahmat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, ikhtilaf pada ummatku adalah rahmat. Tidak mungkin dengan sejarah yang panjang, sejak Nabi Muhammad Saw sampai sekarang, kita hanya memiliki satu sudut pandang yang sama. Karenanya, alumni-alumni dari Iran sebagaimana juga alumni-alumni dari Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya diharap untuk bisa menghasilkan karya-karya yang mampu menjawab tantangan-tantangan zaman yang bisa membuat negara kita makin maju.”

“Saya melihat pemikir-pemikir Islam Iran juga tidak kalah dari pemikir-pemikir Islam di negara lainnya. Sebagai salah seorang pengurus MUI Sul-Sel, dalam setiap kegiatan pengkaderan ulama, kami juga menjadikan kitab tafsir dari ulama Iran diantaranya Tafsir Al-Mizan karya Allamah Thabathabai sebagai bahan kajian, yang juga merupakan salah satu referensi Prof. Quraish Shihab dalam menyusun kitab tafsir al-Misbahnya. Ini menunjukkan perbedaan dan varian-varian ilmu Islam yang ada, yang dituntut dan ditimba dari banyak negara dari Mesir, Yaman, Arab Saudi, Iran dan negara-negara Islam lainnya sesungguhnya bisa dikelola untuk semakin memperkaya khazanah keislaman kita di tanah air. Kita susun varian-varian yang beragam itu, untuk membentuk Islam Nusantara yang toleran, dan saling meghargai perbedaan.” Jelasnya.

“Jika mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Iran mampu menghasilkan karya yang membangun bangsa, sebagaimana kita lihat para intelektual dan pakar Islam di Iran memberi kontribusi besar dalam memajukan negaranya, tentu saja tanpa diminta, kelak akan banyak yang tertarik untuk turut menimba ilmu di Iran.” Ungkapnya mengakhiri pembicaraan.

Pertemuan kekeluargaan yang berlangsung tiga jam tersebut dihadiri 15 mahasiswa Indonesia Timur yang sementara menimba ilmu di kota Qom Iran. Pertemuan tersebut diselingi dengan shalat berjamaah yang diimami oleh Prof. DR. H. Abd. Rahim Yunus dan makan malam bersama.

Mereka juga bersilaturahmi dengan sejumlah ulama Iran seperti Ayatullah Makarim Shirazi, Ayatullah Araki, Ayatullah Jawadi Amuli dan Ayatullah A’rafi rombongan juga akan mengunjungi sejumlah lembaga pendidikan di Qom dan Masyhad. 

Kegiatan pengiriman tokoh islam adalah hal yang rutin dilakukan iran sejak bertahun. Setahun bisa dua kali atau lebih. Mereka selaihn dibiayai full gratis dari iran, juga akan mendapatkan oleh2 mushaf yang tujuannya adalah kampanye bahwa quran syiah sama dengan yang di Indonesia. padahal yang menjadi masalah adalah keyakinan mereka bahwa quran yang ada sekarang ini adalah quran yang belum sempurna karena belum munculnya imam mahdi mereka.

Hati-hati terhadap tokoh yang sudah diwisatakan ke Iran, dia akan menjadi corong propaganda dakwah syiah. Hati2 terhadap tipu daya syiah. Selamatkan aqidah anda dan keluarga anda dari tipu daya syiah. (Ahmad Hasyim - tim fakta syiah )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar