Senin, 27 Februari 2012

Akhlak Kang Jalal (4)

Sekali lagi Prof Dr Jalaludin Rahmat ingin memfitnah Utsman bin Affan, padahal kedua istri sahabat Utsman adalah ahlulbait, putri Nabi tercinta, Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Ada beberapa poin tuduhan Prof Dr Jalaludin Rahmat pada Utsman bin Affan. Kita telah membahas dua poin tuduhan, kali ini kita akan bahas satu lagi tuduhan dan fitnah keji pada Utsman.

Dalam bukunya “Dahulukan Akhlak di Atas Fikih”, Prof Dr Jalaludin Rahmat menuduh Utsman melakukan pembaruan hukum, yaitu merubah hukum yang sudah ditetapkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Dalam dua makalah sebelumnya, tuduhan itu terbukti dusta. Kali ini kita akan menemukan lagi kedustaan pembaruan hukum, seperti tuduhan Prof Dr Jalaludin Rahmat.

Seperti diketahui oleh penganut ahlussunnah kelas 5 SD, berdusta adalah akhlak tercela, memfitnah orang adalah tercela. Tapi bagi Profesor Doktor syiah, berdusta dan memfitnah adalah akhlak mulia. Jika itu adalah akhlak tercela, mana mungkin seorang Profesor Doktor melakukannya. Tapi itulah akhlak Profesor Doktor syiah.

Pada halaman 169 di buku “Dahulukan Akhlak di Atas Fikih”, Prof Dr Jalaludin Rahmat berkata:

Utsman ibn Affan membolehkan “menikahi” dua orang wanita bersaudara dari antara buadak belian sekaligus. Ali ibn Abi Thalib mengharamkannya.

Ada footnote nomor 24 di akhir kalimat. Kita melihat ke footnote, referensi Prof Dr Jalaludin Rahmat adalah : AL Muwaththa’, Sunan Al Baihaqi, Ahkamul Qur’an lil Jashshash, Al Muhalla, Tafsir Az Zamahsyari, Tafsir AL Qurthubi, Tafsir Al Khazin, Ad Durr Al Mantsur, dan Tafsir As Syaukani.

Benarkah tercantum demikian di Al Muwaththa’?

Kita lihat bersama:


عَنْ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ ذُؤَيْبٍ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ عَنِ الأُخْتَيْنِ مِنْ مِلْكِ الْيَمِينِ هَلْ يُجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَقَالَ عُثْمَانُ أَحَلَّتْهُمَا آيَةٌ وَحَرَّمَتْهُمَا آيَةٌ فَأَمَّا أَنَا فَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَصْنَعَ ذَلِكَ. قَالَ فَخَرَجَ مِنْ عِنْدِهِ فَلَقِىَ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ لَوْ كَانَ لِى مِنَ الأَمْرِ شَىْءٌ ثُمَّ وَجَدْتُ أَحَدًا فَعَلَ ذَلِكَ لَجَعَلْتُهُ نَكَالاً. قَالَ ابْنُ شِهَابٍ أُرَاهُ عَلِىَّ بْنَ أَبِى طَالِبٍ.

Dari Malik dari Ibnu Syiab dari Qabishah bin Dzu’aib bahwa seseorang bertanya pada Utsman tentang dua wanita bersaudara yang menjadi budak, apakah boleh menggauli keduanya? Utsman menjawab: ada ayat yang menghalalkan dan ada yang mengharamkan, sedangkan saya maka saya tidak mau melakukan itu. Lalu orang itu pergi dari tempat Utsman, lalu bertemu seorang sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam lainnya, dan bertanya padanya tentang hal tadi, lalu sahabat tadi menjawab: jika saya memiliki kekuasaan, lalu saya menemukan orang yang melakukan itu, maka akan kusiksa dia. Ibnu Syihab berkata: dia adalah Ali bin Abi Thalib.

Redaksi yang sama juga ditemukan dalam Sunan Al Baihaqi.

Dalam Ad Durr Al Mantsur :

dari Qais berkata: aku bertanya pada Ibnu Abbas: apakah seorang boleh menggauli budak wanita dan anaknya sekaligus? Dia menjawab: ada ayat yang menghalalkan, dan ada ayat yang mengharamkan, tapi aku tidak melakukannya.

Dari Abd bin Humaid, dari Ibnu Abbas, mengenai ayat : dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, An Nisa 23, Ibnu Abbas berkata: ini untuk perempuan merdeka, sedangkan untuk budak tidak mengapa.

Ibnu Mas’ud juga membolehkan, ada riwayat juga dari Abd bin Humaid, Ibnu Abi Hatim dan Thabrani.

Ali juga berpendapat sama seperti Utsman,  dalam durr al mantsur:

وأخرج ابن أبي شيبة والبيهقي من طريق أبي صالح عن علي بن أبي طالب قال في الأختين المملوكتين : أحلتهما آية وحرمتهما آية ، ولا آمر ولا أنهى ، ولا أحل ولا أحرم ، ولا أفعله أنا ولا أهل بيتي .

Dari Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi, dari jalan Abu Shalih dari Ali bin Abi Thalib berkata tentang dua budak wanita yang bersaudara: ada ayat yang menghalalkan, dan ada ayat yang mengharamkan, aku tidak menyuruh dan tidak melarang, tidak menghalalkan dan tidak mengharamkan, aku dan keluargaku tidak melakukannya.

Al Qurthubi menyebutkan bahwa At Thahawi dan Ad Daru Quthni meriwayatkan bahwa Ali berpendapat seperti pendapat Utsman.

Dari riwayat-riwayat di atas, bisa kita ketahui bahwa apa yang disebut oleh Profesor Doktor Jalaludin Rahmat adalah fitnah belaka. Tidak ada pembaruan. Yang ada adalah para sahabat berbeda pendapat terhadap masalah yang ada dalilnya, di mana satu ayat membolehkan, dan satu ayat mengharamkan.

Jika memang Profesor Doktor Jalaludin Rahman memfitnah bahwa Utsman membolehkan, maka Ibnu Abbas, yang juga sepupu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, juga membolehkan. Artinya tidak ada pembaruan seperti yang difitnahkan oleh Profesor Doktor Jalaludin Rahmat.

Dan kita lihat dalam Al Muwaththa’, ternyata Ali bin Abi Thalib berpendapat sama dengan Utsman. Jika dengan itu Profesor Doktor Jalaludin Rahmat menganggap Utsman melakukan pembaruan, mestinya Ali juga dianggap melakukan pembaruan.
sumber : hakekat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar