Adalah
Afifah Ahmad, wanita kelahiran Semarang 10 Desember 1978 yang menjadi istri
dari Purkon Hidayat, pada tahun 2008, bersama buah hatinya Mehdi Muhammad
Hakim, hijrah ke Teheran, Persia, hingga kini. Berangkat dari pengalamannya
tersebut, Afifah kemudian menggerakkan jari-jarinya untuk menulis catatan
perjalanan. Hal ini terkuak saat digelarnya acara Bedah Buku “The Road To
Persia: Menelusuri Keindahan Iran yang Belum Terungkap” karangan Afifah yang
diterbitkan Bunyan (2013) pada Jumat (22/3).
Membicarakan
Persia adalah membicarakan kekaguman. Pasalnya, bukan rahasia umum lagi,
khazanah Kota Persia sejak dulu hingga hari ini sangatlah menggoda hasrat para
pecinta perjalanan di tataran internasional. Ada banyak hal yang bisa dinikmati
dari kota ini. Sebagaimana kita tahu Persepolis masih menyimpan misteri nan
megah, suguhan aroma romantisme taman-taman penyair kelas dunia banyak ditemui,
kubah-kubah nan keemasan yang nampak agung dan memesona, tak lupa eksotisme
bundaran Imam, hingga rumah-rumah gua di pedalaman yang sangatlah unik. Itulah
aneka warna-warni daya pikat negeri Persia yang saat ini kita kenal dengan
Iran. Melakukan perjalanan ke sana sangatlah didamba banyak orang.
Napas Indonesia
Adalah Afifah
Ahmad, wanita kelahiran Semarang 10 Desember 1978 yang menjadi istri dari
Purkon Hidayat, pada tahun 2008, bersama buah hatinya Mehdi Muhammad Hakim,
hijrah ke Teheran, Persia, hingga kini. Berangkat dari pengalamannya tersebut,
Afifah kemudian menggerakkan jari-jarinya untuk menulis catatan perjalanan. Hal
ini terkuak saat digelarnya acara Bedah Buku “The Road To Persia: Menelusuri
Keindahan Iran yang Belum Terungkap” karangan Afifah yang diterbitkan Bunyan
(2013) pada Jumat (22/3). Pada kesempatan tersebut, hadir sebagai pembedah
yakni Ahmad Fadhil, dosen IAIN, yang sempat mengenyam pendidikan di Iran.
Fadhil dalam
paparannya mengatakan bahwa dalam buku karangan Afifah selalu ada napas
Indonesia di setiap tempat yang dikunjungi Afifah. “Di Isfahan, saat Afifah
mulai menjauhi gerbang Meydan Emam, ingatannya melompat pada kota-kota tua di
Indonesia yang mirip satu sama lain, dalam hal adanya masjid agung,
pemerintahan daerah dan alun-alun yang sering menjadi pasar kaget pada
hari-hari libur,” katanya. Fadhil menambahkan, ada lagi misalnya ketika Afifah
mengunjungi Mausoleum Khayyam, Afifah teringat pada Umar Kayyam, akan tetapi
Afifah lalu bersedih karena para penyair di Indonesia akan sulit mendapatkan
penghargaan apalagi berupa tugu yang memukau, taman seluas 20.000 meter persegi
dengan pepohonan rindang, dilengkapi juga dengan museum dan galeri untuk
totalitas kiprah para penyair tersebut.
Penulis yang
berasal dari Indonesia ini telah lima tahun tinggal di Iran dan sudah
mendatangi tempat-tempat bernilai historis di sana. Isi buku ini sendiri
terbagi ke dalam empat bab yang terdiri dari: bab pertama, yang
merupakan catatan kunjungannya ke Bundaran Isfahan, Rudkhan Castle, dan
reruntuhan Persepolis yang sangat memiliki nilai sejarah yang melekat; bab
kedua, Afifah menziarahi makam para penyair sekelas Hafiz, Khayyam,
Fariduddin Attar, Sadra, serta juga mendatangi makam Ibnu Sina; bab ketiga,
Afifah lalu memilih untuk mereguknya indahnya alam pedesaan Persia seperti
Kandovan, Masouleh, Tepian Zayandeh, bahkan juga gugusan Alborz; dan bab
keempat, yaitu kisah-kisah aktivitas Afifah sehari-hari, semisal suasana
di kereta yang ia naiki, gagap gempita Ramadhan, dan lain sebagainya.
Sendiri dan
Nyaris Membeku
Pada sesi
diskusi, Afifah membagi perihal proses kreatifnya dalam menulis. “Untuk
penulisan naskah, saya mencicilnya. Satu-dua tulisan sudah ada di blog saya.
Selama empat tahun perjalanan itu, saya menuliskannya di buku The Road To
Persia ini,” ujar Afifah. Banyak cerita suka-duka yang dialami Afifah selama
petualangannya menyusuri khazanah Persia. Salah satunya ketika dia menapaki
gunung di Hamedan. Saat turun, tak ada mobil yang lewat. Sepi. Dan pada saat
itu musim dingin. Afifah menunggu berjam-jam sampai kedinginan. “Tapi,
Alhamdulillah ada pemuda baik yang menawarkan tumpangan,” kenang Afifah.
Ternyata
kebiasaan menulis pada diri Afifah sebagai salah satu talenta yang sangat
mengedepankan jiwa kreativitas dan perenungan, sudah ada sejak ia masih duduk
di bangku SMP, saat di mana ia sudah memutuskan keliling Jawa. Biasanya ia
menuliskan segala pengalamannya di blog pribadi. “Saya sudah ke Iran, namun
baru kali ini ke Banten,” ujarnya sambil terkekeh.
Bedah Buku di UIN Sunan Kalijaga
Tiga hari setelahnya, acara diskudi buku serupa juga
diadakan di ruang teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga yang terselenggara
atas kerjasama Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Kedutaan Besar Iran, dan
penerbit Bunyan, Senin (25/3). Acara
Peluncuran dan Diskusi Buku The Road To Persia karya Afifah Ahmad tersebut
dihadiri oleh Mr.Mohammad Ali Rabbani (Atase Kebudayaan Kedubes Iran),
Afifah Ahmad, Iqbal Dawami (editor), dan Salman Faridi (CEO Bentang Pustaka)
Acara yang dihadiri seratusan dosen dan mahasiswa
tersebut dibuka oleh Kepala Perpustakaan
UIN Sunan Kalijaga M. Solihin Arianto, S.Ag., SIP, M. LIS. Sedangkan diskusi
dipimpin oleh Furqon Hidayat sebagai moderator. Untuk memeriahkan acara
tersebut dihadirkan grup vokal yang terdiri dari para mahasiswa kelas Bahasa
Persia yang membawakan lagu kebangsaan kedua negara. Selain itu, untuk
menyemangati peserta penyelenggara membagikan souvenir khas Iran kepada sepuluh
peserta yang mengajukan pertanyaan.
Di akhir acara, 160 peserta yang hadir mendapatkan
buku The Road to Persia secara gratis dari penyelenggara. Secara umum para
peserta sangat antusias mengikuti acara ini dan berharap kegiatan semacam ini
dapat diselenggarakan lagi di kemudian hari.
Sumber : http://www.abna.ir/data.asp?lang=12&id=408546