AWAL MULA SYIAH MASUK MADURA
Awal 1980-an
Kiai Makmun, seorang ulama yang awalnya Sunni di Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, mendapat kabar dari sahabatnya di Iran mengenai revolusi Iran. Keberhasilan kaum ulama Iran yang dipimpin Ayatollah Ali Khomeini menumbangkan Syah Iran Reza Pahlevi (sebuah rezim yang dianggap monarki) menjadi sumber inspirasi bagi Kiai Makmun.
Karena mayoritas ulama dan kaum muslim di wilayah Madura adalah pengikut Islam Sunni yang fanatik, Makmun mempelajari Syiah secara diam-diam dengan membaca buku-buku yang dikirim sahabatnya dari Iran.
1983
Ketertarikannya ini membuat Makmun mengirim tiga anak laki-lakinya, yaitu Iklil al Milal yang saat ini berusia 42 tahun; Tajul Muluk (40); Roisul Hukama (36); dan putrinya, Ummi Hani (32) ke Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung pada mazhab Syiah.
1991
Selepas lulus SMP YAPI, Tajul Muluk kembali ke Sampang.
1993
Tajul berangkat ke Arab Saudi untuk belajar di Pondok Pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki. Karena terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Meski demikian, Tajul Muluk yang bernama asli Ali Murtadha ini tetap bertahan di Arab dengan bekerja.
1999
Tajul Muluk pulang dari Arab dan kembali menetap di Karang Gayam, Sampang. Keluarga Makmun dan masyarakat setempat menyambutnya dengan gembira.
2004
Sejumlah warga desa yang juga murid Kiai Makmun mewakafkan sebidang tanah untuk mengembangkan pesantren beraliran Syiah. Pesantren kecil ini diberi nama Misbahul Huda. Ustad atau guru yang mengajar di pesantren ini adalah Tajul Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI.
Berbeda dengan sang ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran Syiah secara terbuka dan terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan, cekatan, dan tidak bersedia menerima imbalan setiap ceramah membuat Tajul menjadi kiai muda yang dihormati di Karang Gayam.
Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam dan di Blu’uren (desa tetangga) telah menjadi pengikut Syiah dan murid Tajul yang setia.
Awal 2004
Perkembangan dakwah Tajul menyebarkan Syiah akhirnya mendapat respons dari para ulama setempat. Di antaranya Ali Karrar Shinhaji (masih kerabat dekat dari ayah Tajul, Kiai Makmun), pemimpin Pondok Pesantren Darut Tauhid, di Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan. Dalam sebuah pertemuan dengan Tajul dan saudara-saudaranya, Karrar sangat berkeberatan dan tidak menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk yang mengajarkan Syiah. Baginya, Syiah adalah mazhab dalam Islam yang salah dan sesat.
Tak hanya Karrar, para ulama lain di Sampang juga bersikap sama: keberatan dengan aktivitas Tajul. Saat itu, mereka tidak terbuka menentang dakwah Tajul Muluk karena masih menaruh rasa hormat terhadap ayah Tajul, Kiai Makmun.
Juni 2004
Kiai Makmun meninggal setelah sakit. Setelah ia meninggal, para ulama setempat menentang keras penyebaran Syiah yang dilakukan anak-anak Kiai Makmun. Intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas minoritas Syiah Sampang yang dianggap sesat mulai kerap terjadi sejak saat itu.
sumber : tempodotco (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar