Senin, 20 Oktober 2014

KAMPANYE SYIAH OKTOBER 2014 DI JAKARTA

KAMPANYE SYIAH OKTOBER 2014 DI JAKARTA

Dalam rangka memperingati Hari Raya Ghadir Kum, ulama dan tokoh syiah Indonesia mengadakan seminar. Tahun 2014 ini yang menjadi target adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Meski tidak semuanya, tapi yang dari Fakultas Usuludin diwajibkan hadir. Mereka yang tampaknya masih lugu dan sedang butuh ilmu dicekokin doktrin bahwa syiah adalah benar, tidak ada yang salah dengan syiah. Mereka dirangsang agar mau belajar pada buku rujukan syiah yaitu Nahjul Balaghah.

Tidak tanggung-tanggung, yang berbicara di depan adalah dosen mereka dan tokoh syiah yang diimpor langsung dari pusatnya. Langkah syiah semakin mulus karena di UIN memang sudah berdiri Iranian Corner. Sehingga seolah-olah acara tersebut adalah acara budaya. Padahal visi dan misi acara tersebuat adalah mensyiahkan para pelajar dan mahasiswa yang sedang mencari ilmu untuk diajarkan kepada umat Islam Sunni di Indonesia.

Setelah malamnya mengisi perayaan di ICC, (http://ahlulbaitindonesia.org/berita/5573/dr-mundzir-al-hakim-al-ghadir-nikmat-terbesar-allah-swt/) siangnya mereka rally ke UIn. Entah malamnya kemana lagi. Bahkan dubes iran pun ikut turun tangan, sampai memberikan sambutan yang isinya kayak ceramah berisi doktrin ajaran sesat syiah.
Ini adalah bentuk undangannya yang tersebar :
Undangan Terbuka. Gratis !!!
Hadirilah Seminar Nasional dg tema "Dunia Tanpa Kekerasan Prespektif Nahjul Balaghah" yang akan dilaksanakan pada
Hari/Tgl : Rabu, 15 Oktober 2014
Waktu : 08:00-13:00
Tempat : Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta
Narasumber:
Keynote Speaker :
1. Prof.Dr. Komaruddin Hidayat, MA >>>
tidak bisa hadir, akhirnya diwakili oleh salah satu dosen yang ada
2. Zara Fandeh (Duta Besar Iran) >>> menyampaikan sambutan cukup lama dengan memakai bahasa Persi dan diterjemahkan oleh Abdullah Beik, salah satu tokoh syiah alumni QUM
Pemateri:
1. Prof.Dr. Sayyed Monza Monzer
(Pakar Tafsir Iran)
3. Prof.Dr. Sukron Kamil, MA
(Dosen Adab dan Humaniora)
4. Prof.Dr. Zainun Kamaluddin, MA
(Guru Besar Ushuluddin)
5. Prof. Dr. Umar Shahab
(Dewan Pakar MUI)
>>>> tidak hadir
Fasilitas: Snack, Makan, Sertifikat.
Daftarkan diri anda Segera
Berikut liputannya sebagaimana disampaikan oleh wartawan syiahindonesia.com.
Waspadalah! Syiah Menyusup ke Kampus-Kampus Negeri Di Indonesia
Jakarta. Tampaknya gerakan Syiahisasi di Indonesia sudah mulai memperihatinkan. Syiah di Indonesia sudah mulai frontal menunjukan gigi taringnya di depan khalayak ramai.

Baru beberapa hari yang lalu diberitakan tentang tersusupnya paham Syiah di salah satu buku Kurikulum Agama Islam untuk Sekolah Dasar, kini bau Syiah juga tercium di kampus-kampus Negeri tanah air.

Kamis lalu (15/10/14), Kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat bekerjasama dengan Kedutaan Besar Iran untuk Indonesia menggelar Seminar Nasional yang bertajuk “Dunia Tanpa Kekerasan Perspektif Nahjul Balaghah”, di Auditorium Harun Nasution, Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

Acara tersebut juga merupakan iringan agenda perayaan Ghadir Khum yang jatuh pada tanggal 14 Ooktober lalu. Seminar yang dihadiri oleh ratusan Mahasiswa dari Kampus UIN itu mendatangkan ulama Syiah iran bernama Prof.Dr. Sayyed Monza Monzer dan Dr. Sayed Mufid Husaini serta dua Guru Besar UIN Prof.Dr. Zainun Kamaluddindan Prof.Dr. Sukron Kamil, MA sebagai narasumber.
Dalam pemaparannya, ke empat narasumber berbicara mengenai kedamaian dunia dalam prespektif Nahjul Balaghoh yang merupakan buku referensi primer aliran sesat Syiah. Secara tersirat mereka menyampaikan “dakwah taqorrub” atau dakwah pendekatan kepada kaum muslimin sebagai upaya memahamkan bahwa aliran Syiah adalah salah satu madzhab dalam Islam, dan tidak perlu ada pertikaian antara Ahlus Sunnah dan Syiah lantaran perbedaan dalam keduanya hanyalah bersifat furu’, sedang Islam adalah agama kasih sayang bagi seluruh alam.

“kalau umat islam mau ada perdamaian internal atau yang disebut ukhuwah islamiyah, maka yang diperhatikan bukan titik furu’iyah tetapi titik ushul, itu pasti terjadi perdamaian.” Pungkas Zainun Kamaluddin, salah satu narasumber acara.

Lebih lanjut, Dosen Adab dan Humaniora ini menganggap bahwa rukun Iman dalam Islam adalah hal furu’iyah yang sejatinya tidak perlu diperdebatkan dan menjadi bahan perpecahan, sehingga Syiah dan sunni bisa “bersatu”.

“Orang sering berbeda antara sunni dan Syiah misalnya, nah sebenarnya orang kalau kembali kepada titik ushul yang ada di Quran terutama yang ushul rukun imannya kan sama dalam tiga hal yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir,  dan beriman kepada nubuwat ..., hanya saja sunni mengambil rukun iman dari hadits nabi yang ketika ditanya apa itu iman, maka nabi menjawab 5 hal itu.” Tambahnya.

Padahal, rukun dalam islam adalah hal prinsip atau ushul, yang kalau salah satu dari rukun itu tidak dikerjakan atau bahkan tidak dipercayai, maka Iman tersebut tidaklah sah.

Selain usaha pendekatan seperti diatas, diungkap juga bahwa Nahjul Balaghoh merupakan salah satu kitab yang di kaji di kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat di Fakultas Adab dan Humaniora.

Kaum muslimin perlu waspada terhadap gerakan Syiah semacam ini. Dengan halus mereka menyampaikan bahwa mereka adalah teman akrab kaum muslim, namun disisi lain, mereka punya proyek terselubung dalam misi mereka. Lihatlah sejarah! Bagaimana Syiah dengan liciknya membaur dengan kaum muslimin, dan usai mereka punya kekuatan, mereka akan menusuk kaum muslimin dari belakang, sebagaimana sejarah membuktikannya, juga sebagaimana negeri-negeri Arab seperti Irak dan Suriah. Semoga kita termasuk dari orang-orang yang dibukakan matanya oleh Allah akan makar Syiah. Wallohu musta’an.

Ulama Syiah ungkap keyakinan sesat mereka di depan Mahasiswa UIN
Jakarta - Kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat bekerjasama dengan Kedutaan Besar Iran untuk Indonesia menggelar Seminar Nasional yang bertajuk “Dunia Tanpa Kekerasan Perspektif Nahjul Balaghah”, di Auditorium Harun Nasution, Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Rabu (15/10).

Acara yang berlangsung dari pukul 08.00 WIB hingga Dzuhur itu menghadirkan ulama Syiah iran bernama Prof.Dr. Sayyed Monza Monzer sebagai salah satu narasumber. Ia merupakan pakar tafsir Iran sekaligus Hujjatullah Ayatullah Syiah di Iran. Adapun narasumber yang lainnya berasal dari Kampus UIN, yaitu Prof.Dr. Zainun Kamaluddin dan Prof.Dr. Sukron Kamil, MA yang diduga cenderung punya cara berfikir ala orang Syiah.

Dalam kesempatan tersebut Prof. DR. Sayyed Monzer Hakim melakukan pendekatan kepada audiance sebagai upaya “dakwah taqorrub” atau dakwah pendekatan sebagai upaya memahamkan bahwa aliran Syiah adalah salah satu madzhab dalam Islam, dan tidak perlu ada pertikaian antara Ahlus Sunnah dan Syiah,  karena Islam adalah agama Rahmah (agama kasih sayang).

Pemateri dari UIN, Sukron Kamil menyampaikan bahwa jika perlu ada “perdamaian”, maka haruslah memperhatikan titik ushul, bukan furu’.

“kalau umat islam mau ada perdamaian internal atau yang disebut ukhuwah islamiyah, maka yang diperhatikan bukan titik furu’iyah tetapi titik ushul, itu pasti terjadi perdamaian.” Pungkas Sukron Kamil, salah satu narasumber acara.

Lebih lanjut, Dosen Adab dan Humaniora ini menganggap bahwa rukun iman dalam Islam adalah hal furu’iyah yang sejatinya tidak perlu diperdebatkan dan menjadi bahan perpecahan, sehingga Syiah dan sunni bisa “bersatu”.

“Orang sering berbeda antara sunni dan Syiah misalnya, nah sebenarnya orang kalau kembali kepada titik ushul yang ada di quran terutama yang ushul rukun imannya kan sama dalam tiga hal yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir,  dan beriman kepada nubuwat . . . . hanya saja sunni mengambil rukun iman dari hadits Nabi yang ketika ditanya apa itu iman, maka Nabi menjawab 5 hal itu,” tambahnya.

Padahal, rukun dalam islam adalah hal prinsip atau ushul, yang kalau salah satu dari rukun itu tidak dikerjakan atau bahkan tidak dipercayai, maka Iman tersebut tidaklah sah.

Lebih jauh dari itu, Guru Besar UIN Prof.Dr. Zainun Kamaluddin membuat statemen bahwa sejatinya kekhilafahan sepeninggal Nabi dipegang oleh Ali bin Abi Thalib, namun untuk mencegah kekerasan dan pertikaian, maka hak kekhilafahan Ali bin Abi Thalib diberikan kepada Abu Bakar, kemudian Ummar dan Utsman kala itu.

Nampaknya, seminar yang dihadiri sekitar 600 mahasiswa UIN dan orang umum itu menjadi bumerang bagi Syiah. Hal ini karena justru pemaparan mereka mengungkap segala keyakinan mereka dalam ajaran Syiah. Pasalnya, audiance yang diberi kesempatan untuk bertanya dalam sesi tanya jawab membantah beberapa statement-statement nyleneh yang paparkan oleh narasumber, dan dalam bantahannya itu para mahasiswa yang merupakan peserta seminar memberikan apresiasi dan dukungan kepada si penanya.

Dalam sesi tanya jawab tersebut, ada juga salah seorang penanya dari Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada UIN Syarif Hidayatullah yang telah menyelenggarakan dialog semacam ini, karena sungguh jarang Syiah sekaligus Ulamanya langsung mengungkapkan keyakinan mereka di depan khalayak ramai, apalagi dalam dialog berupa seminar bertaraf Nasional.

“saya ingin menyampaiakn penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak Universitas Syarif Hidayatullah yang telah berkenan menyelenggarakan acara dari pagi hingga siang hari ini. Hal ini paham buat saya, pak moderator, karena acara semacam ini apalagi di hadiri oleh kaum minoritas atau syiah atau ahlul bait, boro-boro merkea menyampampaikan buah pikiran mereka ..... penghormatan kami kepada pak moderator, pak zaitun dan pak kamil juga kepada para mahsiswa berkenan membuka diri untuk mendengarkan secara sekilas mengenai prespektif Nahjul Balaghoh yang sejatinya ini adalah inti dari ajaran Syiah” ungkap salah seorang penanya.

Memang betul, acara semacam ini bisa memukul balik Syiah, proyek yang tujuannya adalah mendoktrin kaum muslimin untuk berpemahaman ala syiah malah justru menjadi moment untuk menyingkap ta’bir syubhat sesat pemikiran syiah lewat mulut-mulut mereka sendiri. Namun, hal itu tentu dengan dibarengi pemahaman yang lurus sesuai akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan memahamkan pula kepada peserta akan kekeliruan materi yang disampaikan. (Nisyi/Syiahindonesia.com)
Syiah gelar seminar “Dunia Tanpa Kekerasan Perspektif Nahjul Balaghah” di UIN Ciputat
Jakarta - Rabu lalu (15/10) , Kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat bekerjasama dengan Kedutaan Besar Iran untuk Indonesia menggelar Seminar Nasional yang bertajuk “Dunia Tanpa Kekerasan Perspektif Nahjul Balaghah”, di Auditorium Harun Nasution, Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.

Acara yang dihadiri sekitar 600 mahasiswa dan peserta umum itu menghadirkan ulama Syiah Iran Prof.Dr. Sayyed Monza Monzer dan dan Dr. Sayed Mufid Husaini serta dua Guru Besar UIN Prof.Dr. Zainun Kamaluddindan Prof.Dr. Sukron Kamil, MA sebagai narasumber.

Acara semacam ini tak lain adalah agenda kaum Syiah dalam upaya pendekatan kepada Ahlus Sunnah. Dimana mereka menanamkan pemahaman bahwa aliran Syiah adalah salah satu madzhab dalam Islam dan tidaklah perlu ada perselisihan antara keduanya.

“kalau umat islam mau ada perdamaian internal atau yang disebut ukhuwah islamiyah, maka yang diperhatikan bukan titik furu’iyah tetapi titik ushul, itu pasti terjadi perdamaian.”Pungkas Zainun Kamaluddin, salah satu narasumber acara.

Lebih lanjut, Dosen Adab dan Humaniora ini menganggap bahwa rukun iman dalam Islam adalah hal furu’iyah yang sejatinya tidak perlu diperdebatkan dan menjadi bahan perpecahan, sehingga Syiahdan sunni bisa “bersatu”.

“Orang sering berbeda antara sunni dan Syiah misalnya, nah sebenarnya orang kalau kembali kepada titik ushul yang ada di quran terutama yang ushul rukun imannya kan sama dalam tiga hal yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir,  dan beriman kepada hari akhir ... sedangkan dalam Syiah ada Imamah dan Nubuwat .... sebenarnya keduanya sama, hanya saja memang sunni mengambil rukun iman dari hadits nabi yang ketika ditanya apa itu iman, maka nabi menjawab 5 hal itu.” Tambahnya.

Padahal, rukun dalam islam adalah hal prinsip atau ushul, yang kalau salah satu dari rukun itu tidak dikerjakan atau bahkan tidak dipercayai, maka tidak sah Iman itu.

Jika kita hendak belajar Islam, maka kita harus belajar dari sumbernya, maka jika kita hendak mempelajari aliran sesat, tentu kita juga layak mempelajari dari sumbernya pula. Tema yang diangkat dalam seminar adalah membahas tentang prespektif kedamaian dalam kitab Nahjul Balaghoh, kitab referensi primer Syiah.

Bagaimana sebenarnya hakikat Kitab Nahjul Balaghoh? Siapakah pengarangnya? Bagaimakah ulama Islam memandang kitab tersebut? Apakah boleh mengambil riwayat dari kitab tersebut? dan Apa perlu kitab tersebut dijadikan rujukan?

Berikut beberapa komentar ulama mengenai kitab Nahjul Balaghoh yang dikarang oleh seorang Syi’ah Rafidhah bernama al-Murtadla Abi Thalib Ali bin Husein bin Musa Al Musawi (w th. 436 Hijriyah):

Imam adz-Dzahabi berkata –ketika membahas biografi orang ini– sebagai berikut: “Dia adalah penghimpun kitab Nahjul Balaghoh yang menyandarkan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab ini kepada Imam Ali radhiallahu ‘anhu tanpa disebutkan sanad-sanadnya. Sebagian besar kalimat-kalimat itu batil, meskipun juga di dalamnya ada hal yang benar. Namun ucapan-ucapan palsu yang terdapat dalam kitab ini mustahil diucapkan oleh Imam Ali”. (Siyar A’lamin Nubala,17/589-590).

Beliau juga berkata:”…Barang siapa yang melihat buku Nahjul Balaghoh ini, maka ia akan yakin bahwa ucapan-ucapan itu adalah dusta atas nama Amirul Mukminin Ali radhiallahu ‘anhu , karena di dalamnya terdapat caci-makian yang sangat jelas terhadap dua tokoh besar shahabat yaitu Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma . Juga tedapat ungkapan-ungkapan yang kaku (menurut kaidah sastra arab, pent) yang bagi orang yang telah mengenal jiwa bangsa Quraisy (dan tingginya bahasa mereka, pen. ) dari kalangan para shahabat dan orang-orang setelahnya akan mengerti dengan yakin bahwa kebanyakan isi kitab tersebut adalah batil. (Mizanul i’tidal 3/124 Lisanul Mizan 4/223).

Ibnu Sirin menilai bahwa seluruh apa yang mereka (kaum Syi’ah) riwayatkan dari Ali radhiallahu ‘anhu semuanya kedustaan. (Al-‘ilmus Syamikh, hal 237)

Demikian pula Al-Khathib al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaqir rawi wa adibis sami’ telah memberikan isyarat tentang Kedustaan kandungan kitab ini”.

Beliau berkata : “Adapun yang mirip dengna apa yang kita sebutkan tai adalah hadits-hadits tentang malahim (peperangan). Tidaklah didalamnya itu terdapat hadits-hadtis nabi, namun sesungguhnya kebanyakan yang ada adalah palsu, dan mayoritas hanya dibuat-buat, seperti kitab yang dinisbatkan kepada daniyal (daniel), dan khutbah yang (dinisbatkan) periwayatannya kepada ali bin abi thalib.” (juz 2 hal. 161)

Syaikhul IslamIbnu Taimiyah berkata: “… sebagian besar khutbah-khutbah yang dinukil penyusun kitab Nahjul Balaghoh adalah dusta atas nama Ali radhiallahu ‘anhu . Beliau terlalu mulia dan terlalu tinggi kapasitasnya untuk berbicara dengan ucapan seperti itu. Tetapi mereka mereka-reka kebohongan dengan anggapan bahwa hal itu sebagai sanjungan. Sungguh Itu bukanlah kebenaran, bukan pula merupakan sanjungan…. (Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, 8/55-56)

Al qodhiy muhammad bin 'abdillah abu bakr bin al 'arobiy al ma'aririfiy al asybiliy al maliki (W 543 H) berkata : “Kitab Nahjul Balaghoh adalah satu diantara kitab-kitab yang dijadikan referensi oleh Syi’ah. Mereka menyandarkan (perkataan2 didalanmnya) kepada ‘ali radhiyallahu ‘anhu. Namun hakikatnya adalah sebagian saja. Malahan kebanyakan adalah (perkataan2nya) ridho dan murtadho dua orang yang bermadzhab Syi’ah. Didalam kitab tersebut terdapat tipu muslihat, fitnah (kebohongan) yang sangat banyak.” (Al'awashim Minal Qowashim Fie Tahqiq Muwafaqoshohabah Ba'da Wafatinnabiy Shalallahu 'Alaihi Wasalam, Darul Jil, Berut, Lebanon, Cet 2, Tahun 1987 M/1407 H, Juz 1hal 274).
sumber : syiahindonesia.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar