Rabu, 23 September 2020

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (4 dari 9 tulisan berseri)

 

2010
Terjadi perselisihan keluarga antara Tajul Muluk dengan adiknya, Rais. Perselisihan ini disebabkan karena Tajul telah menikahkan Halima (16) dengan tetangganya tanpa sepengetahuan Rais, sedangkan Halima adalah santriwati yang berguru kepada Rais. Rais marah dan merasa tidak dihormati, karena sebagai guru Halima, seharusnya dialah yang menikahkan Halima, bukannya Tajul. Belakangan diketahui bahwa kemarahan Rais bukan saja karena merasa tidak dihormati, tetapi Rais menaruh hati kepada halima dan berencana akan menikahinya. Setelah kejadian ini, Rais sangat dendam dan memusuhi Tajul serta saudara-saudaranya yang lain yang mendukung Tajul termasuk sang ibu. Sejak peritiwa Halima, Rais menyatakan keluar dari syiah, dan selanjutnya menjadi orang yang sangat antusias menyebarkan syiar kebencian, seruan permusuhan, issue tentang kesesatan dan bahaya dari ajaran syiah. Rais pula yang dengan gencar menyerukan agar Tajul Muluk beserta murid-muridnya diusir dari Desa Karanggayam. Dan akhirnya karena peranan Rais lah serangan dan penyesatan atas komunitas syiah di Karanggayam mengalami eskalasi yang terus meningkat dan mengarah pada tindak kekerasan.

21 februari 2011,
Tajul Muluk beserta jama’ahnya mengadakan peringatan Maulid Nabi di pesantrennya. Seperti kejadian pada tahun 2007, ribuan massa menutup dan merusak jalan masuk menuju Desa Karang Gayam. Kali ini salah satu pelopor penggerak massa penyerang adalah Raisul Hukama. Jumlah massa mencapai ribuan, menurut keterangan Rais di salah satu media, massa berasal dari 5 desa di sekitar Karang Gayam, yaitu Desa Soko Banah, Desa Ketapang, Desa Karang Penang, Desa Blu Uran, desa Tlambah. Dalam peristiwa ini Bassra (Badan silaturahmi ulama Madura) menyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengerahan massa. Bassra mengeluarkan tuntutan agar Tajul Muluk menghentikan aktifitas mengajarkan syiah dan berpindah ke ajaran sunni dan apabila tajul muluk tidak bersedia maka Tajul Muluk harus keluar dari Madura. Sejumlah aparat keamanan dikerahkan menjaga kediaman Tajul Muluk. Sementara itu, untuk melegitimasi tuntutannya, ulama-ulama di Kecamatan Omben memobilisasi pengumpulan tanda tangan masyarakat untuk menyatakan petisi penolakan terhadap komunitas syi’ah di Omben. Adapun isi dari Petisi adalah: 1.Tajul Muluk keluar dari desa Karang Gayam dan meninggalkan wilayah Kabupaten Sampang. 2.Tajul Muluk dilarang menyebarkan ajarannya. 3.Apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi, maka Tajul Muluk akan diusir secara paksa oleh masyarakat Desa Karang Gayam



2 april 2011,
Ratusan massa kembali bergerak menuju rumah dan pesantren Tajul, mereka menuntut Tajul harus keluar dari desa Karang gayam, atau rumah dan pesantrennya akan dibakar. Merespon tuntutan massa dan dengan alasan keamanan, Polres Sampang memutuskan membawa dan mengamankan Tajul Muluk ke kantor Polres Sampang. Pada awalnya Tajul menolak, tetapi karena Polres tidak bisa memberikan jaminan keamanan terhadap keluarga dan murid-muridnya, maka dengan terpaksa Tajul bersedia diamankan di Kantor Polres Sampang.

4 april 2011,
Pemkab Sampang melakukan rapat koordinasi dengan Komunitas Intelijen Daerah Kabupaten Sampang. Rapat ini dipimpin oleh Bupati Sampang dan diikuti Forum Pimpinan Daerah Kab. Sampang, Muspika Kec. Omben, Muspika Kec. Karang Penang, tokoh agama dan masyarakat (kyai/ulama) dan masyarakat di sekitar desa Karang Gayam dan desa Blu’uran. Di dalam pertemuan tersebut pemerintah mengambil kesimpulan bahwa masyarakat Karang Gayam Kecamatan Omben dan desa Blu’uran kecamatan Karang Penang menolak ajaran Tajul Muluk dan memutuskan beberapa hal sebagai berikut : 1)Akan merelokasi Tajul Muluk beserta keluarga untuk sementara waktu keluar dari desa Karang Gayam kecamatan Omben demi kondusifitasnya situasi di desa Karang Gayam Kecamatan Omben 2)Akan dilakukan upaya-upaya pendekatan terhadap Rois al Hukama dan pengikutnya serta masyarakat Karang Gayam Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran Kecamatan Karang penang untuk dapatnya menahan diri agar tidak terseret konflik horizontal yang bernuansa SARA. (bersambung)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar