Delegasi Pimpinan Universitas Islam Swasta se
Indonesia Timur PLESIR KE IRAN
Menurut sumber syiah, rombongan Kopertais wilayah VIII Sulawesi, Maluku dan Papua yang dikepalai Prof. Dr. H. Abd. Rahim Yunus, MA dan Prof. Dr. H. Sabaruddin Garancang, MA shalat Jum'at berjamaah yang diimami Ayatullah Sayid Ahmad Khatami di halaman Universitas Tehran di kota Tehran Jum'at (28 April 2017).
Delegasi pimpinan Universitas Islam swasta tersebut di Iran dengan modus mengikuti kegiatan Short Course di kota Qom selama 11 hari dari 23 April sampai 3 Mei 2017. Bisa jadi acaranya sehari atau dua hari, tapi yang merupakan acara inti adalah kampanye bahwa mereka di Iran tidak melihat adanya kejanggalan. Mereka tidak akan melihat ahlusunnah yang minoritas dan ditindas oleh rezim syiah. Rombongan juga menziarahi makam Imam Khomeini dipinggiran kota Tehran dalam perjalanan kembali ke Qom untuk menjalankan agenda-agenda Short Course selanjutnya. Mereka ditunjukkan ke tempat-tempat ritual syiah, agar mereka tertarik dan terpesona. Setidaknya mereka menjadi sunni yang moderat, yang tidak akan menyuarakan kesesatan syiah kepada para mahasiswa khususnya dan kepada umat islam di Indonesia pada umumnya.
Rombongan terdiri dari :
1. Pimpinan STAI As’adiyah Sengkang, KH. Dr. M. Yunus Pasenreseng Andi Padi M. Ag
2. Dr. H. Zulkifli Musthan, M.Si dari Insitut Ilmu Al-Qur’an Jannatu Adnin Kendari.
3. Perwakilan dari Manado.
4. Perwakilan dari Palu.
5. Perwakilan dari Kolaka dan
6. Perwakilan dari Papua Barat.
Delegasi pimpinan Universitas Islam swasta tersebut di Iran dengan modus mengikuti kegiatan Short Course di kota Qom selama 11 hari dari 23 April sampai 3 Mei 2017. Bisa jadi acaranya sehari atau dua hari, tapi yang merupakan acara inti adalah kampanye bahwa mereka di Iran tidak melihat adanya kejanggalan. Mereka tidak akan melihat ahlusunnah yang minoritas dan ditindas oleh rezim syiah. Rombongan juga menziarahi makam Imam Khomeini dipinggiran kota Tehran dalam perjalanan kembali ke Qom untuk menjalankan agenda-agenda Short Course selanjutnya. Mereka ditunjukkan ke tempat-tempat ritual syiah, agar mereka tertarik dan terpesona. Setidaknya mereka menjadi sunni yang moderat, yang tidak akan menyuarakan kesesatan syiah kepada para mahasiswa khususnya dan kepada umat islam di Indonesia pada umumnya.
Rombongan terdiri dari :
1. Pimpinan STAI As’adiyah Sengkang, KH. Dr. M. Yunus Pasenreseng Andi Padi M. Ag
2. Dr. H. Zulkifli Musthan, M.Si dari Insitut Ilmu Al-Qur’an Jannatu Adnin Kendari.
3. Perwakilan dari Manado.
4. Perwakilan dari Palu.
5. Perwakilan dari Kolaka dan
6. Perwakilan dari Papua Barat.
Guru Besar
dan Dosen sejumlah Universitas Islam Indonesia Timur shalat dibarisan VIP DI
TEHERAN
Disela kunjungan,
Guru besar yang juga mantan wakil rektor UIN Alauddin Makassar Prof. DR. H.
Abd. Rahim Yunus, MA melakukan pertemuan dengan sejumlah mahasiswa dari
Indonesia Timur yang sementara menuntut ilmu di kota Qom Iran selasa malam
(25/4). Dia mengatakan, “Ilmu adalah
kajian akademik, yang bisa didapat dan dituntut dari mana saja. Sehingga pada
dasarnya semua ilmu dimana saja memiliki kesamaan, baik secara epistomologis,
ontologis maupun aksiologis. Yang hasilnya bagaimana mengembangkan karakter,
membangun otak dan kecerdasan intelektual serta membangun kecerdasan emosional
dan spritual diri. Adalah suatu kebahagiaan melihat, mahasiswa-mahasiswa
Indonesia tersebar dibanyak negara untuk menimba ilmu, khususnya ilmu
keislaman, di Mesir, Yaman, Arab Saudi sampai ke Iran.”
“Saya melihat keberadaan mahasiswa Indonesia di Iran
memiliki potensi yang sama, sebagaimana mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang juga
belajar di luar negeri lainnya, yaitu bagaimana kelak memanfaakan ilmu yang
telah dituntut untuk bisa semakin memperkaya khazanah keislaman di tanah air.
Islam yang tentu saja memiliki spirit untuk membangun negara. Islam yang
menjunjung toleransi dan membangun kesepahaman bersama untuk memperkokoh Islam Nusantara
yang rahmatalil ‘alamin.” Tambahnya.
“Memang disayangkan, di masyarakat kita masih
berkembang pemahaman dikotomi dari mana ilmu itu diperoleh. Namun Alhamdulillah
di Sulawesi sendiri masih banyak intelektual dan pakar-pakar yang masih
mengedepankan pemikiran akademik. Bahwa ilmu bisa diperoleh dari mana saja
untuk kemudian membawanya kembali ke tanah air untuk dikembangkan dan memberi
kontribusi positif. Apalagi kalau ilmu itu ilmu Islam. Dimana saja belajarnya,
sumbernya tetap sama, yaitu dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Memang terdapat
perbedaan dalam memahami, namun itu semestinya dipandang sebagai khazanah
keilmuan yang bisa semakin memperkaya sudut pandang, bukan untuk
dipertengkarkan yang hanya akan membuang banyak energi sia-sia.” Ungkap Ketua
DPD Jam’iyyatul Islamiyah Provinsi Sulawesi Selatan tersebut.
“Seperti misalnya, pengalaman dari UIN Alauddin
Makassar sendiri. Ketika Jalaluddin Rahmat yang seorang pakar mengambil
doktornya di UIN Alauddin, sejumlah kelompok tidak menerima bahkan melakukan
gerakan penolakan. Namun intelektual dan para pakar di UIN menolak sikap
pandang dikotomi yang seperti itu. Saya salah seorang pengujinya saat itu
yang kerap kali didatangi oleh mereka, namun saya jelaskan, dunia akademik itu
bebas dari cara berpikir yang dikotomis. Dunia akademis tidak bisa dicampuri
dengan sudut pandang kepentingan aliran-aliran tertentu. Selama bisa
dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah, maka sebuah lembaga
pendidikan harus menerimanya. Dengan sikap intelektual semacam itu dari
pakar-pakar kita di Sulawesi Selatan, Jalaluddin Rahmat berhasil meraih gelar
doktornya dengan tesis mengenai Sunnah sahabat dari sudut pandang Syiah. Bahkan
dengan pendekatan metodologi tersebut justru memperkaya metodologi yang selama
ini telah digunakan.” Tambahnya.
Wakil Ketua MUI Sul-Sel lebih lanjut menambahkan, “Hal
ini saya sampaikan, untuk kita ketahui bahwa siapapun yang menimba ilmu dari
manapun harus kita hargai, harus kita respon dan hormati sebanyak apapun
perbedaan-perbedaan yang ikut bersamanya. Perbedaan bukan untuk ditakuti dan
dipandang sebagai ancaman, namun untuk dikelola supaya bisa memberi rahmat,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, ikhtilaf pada ummatku adalah rahmat. Tidak
mungkin dengan sejarah yang panjang, sejak Nabi Muhammad Saw sampai sekarang,
kita hanya memiliki satu sudut pandang yang sama. Karenanya, alumni-alumni dari
Iran sebagaimana juga alumni-alumni dari Mesir dan negara-negara Timur Tengah
lainnya diharap untuk bisa menghasilkan karya-karya yang mampu menjawab tantangan-tantangan
zaman yang bisa membuat negara kita makin maju.”
“Saya melihat pemikir-pemikir Islam Iran juga tidak
kalah dari pemikir-pemikir Islam di negara lainnya. Sebagai salah seorang
pengurus MUI Sul-Sel, dalam setiap kegiatan pengkaderan ulama, kami juga
menjadikan kitab tafsir dari ulama Iran diantaranya Tafsir Al-Mizan karya
Allamah Thabathabai sebagai bahan kajian, yang juga merupakan salah satu
referensi Prof. Quraish Shihab dalam menyusun kitab tafsir al-Misbahnya. Ini
menunjukkan perbedaan dan varian-varian ilmu Islam yang ada, yang dituntut dan
ditimba dari banyak negara dari Mesir, Yaman, Arab Saudi, Iran dan
negara-negara Islam lainnya sesungguhnya bisa dikelola untuk semakin memperkaya
khazanah keislaman kita di tanah air. Kita susun varian-varian yang beragam
itu, untuk membentuk Islam Nusantara yang toleran, dan saling meghargai
perbedaan.” Jelasnya.
“Jika mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Iran mampu
menghasilkan karya yang membangun bangsa, sebagaimana kita lihat para
intelektual dan pakar Islam di Iran memberi kontribusi besar dalam memajukan
negaranya, tentu saja tanpa diminta, kelak akan banyak yang tertarik untuk
turut menimba ilmu di Iran.” Ungkapnya mengakhiri pembicaraan.
Pertemuan kekeluargaan yang berlangsung tiga jam
tersebut dihadiri 15 mahasiswa Indonesia Timur yang sementara menimba
ilmu di kota Qom Iran. Pertemuan tersebut diselingi dengan shalat berjamaah
yang diimami oleh Prof. DR. H. Abd. Rahim Yunus dan makan malam bersama.
Mereka juga bersilaturahmi dengan sejumlah ulama Iran
seperti Ayatullah Makarim Shirazi, Ayatullah Araki, Ayatullah Jawadi Amuli dan
Ayatullah A’rafi rombongan juga akan mengunjungi sejumlah lembaga pendidikan di
Qom dan Masyhad.
Kegiatan pengiriman tokoh islam adalah hal yang rutin
dilakukan iran sejak bertahun. Setahun bisa dua kali atau lebih. Mereka selaihn
dibiayai full gratis dari iran, juga akan mendapatkan oleh2 mushaf yang
tujuannya adalah kampanye bahwa quran syiah sama dengan yang di Indonesia.
padahal yang menjadi masalah adalah keyakinan mereka bahwa quran yang ada
sekarang ini adalah quran yang belum sempurna karena belum munculnya imam mahdi
mereka.
Hati-hati terhadap tokoh yang sudah diwisatakan ke
Iran, dia akan menjadi corong propaganda dakwah syiah. Hati2 terhadap tipu daya
syiah. Selamatkan aqidah anda dan keluarga anda dari tipu daya syiah. (Ahmad Hasyim - tim fakta syiah )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar