Rabu, 23 September 2020

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (2 dari 9 tulisan berseri)



2005
Karrar memimpin inisiatif pengajian akbar di Desa Karang Gayam yang dihadiri oleh ribuan masyarakat dan para kyai dari kecamatan omben. Tampaknya forum pengajian ini memang digunakan sebagai ‘deklarasi’ menentang komunitas syiah yang dipimpin oleh Tajul Muluk. Sejak itu, dilakangan masyarakat umum di wilayah kecamatan omben tersiar kabar bahwa di desa karang gayam telah berkembang sebuah aliran sesat, yaitu syiah yang dipimpin oleh kyai muda bernama Tajul Muluk. Upaya untuk menyebarkan kebencian (hate speech), penyesatan, dan forum penghakiman terjadi secara terus menerus sejak tahun 2006

24 Februari 2006,
Atas inisiatif Abuya Ali Karrar Shinhaji, sejumlah ulama dari beberapa tempat di Madura berkumpul di rumah almarhum H. Sya'bi dan mengundang Ustad Tajul Muluk dengan agenda ‘klarifikasi tuduhan sesat atas ajaran Syiah yang dibawa Tajul Muluk’. Pertemuan ini juga dihadiri H. Fadlilah Budiono, Bupati Sampang, dan juga Imron Rosyidi Kakandepag Sampang. Karena Tajul tidak hadir, maka pertemuan ini dilanjutkan pada 26 Februari 20061;




26 Februari 2006
Sebagai kelanjutan dari pertemuan tgl 24 Ferbuari, sejumlah kiai yang kali ini diketuai Abd. Wahhab Adnan bersama dengan ketua MUI Sampang pada masa itu Mubassyir dan Kapolsek Omben mengundang Tajul Muluk di Masjid Landeko' Karanggayam di tempat kediaman kakek Tajul (Kyai Nawawi). Resminya pertemuan ini bernama Forum Musyawarah Ulama (FMU) Sampang-Pamekasan. Pertemuan ini dihadiri oleh semua yang hadir pada pertemuan 26 Februari 2006, mereka berkumpul kembali untuk mendengarkan jawaban Tajul Muluk. Tajul Muluk hadir dalam pertemuan ini menyatakan bahwa syiah yang diajarkan tidak sesat, merupakan salah satu mahzab yang diakui dalam dunia islam, dan dirinya tidak bersedia keluar dari syiah. Karena tidak bisa merubah keyakinan Tajul, akhirnya FMU mengeluarkan keputusan yang isinya sebagai berikut
Mengajak pimpinan syi’ah ja’fariyyah (Tajul Muluk Makmun) untuk segera kembali ke jalan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dan sesepuh terdahulu untuk menghindari terjadinya bentrokan faham dan fisik di kalangan masyarakat awam yang sangat dikhawatirkan terjadi. Dan karena Tajul Muluk telah menolak tawaran FMU tersebut, maka FMU tidak bertanggungjawab atas segala apa yang terjadi dan memasrahkan persoalan kepada aparat yang berwajib. FMU menghimbau kepada Majlis Ulama Indonesia (MUI) empat kabupaten di Madura agar segera menyatakan fatwa tentang bahaya aliran-aliran sesat termasuk aliran syi’ah yang meragukan keabsahan kitab suci al-qur’an, keadilan sahabat Nabi dan berghulu (berlebih-lebihan) dalam ahlu al-bait (keluarga Nabi)

Dalam daftar hadir pertemuan tertera empat puluh orang yang hadir. Diantaranya terdiri dari pimpinan pesantren, tokoh masyarakat, MUI Sampang, Kapolsek Omben dan tiga anggotanya.2 Sementara itu, pada hari yang sama di dusun Nangkernang ratusan ibuan massa mengepung dusun Nangkernang. Tidak ada kekerasan fisik yang terjadi, namun ribuan massa tersebut melakukan aksi intimidasi terhadap warga dan mengepung rumah Tajuk Muluk dan pesantren Misbahul Huda3. (bersambung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar