Sekolah syiah STFI Sadra menerima kunjungan sejumlah dosen dari berbagai kampus untuk melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama antar lembaga dalam beragam bidang pendidikan, penelitian dan lainnya di ruang rapat lantai 4 kampus STFI Sadra Jakarta, Jumat (21/2/2020)
Pertemuan yang dibuka pukul 9.00 WIB tersebut dihadiri oleh Dr. Hossein Mottaghi (Ketua Yayasan Hikmat Al Mustafa), Dr. Kholid Al Walid (Ketua STFI Sadra), para deputi dan sejumlah dosen dari Universitas Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, IAIN Syeikh Nurjati Cirebon, IAI Cipasung, Universitas Paramadina, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Brawijaya Surabaya.
MoU tersebut terkait kerjasama yang hendak dilakukan berupa pertukaran dosen, pertukaran pelajar, penyelenggaraan seminar dan konferensi internasional, melakukan proyek penelitian kolaboratif dan kegiatan pelatihan, dan melakukan kursus singkat tentang bahasa dan budaya Persia.
Dalam sambutannya, Dr. Hossein Mottaghi menyampaikan apresiasi kepada sejumlah dosen yang telah menunjukkan semangat dan keseriusannya dalam mengikuta program Short Course di Iran di tengan ancaman perang dan ketegangan antara Amerika dan Iran kala itu. Ia berharap para dosen tersebut dapat memberikan informasi yang sesungguhnya mereka saksikan secara langsung di Iran kepada masyarakat Indonesia yang jauh berbeda dengan pemberitaan media-media khususnya Media Sosial.
Sementara Dr. Kholid Al Walid dalam kesan pesannya mengungkapkan bahwa hal penting dari perjalanan para dosen mengikuti Short Course di Iran ialah untuk melihat fakta dan hakikat Iran secara langsung yang tentunya jauh berbeda dengan apa yang diberitakan di media-media selama ini. Kemungkinan ini adalah tindak lanjut dari program kampanye syiah yaitu secara rutin mengundang akademisi berkunjung ke Iran dalam rangka mengkampanyekan islam syiah. Karena itu, diperlukan pelaksanaan program pertukaran dosen dan mahasisiwa untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Bukan saja mempelajari ilmu agama bahkan bisa diupayakan untuk mempelajari bidang lain seperti teknologi. Semoga berkat program semacam ini hubungan umat Islam Indonesia dan Iran dapat terjalin erat.
Sebagaimana diketahui, beberapa pekan yang lalu sejumlah dosen tersebut melakukan studi banding dan penelitian terkait berbagai hal dengan mengikuti program Short Course di Iran selama kurang lebih dua pekan. Dalam kesan pesan yang disampaikan, mereka sangat terkesan dan kagum atas realitas kehidupan religi, politik dan sosial di Iran yang disaksikan dari dekat. Kehidupan rakyat Iran yang kompak anti pemerintahan Amerika dan Israel yang zalim, dunia pendidikan Hauzah yang unik dan mengagumkan, serta kemajuan teknologi Iran. Karena itu mereka sangat heran dengan pemberitaan media-media khususnya di Indoneisa selama ini tentang Iran. Sebab, seringkali ketika disebut nama Iran, justru isu-isu negatif mengenai Syiah yang bermunculan dan tidak sesuai dengan fakta yang mereka lihat secara langsung di sana.
Ini menunjukkan bahwa Iran dan syiah tidak main-main dalam mengelola target dakwah. Mereka membidik orang-orang berpengaruh agar menyebarkan ide syiah ke para pengikutnya. Namun usaha mereka akan gagal jika kita selaku umat islam tetap menyadari kesesatan syiah. Seberapa gigih syiah berdakwah, jika kita sudah punya benteng maka syiah akan mental dengan sendirinya.
Jakarta – Komunitas wanita syiah yang tergabung dalam wadah MAI, di bawah ormas syiah ABI pada Jumat (21/2) menggelar kongres nasional ke-2 di Auditorium LPMP, Jakarta. Dalam acara itu, tampak hadir sejumlah undangan. Di antaranya, Direktur Penerangan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Dr. Juraidi, MA, perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA) Ono Taryono, atase Kebudayaan Republik Islam Iran Mehrdad Rakhshandeh Yazdi, Ph.D,, Kowani (Kongres Wanita Indonesia), Dr. Giwo Rubianto Wiyogo, dan lain-lain.
Setelah diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran dan menyanyikan lagu indonesia raya, acara kongres dilanjutkan dengan prosesi pembukaan yang dipimpin langsung oleh Ketua MAI, Endang Rahayu. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa wanita syiah menjadikan figur agung Sayidah Fathimah as sebagai inspirasi. Penyelenggaraan kongres ke-2 kali ini pun dilakukan tepat di bulan kelahiran az-Zahra as.
Dalam sambutan berikutnya, tokoh syiah Abdullah Beik yang mewakili ormas syiah ABI mengucapkan selamat atas diselenggarakannya kongres ke-2 MAI untuk kepengurusan 2020-2025. Di hadapan perwakilan Kementrian Agama dan KPP & PA, Ustadz Abdullah menyatakan bahwa ormas syiah ABI dan MAI siap membantu dan berkontribusi bagi bangsa dan negara Indonesia dan demi masa depan anak cucu kita. Mudah-mudahan di masa mendatang, lanjutnya, Indonesia akan lebih bermartabat dan bertoleransi, dengan keluarga terbaik sebagai fondasinya.
Sebagai pertanda dimulainya kongres ke-2 ormas wanita syiah MAI, Dr. Giwo secara simbolis mengetukkan palu. Selepas pembukaan, rangkaian berikut dari acara kongres yang dihadiri sekitar 200-an peserta itu adalah seminar bertema “Keluarga sebagai Prioritas Peningkatan Kualitas Bangsa”. Seminar itu menghadirkan para narasumber yang berkompeten. Di antaranya, Ketua Umum ormas syiah ABI, Zahir Yahya, pengamat social yang cenderung syiah dan pernah belajar di Iran, Dr. Dina Sulaeman, dan aktivis perempuan yang juga seorang dosen, Dr. Nur Rofiah.
Ini menjadi indikasi bahwa dakwah syiah, mencoba memakai banyak lini. Tidak hanya dari kalangan laki-laki mereka membuat wadah dakwah, mereka juga menggarap segmen ibu-ibu. Karena dari pengaruh mereka, anak-anak yang lahir bisa menjadi syiah atau bisa menjadi pendukung syiah. Jika orang tuanya secara ideology syiah maka mungkin sudah tidak menjadi masalah bagi internal syiah sendiri.
Jakarta – Syiah kembali mengunjungi Kantor Staf Presiden (Rabu, 19/2/2020). Kali ini, syiah berencana menyampaikan informasi terkini seputar kondisi para pengungsi Sampang di rusunawa Sidoarjo. Berkenaan dengan itu, delegasi syiah mengharapkan adanya solusi konkret dari pihak pemerintah.
Pertemuan yang berlangsung siang hari di Kantor Staf Presiden (KSP) itu dihadiri sembilan orang. Pihak syiah diwakili oleh Ust. Musa Kazhim Habsyi selaku anggota Dewan Syura ABI-ormas syiah terbesar di Indonesia, Ust. Ahmad Hidayat (Wakil Ketua Umum syiah), Arif Ambari (Wakil Sekretaris Jenderal syiah), dan Muadz yang mewakili warga penyintas Sampang. Keempatnya ditemui langsung oleh lima orang staf KSP.
Pemaparan Ust. Musa Habsyi seputar sejarah peristiwa Sampang mengawali pertemuan itu. Beliau pun berharap agar pertemuan kali ini dengan para staf Presiden Jokowi akan membuahkan hasil dan solusi yang tepat dan kongkrit. Selanjutnya, Ahmad Hidayat menyampaikan aspirasi para pengungsi yang ingin kembali pulang ke kampung halamannya.
Menurutnya, ormas syiah ABI sebagai ormas keislaman syiah diberi kuasa secara legal oleh para pengungsi Sampang untuk mengawal kasus mereka. Karena itu, ormas syiah ABI akan terus menyuarakan semua yang dialami dan diamanatkan para warga penyintas itu, sampai mereka memperoleh kembali hak-haknya. Dalam hal ini, Muadz selaku TP2S ABI (Tim pendamping penyelesaian Sampang) menyerahkan data-data perkembangan mutakhir seputar kondisi para pengungsi secara tertulis kepada pihak KSP.
Menanggapi semua itu, Rumadi selaku staf KSP yang ketua Lakpesdam NU ini mengaku bahwa secara pribadi, dirinya terus mengikuti kasus Sampang. Menurutnya, meskipun pendekatan HAM dalam prosesnya dapat berjalan, namun ujung-ujungnya selalu mentok. Karenanya, perlu pendekatan lain yang lebih komprehensif.
Pendekatan apa itu? “Resolusi konflik,” ungkap Rumadi. Selama ini, dirinya mendapat informasi dari timnya (gabungan Pemprov, aparat, dan unsur masyarakat, salah satunya, Lakpesdam NU) bahwa pihak pemerintah provinsi Jawa Timur sudah angkat tangan untuk memulangkan para pengungsi Sampang. Menurut pihak Pemprov Jawa Timur, risikonya terlalu besar untuk dilakukan.
Akhirnya, Pemprov Jawa Timur mengambil solusi dengan mencarikan tanah hunian di tempat lain dengan prinsip, tanah para pengungsi di kampung halaman tetap menjadi hak milik mereka (melalui PTSL). Kendati sampai hari ini, tak ada informasi lebih jauh mengenai proses pencarian tanah tersebut. Rumadi lalu menegaskan bahwa Resolusi Konflik lebih memungkinkan dengan tidak menghilangkan kepemilikan tanah di Sampang.
Sebagaimana telah diketahui secara luas, para pengungsi Sampang, Madura sudah delapan tahun tinggal di Rusunawa Puspa Agro, Sidoarjo, Jawa Timur. Total warga penyintas yang tinggal di sana mencapai 348 jiwa, meliputi 83 keluarga. Faktor kelahiran dan warga penyintas yang menikah menjadi penyebab bertambahnya jumlah jiwa dan Kepala Keluarga.
Sejak awal 2017, para penyintas membuka sendiri usaha kupas kelapa sebagai mata pencaharian tambahan. Pasalnya, subsidi dana dari pemerintah masih jauh dari mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka.
Sejak 2014, pemerintah memberikan subsidi dana tunai bulanan sebesar 709.000 rupiah kepada setiap pengungsi untuk menopang kehidupan mereka. Namun, jumlah itu masih jauh dari pemenuhan kebutuhan hidup yang paling mendasar sekalipun. Faktanya, kebutuhan hidup sederhana di pengungsian Puspa Agro jauh lebih mahal dibanding biaya hidup yang sama di kampung halaman mereka.
Selain itu, dari total 348 jiwa, hanya 134 orang saja yang memiliki kartu BPJS. Dan dari 134 peserta BPJS itu, hanya sebagian saja yang iurannya dibayarkan pemerintah melalui skema PBI. Selama di pengungsian, sudah beberapa warga penyintas yang meninggal dikarenakan sakit yang diderita cukup lama.
Di antaranya adalah alm. Busidin yang wafat pada 2016 di usia 65 tahun, almh. Kurriyah yang wafat pada 2018 di usia 24 tahu, alm. Marto yang juga wafat pada 2018 di usia 57 tahun, alm. Saiful Ulum yang wafat pada 2019 di usia 44 tahun, dan Nyai Ummah yang baru wafat beberapa hari lalu pada usia 63 tahun. Saat ini, 11 warga penyintas sedang menderita sakit yang memerlukan penanganan lanjutan (data pengobatan umum, DM 02/02/2020). Namun, hanya 4 dari 11 warga penyintas di atas yang sudah menjadi peserta BPJS. Sementara sebagian lainnya melakukan pengobatan dengan biaya pribadi.
Hingga akhir Desember 2019, warga penyintas usia sekolah mencapai 148 orang, yang terdiri dari 7 mahasiswa, 20 siswa Sekolah Menengah Atas, 15 santri pesantren, 33 siswa Sekolah Menengah Pertama, 60 siswa Sekolah Dasar, dan 13 siswa TK/PAUD. Hanya 7 dari 141 siswa penyintas yang memiliki kartu KIP. Bahkan, kartu tersebut didapatkan para siswa bukan dalam kapasitanya sebagai pengungsi. Melainkan hasil upaya pihak sekolah masing-masing di Kabupaten Pasuruan.
Samarinda, Sabtu (1/2/20) – Pembukaan Musyawarah oleh Muhammad Jauhar Effendi, Pelaksana Tugas Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kaltim.
Pimpinan syiah Kalimantan Timur melaksanakan Musyawarah ke III di Hotel Grand Jamrud 2 Samarinda. Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari dari Sabtu pagi sampai Minggu sore. Musyawarah dibuka secara resmi oleh Muhammad Jauhar Effendi, Pelaksana Tugas Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kaltim. Ini adalah sebagai strategi dakwah syiah dengan melibatkan pemerintah dalam kegiatan resmi mereka. Ini juga menjadi kampanye bahwa syiah diterima keberadaannya oleh pemerintah.
Dalam rangkaian pembukaan, kegiatan dirangkai dengan seminar yang mengangkat tema Peran Ormas Islam dalam Membangun Strategi Kebudayaan Nasional. Seminar yang dimoderatori oleh Haidir Azran ini dihadiri lebih dari 100 orang peserta. Dengan pembicara ustaz Sabara Nuruddin (Peneliti Indonesia) dan Ustaz Zahir Yahya selaku Ketua Umum DPP ABI.
Ketua Panitia acara, Muhammad Saleng mengatakan, seminar tersebut diadakan untuk memberikan kontribusi bagi daerah, bangsa, dan negara. Dengan fokus utama membahas isu strategis terkait kebudayaan. Juga problem sosial yang berkembang di masyarakat Indonesia, khususnya Kaltim.
“Kita ingin memperkenalkan budaya Indonesia. Bangsa ini memiliki budaya dan kekhasan yang berbeda. Negara ini juga memiliki persatuan yang luar biasa,” ujarnya.
Saleng menyebutkan bahwa dalam Musyawarah tersebut diadakan kegiatan berupa sidang komisi-komisi dan di hari kedua pemilihan dan pelantikan ketua syiah Kaltim.
“Kami berharap ketua yang baru ini bisa membawa syiah ABI (ormas syiah) Kaltim dalam kontribusi yang nyata kepada umat, memberikan manfaat secara umum, bersinergi dengan pemerintah, dan menopang kegiatan yang dilaksanakan pemerintah,” harapnya.
Sayyid Thoriq Assegaf dalam Musyawarah ini mendapatkan amanat untuk menjabat sebagai Ketua syiah Kaltim periode 2020 – 2024, yang pada periode sebelumnya dijabat oleh Muhammad Bilfaqih. (sumber: media resmi syiah ABI)