Menurut
Kantor Berita ABNA, Ayatullah al Uzhma Nashir Makarim Shirazi salah
seorang ulama marja taklid Syiah ketika ditanyakan kepada beliau, apakah
Imam Ali as dimasa pemerintahan tiga khalifah sebelum beliau turut ikut
shalat berjama'ah dan menjadi makmum shalat dari ketiga khalifah
tersebut?. Dengan catatan, jika jawabannya iya, Ahlus Sunnah menyebutkan
turut shalat berjama'ahnya Imam Ali as dan kesediaan beliau menjadi
makmum bagi ketiga khalifah sebelumnya dalam shalat merupakan hujjah dan
dalil Imam Ali as ridha dan merestui kekhalifaan dan kepemimpinan
ketiga sahabat Nabi Saw tersebut. Tidak sebagaimana dakwaan Syiah yang
menyebut ketiga sahabat tersebut telah merampas hak Imam Ali as. Namun
jika jawabannya tidak. Itu bertentangan dengan fakta sejarah yang
terjadi, sebab banyak riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Ali as menjadi
makmum dalam shalat bagi ketiga khalifah tersebut. Dan riwayat-riwayat
tersebut tidak dapat dibantah kemutawatirannya.
Ayatullah al Uzhma Nashir Makarim Shirazi memberikan jawaban dengan menyebutkan:
Pertama.
Mengenai hal tersebut, beragam riwayat yang kita temui menyebutkan Imam
Ali as turut shalat berjama'ah namun dalam shalat berjama'ah tersebut
beliau melakukannya dengan niat shalat furada (sendirian). Sebagaimana
riwayat yang terdapat dalam tafsir al Qomi, " حضر المسجد ووقف خلف أبى بكر وصلّى لنفسه" Imam Ali as turut hadir dalam masjid dan shalat dibelakang Abu Bakar namun shalat yang dilakukannya adalah shalat furada.(1)
Kedua.
Turut shalat berjama'ahnya Imam Ali as dengan menjadi makmum dari para
khalifah kalaupun itu benar beliau menjadi makmum, tidak serta merta
menjadi dalil sahnya kekhalifaan tersebut. Akan tetapi beliau
melakukannya atas dasar maslahat kaum muslimin dengan menghindari
hal-hal yang dapat memicu perselisihan dan perpecahan dari kaum muslimin
generasi awal. Dan Imam Ali as lebih mendahulukan maslahat Islam diatas
segalanya, meskipun dalam pandangan beliau masalah Imamah lebih penting
dari shalat namun karena pertimbangan kemaslahatan Islam dan kaum
muslimin maka beliau memilih untuk mendiamkannya.
Tidak
mungkin akan ada yang berpendapat misalnya bahwa dalam kurun waktu 25
tahun Imam Ali yang hidup ditengah-tengah masyarakat muslim meskipun
tidak turut bergabung dalam shalat berjama'ah maka itu tidak akan
menimbulkan efek apa-apa dan tidak akan menjadi masalah bagi beliau.
Sebab dimasa itu, masih terbatasnya kota-kota yang berpenduduk muslim
dan pentingnya shalat berjama'ah dimasjid dengan imam khalifah kaum
muslimin sementara Imam Ali as bertempat tinggal tepat disisi masjid,
maka ketidak hadiran beliau dalam shalat berjama'ah akan menjadi sebuah
tanda tanya besar dan akan memicu perselisihan. Hal tersebut tentu saja
tidak akan didiamkan oleh kaum muslimin jika memang benar terjadi.
Oleh
karena itu dengan dua jawaban diatas, hadirnya imam Ali as di masjid
tidaklah lantas menjadi hujjah akan kebenaran kekhalifaan ketiga sahabat
tersebut. Patut disampaikan para ulama marja taklid Syiah menekankan
kepada para peziarah yang akan ke Madinah dan Makah dan tidak memiliki
uzur untuk turut shalat berjama'ah dengan kaum muslimin pada umumnya.
Meskipun firqah-firqah dalam Islam memiliki pendapat yang berbeda-beda
namun demi maslahat Islam dan demi menghadapi musuh bersama maka kaum
muslimin harus bersatu. Mendahulukan maslahat Islam dan persatuan kaum
muslimin adalah diantara ajaran penting dan sunnah para imam Maksum as
khususnya oleh Imam Ali as.
(1). Tafsir al Qomi, jilid 2 halaman 158 dan 159 dan Tafsir Nur al Tsaqalain, jilid 4 halaman 188.
sumber : Abna.ir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar