Bumi Syam - Beberapa pengamat timur tengah menilai,
keputusan Organisasi Syiah Hizbullah Libanon melibatkan dirinya dalam
perang di Suriah merupakan desakan dari gurunya Iran. Kebijakan
organisasi Hasan Nasrallah ini tentunya beresiko menghancurkan
reputasinya di dunia Arab.
Dilansir oleh Maan News, Senin (20/05/2013). Hizbullah sebagai simbol
kekuatan Syiah sebelumnya telah berhasil meraih simpati yang luas atas
perlawanan mereka terhadap Israel.
Namun keterlibatan Syiah Hizbullah di Suriah yang mendukung Bashar Al
Assad telah merusak nama baiknya baik di Libanon ataupun di dunia Arab.
“Partisipasi Hizbullah dalam perang di Suriah ada atas permintaan
Iran agar mereka mendukung rezim Bashar Al Assad”, Jelas Zaid Majed,
profesor bidang ilmu politik dan Timur Tengah di American University di
Paris.
Kantor berita AFP juga mencatat. Hizbullah telah mengirim hampir
1,700 tentara ke kota Qusair di Suriah seminggu lalu untuk membantu
rezim Bashar menyerang pertahanan oposisi Suriah.
Keterlibatan Hizbullah ini sendiri telah mendapat pembenaran dari
pemimpinnya Hasan Nasrallah. Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Hasan
beralasan kehadiran mereka di Suriah untuk melindungi warga syiah dan
peninggalan sejarah-sejarah Syiah di Suriah.
Tapi serangan Hizbullah di Qusayr yang ditinggali oleh warga Suriah
mayoritas Islam Ahlussunnah justru membuat Hasan Nasrallah harus
menjilat ludahnya kembali.
“Suriah adalah benteng terakhir dari kekuatan perjuangan Hizbullah,
Suriah adalah tulang punggung pergerakan Hizbullah, Hizbullah tidak bisa
tinggal diam ketika benteng terakhir ini akan dijatuhkan”. Nasrallah
mengatakan di hari Sabtu (25/05/2013) dalam sebuah pidato untuk perayaan
ulang tahun ke-13 atas mundurnya Israel dari Libanon.
“Kita idiot jika kita tidak bertindak”, kata Nasrallah.
Iran telah meminta Hizbullah untuk memberikan pernyataan kepada
publik mengenai komitmen Hizbullah untuk ikut dalam konflik di Suriah.
Hasil akhir dari konflik ini dapat menentukan masa depan aliansi dua
negara ini antara Iran dan Libanon.
“Hasil perang di Suriah sangat menentukan kekuatan politik Syiah
keadaan kawasan ini.” kata Ghassan al-Azzi, profesor ilmu politik di
Universitas Libanon.
“Hizbullah maupun tidak mau harus terlibat di Suriah sekalipun itu
beresiko mempertaruhkan reputasi mereka di dunia Arab.” tambahnya.
Para pengamat juga menganalisa alasan-alasan lain di balik
keterlibatan militer Syiah Hizbullah ini di Suriah. Menurut mereka
Hizbullah mengkhawatirkan peran politiknya akan jatuh dimata Israel.
“Kejatuhan dinasti Assad bisa mematikan gerakan Hizbullah, Hizbullah
akan kehilangan salah satu alur pemasok senjata, tentara, dan pendanaan.
Hizbullah juga tidak akan lagi mendapatkan dukungan penuh dari rezim
Suriah yang selama ini telah dinikmatinya selama lebih dari tiga
dekade.” Demikian pendapat Waddah Sharara, profesor sosiologi di
Universitas Libanon dan penulis sebuah buku tentang Hizbullah.
Namun, Majed juga berpendapat bahwa kehadiran Hizbullah di Suriah juga merupakan strategi pencitraan untuk Hizbullah.
“Hizbullah juga ingin dilihat sebagai tokoh utama di kawasan ini, tidak hanya di Libanon”. Jelas Majed lagi.
“Ini berarti bahwa Hizbullah mampu untuk ikut campur dan memberikan
arah yang menentukan dalam operasi (militer) di luar negaranya.” Tambah
Majed.
Dalam pidatonya di hari Sabtu untuk memperingati mundurnya Israel,
yang diklaim sebagai kemenangan oleh Hizbullah, Nasrallah berkata, “Saya
selalu menjanjikan kepada anda kemenangan, dan saya menjanjikan sebuah
kemenangan yang baru.”
Tapi tidak jelas apa harga yang dibayar untuk kemenangan itu. Para
pakar setuju bahwa pengiriman para pejuang Hizbullah ke Suriah telah
merusak citra Hizbullah, dan lebih serius lagi, memperburuk ketegangan
antara Sunni dan Syiah di dalam Libanon sendiri.
“Reputasi Hizbullah telah memburuk tidak hanya di dunia Arab tapi
juga di Libanon. Hilang sudah hari-hari di mana polling menujukkan nama
Nasrallah sebagai pemimpin politik paling populer di dunia Arab atas
perlawanannya kepada Israel setelah perang di tahun 2006.” kata Azzi.
Majed berkata bahwa Hizbullah sangat sadar akan citranya di dunia
Arab sampai 2011, tapi sejak Hizbullah menyadari bahwa rezim Suriah bisa
jatuh, dia mulai coba memainkan posisi yang baru.
“Hizbullah hanya memikirkan mengenai citranya di kalangan basis
sosialnya dan untuk jangka pendek saja, untuk yang ini citranya belum
melemah”, kata Majed.
“Tetapi kita tidak tahu sejauh mana bahaya yang ditimbulkan oleh
Hizbullah kepada Libanon dengan campur tangannya yang menciptakan
ketegangan antara Sunni dan Syiah di Libanon”, tambahnya.
Reaksi pemimpin Sunni dan mantan perdana menteri Libanon, Saad Hariri atas pidato Nasrallah adalah mengutuknya.
“Anda telah meningkatkan ketegangan sektarian yang belum pernah ada
sebelumnya. Masa-masa untuk memanfaatkan isu Palestina, perlawanan, dan
kesatuan nasional (Libanon) telah hilang. Orang-orang Libanon, begitu
juga orang-orang Arab dan orang Islam, tahu mengenai hal ini”.
Rep : Randy Bimantara
Red : Abdul Aziz Al Makassary
sumber : bumisyam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar