Senin, 14 Mei 2012

FAKTA SYIAH DI GARUT

Syiah di Garut sudah ada sejak beberapa waktu yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya sebuah ormas Syiah yang resmi memang diakui oleh pemerintah Indonesia. Ormas ini hampir tersebar luas di seluruh Indonesia. Tidak terkecuali di Garut. Ormas Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) sudah masuk dalam daftar  Yayasan Dan Lembaga Kemasyarakatan Yang Tercatat di Kantor Kesbang Dan Linmas Kabupaten Garut. Yayasan tersebut beral mat Jl.Patriot No.54 Garut . Yayasan itu diketuai Drs. Sulaeman dan Unuk sebagai sekertarisnya. (sumber : http://garutkab.go.id/statics/detail/sosbud_sosial_lainnya_lsm_yayasan/ ).


Warga menolak keberadaan Syiah di Garut
     Pada Hari Jumat (27 Januari 2012) Kepolisian Resort Garut, Jawa Barat, melindungi 19 penganut ajaran Islam Syiah di Desa Margaluyu, Kecamatan Cikajang. Polisi memboyong warga Syiah itu ke Markas Kepolisian Resort Garut di Jalan Sudirman, Karangpawitan, karena merasa terancam oleh warga setempat. Hal sebagaimana diberitakan di situs tempo.co.id. Berikut  kutipan lengkapnya:
TEMPO.CO, Garut - Kepolisian Resort Garut, Jawa Barat, melindungi 19 penganut ajaran Islam Syiah di Desa Margaluyu, Kecamatan Cikajang. Polisi memboyong warga Syiah itu ke Markas Kepolisian Resort Garut di Jalan Sudirman, Karangpawitan, karena merasa terancam oleh warga setempat.

“Pengamanan ini sengaja kami lakukan untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan,” ujar Kepala Kepolisian Resort Garut, Ajun Komisaris Besar Polisi Enjang Hasan Kurnia, kepada Tempo, Jumat, 27 Januari 2012. Apalagi, katanya, tindakan perlindungan itu atas permintaan penganut Syiah.

Menurut dia, perselisihan ini akibat warga setempat tersinggung atas tindakan penganut Syiah ketika berlangsung salat Jumat pada 20 Januari lalu. Saat khotib khotbah, semua penganut Syiah meninggalkan masjid. Jemaah lain kaget. Warga menilai kepergian warga Syiah itu dipicu isi khotbah Jumat. Karena ingin kejelasan, sejumlah warga mendatangi penganut ajaran Syiah. “Warga merasa tersinggung mau melakukan konfrontasi dengan tujuan menanyakan dulu,” ujar Enjang.

Namun kedatangan warga ini dianggap sebagai ancaman oleh panganut Syiah. Mereka langsung mendatangi Kantor Kepolisian Sektor Cikajang untuk meminta perlindungan. Karena takut terjadi pertikaian yang lebih besar, warga Syiah pun diboyong ke Markas Kepolisian Resort Garut.

Untuk meredam pertikaian ini, lanjut Enjang, pihaknya telah berupaya melakukan mediasi dengan warga. Bahkan dialog pun digelar antara warga dan jajaran musyawah pimpinan kecamatan hingga Jumat dini hari tadi. “Hasilnya belum 100 persen tapi sudah ada kesepakatan untuk menjaga Garut kondusif, seluruh warga Syiah sudah kami kembalikan ke rumah masing-masing tadi pagi,” ujar Enjang.

Perselisihan warga Syiah ini bukan yang pertama kali terjadi. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, dalam tiga tahun terakhir ini telah terjadi dua kali perselisihan antara penganut Syiah dan warga setempat. Pemicunya diduga karena berbeda pandangan dalam memahami ajaran Islam. SIGIT ZULMIR
(sumber : http://www.tempo.co/read/news/2012/01/27/178380060/Diusir-Warga-Garut-Polisi-Lindungi-Penganut-Syiah)

Fakta lain yang menunjukkan keberadaan aliran syiah di Garut adalah partisipasi mereka dalam mengikuti acara tahunan yang wajib biasanya bagi mereka untuk menghadirinya. Pada hari Selasa tanggal 6 Desember 2011 , Ribuan Jamaah dari Garut, Cirebon, Sukabumi, Sumedang, dan daerah lainnya di Jawa Barat menghadiri perayaan Asyura di kediaman Habib Alwi Khadim Assegaf di kawasan Jln. Kembar VI No. 8 Bandung dan di GOR Kawaluyaan yang diselenggarakan Yayasan Muthahhari Bandung.
Berikut kutipan berita selengkapnya :

Ribuan Umat Muslim Hadiri Malam Asyura

Ada dua peristiwa besar pada bulan Muharam ini yang sering diperingati kaum muslim. Pertama, peringatan tahun baru Hijriah yang jatuh pada tanggal 1 dan kedua, tragedi terbunuhnya Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW di padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam. Tahun ini, 10 Muharam bertepatan dengan tanggal 6 Desember.
Dari keduanya, peringatan tragedi Karbala memiliki dimensi tersendiri meskipun lebih sedikit yang memperingatinya. Begitu membekasnya peristiwa itu, sehingga menumbuhkan sebuah tradisi di tengah masyarakat sebagai bentuk penghormatan atas syahidnya Imam Husein. Telah lahir demikian banyak puisi, prosa, buku, drama, bahkan film yang mengambil tema Karbala. Terkait dengan peringatan tersebut, Selasa (6/12) malam, ribuan jemaah menghadiri malam Asyura yang digelar di kediaman Habib Alwi Khadim Assegaf di kawasan Jln. Kembar VI No. 8 Bandung dan di GOR Kawaluyaan yang diselenggarakanYayasan Muthahhari.
Pada acara di kediaman Habib Alwi Assegaf, Asyura dihadiri Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan serta sejumlah anggota DPR, DPRD Jabar, dan Kota Bandung. Sedangkan Wali Kota Bandung Dada Rosada yang dijadwalkan datang ternyata berhalangan hadir. Para jemaah berdatangan dari wilayah Garut, Cirebon, Sukabumi, Sumedang, dan daerah lainnya di Jawa Barat. Mereka dengan khusyuk mendengarkan ceramah dari Habib. Hujan yang mengguyur Kota Bandung tidak membuat para jemaah mengurungkan niatnya menuntut ilmu dalam peringatan kematian cucu Nabi Muhammad SAW ini.
Sisi hitam
Peristiwa di Karbala adalah fragmen yang mengabarkan salah satu sisi hitam dalam sejarah Islam. Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, penerus ajaran Nabi dan lambang kesucian, berhadapan dengan Yazid bin Muawiyah, penguasa tiran dan lambang kezaliman. Sudah digariskan hukum alam, kesucian dan kezaliman tidak bisa berjalan bergandengan.
Sebuah perang yang tidak seimbang terjadi. Imam Husein dengan sekitar 70 pengikutnya berhadapan dengan sekitar 30.000 tentara Yazid yang dikomandani Ubadilillah bin Ziyad. Dalam rasa haus yang sangat, karena Yazid menutup akses rombongan Husein ke Sungai Eufrat, anggota kafilah kecil ini satu per satu gugur dengan mengenaskan. Termasuk anakanak kecil dan para wanita yang tidak berdaya.
Puncaknya, Imam Husein syahid dan kepalanya dipenggal, lalu diarak ke istana Yazid bin Muawiyah. Banyak penduduk Irak meratapinya, karena mereka tahu persis siapa lelaki yang disebut Rasulullah sebagai pemuka para penghuni surga itu. Rasulullah sendiri telah meramalkan kematian tragis cucu kesayangannya ini jauh-jauh hari.
Peristiwa terbunuhnya Imam Husein terjadi pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah. Tanggal tersebut dikenal dengan nama Hari Asyura. Lidah Jawa melafalkannya menjadi suro. Kaum muslimin di beberapa negara menyelenggarakan peringatan Asyura secara besar-besaran. Asyura menjadi ritual wajib tahunan yang tidak bisa ditinggalkan. Mereka mengadakan semacam teater massal di tempat terbuka. Lalu kisah penderitaan Husein dibacakan.
Kemudian mereka melakukan arak-arakan sambil meneriakkan kalimat, “Setiap hari adalah Asyura, setiap tempat adalah Karbala.” Kalimat yang bermakna sangat dalam. Bahwa tidak ada waktu dan tempat yang kosong bagi perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Hanya ada dua pilihan, berjuang bersama kafilah Husein atau berada dalam barisan Yazid.
Menyejukkan
Sementara itu, acara yang digelar Habib Assegaf berlangsung dengan sangat menyejukkan. Bahkan tidak sedikit anak-anak kecil yang turut serta tertidur pulas. Sementara para jemaah berzikir mengikuti Habib yang terus memanjatkan doa.
Semakin malam, jemaah terus bertambah sekalipun penjagaan sangat ketat diberlakukan panitia.
Untuk mengantisipasi membludaknya jemaah, panitia sangat sigap dengan menyediakan tenda yang memanjang dari rumah Habib sampai ke Jln. Sriwijaya. Sejumlah aparat keamanan dari kepolisian maupun TNI juga berjaga- jaga. Namun hingga acara selesai suasana tetap kondusif.
Menurut ketua panitia, Risyad, peringatan Asyura diisi dengan ceramah dan senandung duka (maktam) guna mengenang perjuangan Imam Husein.
Tepat pukul 21.00 WIB acara usai dan ribuan jemaah pulang dengan tertib. Panitia mengatur mereka menuju kendaraan yang akan membawanya kembali ke daerahnya masing-masing.
Menurut ketua panitia, Risyad, peringatan Asyura diisi dengan ceramah dan nyanyian senandung duka (maktam) guna mengenang perjuangan Imam Husein bin Ali, yang tak lain cucu Nabi Muhammad SAW.
Asyura diperingati kaum Syiah untuk mengenang kematian Imam Husein pada 10 Muharam 61 Hijriah.
Hari Asyura adalah hari ke- 10 pada bulan Muharam dalam kalender Islam. Sedangkan Asyura sendiri berarti kesepuluh. Hari ini menjadi terkenal karena bagi kalangan Syiah dan sebagian kaum sufi, Asyura merupakan hari berkabung atas syahidnya Husein bin Ali, cucu Nabi pada pertempuran Karbala (680 M).
Tetapi kalangan Sunni meyakini Nabi Musa berpuasa pada hari tersebut untuk mengekspresikan kegembiraan karena kaum Yahudi sudah terbebas dari Firaun (eksodus). Menurut tradisi Sunni, Nabi berpuasa pada hari tersebut dan meminta orang-orang untuk berpuasa.
Penganut syiah
Sementara itu, Yayasan Muthahhari yang dipimpin cendekiawan Jalaluddin Rakhmat juga melaksanakan peringatan Asyura di GOR Kawaluyaan, Kompleks Istana Kawaluyaan, Jln. Soekarno-Hatta Bandung. Diperkirakan 4.000 penganut Syiah di Jawa Barat menghadiri peringatan Asyura yang digelar Yayasan Muthahhari.
Peringatan tragedi Karbala selalu digelar setiap tahun oleh Yayasan Muthahhari yang terletak di Jln. Kiaracondong Bandung.
Peringatan dimulai pukul 18.30 WIB dan dihadiri jemaah dari berbagai daerah, di antaranya Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Panitia juga mengundang organisasi kemasyarakatan Islam.
Peringatan Asyura diisi dengan berbagai kesenian, di antaranya pertunjukan teater “Palagan Karbala” yang menceritakan tewasnya Imam Husein, cucu Nabi Muhammad SAW pada 10 Muharram 61 H. Acara puncak berupa renungan yang dipimpin Jalaluddin Rakhmat.
Sayangnya pada peringatan tahun ini Yayasan Muthahhari tidak menampilkan tarian sufi yang memiliki daya tarik tersendiri. Namun meski tidak menyajikan tarian sufi, panitia menyajikan kesenian lokal di mana syair Imam Husein dibawakan dengan budaya Indonesia.

     Bukti lain  keberadaan Syiah di Garut adalah adanya seorang anak yang masuk ke Syiah setelah adanya perkawinan dengan penganut Syiah. Terjerumusnya seorang wanita yang bernama Leli-25 tahun (nama samaran) ke dalam Syiah  - putri pertama dari  Bpk Agus-60 tahun (nama samaran), warga Perum Tanjung Tarogong Kaler Garut- karena pengaruh dari seorang gurunya sewaktu di bangku SMP di Cibatu.  Pengaruh Syiah masih  terus berkanjut selepas SMP hingga Leli masuk ke Perguruan Tinggi di STAIPI Garut. Dan berujung pada pernikahannya  dengan seorang lelaki Syiah (kira-kira tahun 2010 lalu). 

     Bukti terakhir adanya syiah di Garut menurut data yang kami miliki adalah adanya pengajian Syiah Desa Ciparay, Suci, Garut yang di asuh Oleh Ust. Wahyu Yunus.
Abu Miqthal, sumber info : kontributor faktasyiah.blogspot.com Garut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar