Kamis, 27 Juli 2017

IJABI BONDOWOSO JAWA TIMUR (bag : Pertama )



Kelompok Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) di Bondowoso, Jawa Timur

Sumber : Penelitian Imam Syaukani, 2007, dengan perubahan seperlunya.

Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) adalah

sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang
didirikan oleh cendekiawan muslim, Prof. Dr.
Jalaluddin Rakhmat, M.Sc pada 1 Juli 2000 M/29 Rabiul
Awwal 1421 H di Bandung. Berasaskan Islam berdasarkan
kecintaan (mahabbah) kepada ahlul bait Nabi Muhammad Saw.
Visinya menampilkan gerakan intelektual yang mencerahkan
pemikiran Islam dan pembelaan terhadap kaum yang
tertindas (mustadh`afin). Misinya menghimpun semua pencinta
ahlul bait dari madzhab mana saja mereka berasal. Bersifat
independen dan non-sektarian.

perayaan syiah oleh IJABI Bondowoso


Tujuannya adalah:
-          Pertama, membangun diri untuk hidup berjamaah dan berimamah dan mengenalkan serta menyebar kan ajaran Islam yang diriwayatkan melalui jalur keluarga Nabi Muhammad Saw (ahlul bait).
-          Kedua, pemberdayaan masyarakat ekonomi kecil dan lemah (mustadh`afin).
-          Ketiga, mengembang kan kajian-kajian spiritual dan intelektual.
-          Keempat, menjalin dan memelihara hubungan baik dengan segenap ormas dan keagamaan serta lembaga kemanusiaan lainnya.

Ada yang menilai ijabi negatif, dari mulai hanya sekadar
menyayangkan hingga penolakan yang mengarah pada
pengusiran dan kekerasan, IJABI dicurigai membawa misi
penyebaran Syi’ah yang bertentangan dengan paham Sunni
yang dianut mayoritas muslim di Indonesia.

Pertama, Organisasi ini hanya sekadar menampung
mereka yang punya visi sama, yaitu mencintai ahlul bait Nabi
Muhammad Saw terlepas apa madzhab mereka. Bahwa dalam IJABI, terutama
pada pengurus dan simpatisannya terdiri dari penganut
Syiah, yang memang salah satu doktrinnya adalah wajib
mencintai ahlul bait, hal tersebut mungkin terjadi.

Kedua, ijabi berpaham Syiah, paham keagamaan Syiah
yang dianut IJABI Bondowoso menyebabkan masyarakat
merasa terganggu. Dalam al-Milal wa al-Nihal,
dijelaskan lebih dari 30 subaliran yang dapat dinisbahkan
kepada Syiah. Masing-masing sub aliran tersebut mempunyai
konstruksi teologi, paham, dan organisasi keagamaan sendirisendiri.

Kuantitas dan Kualitas Resistensi atas IJABI
Resistensi masyarakat terhadap keberadaan IJABI ternyata tidak hanya pada 23 Desember 2006 saja, namun beberapa kali terjadi dalam bentuk beragam dan intensitas
yang semakin meningkat. Dalam kerangka teoritik David G.
Bromley (2002), perkembangan konflik IJABI telah melewati
tiga tahapan, yaitu: latent tension, nascent conflict, dan intensified
conflict.
Pada tahapan pertama, latent tension, konflik masih dalam bentuk kesalahpah-pahaman antara satu dengan lainnya, tetapi antara pihak yang bertentangan belum melibatkan dalam konflik. Tahapan ini bisa disebut juga dengan konflik autistik.
Pada tahapan kedua, nascent conflict,
konflik mulai tampak dalam bentuk pertentangan meskipun
belum menyertakan ungkapan-ungkapan ideologis dan
pemetaan terhadap pihak lawan secara terorganisasi.

Sedangkan pada tahapan ketiga, intensified conflict, konflik
berkembang dalam bentuk yang terbuka disertai dengan
radikalisasi gerakan di antara pihak yang saling bertentangan,
dan masuknya pihak ketiga ke dalam arena konflik.


penolakan muslim bondowoso terhadap syiah


Kasus resistensi masyarakat terhadap IJABI yang pernah
terjadi selama ini secara berurutan adalah sebagai berikut:

Pertama, tanggal 4 Juni 2006, :

Pelantikan Pengurus Daerah IJABI dilaksanakan di Hotel PALM yang dihadiri oleh Ketua Umum Pengurus Pusat, Drs. Furqon Bukhori dan Ketua Dewan Syuro, Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc mendapat penolakan dari sekelompok orang. Mereka melakukan demonstrasi untuk membubarkan pelantikan tersebut. Alasannya, IJABI beraliran Syiah. Guna menghindari tindak anarkis, Kapolres Bondowoso saat itu AKBP Indradji, SH dan didampingi Ketua DPRD Bondowoso, H. Ahmad Dhafir, berusaha menenangkan massa dan memberikan beberapa penjelasan. Acara pelantikan Pengurus Daerah IJABI Bondowoso pun berjalan lancar.

Kedua, pada 5 Juni 2006, : 

Para ulama mendatangi Kantor Dep. Agama Bondowoso untuk menyerahkan surat keberatan
terhadap keberadaan IJABI. Surat tersebut ditandatangani orang pengasuh pondok pesantren dan 5 surat yang mengatasnamakan ormas Islam. Kepala Kantor Dep. Agama, Drs. H.M.
Kholil Syafi`i, M.Si, pada saat itu menjelaskan bahwa pihaknya belum bisa mengambil langkah secara langsung atas tuntutan pelarangan berdirinya IJABI, sebab menurutnya organisasi yang baru tersebut masih belum dipelajari AD/ARTnya. Selain itu, di zaman sekarang, pemerintah tidak
mudah melarang serta memberikan kebebasan bagi setiap warga negara untuk berorganisasi. Selaku Kepala Dep. Agama, Kholil hanya bisa mengharapkan kepada semua warga khususnya para ulama Sunni untuk bisa menjaga aqidah dan syariat jemaah masing-masing agar tidak mudah
terpengaruh berbagai paham yang mungkin menyimpang. Namun di sisi lain dapat dipahami bahwa setiap orang harus menjunjung tinggi paham atau pemeluk agama lain.

Ketiga, tanggal 12 Agustus 2006, :

Terjadi pemukulan terhadap santri Pesantren Al-Wafa Jambesari yang diasuh Kiai
Mushawwir, hanya karena berpaham Syiah. Kejadiannya, salah seorang santri Pesantren Al-Wafa bernama Ghofur beradu mulut dengan Subani. Subani mengatakan bahwa orang Syiah kalau mati dihadapkan ke timur. Ghofur menolak keras tuduhan tersebut. Keduanya bertengkar dan diakhiri dengan tamparan Subani terhadap Ghofur.

Keempat, pada 12 September 2006, : \

Terjadi upaya pembakaran terhadap rumah Kiai Mushawwir, salah satu tokoh IJABI di Desa Jambesari. Peristiwanya terjadi pada pukul 02.30 WIB. Untung saja, tuan rumah dan dua anggota
keluarganya terbangun dan segera mengetahui kejadian itu. Sebelum menjalar dan menghanguskan seisi rumah, sumber api langsung mereka matikan. Kerugian relatif kecil, namun tak pelak lagi, bangku sofa di ruang keluarga dan sebuah pintu dapur yang terbuat dari bambu sempat hangus dilalap
api. Rupanya asal api berasal dari dua titik ini. Tidak satupun tersangka tertangkap. Kasus ini berlalu begitu saja tanpa penyelesaian apapun.

Kelima, tanggal 23 Desember 2006, : 

Sekitar 400 warga Jambesari, Bondowoso, Jawa Timur, membubarkan acara haul dan pengajian rutin yang diadakan di salah satu rumah warga pengikut IJABI. Jelasnya, pada pukul 19.00 WIB, Muhammad Baqier, seorang tokoh IJABI diundang untuk mengisi acara tahlilan di rumah anggota IJABI yang keluarganya meninggal. Pengajian berjalan lancar, demikian juga ceramah dwimingguan nya. Pada pukul 21.30 WIB tiba-tiba datang sekelompok orang (sekitar 400 orang) yang menamakan diri sebagai penganut ajaran Ahlussunnah waljamaah yang menolak kehadiran Syiah di Jambesari. Awalnya terjadi pelemparan pasir kepada jemaah perempuan yang ada di mushalla.

Akhirnya kesepakatan dibuat secara tertulis dan Ustadz Baqier menyetujui dengan persyaratan bahwa jemaah IJABI Jambesari tidak diintimidasi oleh pihak manapun. Polisi dan MUI setuju. Pukul 09.00, perjanjian tertulis resmi dibuat 3 set bermaterai dibuat oleh Polres Bondowoso yang harus
ditandatangani oleh Ustadz Baqier tetap bersyarat yaitu jemaah tidak boleh diintimidasi. Pada pukul 15.00 WIB, PP IJABI dan beberapa pengurus IJABI senior mendatangi Polres untuk mencari data sebanyak-banyaknya dan berangkat ke TKP. Namun, anggota Polres melarang mereka dengan alasan
keamanan. Akhirnya hanya ada pertemuan antara pihak IJABI dan Polres yang dihadiri oleh: Kepala Polres: AKBP Tri Yudho Irianto, Kasadintel: Susiyanto, S.Sos, Wakapolres: Totok Heri,
Kabagop: Latif, dan dari IJABI: Furqon Bukhori (Ketua Umum PP IJABI), Emilia Renita Az (Wasekjen PP IJABI), Kiai Nurkhatib (IJABI Lumajang), Kiai Makmun (IJABI Turen) dan
Asep (IJABI Jakarta) yang isinya adalah alasan pelarangan rombongan ke Jambesari. 

Baru pada 25 Desember 2006, Furqon Bukhari dan Asep dapat mengunjungi dan menggali data di TKP. Data tersebut kemudian digunakan untuk dasar pengambilan langkah berikutnya oleh PP IJABI Jakarta. Pada saat kajian ini dilaksanakan, ternyata PP IJABI berkeputusan untuk mengajukan peristiwa kekerasan itu ke meja hijau. Dari hasil pemantauan di Polres ternyata gugatan itu telah ditindaklanjuti dengan status P21 dan sudah masuk Kejaksaan dengan surat rencana penuntutan yang sudah siap
dilimpahkan ke pengadilan. Data terakhir yang diperoleh, pada tanggal 2 Mei 2007, sidang pertama kasus kekerasan terhadap IJABI Bondowoso telah dilakukan yang dihadiri oleh tim advokasi PP IJABI.

Bersambung .ke bag kedua..
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar