Senin, 14 Oktober 2019

MENGAPA SYIAH DI INDONESIA BISA TETAP EKSIS


Wahyu Iryana, Doktor Sejarah Sunni yang Meneliti Syiah
Ujian promosi doktor yang digelar pada 13 Agustus 2019 adalah momentum berharga bagi sahabat Wahyu Iryana, yang lahir di Jatibarang, 12 Januari 1984. Wahyu Iryana adalah anak seorang petani, dari pasangan Bapak Rasijan dan Ibu Carsinah. Pada 2015 Wahyu Ngangsu kaweruh di program doktoral Ilmu Sejarah UNPAD, Wahyu mampu mempertahankan disertasi tentang gerakan Syiah di Jawa Barat (Abad ke-16 hingga Abad ke-20) dengan nilai sangat memuaskan.






Wahyu menganalisis mengapa gerakan Syiah masih tetap eksis di Indonesia padahal mayoritas masyarakat Indonesia itu adalah Sunni ? Ia juga mengungkapkan bahwa penelitian yang terkait gerakan perkembangan Syiah khususnya di Jawa Barat sangat layak dikaji lebih dalam, terlebih lagi Jawa Barat merupakan penduduk terbanyak di Indonesia. Konsep dakwah Taqiyah yang sudah dijalankan oleh Syiah menjadikan perkembangan gerakan Syiah tidak bisa dideteksi secara jelas sehingga Syiah dengan leluasa mengembangkan gerakannya.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui perkembangan Syiah di Jawa Barat dari Abad ke-16 hingga abad ke-20. Dampak Revolusi Iran terhadap penyebaran Syiah di Jawa Barat (1979-2001) dan respon institusi dan Ormas Islam terhadap Syiah.
Sedangkan metode penelitian yang digunakan oleh Wahyu adalah metode penelitian sejarah, yaitu penelitian yang mempelajari peristiwa atau kejadian masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang dihasilkan, melalui empat tahap yaitu:heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Teori pertama yang digunakan adalah teori konflik yang berasal dari gagasan Lewis A. Coser. Ia berpendapat bahwa konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial untuk menguatkan. Kedua, teori fungsional dari William F Ogburn untuk menjelaskan perkembangan Syiah. Ketiga, teori challenge and response dari Arnold Joseph Toynbee untuk menjelaskan tanggapan dan respon ormas Islam terhadap Syiah.
Berdasarkan penelitian tersebut Wahyu Iryana menyimpulkan bahwa: pertama, kemunculan komunitas orang-orang yang datang dari Hadhramaut (Yaman) dan Persia ke Nusantara yang beraliran Syiah ditenggarai karena adanya pembantaian oleh Dinasti Muawiyah yang sedang berkuasa saat itu.
Komunitas orang-orang Arab dikenal dengan sebutan orang-orang perahu oleh penduduk Nusantara. Mereka kemudian mendarat di wilayah Maemon, Medan. Sumatra, di Peurlak Aceh, dan mengembangkan jalan dakwah ke pulau Jawa melalui jalur pesisir. Ketika Malaka dikuasai Portugis pada 1511, orang-orang Syiah migrasi ke Pulau Jawa tepatnya ke wilayah kekuasan Kerajaan Demak dan Kesultanan Cirebon. Salah satunya adalah Syech Abdul Djalil, dari murid-murid Syech Abdul Djalil inilah Syiah menyebar ke Jawa Barat. Singkatnya pada 1872 komunitas Arab menyebar ke seluruh daerah di Jawa Barat.
Kedua, Gerakan Revolusi 1979 di Iran telah memberikan angin segar bagi berkembangnya Syiah di Indonesia dan meluas ke Jawa Barat melalui gerakan intelektual kaum muda di kampus-kampus, adanya program beasiswa ke Qom, Iran dan kemunculan organisasi taktis Syiah yaitu IJABI dan ABI.
Ketiga, adanya respon dari institusi pemerintah dan Ormas lain terkait sikap terhadap Syiah adalah bentuk reaksi terhadap berbagai dinamika sosial yang berkembang di Masyarakat. Pro dan kontra terkait Syiah sudah ada sejak awal kemunculan Syiah.
Sejak tahun 2012 sampai sekarang Wahyu Iryana Bekerja di Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Sejak Mahasiswa ia aktif di PMII Jabar, Ansor Kota Bandung dan hingga kini berkhidmat di PWNU Jabar.
Buku yang pernah ditulisnya adalah Fenomena Petani (2012), Kidung Bumi Segandu (2013), Sejarah Pergerakan Nasional (2014), Bersama KH. Zamzami Amin Babakan Cirebon menulis buku Baban Kana: Perang Nasional Kedondong Cirebon 1802-1919 (2015), Roman Sejarah Momi Kyoosyutu (2017). Bersama Supali Kasim menulis kumpulan Cerpen Lelaki yang Tubuhnya Habis di Makan Ikan-ikan Kecil (2017), Kumpulan Puisi Langit Seduwure Langit (2018), dan tulisannya pernah dimuat pada Surat Kabar Pikiran Rakyat dan Republika.
Jurnal yang pernah ditulisnya adalah The Mythology Of Kampung Naga (Community Jurnal of Relegious Studies (BJRS) Al-Albab Jurnal Borneo, 2014), Perjuangan rakyat Cirebon-Indramayu melawan imprialisme (Jurnal Atsaqofah UIN Bandung, 2017), Eksistensi Syiah Mendayung diantara Politik dan Kekuasaan (Proseding 60 tahun Seminar Sejarah se-Indonesia UGM, Ombak 2017 ), Tradition and Leadership in Shia (Proceedings of Internastional Conference on Islam in Sooutheast Asia ( IC-ISEA), 2017), Protes Sosial Petani Indramayu pada Masa Jepang (1942-1945) dan Perjuangan MA. Sentot pada Masa Revolusi Fisik di Indramayu (1945-1949) (Jurnal Patanjala 2016 dan 2018). The Existence of Shia in Indonesia Between Tradition and Power of Government (Jurnal Paramita, 2018).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar