Rabu, 23 September 2020

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (8 dari 9 tulisan berseri)


28 Desember 2011
Pada pertemuan ini Kapolsek memberi tahu Iklil bahwa akan ada penyerangan ke Dusun Nangkrenang oleh kelompok anti-Syi’ah. Keterangan polisi ini antara lain didasarkan atas kenyataan bahwa pada hari itu, jalan setapak menuju pesantren Misbahul Huda sudah diputus warga dengan cara diberi tumpukan batu dan ditancapi beberapa batang bambu dan besi. Meski sudah berulangkali dihubungi, Ilkil hanya melihat ada dua personil keamanan yang datang ke lapangan, satu orang personil dari Polsek Omben dan satu orang tentara dari Koramil Omben. Kedua petugas ini tidak berbuat apa-apa kecuali hanya memantau dan
mendokumentasikan peristiwa ini melalui kamera hand phone.




30 Desember 2011
Pemkab, DPRD, seluruh aparat kemanan, MUI Sampang, dan PC NU Sampang melakukan koordinasi terkait solusi konflik ini. Pada saat itu, Bupati Sampang, Noer Tjahja menjelaskan bahwa pemicu kekerasan massa adalah masalah keluarga dan penistaan agama sebagaimana dikatakan MUI Sampang. Kedepan, pemkab berencana akan memilah-milah semuah jemaah Syiah di wilayah Kecamatan Omben dalam kategori fanatik dan tidak. Untuk yang fanatik, rencananya akan ditransmigrasikan ke luar pulau Madura. Tindakan ini diambil Pemkab dengan alasan bahwa Kepala Desa Blu’uran, Kec. Karangpenang telah menyatakan bahwa bila ada penangkapan terhadap pelaku pembakaran, masyarakat siap perang sampai mati. Kebijakan ini bukan hanya diamini semua pihak yang berwenang di Sampang, bahkan Pemprov Jatim, melalui Wakil Gubernur, Saifullah Yusuf menyetujui hal tersebut. Setelah rapat koordinasi yang diinisiasi oleh Pemkab itu dilakukan, secara beruntun rapat-rapat sejenis juga dilakukan hampir semua lembaga keagamaan di Sampang.

4 januari 2011
Anggota Komnas HAM Kabul Supriadi dan Hesti Armi Wulan meninjau keadaan pengungsi di Gor Sampang. Komnas ham menyatakan bahwa ada indikasi pelanggaran HAM dalam kasus ini, akan tetapi mereka belum dapat mengeluarkan rekomendasi apapun. Tidak ada langkah maupun tindakan serius yang dilakukan Komnas Ham dalam membantu memperbaiki keadaan pengungsi. Bahkan Hesti Armiwulan sempat iprotes para pengungsi karena membujuk warga untuk kembali pulang ke desa tanpa bisa memastikan jaminan keamanan bagi warga syi’ah dan penyelesaian hukum atas peristiwa pembakaran. Tajul Muluk yang sejak hari pertama ikut mengungsi ke Gor Sampang menekankan bahwa semua warga syiah yang mengungsi akan dengan sukarela kembali pulang apabila para pelaku pembakaran ditangkap dan polisi menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi. Menurut Tajul, tanpa penangkapan pelaku, tidak mungkin ada jaminan kemanan. Sebab, jika pelaku tetap dibiarkan maka kedepan tindakan kekerasan yang sama juga pasti akan berulang. Dua hari setelah kejeadian, sebenarnya polisi menyatakan telah menangkap seorang tersangka, yaitu Musrika. Namun warga Syiah yang menyaksikan pembakaran itu menegaskan bahwa para pelaku utama pembakaran adalah tetangga mereka sendiri yang mereka kenal, dan Musrika bukanlah tetangga mereka dan kemungkinan besar bukan pelaku utama pembakaran.

6 Januari 2011
Empat kamar mandi semi permanen di bagian luar Gor Sampang dibongkar dan bantuan stok air bersih untuk kebutuhan sehari-hari juga dihentikan. Akibatnya, pengungsi pengungsi terpaksa melakukan MCK di sungai kecil yang ada di dibelakang Gor Sampang. Persoalan air dapat teratasi setelah pada keesokan harinya ada bantuan air dari komunitas Jauzan24. Sebenarnya pengungsi bersedia kembali ke desa, akan tetapi apabila hal ini tidak diimbangi oleh sikap pemerintah dan Polisi untuk menangkap para pelaku pembakaran maka kepulangan mereka kedesa adalah hal yang sia-sia. Seolah tidak peduli dengan tuntutan warga syiah, Pemkab Sampang melalui Kepala Bakesbang Sampang balik mengatakan bahwa jika ingin tetap bertahan, maka hal akan itu dibiarkan saja sesuai keinginan pengungsi. Tapi bantuan tidak akan diberikan lagi25. Menurut Pemkab, Warga Karanggayam sendiri sebenarnya mau menerima pengungsi syiah, asal empat orang pemimpin Syiah yang berada di pengungsian tidak ikut kembali ke Karanggayam . Empat pemimpin Syiah yang dimaksud adalah Ustadz Tajul Muluk, Ustadz Iklil Milal, Ustadz Syaiful, dan Ustadz Ali karena mereka dianggap sebagai sebab dan biang keladi keresahan yang berakibat pada kekerasan pada 29 Desember

10 Januari 2012
Diadakan pertemuan antara Kuasa Hukum Tajul, Hadun Hadar, Rudi Setiadi dari Bakesbangpol Sampang dan Kapolres Sampang AKBP Solehan. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa karena tindakan hukum belum bisa dilakukan, maka yang diprioritaskan adalah perhitungan kemanusiaan. Poin-poin penting kesepatakan itu antara lain; Pertama, semua stakeholder yang ada di sampang harus ikut menandatangani surat kesepatan damai dari mulai kelurahan hingga bupati sebagai sebagai para-pihak dan berjanji tidak akan menguluarkan statement yang bersikap provokatif dan bernada permusuhan. Kedua, jemaah Syiah akan dikembalikan ke rumah masing-masing. Semua properti perumahan dan harta yang dibakar maupun dijarah akan diganti oleh Pemkab. Ketiga, Ust Tajul, Ust. Iklil, Ust. Syaiful dan Ust. Ali tidak diperbolehkan kembali ke kampong dan sementara waktu akan tinggal di Hotel yang disediakan oleh Pemkab. Sampang. Dalam pertemuan ini LSM yang terdiri dari KontraS, Aman Indonesia, Mer-C dan kuasa hokum Tajul bertindak sebagai saksi. Menurut Rudi, opsi terakhir terpaksa diambil karena merupakan syarat utama masyarakat untuk dapat menerima waga syiah kembali ke kampungnya. (bersambung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar