Senin, 27 Februari 2012

Akhlak Kang Jalal (3)


Prof Dr Kang Jalal ingin membuat kesan jelek pada Utsman bin Affan. Untuk memuluskan tujuannya, dia melakukan segala cara, salah satunya menuduh Utsman melakukan pembaruan hukum Islam, yaitu merubah hukum yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Masih dalam buku Dahulukan Akhlak di Atas Fikih, Prof Dr Kang Jalal mengatakan pada halaman 169, dalam bab Fikih Penguasa :

Utsman juga melakukan banyak pembaruan dalam fikih Islam:
Membolehkan tidak mandi bagi yang bercampur dengan istrinya tanpa mengeluarkan mani.

Prof Dr Kang Jalal merujuk ke Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Kesan yang nampak,  bahwa sahabat Usman membuat hukum itu, yang mana sebelumnya yang diamalkan oleh kaum muslimin, dan diajarkan oleh Nabi adalah sebaliknya, yaitu wajib mandi bagi yang bercampur dengan istrinya walau tanpa mengeluarkan mani.

Di sini muncul pertanyaan, benarkah Utsman membuat pembaruan dalam hukum bercampur dengan istri tanpa mengeluarkan mani?

Dalam artian benarkah hukum yang berjalan sebelumnya bahwa orang yang bercampur dan tidak mengeluarkan mani wajib mandi, lalu Utsman membuat pembaruan dan tidak mewajibkan mandi?

Ini kesan yang nampak dari cerita Prof Dr Kang Jalal. Dalam catatan referensi Prof Dr Kang Jalal menuliskan referensi dari Shahih Bukhari dan Muslim. Di sini jelas sekali bahwa Prof Dr Kang Jalal hendak mengesankan bahwa Shahih Bukhari dan Muslim memuat keterangan seperti yagn dimaksud oleh Prof Dr Kang Jalal, yaitu Utsman membuat pembaruan hukum.

Anda akan membayangkan bahwa dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat riwayat bahwa Utsman mengumpulkan semua sahabat, lalu berkhotbah di masjid mengumumkan pembaruan ini, seperti layaknya amandemen undang-undang, atau ada orang bertanya dan Utsman mengatakan:

dulu kalian perlu mandi walau tanpa mengeluarkan mani, namun sekarang aku ganti hukumnya, jadi tidak perlu mandi. Ini yang terbayang ketika ada referensi perubahan itu dari Bukhari Muslim.

Dan satu hal lagi, yang melakukan perubahan adalah Utsman sendiri, inisiatif dari Utsman sendiri.

Mari kita lihat ke TKP, ke shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Ketika melihat ke shahih bukhari dan muslim, anda tidak akan mendapati riwayat Utsman melakukan pembaruan.

Apa yang kita dapatkan? Utsman hanya menyampaikan sabda Nabi. Dan begitu melihat judul bab tempat hadits itu berada, kita langsung bisa tahu apa isi hadits-hadits yang ada di dalamnya.


Pada Shahih Muslim Hadits yang dimaksud oleh Prof Dr Kang Jalal ada dalam Kitab Haidh dalam bab : Innamal Maa’u minal Maa’I, artinya, air adalah dari air, maksudnya adalah mandi adalah dari keluar air mani. Ada beberapa hadits sebelum hadits riwayat Utsman yang dimaksud oleh Prof Dr Kang Jalal.

فَقَالَ عِتْبَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يُعْجَلُ عَنِ امْرَأَتِهِ وَلَمْ يُمْنِ مَاذَا عَلَيْهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ ».

Itban berkata : Wahai Rasulullah , bagaimana jika seseorang tergesa-gesa, bercampur dengan istrinya dan tidak mengeluarkan mani, apa yang harus dilakukan? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam   bersabda : air adalah dari air.

Maksudnya, mandi adalah akibat keluar air mani. Kita lihat yang ditanya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Jika ini dianggap sebagai sebuah pembaruan, maka yang membuat pembaruan adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tapi bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah penyampai syareat?

Kita lihat hadits berikutnya:


عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ ».

Dari Abu SA’id Al Khudri, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: air adalah dari air.

 عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الرَّجُلِ يُصِيبُ مِنَ الْمَرْأَةِ ثُمَّ يُكْسِلُ فَقَالَ « يَغْسِلُ مَا أَصَابَهُ مِنَ الْمَرْأَةِ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّى ».

Dari Ubayy bin Ka’ab, aku bertanya pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang seorang laki-laki yang bercampur dengan istrinya lalu malas : mencuci yang terkena dari perempuan itu, lalu berwudhu dan shalat.

Ini adalah ketetapan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bukan buatan Utsman sendiri. Prof Dr Kang Jalal sengaja membuat kesan bahwa yang membuat perubahan atau pembaruan ini adalah Utsman sendiri. Dengan sendirinya, Prof Dr Kang Jalal menuduh Utsman menyelisihi ajaran Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Kita lihat hadits berikutnya:

أَنَّ زَيْدَ بْنَ خَالِدٍ الْجُهَنِىَّ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ قَالَ قُلْتُ أَرَأَيْتَ إِذَا جَامَعَ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ وَلَمْ يُمْنِ قَالَ عُثْمَانُ « يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ وَيَغْسِلُ ذَكَرَهُ ». قَالَ عُثْمَانُ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

Zaid bin Khalid Al Juhani bertanya pada Utsman bin Affan : Bagaimana jika seorang laki-laki bercampur dengan istrinya dan tidak mengeluarkan mani? Utsman menjawab: berwudhu seperti wudhu untuk shalat dan mencuci kemaluannya. Utsman berkata: aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa Utsman tidak membuat pembaruan, tapi dia mendengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan menyampaikan sesuai yang didengarnya. Dan hadits-hadits sebelumnya menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam benar-benar menetapkan hal itu, bukan dari Utsman sendiri.

Hadits ini juga menunjukkan kualitas integritas intelektual Prof Dr Kang Jalal.

Apakah hukum ini masih berlaku? Yaitu apakah kita hari ini boleh berwudhu dan mencuci kemaluan saat bercampur dengan istri tapi tidak mengeluarkan mani?

Tidak, karena hukum ini sudah dirubah dan diganti, oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri.

Kita lihat di bab selanjutnya, Imam Muslim berkata:

باب نَسْخِ « الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ ». وَوُجُوبِ الْغُسْلِ بِالْتِقَاءِ الْخِتَانَيْنِ.

Bab naskh hadits : air adalah dari air, dan wajibnya mandi dengan bertemunya dua kemaluan.

Artinya hadits-hadits di atas, yang membolehkan sekedar berwudhu jika berhubungan suami istri tanpa keluar mani, sudah dihapus hukumnya, dengan hadits-hadits berikut:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ ». وَفِى حَدِيثِ مَطَرٍ « وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ »

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: jika duduk di antara empat cabangnya lalu menindihnya, maka telah wajib mandi.

Dalam jalur periwayatan Mathar ada tambahan : meskipun tidak mengeluarkan mani.

Menindihnya di sini adalah kiasan dari bertemunya dua kemaluan.

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الرَّجُلِ يُجَامِعُ أَهْلَهُ ثُمَّ يُكْسِلُ هَلْ عَلَيْهِمَا الْغُسْلُ وَعَائِشَةُ جَالِسَةٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى لأَفْعَلُ ذَلِكَ أَنَا وَهَذِهِ ثُمَّ نَغْتَسِلُ ».

Dari Aisyah istri Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata: seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang seorang lelaki yang bercampur dengan istrinya lalu malas, apakah wajib mandi? Sedangkan Aisyah duduk, lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: aku melakukan itu bersama dia lalu kami mandi.

Artinya tidak pernah ada pembaruan di sini. Utsman tidak melakukan pembaruan, yang ada adalah hukum itu diangkat, dan digantikan dengan hukum baru di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hidup, dan yang mengubahnya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri, berdasar wahyu yang diterimanya.

Hadits-hadits di atas adalah dari Shahih Muslim. Mari kita ke TKP satu lagi, yaitu Shahih Bukhari. Kita temukan hadits Utsman yang dimaksud:

زَيْدَ بْنَ خَالِدٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ - رضى الله عنه - قُلْتُ أَرَأَيْتَ إِذَا جَامَعَ فَلَمْ يُمْنِ قَالَ عُثْمَانُ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، وَيَغْسِلُ ذَكَرَهُ . قَالَ عُثْمَانُ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - . فَسَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ عَلِيًّا ، وَالزُّبَيْرَ ، وَطَلْحَةَ ، وَأُبَىَّ بْنَ كَعْبٍ - رضى الله عنهم - فَأَمَرُوهُ بِذَلِكَ .

Dari Zaid bin Khalid, dia bertanya pada Utsman bin Affan: bagaimana pendapatmu jika seseorang mencampuri istrinya lalu tidak mengeluarkan mani? Utsman menjawab: dia berwudhu seperti wudhu’nya untuk shalat, dan mencuci kemaluannya. Utsman berkata: aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Sampai di sini masih sama dengan redaksi di Shahih Muslim, tapi ada tambahan lagi, yaitu Zaid bin Khalid berkata: aku bertanya tentang hal itu pada Ali, Zubair, Thalhah dan Ubay bin Ka’ab, mereka menyuruhku melakukan itu.

Artinya yang berpendapat demikian bukan hanya Utsman, hingga Utsman bisa dituduh melakukan pembaruan, mengganti hukum dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Tapi Ali, Thalhah, Zubair dan Ubay bin Ka’ab juga menjawab dengan jawaban yang sama.

Jika Utsman dituduh melakukan pembaruan dalam hal ini, maka Ali pun bisa dituduh juga melakukan pembaruan. Tapi Prof Dr Kang Jalal menerapkan standar ganda dalam hal ini. Dia jelas melihat riwayat di Shahih Bukhari sebelum menulis, dan dia tahu bahwa Ali juga menjawab dengan jawaban yang sama. Tapi sengaja Prof Dr Kang Jalal tidak menyebutkan riwayat ini dengan lengkap, karena ketika menyebut riwayat ini dengan lengkap, tujuannya untuk menjelekkan Utsman tidak tercapai.

Sekali lagi, kita tahu integritas intelektual Prof Dr Kang Jalal.

 Sebagai seorang syi’ah, dia merasa berkepentingan untuk menjauhkan umat Islam dari para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam. Prof Dr Kang Jalal ingin menciptakan kesan negatif pada sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam di benak umat Islam. Maka dia menjelek-jelekkan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan segala cara, baik cara yang sesuai integritas maupun cara yang menyimpang dari integritas seorang Profesor Doktor.

Prof Dr Kang Jalal menempuh segala cara untuk menjelekkan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam. Rupanya inilah akhlaknya yang harus didahulukan di atas fikih.
sumber : hakekat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar