Beredar isu macam-macam tentang sekolah-sekolah Muthahhari. Ada yang tanya bahwa anak-anak di Muthahhari shalatnya ketika rukuk, mereka lakukan sambil berputar. Ada lagi yang bilang, shalatnya bisa sambil minum. Ada juga yang mengatakan anak-anak Muthahhari tak shalat Ashar.
Pernah ke Yayasan Muthahhari, datang seorang peneliti Departemen Agama. Ia ditugaskan kantornya untuk meneliti kelompok-kelompok keagamaan “non mainstream.”
“Pak, maaf, saya ditugaskan untuk meneliti kelompok-kelompok Islam non mainstream.” Ujarnya. Setiap tahun pendaftaran di Sekolah-sekolah Muthahhari, selalu saja ada yang bertanya tentang itu. Setelah seluruh penjelasan tentang sekolah, setelah seluruh pembicaraan tentang metode pembelajaran, keistimewaan dan keunikan, ada pertanyaan terakhir yang tersisa.
Di sekolah, Anak-anak SMA hanya membaca Yasin sebulan sekali, dari bakda Isya hingga kira-kira jam sepuluh. Anak-anak SMP seminggu sekali di waktu shalat Zhuhur berjamaah. Anak-anak SD belum ada acara doa bersama rutinan. Itu pun anak SMA masih memandangnya sebagai kewajiban.
“Mungkin, karena di sini memperingati Asyura?” peneliti menyampaikan pokok persoalan.
Pihak yayasan memberi keterangan: “Pak, Asyura bukan tradisi baru, juga bukan hanya kami. Di Sumatera Barat, di Bengkulu ramai diselenggarakan prosesi Tabut, tabot, tabuik untuk mengenang peristiwa itu. Orang Jawa memendekkannya dan menyebut bulan itu, bulan Suro. Di Sulawesi ada tradisinya, di Cirebon, Yogya dan sebagainya. Kami memperingati Asyura sebagai upaya kami untuk mencintai Rasulullah Saw. Sesuai semangat: berbahagialah dengan kebahagiaan saudaramu. Berdukalah dengan penderitaan saudaramu.”
Shalat Di Yayasan Muthahari Dijamak
“Nah kalau itu, bisa saya jawab Pak. Beredar isu macam-macam tentang sekolah-sekolah Muthahhari. Ada yang tanya bahwa anak-anak di Muthahhari shalatnya ketika rukuk, mereka lakukan sambil berputar. Ada lagi yang bilang, shalatnya bisa sambil minum. Ada juga yang mengatakan anak-anak Muthahhari tak shalat Ashar. Semua keliru. Semua isu. Datang saja ke Sekolah dan lihat sendiri kenyataannya, ketimbang mendengar kabar dari sini dan sana.
Yang terakhir mungkin ada benarnya, untuk anak-anak SD dan SMP. Bukan karena mereka tidak shalat Ashar. Tapi karena mereka tidak shalat Ashar di sekolah. Mereka pulang jam dua siang. Sebelum waktu shalat Ashar. Hanya anak SMA yang shalat Ashar di Sekolah, dijamak dengan shalat Zhuhur. Itu pun hanya beberapa hari saja. Rabu dan Jumat mereka tetap shalat Zhuhur dan Jumatan dan mengakhirkan shalat Ashar. Dan itu dibolehkan. Dalilnya banyak. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim pun ada, ayatnya pun dipertanggungjawabkan... anak-anak belajar kekayaan pengamalan keberagamaan, Pak.” Jawab pengurus yayasan.
Keluhan syiah
Di beberapa majelis pengajian, dibicarakan tentang Syiah. Diputarkan VCD lalu diperlihatkan hal-hal yang aneh-aneh, kemudian ditutup dengan kalimat, “Nah, hati-hati. Sekolah-sekolahnya ada di Bandung. Apa Ibu dan Bapak mau memasukkan anak ke sekolah seperti itu?” Di khutbah Jumat, Syiah digugat. Anak-anak yang mau mendaftar ke sekolah-sekolah kami ditakut-takuti. Bahkan ada pengajian di pusat pemerintahan yang juga menjelek-jelekkan sekolah-sekolah Muthahhari. Saya biasanya menjawab singkat (tapi jadi panjang kalau dituliskan).
Pertama, sekolah-sekolah Muthahhari itu punya pembinanya, ada atasan dan pengawasnya. Siapa? Orangtua-orangtua kami di Dinas Pendidikan. Bukankah ada pengawas yang rutin berkunjung? Ada pengawas Pendidikan Agama Islam yang rajin memantau. Ada akreditasi dan supervisi untuk menilai kinerja kami. Sekiranya ada yang aneh tentang Sekolah kami, mungkinkah Dinas membiarkannya tanpa mengawasi? Masyarakat juga tak heboh dengan kami, padalah sudah lebih dari duapuluh tahun kami hadir berbakti. SMA berdiri tahun 1992, bahkan dapat prestasi beberapa kali jadi Sekolah model, termasuk jadi Sekolah Percontohan untuk Pengembangan Budi Pekerti tingkat Nasional tahun 2003. Bagaimana mungkin sekolah aneh diangkat jadi sekolah model untuk pengembangan akhlak? Anak-anak SMA sudah begitu banyak berprestasi, mulai kompetisi dalam negeri hingga jadi duta budaya Indonesia di luar negeri. SMP Muthahhari di Rancaekek berdiri tahun 1997, gratis sejak dulu sebagai sumbangsih untuk masyarakat sekitar, dan menghasilkan anak-anak yang lulus 100 persen setiap pelaksanaan ujian nasional. Dinas Pendidikan setempat bahkan sering rapat di sekolah kami. SD Muthahhari yang di Bandung baru meluluskan dua angkatan, tapi sudah diakreditasi dan dapat ujian mandiri. Gedung dan tanah sudah milik sendiri. Akreditasi perdana, nilai kami 95 (dari 100), prestasi tersendiri. Anak-anak kami tersebar di berbagai sekolah swasta dan negeri. Ada juga yang lanjut ke luar negeri, dengan segudang prestasi. SMP Bahtera yang baru berdiri empat tahun lalu, juga kini sudah diakreditasi. Peringkat A pula.
Apa Hubungan Syiah Dengan Muthahari?
Apa hubungannya dengan Muthahhari? Sekolah-sekolah Muthahhari begitu gencar ‘diserang’ isu syiah?
Di Sekolah tidak diajarkan Syiah. Tapi yang kami ajarkan toleransi, penghormatan pada perbedaan, dan sikap untuk menghargai pendapat yang lain. Kalaupun ada yang dekat dengan keSyiahan itu adalah kecintaan kepada Rasulullah Saw dan keluarganya. Dan itu bukan milik orang Syiah. Keluarga Nabi adalah khazanah kemuliaan kaum Muslimin. Siapa pun boleh berguru kepada mereka. Siapa pun dapat menjadikan mereka teladan. Kata Imam Syafi’i, guru besar Mazhab Sunni Syafi’i di dunia, “Kalaulah disebut dosa, mencintai keluarga Nabi. Maka itulah satu-satunya dosa, yang takkan kuminta untuk diampuni.”
Pernah ke Yayasan Muthahhari, datang seorang peneliti Departemen Agama. Ia ditugaskan kantornya untuk meneliti kelompok-kelompok keagamaan “non mainstream.”
Acara sekolah Muthahari
“Pak, maaf, saya ditugaskan untuk meneliti kelompok-kelompok Islam non mainstream.” Ujarnya. Setiap tahun pendaftaran di Sekolah-sekolah Muthahhari, selalu saja ada yang bertanya tentang itu. Setelah seluruh penjelasan tentang sekolah, setelah seluruh pembicaraan tentang metode pembelajaran, keistimewaan dan keunikan, ada pertanyaan terakhir yang tersisa.
Di sekolah, Anak-anak SMA hanya membaca Yasin sebulan sekali, dari bakda Isya hingga kira-kira jam sepuluh. Anak-anak SMP seminggu sekali di waktu shalat Zhuhur berjamaah. Anak-anak SD belum ada acara doa bersama rutinan. Itu pun anak SMA masih memandangnya sebagai kewajiban.
“Mungkin, karena di sini memperingati Asyura?” peneliti menyampaikan pokok persoalan.
Pihak yayasan memberi keterangan: “Pak, Asyura bukan tradisi baru, juga bukan hanya kami. Di Sumatera Barat, di Bengkulu ramai diselenggarakan prosesi Tabut, tabot, tabuik untuk mengenang peristiwa itu. Orang Jawa memendekkannya dan menyebut bulan itu, bulan Suro. Di Sulawesi ada tradisinya, di Cirebon, Yogya dan sebagainya. Kami memperingati Asyura sebagai upaya kami untuk mencintai Rasulullah Saw. Sesuai semangat: berbahagialah dengan kebahagiaan saudaramu. Berdukalah dengan penderitaan saudaramu.”
Shalat Di Yayasan Muthahari Dijamak
“Nah kalau itu, bisa saya jawab Pak. Beredar isu macam-macam tentang sekolah-sekolah Muthahhari. Ada yang tanya bahwa anak-anak di Muthahhari shalatnya ketika rukuk, mereka lakukan sambil berputar. Ada lagi yang bilang, shalatnya bisa sambil minum. Ada juga yang mengatakan anak-anak Muthahhari tak shalat Ashar. Semua keliru. Semua isu. Datang saja ke Sekolah dan lihat sendiri kenyataannya, ketimbang mendengar kabar dari sini dan sana.
Yang terakhir mungkin ada benarnya, untuk anak-anak SD dan SMP. Bukan karena mereka tidak shalat Ashar. Tapi karena mereka tidak shalat Ashar di sekolah. Mereka pulang jam dua siang. Sebelum waktu shalat Ashar. Hanya anak SMA yang shalat Ashar di Sekolah, dijamak dengan shalat Zhuhur. Itu pun hanya beberapa hari saja. Rabu dan Jumat mereka tetap shalat Zhuhur dan Jumatan dan mengakhirkan shalat Ashar. Dan itu dibolehkan. Dalilnya banyak. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim pun ada, ayatnya pun dipertanggungjawabkan... anak-anak belajar kekayaan pengamalan keberagamaan, Pak.” Jawab pengurus yayasan.
Keluhan syiah
Di beberapa majelis pengajian, dibicarakan tentang Syiah. Diputarkan VCD lalu diperlihatkan hal-hal yang aneh-aneh, kemudian ditutup dengan kalimat, “Nah, hati-hati. Sekolah-sekolahnya ada di Bandung. Apa Ibu dan Bapak mau memasukkan anak ke sekolah seperti itu?” Di khutbah Jumat, Syiah digugat. Anak-anak yang mau mendaftar ke sekolah-sekolah kami ditakut-takuti. Bahkan ada pengajian di pusat pemerintahan yang juga menjelek-jelekkan sekolah-sekolah Muthahhari. Saya biasanya menjawab singkat (tapi jadi panjang kalau dituliskan).
Pertama, sekolah-sekolah Muthahhari itu punya pembinanya, ada atasan dan pengawasnya. Siapa? Orangtua-orangtua kami di Dinas Pendidikan. Bukankah ada pengawas yang rutin berkunjung? Ada pengawas Pendidikan Agama Islam yang rajin memantau. Ada akreditasi dan supervisi untuk menilai kinerja kami. Sekiranya ada yang aneh tentang Sekolah kami, mungkinkah Dinas membiarkannya tanpa mengawasi? Masyarakat juga tak heboh dengan kami, padalah sudah lebih dari duapuluh tahun kami hadir berbakti. SMA berdiri tahun 1992, bahkan dapat prestasi beberapa kali jadi Sekolah model, termasuk jadi Sekolah Percontohan untuk Pengembangan Budi Pekerti tingkat Nasional tahun 2003. Bagaimana mungkin sekolah aneh diangkat jadi sekolah model untuk pengembangan akhlak? Anak-anak SMA sudah begitu banyak berprestasi, mulai kompetisi dalam negeri hingga jadi duta budaya Indonesia di luar negeri. SMP Muthahhari di Rancaekek berdiri tahun 1997, gratis sejak dulu sebagai sumbangsih untuk masyarakat sekitar, dan menghasilkan anak-anak yang lulus 100 persen setiap pelaksanaan ujian nasional. Dinas Pendidikan setempat bahkan sering rapat di sekolah kami. SD Muthahhari yang di Bandung baru meluluskan dua angkatan, tapi sudah diakreditasi dan dapat ujian mandiri. Gedung dan tanah sudah milik sendiri. Akreditasi perdana, nilai kami 95 (dari 100), prestasi tersendiri. Anak-anak kami tersebar di berbagai sekolah swasta dan negeri. Ada juga yang lanjut ke luar negeri, dengan segudang prestasi. SMP Bahtera yang baru berdiri empat tahun lalu, juga kini sudah diakreditasi. Peringkat A pula.
Apa Hubungan Syiah Dengan Muthahari?
Apa hubungannya dengan Muthahhari? Sekolah-sekolah Muthahhari begitu gencar ‘diserang’ isu syiah?
Di Sekolah tidak diajarkan Syiah. Tapi yang kami ajarkan toleransi, penghormatan pada perbedaan, dan sikap untuk menghargai pendapat yang lain. Kalaupun ada yang dekat dengan keSyiahan itu adalah kecintaan kepada Rasulullah Saw dan keluarganya. Dan itu bukan milik orang Syiah. Keluarga Nabi adalah khazanah kemuliaan kaum Muslimin. Siapa pun boleh berguru kepada mereka. Siapa pun dapat menjadikan mereka teladan. Kata Imam Syafi’i, guru besar Mazhab Sunni Syafi’i di dunia, “Kalaulah disebut dosa, mencintai keluarga Nabi. Maka itulah satu-satunya dosa, yang takkan kuminta untuk diampuni.”