Senin, 26 Februari 2018

SYIAH DAN LIBERAL BERKOLABORASI, ‘NYINYIR’ TERHADAP MUSLIM INDONESIA


Pada Awal bulan Februari lalu, syiah bekerja sama dengan beberapa tokoh liberal mengadakan acara bareng. Acara yang diadakan di kompek DPR Kalibata tersebut, merupakan sarana syiah menyuarakan ideologinya di luar komunitasnya. Jika selama ini syiah kubu Ijabi mengkaji syiah di yayasan muthahari Bandung, maka semenjak tokoh syiah, Jalaludin menjadi anggota DPR mereka memiliki momentum untuk memakai sarana publik untuk menyuarakan aqidah mereka di komunitas luar syiah.



Tampak hadir pada acara tersebut adalah Jalaluddin Rakhmat, Sukmawati Soekarnoputri, Zuhairi Misrawi, Nadirsyah Hosen Dan Inayah Wahid.
Diantara isi dari acara tersebuat adalah mereka menyerang sebagian umat islam yang tidak paham dengan pancasila. Pemateri diantaranya adalah Nadirsyah Hosen.
“Ada kekosongan dan kevakuman pendidikan pancasila dalam 20 tahun terakhir,” tandas Ketua Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Australia ini.
Adapun narasumber dan tokoh lain yang hadir dalam acara tersebut antara lain Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat, Dr. Zuahairi Misrawi, Dr. Usep Abdul Matin, Sukmawati Soekarnoputri dan putri (alm.) Gusdur Inayah Wahid.

Jalaluddin Rakhmat memaparkan definisi Islam (Madani) dan Islamisme. Menurutnya Islamisme yaitu membatasi agama yang bersifat universal menjadi bersifat lokal, temporal dan terbatas pada kelompok tertentu, "Politisasi dari agama dan agamaisasi dari politik. Agama dijadikan politik, manuver politik atau politik dianggap sama seperti agama. Politisasi biasa dilakukan kaum oportunis untuk merebut kekuasaan".

Islamisme lebih menekankan pada ortodoksi yang mengutamakan aqidah dan ibadah ritual sebagai inti keberagamaan, sementara Islam Madani menekankan pada ortopraksi yaitu pada penampakan akhlak yang mulia sebagai ukuran utama keshalehan dan yang kedua adalah ortopati yaitu unsur emosional dalam kehidupan beragama yang mencoba merasakan kenikmatan dalam menjalankan agama yang merupakan warisan para sufi. Itu diantara yang dijelaskan Jalal yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini.

Zuhairi Misrawi mengatakan “Kita harus cerdas membedakan antara Islam dan Islamisme. Karena Islamisme itu sudah terbukti gagal. Tidak ada contoh bagus yang menjadikan Islam sebagai dasar negara dan berhasil, Janganlah kita meniru kegagalan islamisme. Kita kan mengambil nilai-nilai subtantif dalam agama Islam. Takdir politik Indonesia itu Pancasila bukan Islamisme,” pungkasnya.

Itulah majlis yang diadakan kerjasama syiah dan sunni yang liberal, mereka tidak setuju dengan adanya pemahaman islam yang kembali kepada mazhab salaful ummah yaitu mereka para sahabat ra. Mereka merasa bahwa sekarang yang relevan dengan zaman adalah pemahaman seperti islamnya mereka. (Ahmad Hasyim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar