lanjutan dari bagian kedua :
Syiah
Antara Akhbari dan
Ushuli dan syiah
di Bondowoso
Adanya perbedaan
paham tentang Syiah antara pihak yang anti-Syiah dan IJABI kiranya merupakan
salah satu sebab terjadinya konflik antara mereka. Mengapa? Analisis yang
mungkin adalah sumber ajaran Syiah yang dipakai masing-masing pihak berbeda.
Dalam perkembangan sejarahnya Syiah tidak monolitik tetapi tumbuh dan berkembang
menjadi ratusan sekte, yang masing-masing saling
bersebarangan, ada yang ekstrim, ada pula yang moderat. Para pemimpin mereka
saling berebut pengaruh dan pengikut sejak dulu hingga sekarang.
Analisis menarik dikemukakan
oleh Vali Nasr tentang hal ini, seperti dalam kasus Ayatollah Khomeini. Menurut
Nasr, Iran bukan pusat dan Khomeini bukan marja’
utama Syiah kendati dia sudah bersusah payah membangun citra keulamaan pada
dirinya yang membangun sistem “kepausan”, namun pengaruhnya tidak pernah lebih
jauh dari Iran. Konsep velayat-e faqeh menjadikan ulama
sebagai pusat kekuasaan banyak ditentang oleh para ulama lain yang derajat
keulamaannya lebih tinggi dari Khomeini, seperti Abol-Qasem al-Khoi, mentor
Ayatollah Sistani, karena
dianggap sebuah inovasi tanpa dukungan sedikitpun dari hukum dan teologi Syiah.
Khomeini tidak bergeming, bahkan melakukan tindakan yang tidak shahpun memikirkannya,
yaitu memecat Ayatollah Muhammad Kazem Shariat Madari.
Orang Syiah
memang menerimanya sebagai pemimpin politik, tapi untuk bimbingan spiritual,
mereka mencari ayatollah
yang agung Abol-Qasem al-Khoi, atau Ayatollah Sistani di Najaf. Satu hal yang
menarik, Abol-Qasem al-Khoi disebutsebut sebagai salah satu rujukan (marja’)
kalangan Syiah di
Bondowoso.
Al-Khoi adalah ulama
Syiah Imamiyah dari kelompok ushuli (rasionalis) di
Irak yang berpikiran moderat. Lawan kelompok ushuli adalah
kelompok akhbari (tradisionalis)
yang cenderung berpikiran sektarian. Kedua kelompok ini saling berselisih
pendapat, setara dengan perselisihan pendapat antara ahl
al-hadits (tradisionalis) dan ahl
al-ra’yi (rasionalis) dalam sejarah pemikiran empat
madzhab fiqih
Sunni.
Salah satu
perselisihan yang disinggung adalah dalam menyikapi kitab-kitab utama rujukan
kalangan Syiah, seperti terhadap kitab Ushul al-Kafi yang
disusun Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini (w.329/940-941), seorang tokoh penting yang
dianggap memberikan kerangka dasar sosio-religius Syiah sektarian
pada periode Buwaihiyah (945-1055). Kitab ini merupakan kompilasi koleksi-koleksi
utama hadits-hadits Syiah. Sikap kaum ushuli jelas tidak bisa
menerima begitu saja semua isi kitab tersebut. Mereka menolak hadits-hadits
yang cenderung mengobarkan permusuhan antara kaum Sunni dan Syiah, di mana
sikap bertolak belakang diambil kaum akhbari.
Masyarakat Bondowoso demo menolak syiah
Penutup
Berdasarkan
elaborasi di atas, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik, yaitu:
-
Pertama,
resistensi terhadap IJABI (khususnya kasus Jambesari) merupakan puncak
akumulasi ketidaksenangan masyarakat Bondowoso terhadap keberadaan Syiah.
-
Kedua,
ketidakterusterangan penganut Syiah
-
Ketiga,
masyarakat sudah sadar bahwa segala bentuk pelecehan terhadap agama bila perlu
harus dilawan dengan tidak kekerasan, kendati harus mengorbankan nyawa
sekalipun.
Selesai .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar