Rabu, 18 November 2020

PERTAUBATAN SYIAH MADURA MENURUT BBC


Ratusan pengungsi Syiah Sampang pengikut Tajul Muluk minta dibaiat jadi Muslim Suni: MUI sambut baik, Setara sebut 'negara alpa'

Ratusan warga Syiah asal Sampang, Madura, yang kini mengungsi di Rusunawa Puspo Agro, Sidoarjo, Jawa Timur, menyatakan berkomitmen akan meninggalkan keyakinan mereka dan kembali ke ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) atau Sunni.

"Kami ingin kembali ke jalan yang kami anggap ini jalan terbaik untuk saya, saudara-saudara saya dan keyakinan kami. Masalah kami bisa pulang [ke Sampang] atau tidak, itu bukan prioritas kami," kata pimpinan warga Syiah, Tajul Muluk alias Ali Murtadho, kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, Selasa (22/09).



Rencananya, warga Syiah tersebut akan dibaiat (berikrar untuk menjadi Muslim Sunni) di Kabupaten Sampang, namun waktunya belum ditentukan karena menunggu kesepakatan dari bupati dan pihak terkait di Sampang.

Sebelumnya, sebagian besar ulama Madura meminta para pengikut Syiah itu untuk meninggalkan ajaran mereka jika ingin kembali tinggal di Madura.

Setelah delapan tahun berlalu sejak konflik berdarah menewaskan satu warga Syiah Sampang pada 2012, Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menilai keputusan yang diambil Tajul Muluk dan pengikutnya menunjukkan "kealpaan dan kelemahan pemerintah dalam mencari solusi konflik kebebasan beragama".

Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sampang, Bukhori Maksum, menyambut baik keputusan Tajul Muluk dan para pengikutnya.

Ia menolak pernyataan jika negara disebut abai dan lemah dalam mencari solusi atas warga Syiah tersebut.

Bukhori menambahkan, ia belum bisa berkomentar mengenai masa depan mereka sampai ada kesepakatan bersama antara pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan ulama di Sampang.
'Ini keputusan terbaik untuk saya dan saudara saya'
Sejumlah perempuan pengungsi Syiah asal Sampang Madura menyiapkan makanan berbuka puasa di rumah susun penampungan di Sidoarjo, Jawa Timur.

Sejumlah perempuan pengungsi Syiah asal Sampang Madura menyiapkan makanan berbuka puasa di rumah susun penampungan di Sidoarjo, Jawa Timur.

Sekitar delapan tahun berjuang dalam pengungsian, Tajul Muluk alias Ali Murtadho dan mayoritas pengikutnya memutuskan untuk meninggalkan keyakinan mereka dan kembali ke ajaran Aswaja yang dipeluk mayoritas masyarakat Islam Indonesia.

Saat ditanya alasannya, Tajul Muluk menjawab, "Ini tanggung jawab saya sebagai orang yang dipercaya saudara-saudara yang lain yang ikut saya. Ketika saya mau menemukan bukti maka saya harus memberi tahu bahwa benar apa adanya seperti yang dikeluarkan MUI."

"Kami ingin kembali ke jalan yang kami anggap jalan terbaik untuk saya, saudara saya, dan keyakinan kami. Masalah kami nanti bisa pulang atau tidak, itu bukan prioritas kami," kata Tajul.

Mengapa butuh waktu hingga delapan tahun untuk kembali menganut Sunni, alasanTajul karena proses pencarian dan menerima tidak instan.

"Kami belum punya bukti dan kami anggap semua itu masih isu. Lalu kami pelajari perlahan-lahan, banyak membaca dan mendengar dari banyak sumber, dan akhirnya kami memberikan keputusan untuk kembali," jelasnya.

Tajul menambahkan, keputusan ini telah disampaikan secara terbuka kepada Pemda Sampang dan aparat terkait sejak Maret lalu. Namun rencana untuk kembali ke ajaran Aswaja sudah muncul sejak dua tahun lalu.

"Kami butuh proses panjang, tidak segampang itu meyakinkan teman-teman, karena ini menjadi sebuah keyakinan," kata Tajul.

"Sekarang ini sudah menjadi kesepakatan bersama kami. Tidak ada tekanan dan tertekan karena ini inisiatif saya sendiri," kata Tajul saat ditanya apakah ada tekanan dalam mengambil keputusan.

Apakah ada pengikutnya yang kecewa dengan keputusan ini, Tajul mengiyakan karena ada dari mereka yang telah berkorban nyawa, harta, terluka fisik hingga dipenjara.
Tajul Muluk alias Ali Murtadho saat menjalani proses persidangan.

"Sudah ada 80% yang siap [dibaiat], dan rencananya di Sampang, waktunya belum ditentukan tergantung Bapak Bupati," ujar Tajul.

Tajul berharap agar ia dan pengikutnya yang mengungsi dari Sampang dapat kembali ke Madura.

"Ke depan semua bisa selesai, yang terputus bisa tersambung, dan yang rusak bisa diperbaiki, itu saja," tutupnya.

Ormas Syiah di Indonesia, Ahlul Bait Indonesia (ABI) melihat keputusan yang diambil Tajul Muluk merupakan hal yang wajar karena merupakan bentuk kebebasan beragama. Ia berharap jika keputusan tersebut diambil bukan karena adanya tekanan.
"Kami terus melakukan pendampingan hingga Maret kemarin. Karena ada perubahan dari Tajul Muluk sendiri dan menginstruksikan jemaahnya untuk tidak berhubungan dengan ABI, sejak itu terhenti, tidak ada pendampingan dan komunikasi lagi, saya tidak tahu dilatarbelakangi apa," kata Sekretaris Jenderal DPP ABI, Ali Ridho Assegaf.

Ali Ridho juga berharap agar keputusan Tajul tidak menciptakan perpecahan di internal warga Syiah yang hidup dalam kesulitan di pengungsian.

"Jangan ada pemaksaan kepada pengikutnya, segera perbedaan diselesaikan baik-baik, karena kebebasan masing-masing untuk berkeyakinan," tambahnya.

Saat ini, terdapat sekitar 83 kepala keluarga yang terdiri dari 349 jiwa yang menempati Rusunawa di Sidoarjo, dan dari jumlah tersebut akan ada sekitar 300 orang dewasa yang akan menjalani baiat.

Jumlah itu berkurang dibandingkan sebelumnya yang hampir 500 jiwa (jumlah yang mengungsi pertama kali dari Sampang ke Rusunawa Sidoarjo).

'Kompromi dan keputusan rasional'

Keputusan yang diambil oleh Tajul Muluk dan pengikutnya, menurut Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, merupakan hak setiap warga negara.
"Negara berperan sebagai fasilitator dan mediator, berlarut-larutnya penyelesaian hingga delapan tahun tanpa solusi menunjukan negara alpa, memilih jalan aman, dan lemah, sehingga terlihat tidak melakukan apa-apa," kata Tigor.

"Saya melihat akhirnya dia [Tajul] harus berkompromi karena dia melihat jika bertahan juga tidak ada kepastian akan solusi apalagi kepastian bisa kembali ke kampung halamannya karena negara seakan-akan sudah angkat tangan. Sudah lebih dari tujuh tahun persoalan itu jadi pilihan rasional yang diambil Tajul Muluk," katanya.

Menurut Tigor, bertahan bertahun-tahun dalam pengungsian menyebabkan ketegangan psikologi di antara warga Syiah yang mayoritas latar belakang petani.
Pengungsi Syiah asal Sampang melakukan salat Jumat di masjid Sunni di rusun Sidoarjo.
Mereka adalah masyarakat agraris yang bekerja di alam bebas namun dipaksa tinggal di rumah susun yang memiliki ruang terbatas.

"Siapa yang mampu bertahan hidup dalam kondisi yang berbeda dengan yang selama ini dijalani, di lingkungan sosial berbeda, alam berbeda, dan ini menimbulkan ketegangan psikologis sendiri. Maka tanggung jawab Tajul muluk untuk mengambil keputusan ini, keputusan rasional," kata Tigor.

Senada dengan itu, mantan Ketua Forum Rekonsiliasi Syiah Sampang, Abd A'la, berharap keputusan Tajul Muluk dan pengikutnya diambil tanpa ada unsur paksaan.

"Kalau berangkat dari keyakinan, maka tidak otomatis seluruh pengikut Tajul Muluk akan ikut, untuk itu perlu dialog, jangan ada pemaksaan, dan kedua pihak harus saling menghargai atas kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata Abd.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sampang, Bukhori Maksum, menyambut baik keputusan Tajul Muluk dan para pengikutnya yang disebut meninggalkan ajaran Syiah dan kembali ke Sunni.

"Kalau mereka betul-betul kembali secara baik, bukan karena syarat, bukan pakai pura-pura, insya Allah kami menyambut baik. Kami berharap mereka kembali ke ajaran Sunni," kata Bukhori.

Ia juga menolak anggapan jika negara, baik pemerintah daerah, MUI dan pihak terkait abai dan lemah dalam mencari solusi atas warga Syiah tersebut.

Menurutnya, negara telah berperan maksimal untuk mengembalikan warga Syiah itu ke "jalan yang benar".

"Kami selalu berupaya untuk meminta mereka kembali ke jalan dan ajaran yang benar, betul-betul tobat secara tulus dan utuh, tidak parsial," tambah Bukhori.

Saat ditanya tentang kemungkinan Tajul Muluk dan pengikutnya dapat kembali ke Madura, Bukhori belum bisa menjawab.

Menurutnya para pihak terkait seperti pemerintah daerah, ulama, MUI dan tokoh masyarakat se-Madura akan mengadakan rapat terkait keputusan terkait hal tersebut.

"Tergantung kesepakatan besok, tidak bisa komentar lebih jauh," ujar Bukhori.

Tindakan kekerasan kepada warga Syiah di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur terjadi pada 29 Desember 2011 ketika massa membakar pondok pesantren milik penganut Syiah di Dusun Nangkernang, Sampang.

Setelah kejadian itu, Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur mengeluarkan fatwa bernomor Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang Kesesatan Ajaran Syiah pada 21 Januari 2012 lalu.

Penyerangan terjadi lagi pada tanggal 12 Agustus 2012, ketika sekitar 200 warga menyerbu pemukiman warga Syiah yang menyebabkan korban tewas, kritis, dan puluhan rumah terbakar dalam peristiwa ini.

September 2012, warga Syiah Sampang kemudian terusir dari kampungnya dan tinggal hingga kini di Rumah Susun Sederhana (Rusunawa) Puspo Agro di Sidoarjo.

Tajul Muluk juga divonis empat tahun penjara setelah dinyatakan terbukti melakukan penodaan agama.
Sumber : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54230881






Konflik Sosial Terkait Syiah di Sampang Berakhir dari beritajatim.com


Tokoh dan para pengikut syiah bertaubat kembali ke aswaja
Tajul Muluk beserta 274 pengikut Syiah mengikrarkan diri untuk kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah (Aswaja) di Pendopo Trunojoyo.
Pembacaan ikrar untuk kembali ke pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) juga diikuti langsung oleh pimpinan Syiah, Ali Murtadho.
Ikrar tersebut salah satunya pengungsi harus mengakui kitab suci Al-quran dan siap dibimbing oleh aqidah akhlak dan syariah islam.
“Dengan ini saya menyatakan melepaskan diri dari aliran Syiah dan kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja),” ucap Tajul Muluk saat membacakan ikrarnya, Kamis (5/11/2020).



Pihaknya juga meminta maaf dan takdzim kepada ulama, tokoh masyarakat di Madura. Bahwa yang merupakan hal yang sesat.
 “Dari hati yang tulus kita mengikuti apa yang menjadi keinginan para tokoh dan Kyai di Madura sehingga semua poin yang disyaratkan kami terima dengan lapang dada,” ungkapnya.
Sementara itu, Bupati Sampang H. Slamet Junaidi bersyukur karena konflik yang sudah berlangsung 10 tahun kini berakhir damai. Rekonsiliasi yang dilakukan hingga saat ini merupakan sinergi antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah dengan tokoh agama.
Pihaknya menegaskan jika tidak pernah melakukan intervensi untuk meminta para pengikut aliran Syiah kembali ke aliran Aswaja.
“Hal ini murni keinginan yang bersangkutan tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan patut kita syukuri,” tandasnya.
550 Aparat Beri Pengamanan
Tajul Muluk alias Ali Murthado bersama para pengikutnya, hari ini tiba di Pendopo Trunojoyo Sampang, melaksanakan ikrar atau baiat kembali kepada ajaran ahlus sunnah waljamaah (Aswaja), Kamis (5/11/2020).
Pantauan di lapangan, setiap warga yang hadir tidak begitu saja bisa masuk ke pendopo dengan lancara. Akan tetapi wajib diperiksa suhu terlebih terlebih dahulu dan diberikan hand sanitizer serta melewati penjagaan dari Pam Obvit Polda Jawa Timur.
Kapolres Sampang AKBP Abdul Hafidz menyampaikan bahwa pengamanan kegiatan tersebut dibagi dalam tiga ring.
Ring pertama berada di dalam Pendop, kemudian ring kedua ada di jalan depan Pendopo dan ring ketiga sisi kiri dan kanan Jalan Wijaya Kusuma.
“Personel gabungan yang kita turunkan sebanyak 550 orang terdiri dari TNI Polri termasuk pengawal dari Sidoarjo menuju Sampang dibantu Polres Jajaran,” ucapnya.

Menurutnya, pengamanan yang dilakukan secara ketat sudah sesuai mengikuti protokol kesehatan.
“Kita ingin kegiatan nanti berjalan kondusif agar jalannya baiat Tajul Muluk beserta 287 pengikutnya lancar,” ungkapnya.
Sekedar diketahui, kegiatan ikrar Tajul Muluk Cs diagendakan akan dihadiri oleh Staf Kepresidenan Kementrian terkait, para Ulama Madura dan Kapolda Jawa Timur kemudian Pangdam Brawijaya.
Singkat cerita, semenjak 2012 silam Tajul Muluk beserta para pengikutnya diungsikan ke Rusun Jemundo Sidoarjo. Kini, Tajul Muluk telah sadar bahwa aliran Syiah yang dianutnya merupakan ajaran sesat. Sehingga, Tajul beserta pengikutnya meminta kepada Bupati Sampang untuk difasilitasi pembaiatan kembali ke ajaran Aswaja.

Info Pertaubatan Syiah Di Madura Dari Portalmadura.Com

 Tajul Muluk Statusnya Menjadi Mantan Tokoh Syiah
Sampang – Penganut ajaran Syiah berikrar kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) Sunni di Pendopo Trunojoyo Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis (5/11/2020).
Pemimpin ajaran Syiah, Ali Murtadho yang dikenal dengan Tajul Muluk menyebutkan, ada 274 orang yang ikut Syiah. Dan sekitar 24 di antaranya belum kembali ke ajaran Aswaja.
Menurut dia, mereka yang kembali ke Aswaja adalah murni dari kesadarannya sendiri dan pemerintah telah memfasilitasi pelaksanaan pembaiatan dan ikrar. “Murni niat kami supaya masalah segera selesai,” katanya.



Pihaknya menyampaikan, penganut Syiah yang menolak kembali ke Aswaja tidak melakukan protes terhadap warga lain yang mengikuti baiat. “Karena menjadi pilihan sendiri bagi penganut Syiah itu. Mungkin butuh proses dan kesadaran untuk lebih yakin untuk kembali pada ajaran Aswaja,” ujarnya.
Tajul Muluk mengaku merasa memiliki tanggung jawab besar selama melakukan kegiatan ajaran Syiah bersama para penganutnya. “Kami juga tidak tahu kapan akan meninggal dunia. Jadi khawatir, ketika kami meninggal ada tanggungan terhadap masyarakat,” ucapnya.
Pasca pernyataan ikrar kembali pada ajaran Aswaja, Tajul Muluk berharap suluruh elemen masyarakat, tokoh kiai, Ulama dan pemerintah daerah saling memaafkan dari kesalahan ajaran yang dianut sampai sembilan tahun terakhir.
“Kami ingin membangun Sampang lebih baik dan semakin maju. Termasuk menciptakan kebersamaan dan kerukunan bersama masyarakat. Mohon maaf, takdzim kepada ulama dan tokoh masyarakat Madura,” katanya.




Bupati Sampang, H. Slamet Junaidi menjelaskan, pemerintah daerah tidak pernah ada intervensi terhadap pemimpin dan penganut aliran Syiah agar segera kembali pada ajaran Aswaja.
“Pelaksanaan pembaiatan, murni keinginan dari penganut Syiah, tanpa ada paksaan dari unsur manapun dan patut kita bersyukur,” ujarnya.
Pada prosesi pembaiatan dan pernyataan ikrar kembali pada ajaran Aswaja yang dibaca langsung oleh pemimpin mantan aliran Syiah, disaksikan Staf Kepresidenan, Kanwil Kemenag Jawa Timur, MUI Jawa Timur, Bakesbangpol Jatim, Dir Intel Polda Jatim, tokoh masyarkat dan para ulama Kabupaten Sampang.
“Tentunya ke depan, keinginan bersama ada persamaan persepsi dan pemikiran bagaimana tanggung jawab pasca pembaiatan penganut Syiah kembali ke Aswaja,” tandasnya.
Pemantapan akidah islamiyah terhadap mantan penganut Syiah, pihaknya menyerahkan dengan penuh hormat kepada para ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam yang lain di wilayah Kabupaten Sampang.
Jumlah pengikut syiah yang bertobat 287 orang.
Sebanyak 287 penganut aliran Syiah ikut prosesi pembaiatan pada ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) Sunni di Pendopo Trunojoyo, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis (5/11/2020).
Mereka merupakan warga Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, dan Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang yang mengungsi di Rumah Susun (Rusun) Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo pasca terjadi konflik sosial pada tahun 2012.
Proses pembaiatan, semua penganut Syiah membacakan naskah ikrar untuk kembali pada ajaran Aswaja secara bergantian dengan didampingi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang.
Salah satu penganut Syiah yang telah dibaiat dengan membaca ikrar, Humsiyah, warga Desa Karang Gayam menyampaikan, keikutsertaan pada pembaiatan bukan atas dasar ada paksaan dari orang lain.
“Bukan dipaksa orang. Tetapi, kami memang berangkat sesuai dengan niat hati nurani sendiri,” ujarnya.
Humsiyah mengaku, jika ikut pembaiatan untuk kembali pada ajaran Aswaja bersama keluarga. “Kami ikut pembaiatan bersama suami dan anak atau sekeluarga,” lanjutnya.
Kepala Desa Karang Gayam, Sampang, Moh. Dahili menjelaskan, warga yang telah berikrar kembali pada ajaran Aswaja tetap sesuai dengan komitmen para ulama dan keputusan dari pemerintah daerah.
“Kami mengikuti para ulama dan pamerintah daerah. Apakah mereka yang kembali ke Aswaja dapat pulang ke kampung,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Bulu’uran, Moh. Faruk menyampaikan, persetujuan terhada warga supaya dapat pulang ke kampung halamannya tetap pasrah kepada semua pihak dan tokoh masyarakat.
“Tetap kami pasrahkan kepada masyarakat, tokoh, para ulama dan pemerintah Sampang,” imbuhnya.
Selama proses pembaiatan berlangsung, semua warga dan unsur undangan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) yakni memakai masker, menjaga jarak dan menuci tangan (3M). Hal itu, guna mencegah penyebaran virus corona (Covid-19) di Kabupaten Sampang.
Pengamanan Berlapis pada Prosesi Baiat Penganut Syiah Sampang
Prosesi pembaiatan terhadap pengikut aliran syiah yang dijadwalkan, Kamis (5/11/2020) di Pendopo Tunojoyo Sampang, Madura, Jawa Timur, akan mendapat pengawalan ekstra ketat dari petugas gabungan.
“Kami sudah menyiapkan semuanya. Termasuk keamanan di lokasi acara pembaiatan,” terang Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sampang, Yuliadi Setiawan, Rabu (4/11/2020).
Pengikut aliran syiah yang sedang mengungsi di Rumah Susun (Rusun) Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo pasca konflik sosial di Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, dan Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben akan dibaiat ke ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Pada prosesi baiat, pemerintah daerah akan melibatkan unsur ulama, tokoh masyarakat, aparat keamanan dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Sementara, Kapolres Sampang, AKBP Abdul Hafidz mengaku siap menurunkan petugas gabungan untuk pengamanan prosesi pembaiatan bagi penganut aliran Syiah. Pihaknya akan menerjunkan 425 personel.
“Proses pembaiatan, kami juga menerjunkan 100 personel Kodim 0828 Sampang. Begitupun unsur keamanan lainnya, bahkan dijaga secara berlapis dengan Brimob di lokasi pembaiatan,” terangnya.
Pengamanan ekstra ketat itu dilakukan dari pengawalan penganut Syiah dari Rusun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo sampai di Pendopo Trunojoyo Sampang.
“Kami berharap, pelaksanaan pembaiatan yang dikuti warga paham aliran Syiah dapat berjalan dengan kondusif dan lancar,” pungkasnya. (editor : Ahmad Hasyim Albekasi)





Rabu, 23 September 2020

Syiah Jepara, Syiah yang bisa menaklukkan ‘NU' dan 'Muhammadiyah’


“Warga desa guyangan, kecamatan Bangsri Jepara, baik dari kalangan NU, Muhammadiyah maupun Syiah mengadakan acara peringatan asyura untuk mengenang kesyahidan Sayyidina Husain as cucunda tercinta Nabi Muhammad saww yang gugur Syahid di Karbala, Minggu siang (30/08/2020).” Itu salah satu klaim media syiah yang mengabarkan bahwa mereka sukses mengelar acara asyuro. Syiah memang berusaha untuk menjadi mazhab ketiga setelah NU dan Muhammadiyah yang sudah eksis dari zaman Indonesia belum lahir. Kuncinya adalah, jika NU dan Muhammadiyah tidak terusik dengan syiah, maka mereka bisa melancarkan dakwahnya. 


Lain cerita jika NU dan Muhammadiyah menentang, tamatlah riwayat dakwah syiah. Kita bisa lihat fakta di Madura, NU yang terusik dengan dakwah syiah, akhirnya sekarang syiah terusir dari sampan. Bahkan warga Cuma memberi 2 pilihan: tobat dari syiah dan boleh pulang, atau tetap syiah tapi tidak boleh masuk ke wilayah mereka. 


Adapun dengan muhammadiyah, banyak  tokoh-tokoh muhammadiyah yang secara terang-terangan menolak ajaran syiah. Kasus terakhir, syiah berusaha mencari panggung di Gedung Muhammadiyah pusat, akan tetapi adanya penolakan dari warga muhammadiyah, akhirnya mereka keder dan mundur. Di beberapa daerah, tokoh Muhammadiyah menjadi pelopor penolakan ajaran syiah karena syiah sudah melenceng dari sunnah rasulullah SAW. 




Di sebuah kota kecil di kaki gunung Prau, seorang warga muhammadiyah mempunyai menantu seorang syiah. Warga mengetahui setelah beberapa kali diminta untuk menyampaikan materi di sebuah masjid desa tersebut menggiring ke doktin syiah. Akhirnya dai syiah tersebut diboikot oleh takmir karena mengajak pada ajaran syiah. Setelah diselidiki, ternyata dai syiah tersebut adalah lulusan Iran dan menjadi agen syiah. 


Kembali ke Jepara, syiah menyampaikan bahawa itu adalah Acara warga RT 05 RW 05 di masjid RasululAdhom pada siang itu di awali dengan pembacaan surat al Fatihah, kalam Ilahi, Maktam (syair duka) Imam Husain , cermah inti dan di lanjutkan dengan pembacaan maqtal atau kronologis kejadian di Karbala dan di akhiri dengan pembacaan doa ziarah pada Imam Husain as. Acara syiah tapi diklaim sebagai acara warga. 


Lebih dari 350 warga sekitar menghadiri acara tersebut, tidak hanya orang-orang syiah saja melainkan Jamaah NU dan Muhammadiyah juga ikut menghadirinya. Mereka berbondong-bondong bersatu untuk menyampaikan bela sungkawa mereka atas tragedi yang menimpa keluarga Rasulullah saww. Ini klaim yang perlu dibuktikan, apakah benar warga Muhammadiyah benar-benar hadir atau hanya klaim.  Acara itu diketuai Nur Alim, salah satu tokoh ustad syiayh di daerah tersebut. (Ahmad Hasyim dari tim faktasyiah)

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (9 – terakhir dari 9 tulisan berseri)

 
11 Januari 2012
Bakorpakem Sampang mengeluarkan keputusan yang menyatakan Syiah sesat dan keputusan ini dimuat secara eksklusif di Koran Radar Madura. Keputusan Bakorpakem ini jelas bertentangan dengan nota kesepatan yang dibuat sehari sebelumnya di mana setiap para-pihak dilarang mengeluarkan pernyataan bermusuhan. Keputusan Tim Bakorpakem yang terdiri dari Polres Sampang, Dandim 0828, Bakesbangpol, Kemenag, Disbudparpora dan MUI didasarkan pada hasil penelitian Bakorpakem yang menemukan bahwa dalam syiah terdapat adajar Rukun iman ada lima, Rukun Islam ada delapan, dan shalat hanya tiga kali. Akibat statement yang dikeluarkan oleh Bakorpakem itu, situasi pun kembali labil. Tajul Muluk menganggap bahwa statement itu sama artinya dengan pengesahan atas tindak kekerasan terhadap pengikutnya di masa-masa berikutnya.

Maret 2020
Tajul muluk berniat untuk taubat dan kembali ke Ahlu Sunnah wal Jama’ah setelah mengetahui dan mengumpulkan data tentang ajaran syiah.




September 2020
Tinggalkan Syiah, Tajul Muluk Dibaiat Kembali ke Aswaja. Ali Murtadho alias Ustad Tajul Muluk di tempat pengungsian Jemundo Sidoarjo. Seperti diberitakan oleh beritajatim.com bahwa Ali Murtadho alias Ustad Tajul Muluk beserta pengikutnya pengungsi Syiah yang berada di rusun Puspa Agro, Jumondo, Sidoarjo sepertinya bisa pulang dan akan kembali ke kampung halamannya di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang.
Para pengungsi bisa balik setelah syarat utama untuk kembali kepada ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) telah diterima Tajul muluk dkk.
Keinginan untuk kembali ke Aswaja atau Sunni, itu dibuktikan dengan surat bermaterai 6000  perihal permohonan baiat kembali ke Aswaja yang ditujukan kepada Bupati Sampang, H.Slamet Junaidi, ditandatangani oleh Ali Murthado tertanggal 10 September 2020.
Dalam isi surat tersebut menegaskan bahwa Tajul Muluk beserta keluarganya termasuk pengikutnya siap sedia dibaiat.
“Keinginan untuk kembali ke Aswaja ini sebenarnya sudah dua tahun yang lalu, tetapi tekat bulat untuk mengirim surat permintaan baiat kepada Bapak Bupati sekitar Maret-April 2020 kemarin,” ucap Tajul Muluk, saat ditemui di pengungsian Rusun Puspo Argo, Jemundo, Sidoarjo, Senin (21/9/2020).
Tajul juga menceritakan selama mempertahankan keyakinanya terhadap faham Syiah, itu semua adalah bagian dari proses pencarian kebenaran dan pembuktian. Sebab, semua faham dia pelajari termasuk Syiah yang kala itu baru masuk pasca revolusi di Iran.
Kemudian, Setelah berhasil mengumpulkan dokumen, maka dirinya sepakat bahwa Syiah menyimpang dari ajaran agama. Karena tidak mengajarkan kasih sayang dan kebaikan.
“Syiah itu secara akidah sesat,” singkatnya.
Meski demikian, Tajul beserta pengikutnya menegaskan bahwa kembalinya ke ajaran Aswaja bukan semata-mata ingin pulang ke Sampang. Melainkan, memang diyakini bahwa ajaran Syiah sesat. Sehingga, meski nantinya ditolak untuk kembali ke Sampang. Tajul Muluk beserta pengikutnya tetap meninggalkan ajaran Syiah dan kembali ke Sunni di manapun berada.
“Dilarang kembali ke Sampang atau tidak kami tetap meminta untuk dibaiat kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jamaah,” imbuhnya.
Tak hanya itu, bukti bahwa Tajul Muluk bertekat untuk kembali ke Aswaja juga dikuatkan dengan penarikan 51 anak pengungsi dari lembaga-lembaga pendidikan Syiah, lalu dipindah ke Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo dan Tebu Ireng.
“Harapan kami segera dilakukan baiat, syarat apapun yang diinginkan oleh kyai akan kita patuhi selama itu demi kebaikan,” harapnya. (di rangkum dari berbagai sumber )

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (8 dari 9 tulisan berseri)


28 Desember 2011
Pada pertemuan ini Kapolsek memberi tahu Iklil bahwa akan ada penyerangan ke Dusun Nangkrenang oleh kelompok anti-Syi’ah. Keterangan polisi ini antara lain didasarkan atas kenyataan bahwa pada hari itu, jalan setapak menuju pesantren Misbahul Huda sudah diputus warga dengan cara diberi tumpukan batu dan ditancapi beberapa batang bambu dan besi. Meski sudah berulangkali dihubungi, Ilkil hanya melihat ada dua personil keamanan yang datang ke lapangan, satu orang personil dari Polsek Omben dan satu orang tentara dari Koramil Omben. Kedua petugas ini tidak berbuat apa-apa kecuali hanya memantau dan
mendokumentasikan peristiwa ini melalui kamera hand phone.




30 Desember 2011
Pemkab, DPRD, seluruh aparat kemanan, MUI Sampang, dan PC NU Sampang melakukan koordinasi terkait solusi konflik ini. Pada saat itu, Bupati Sampang, Noer Tjahja menjelaskan bahwa pemicu kekerasan massa adalah masalah keluarga dan penistaan agama sebagaimana dikatakan MUI Sampang. Kedepan, pemkab berencana akan memilah-milah semuah jemaah Syiah di wilayah Kecamatan Omben dalam kategori fanatik dan tidak. Untuk yang fanatik, rencananya akan ditransmigrasikan ke luar pulau Madura. Tindakan ini diambil Pemkab dengan alasan bahwa Kepala Desa Blu’uran, Kec. Karangpenang telah menyatakan bahwa bila ada penangkapan terhadap pelaku pembakaran, masyarakat siap perang sampai mati. Kebijakan ini bukan hanya diamini semua pihak yang berwenang di Sampang, bahkan Pemprov Jatim, melalui Wakil Gubernur, Saifullah Yusuf menyetujui hal tersebut. Setelah rapat koordinasi yang diinisiasi oleh Pemkab itu dilakukan, secara beruntun rapat-rapat sejenis juga dilakukan hampir semua lembaga keagamaan di Sampang.

4 januari 2011
Anggota Komnas HAM Kabul Supriadi dan Hesti Armi Wulan meninjau keadaan pengungsi di Gor Sampang. Komnas ham menyatakan bahwa ada indikasi pelanggaran HAM dalam kasus ini, akan tetapi mereka belum dapat mengeluarkan rekomendasi apapun. Tidak ada langkah maupun tindakan serius yang dilakukan Komnas Ham dalam membantu memperbaiki keadaan pengungsi. Bahkan Hesti Armiwulan sempat iprotes para pengungsi karena membujuk warga untuk kembali pulang ke desa tanpa bisa memastikan jaminan keamanan bagi warga syi’ah dan penyelesaian hukum atas peristiwa pembakaran. Tajul Muluk yang sejak hari pertama ikut mengungsi ke Gor Sampang menekankan bahwa semua warga syiah yang mengungsi akan dengan sukarela kembali pulang apabila para pelaku pembakaran ditangkap dan polisi menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi. Menurut Tajul, tanpa penangkapan pelaku, tidak mungkin ada jaminan kemanan. Sebab, jika pelaku tetap dibiarkan maka kedepan tindakan kekerasan yang sama juga pasti akan berulang. Dua hari setelah kejeadian, sebenarnya polisi menyatakan telah menangkap seorang tersangka, yaitu Musrika. Namun warga Syiah yang menyaksikan pembakaran itu menegaskan bahwa para pelaku utama pembakaran adalah tetangga mereka sendiri yang mereka kenal, dan Musrika bukanlah tetangga mereka dan kemungkinan besar bukan pelaku utama pembakaran.

6 Januari 2011
Empat kamar mandi semi permanen di bagian luar Gor Sampang dibongkar dan bantuan stok air bersih untuk kebutuhan sehari-hari juga dihentikan. Akibatnya, pengungsi pengungsi terpaksa melakukan MCK di sungai kecil yang ada di dibelakang Gor Sampang. Persoalan air dapat teratasi setelah pada keesokan harinya ada bantuan air dari komunitas Jauzan24. Sebenarnya pengungsi bersedia kembali ke desa, akan tetapi apabila hal ini tidak diimbangi oleh sikap pemerintah dan Polisi untuk menangkap para pelaku pembakaran maka kepulangan mereka kedesa adalah hal yang sia-sia. Seolah tidak peduli dengan tuntutan warga syiah, Pemkab Sampang melalui Kepala Bakesbang Sampang balik mengatakan bahwa jika ingin tetap bertahan, maka hal akan itu dibiarkan saja sesuai keinginan pengungsi. Tapi bantuan tidak akan diberikan lagi25. Menurut Pemkab, Warga Karanggayam sendiri sebenarnya mau menerima pengungsi syiah, asal empat orang pemimpin Syiah yang berada di pengungsian tidak ikut kembali ke Karanggayam . Empat pemimpin Syiah yang dimaksud adalah Ustadz Tajul Muluk, Ustadz Iklil Milal, Ustadz Syaiful, dan Ustadz Ali karena mereka dianggap sebagai sebab dan biang keladi keresahan yang berakibat pada kekerasan pada 29 Desember

10 Januari 2012
Diadakan pertemuan antara Kuasa Hukum Tajul, Hadun Hadar, Rudi Setiadi dari Bakesbangpol Sampang dan Kapolres Sampang AKBP Solehan. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa karena tindakan hukum belum bisa dilakukan, maka yang diprioritaskan adalah perhitungan kemanusiaan. Poin-poin penting kesepatakan itu antara lain; Pertama, semua stakeholder yang ada di sampang harus ikut menandatangani surat kesepatan damai dari mulai kelurahan hingga bupati sebagai sebagai para-pihak dan berjanji tidak akan menguluarkan statement yang bersikap provokatif dan bernada permusuhan. Kedua, jemaah Syiah akan dikembalikan ke rumah masing-masing. Semua properti perumahan dan harta yang dibakar maupun dijarah akan diganti oleh Pemkab. Ketiga, Ust Tajul, Ust. Iklil, Ust. Syaiful dan Ust. Ali tidak diperbolehkan kembali ke kampong dan sementara waktu akan tinggal di Hotel yang disediakan oleh Pemkab. Sampang. Dalam pertemuan ini LSM yang terdiri dari KontraS, Aman Indonesia, Mer-C dan kuasa hokum Tajul bertindak sebagai saksi. Menurut Rudi, opsi terakhir terpaksa diambil karena merupakan syarat utama masyarakat untuk dapat menerima waga syiah kembali ke kampungnya. (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (7 dari 9 tulisan berseri)

 
Juli 2011
Tajul mendapat informasi bahwa situasi di Karang gayam telah kembali normal dan hal ini adalah kesempatan bagi dirinya untuk kembali pulang. Maka pada 24 Juli 2011 dia pulang ke Karanggayam. Berita kepulangan Tajul segera diketahui masyarakat disekitarnya, dan keesokan harinya pada 26 Juli 2011, ratusan massa kembali mengepung kediaman Tajul Muluk dan mengancam akan membakar rumah itu. Akhirnya, untuk yang kedua kali Tajul Muluk kembali diamankan oleh petugas Polres Sampang. Dan seperti pada kejadian sebelumnya, Tajul kembali ditempatkan di kantor polres Sampang layaknya tahanan rumah. Karena khawatir Tajul akan ditahan oleh Polisi, sekitar seratus warga syiah sampang pada 28 juli 2011 datang ke Kantor Polres Sampang dan menuntut kepada Polisi agar Tajul dijinkan pulang bersama mereka ke Karanggayam. Tentu saja pihak Polres Sampang tidak mengijinkan tuntutan tersebut, bahkan para pejabat Polres Sampang menegaskan tidak akan dapat mengendalikan keamanan desa Karang gayam apabila Tajul kembali kesana. Akhirnya, Tajul membatalkan niatnya pulang ke Karang gayam dan demi keselamatan jamaah syiah di desa Karang gayam dia memutuskan kembali lagi ke Malang.1

7 Agustus 2011
Pada bulan ramadan, Tajul diam-diam pulang ke desa untuk merayakan awal ramadhan bersama keluarga. Rupanya petugas polisi mengetahui hal ini, dan keesokan harinya sejumlah petugas Polisi menjemput dan mengantarnya keluar desa

20 Desember 2011
Di dusun Gedeng laok, rumah Muhammad Sirri, salah satu pengikut syiah dan masih kerabat Tajul, dibakar massa. Sebelum dibakar pintu rumah di tutup dengan palang kayu dari depan, untunglah Sirri berhasil menyelamatkan diri dan tidak ada korban jiwa pada insiden ini. Polisi terkesan mengabaikan peristiwa ini dan tidak menangkap pelaku pembakaran. Hal ini disimpulkan oleh masyarakat desa bahwa beramai-ramai membakar rumah orang-orang syiah tidak akan ditindak Polisi.



29 Desember 2011
Ibu Misnawi (salah satu pengikut syiah di Karang gayam) menelphone Tajul Muluk, dan menjelaskan telah tersiar kabar bahwa hari ini akan terjadi penyerangan ke pesantren dan rumahnya. Tajul kemudian menginformasikan hal ini kepada Iklil dan Riyanto, salah satu intel Polres Sampang yang kerap berjaga disana. Tajul juga berusaha menghubungi beberapa pimpinan Polres Sampang, akan tetapi tidak ada yang bisa dihubungi. Alimullah yang sehari-hari bertugas memimpin pesantren pada sekitar pukul 08.00 mengetahui ada massa berkumpul dan akan bergerak membakar pesantren. Ali segera menginformasikan hal ini kepada Iklil dan untuk mencegah adanya korban, Ali meminta sebanyak 20 santri yang menginap di pesantren untuk segera pulang ke rumah masing-masing, sedangkan Ali dan pengajar lainnya serta istri dan anak-anak Tajul mengungsi ke rumah Nurhalimah yang rumahnya terletak sekitar 200 meter sebelah timur pesantren. Ali tidak bisa berbuat apa-apa, dirinya tidak berani mendatangi apalagi menghalau massa, lantaran takut dibunuh (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (6 dari 9 tulisan berseri)


25 Mei 2011
Di rumah Kades Karang gayam diadakan pertemuan antara Bakesbangpol Sampang, Muspika Kec. Omben dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat desa Karang gayam membahas kondisi Desa Karang gayam pasca terusirnya Tajul Muluk. Dalam pertemuan pemerintah mensosialikan du hal : •Terciptanya situasi kondusif di desa Karang gayam •Masyarakat dapat menahan diri karena Tajul Muluk telah diupayakan untuk tinggal di Malang selama satu tahun




28 Mei 2011
Di Pondok Pesantren Darul Ulum desa Gersempal Omben, diadakan pertemuan ulama se-Madura. Pada intinya pertemuan ini membahas tentang Petisi bulan 13 Sementara itu, di media massa, Bupati Sampang menyatakan bahwa pemerintah telah siap untuk merelokasi seluruh Jamaah Syiah untuk keluar dari Pulau Madura. Pernyataan ini juga didukung oleh pernyataan Gubernur Provinsi Jawa Timur (pernyataan tanggal 14 April 2011). 14 Pemerintah selalu berusaha mengecilkan persoalan ini hanya pada persoalan keluarga saja, yaitu persoalan antara Tajul dan Rais15Berdasarkan kronologis dan dokumentasi yang dikeluarkan Bakesbang Kab. Sampang16 Pemkab sampang memberikan bantuan sebesar Rp 10.000.000,- bantuan diserahkan pada 8 agustus 2011 dan Pemprov Jatim menyerahkanbantuan sejumlah sebesar Rp 60.000.000,- juta rupiah yang diserahkan pada 15 agustus 2011. 17 Berdasarkan kronologis dan dokumentasi yang dikeluarkan Bakesbang Kab. Sampang

Februari 2011
Petisi berisi tentang pengusiran Tajul Muluk dari Pulau madura dan upaya pelarangan atas penyebaran ajaran syiah. Selain dihadiri para Ulama (terutama anggota Bassra), hadir juga pejabat Muspida Sampang, Polda Jatim, Mabes Polri dan Slamet Effendi Yusuf mewakili MUI Pusat. Dalam pertemuan ini para Ulama yang hadir mengeluarkan beberapa rekomendasi : (1)Mendesak MUI se-Madura untuk menyatakan aliran Syiah di Karang Gayam sebagai ajaran islam yang sesat dan menyesatkan. (2)Menuntut agar Tajul Muluk dan pengikutnya direlokasi segera dari Sampang. (3)Menuntut pemerintah agar melarang segala aktivitas keagamaan pengikut ajaran Syi’ah Imamiyah yang ada di desa Karang Gayam18.

30 Mei 2011
Diadakan pertemuan antara Assinten I Pemprop Jatim, Bakesbangpol Prop. Jatim, Dinas Sosial Prop. Jatim, Ketua MUI Jawa Timur, Sekda Kab.Sampang, Bakesbangpol Sampang, Dandim 0828 Sampang, Kasat Intel Polres Sampang, Muspika Omben, Ketua MUI Sampang, Kakankemenag Kab.Sampang. Hasil pertemuan ini adalah sebagai berikut: (1)Pemerintah propinsi siap memfasilitasi anggaran relokasi Tajul Muluk dari desa Karang Gayam Kec. Omben Kab. Sampang ke Dieng Malang. (2)Pemkab Sampang secara teknis untuk melakukan pendekatan kepada Tajul Muluk guna penandatanganan berita acara relokasi ke perumahan Lembah Dieng Kota Malang. (bersambung)

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (5 dari 9 tulisan berseri)



5 April 2011
sekitar pukul 09.00 WIB, diadakan pertemuan antara Kapolda Jawa Timur (Irjen Pol Untung S. Rajab) dengan ulama se-kabupaten Sampang untuk menemukan solusi dalam persoalan syiah di Sampang. Dalam pertemuan tersebut para ulama menyampaikan tuntutannya agar pihak Kepolisian mendukung rencana merelokasi Tajul Muluk keluar dari desa Karang Gayam.

7 April 2011
pukul 13.00, diadakan rapat koordinasi Kominda Kab Sampang yang dipimpin wakil bupati Sampang. Dalam pertemuan tersebut di hadiri oleh rois syuriah PC NU kabupaten Sampang (Syafiuddin Abd.Wahid), ketua MUI kabupaten Sampang (Buchori ma’sum), tokoh agama dari kecamatan Omben (Wadud Bahri, Abd. Wahab dan Lud), Halim Toha dari Kemenag Kabupaten Sampang, ketua DPRD Sampang (Imam Ubaidillah), Dandim 0828 Sampang, Wakapolres Sampang beserta jajarannya, Kejari Sampang, Bakesbangpol Sampang beserta jajarannya, Kabag Hukum Pemkab Sampang, Muspika kecamatan Omben, Kasat C Sosbud Polda Jatim, Kasat D criminal Polda Jatim, Intel Brimob Polda Jatim. Pertemuan ini menghasilkan keputusan : Tajul Muluk akan segera direlokasi keluar dari desa Karang gayam Kecamatan Omben (beberapa peserta rapat meminta agar Tajul Muluk dikeluarkan dari wilayah Pulau Madura).

10 April 2011
Bertempat di rumah dinas camat Omben, diadakan pertemuan yang dihadiri oleh Kapolres Sampang, Dandim 0828 Sampang, Muspika Omben dan Karang Penang, H. Wadud (kakek Tajul Muluk), Rais al Hukama, H. Lutfi, Kades Karang Gayam, tokoh ulama dan masyarakat Karang Gayam dan Desa Blu’uran membahas tentang keberadaan aktifitas dakwah Tajul Muluk. Dalam pertemuan ini beberapa tokoh agama tersebut menyatakan penolakan atas keberadaan komunitas syiah yang dipimpin Tajul Muluk dan mendesak pemerintah agar melarang aktifitas dakwah Tajul Muluk.12

11 April 2011
Pukul 09.00 para ulama mengadakan pertemuan di Pondok Pesantren Darul Ulum di desa Gersempal Kecamatan Omben. Pesantren ini dipimpin oleh KH. Syafiudin Abd.Wahid. Dalam pertemuan itu, dihadiri oleh para pejabat kabupaten Sampang dan Kapolres Sampang. Hasil pertemuan adalah: •Polres menyatakan dukungannya atas rekomendasi ulama Sampang untuk merelokasi Tajul Muluk keluar dari pulau Madura dengan alasan untuk menjaga kondusifnya situasi keamanan di Madura. •Masyarakat tidak diperkenankan melakukan tindakan anarkis dan dianjurkan melakukan pendekatan persuasive kepada pengikut ajaran Tajul Muluk.
Kepada semua pihak diharapkan untuk bekerja sesuai dengan kewenangannya demi menjaga kondisi yang stabil13.




30 april 2011
Di kantor Dinas Sosial Kabupaten Malang dilaksanakan pertemuan antara Asisten I Pemprop Jatim, pengurus IJABI Jawa Timur dan Tajul Muluk. Dalam pertemuan ini Asisten I Pempro Jatim menyatakan akan mengganti biaya sewa rumah senilai Rp 10.000.000 dan biaya hidup selama satu tahun yang nilainya masih belum ditentukan. (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (4 dari 9 tulisan berseri)

 

2010
Terjadi perselisihan keluarga antara Tajul Muluk dengan adiknya, Rais. Perselisihan ini disebabkan karena Tajul telah menikahkan Halima (16) dengan tetangganya tanpa sepengetahuan Rais, sedangkan Halima adalah santriwati yang berguru kepada Rais. Rais marah dan merasa tidak dihormati, karena sebagai guru Halima, seharusnya dialah yang menikahkan Halima, bukannya Tajul. Belakangan diketahui bahwa kemarahan Rais bukan saja karena merasa tidak dihormati, tetapi Rais menaruh hati kepada halima dan berencana akan menikahinya. Setelah kejadian ini, Rais sangat dendam dan memusuhi Tajul serta saudara-saudaranya yang lain yang mendukung Tajul termasuk sang ibu. Sejak peritiwa Halima, Rais menyatakan keluar dari syiah, dan selanjutnya menjadi orang yang sangat antusias menyebarkan syiar kebencian, seruan permusuhan, issue tentang kesesatan dan bahaya dari ajaran syiah. Rais pula yang dengan gencar menyerukan agar Tajul Muluk beserta murid-muridnya diusir dari Desa Karanggayam. Dan akhirnya karena peranan Rais lah serangan dan penyesatan atas komunitas syiah di Karanggayam mengalami eskalasi yang terus meningkat dan mengarah pada tindak kekerasan.

21 februari 2011,
Tajul Muluk beserta jama’ahnya mengadakan peringatan Maulid Nabi di pesantrennya. Seperti kejadian pada tahun 2007, ribuan massa menutup dan merusak jalan masuk menuju Desa Karang Gayam. Kali ini salah satu pelopor penggerak massa penyerang adalah Raisul Hukama. Jumlah massa mencapai ribuan, menurut keterangan Rais di salah satu media, massa berasal dari 5 desa di sekitar Karang Gayam, yaitu Desa Soko Banah, Desa Ketapang, Desa Karang Penang, Desa Blu Uran, desa Tlambah. Dalam peristiwa ini Bassra (Badan silaturahmi ulama Madura) menyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengerahan massa. Bassra mengeluarkan tuntutan agar Tajul Muluk menghentikan aktifitas mengajarkan syiah dan berpindah ke ajaran sunni dan apabila tajul muluk tidak bersedia maka Tajul Muluk harus keluar dari Madura. Sejumlah aparat keamanan dikerahkan menjaga kediaman Tajul Muluk. Sementara itu, untuk melegitimasi tuntutannya, ulama-ulama di Kecamatan Omben memobilisasi pengumpulan tanda tangan masyarakat untuk menyatakan petisi penolakan terhadap komunitas syi’ah di Omben. Adapun isi dari Petisi adalah: 1.Tajul Muluk keluar dari desa Karang Gayam dan meninggalkan wilayah Kabupaten Sampang. 2.Tajul Muluk dilarang menyebarkan ajarannya. 3.Apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi, maka Tajul Muluk akan diusir secara paksa oleh masyarakat Desa Karang Gayam



2 april 2011,
Ratusan massa kembali bergerak menuju rumah dan pesantren Tajul, mereka menuntut Tajul harus keluar dari desa Karang gayam, atau rumah dan pesantrennya akan dibakar. Merespon tuntutan massa dan dengan alasan keamanan, Polres Sampang memutuskan membawa dan mengamankan Tajul Muluk ke kantor Polres Sampang. Pada awalnya Tajul menolak, tetapi karena Polres tidak bisa memberikan jaminan keamanan terhadap keluarga dan murid-muridnya, maka dengan terpaksa Tajul bersedia diamankan di Kantor Polres Sampang.

4 april 2011,
Pemkab Sampang melakukan rapat koordinasi dengan Komunitas Intelijen Daerah Kabupaten Sampang. Rapat ini dipimpin oleh Bupati Sampang dan diikuti Forum Pimpinan Daerah Kab. Sampang, Muspika Kec. Omben, Muspika Kec. Karang Penang, tokoh agama dan masyarakat (kyai/ulama) dan masyarakat di sekitar desa Karang Gayam dan desa Blu’uran. Di dalam pertemuan tersebut pemerintah mengambil kesimpulan bahwa masyarakat Karang Gayam Kecamatan Omben dan desa Blu’uran kecamatan Karang Penang menolak ajaran Tajul Muluk dan memutuskan beberapa hal sebagai berikut : 1)Akan merelokasi Tajul Muluk beserta keluarga untuk sementara waktu keluar dari desa Karang Gayam kecamatan Omben demi kondusifitasnya situasi di desa Karang Gayam Kecamatan Omben 2)Akan dilakukan upaya-upaya pendekatan terhadap Rois al Hukama dan pengikutnya serta masyarakat Karang Gayam Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran Kecamatan Karang penang untuk dapatnya menahan diri agar tidak terseret konflik horizontal yang bernuansa SARA. (bersambung)



AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (3 dari 9 tulisan berseri)

09 April 2007,
Tajul Muluk bersama keluarga dan santri-santrinya akan mengadakan peringatan maulid nabi yang dilaksanakan di rumahnya yang satu kompleks pesantrennya. Dalam kegiatan maulidan ini turut diundang sejumlah ustadz dan ikhwan syiah4dari luar Sampang. Belum lagi maulidan dimulai, ribuan massa dari beberapa desa yang bersenjata aneka ragam seajata tajam, kayu dan pentungan mengepung jalan masuk 1 Wawancara dengan Tajul Muluk 2 Lampiran Risalah pertemuan FMU (Forum Ulama Indonesia), 26 Februari 2006 3 Wawancara dengan Iklil al Milal dan Tajul Muluk 4 Ikhwan syiah adalah sebutan yang dipakai oleh jamaah syiah dalam menyebut para teman-teman mereka sesama jamaah syiah
5menuju desa Karang Gayam dan melakukan penghadangan terhadap semua tamu undangan yang datang. Massa dengan teliti mengawasi dan memeriksa setiap kendaraan yang lewat, semua pengendara mobil yang melintas diwajibkan melambatkan laju kendaraannya. Untuk menghindari jatuhnya korban, sejumlah aparat dari Polres Sampang dan anggota TNI dikerahkan menjaga keamanan di sekitar rumah Tajul Muluk. Acara mauludan tetap dilaksanakan dibawah pengawasan dan penjagaan aparat keamanan5.

Juni 2007,
Tajul Muluk dan kedua saudaranya yaitu Iklil al Milal dan Roisul Hukama diangkat sebagai Pengurus Daerah IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) Sampang. Tajul Muluk terpilih sebagai ketua.

17 September 2009,
Ratusan massa anti syiah bergerak mengepung nangkernang, dilain fihak, warga jamaah syiah bersiap akan melawan. Kekerasan bisa dihindari, setelah aparat keamanan membubarkan massa. Kejadian ini dipicu oleh penolakan Tajul Muluk untuk menghadiri suatu pertemuan yang diinisiasi beberapa ulama. Pertemuan tersebut diadakan dalam rangka membahas keberatan para ulama atas keberadaan komunitas syi’ah di Nangkernang6. 




26 Oktober 2009,
Pada suasana bulan Ramadhan, PC NU Sampang mengadakan pertemuan bersama ulama dan Muspika Kecamatan Omben untuk membahas keberadaan akifitas dakwah Tajul Muluk dan jamaah syiah di wilayah Kecamatan Omben. Pada intinya pertemuan ini adalah forum para ulama untuk menghakimi ajaran syiah yang disebarkan oleh Tajul Muluk sebagai ajaran sesat. Dalam pertemuan ini Tajul Muluk diberikan sejumlah 32 pertanyaan tentang ajaran-ajaran syiah yang dianggap sesat. Dalam keadaan terpojok, akhirnya Tajul Muluk menandatangani surat pernyataan yang berisi bahwa dirinya bersedia untuk menghentikan aktivitas mengajarkan ajaran Syiah di Sampang. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, PAKEM Kab. Sampang, MUI Kab. Sampang, Depag Kab. Sampang, PC NU Sampang, Ulama dan tokoh masyarakat mengeluarkan surat bersama yang isinya : 1.Bahwa Tajul Muluk tidak diperbolehkan lagi mengadakan ritual dan dakwah yang berkaitan dengan aliran syiah karena sudah meresahkan warga. 2.Bahwa Tajul Muluk bersedia untuk tidak melakukan ritual, dakwah dan penyebaran aliran tersebut di Kabupaten sampang. 3.Bahwa apabila tetap melakukan ritual dan / atau dakwah maka Tajul Muluk siap untuk diproses secara hukum yang berlaku. 4.Bahwa Pakem, MUI, NU dan LSM di Kabupaten Sampang akan selalu memonitor dan mengawasi aliran tersebut. 5.Bahwa Pakem, MUI, NU dan LSM siap untuk meredam gejolak masyarakat baik yang bersifat dialogis atau anarkis selama yang bersangkutan (Tajul Muluk) menaati kesepakatan di poin (1) dan (2). Surat Pernyataan ini ditandangani oleh MUI Kab. Sampang, Ketua DPRD Kab. Sampang, Ketua PCNU Kab. Sampang, Depag Kab. Sampang, KA Bakesbangpol Kab. Sampang serta tokoh Ulama’ / Da’i kamtibmas7. (bersambung)

AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (2 dari 9 tulisan berseri)



2005
Karrar memimpin inisiatif pengajian akbar di Desa Karang Gayam yang dihadiri oleh ribuan masyarakat dan para kyai dari kecamatan omben. Tampaknya forum pengajian ini memang digunakan sebagai ‘deklarasi’ menentang komunitas syiah yang dipimpin oleh Tajul Muluk. Sejak itu, dilakangan masyarakat umum di wilayah kecamatan omben tersiar kabar bahwa di desa karang gayam telah berkembang sebuah aliran sesat, yaitu syiah yang dipimpin oleh kyai muda bernama Tajul Muluk. Upaya untuk menyebarkan kebencian (hate speech), penyesatan, dan forum penghakiman terjadi secara terus menerus sejak tahun 2006

24 Februari 2006,
Atas inisiatif Abuya Ali Karrar Shinhaji, sejumlah ulama dari beberapa tempat di Madura berkumpul di rumah almarhum H. Sya'bi dan mengundang Ustad Tajul Muluk dengan agenda ‘klarifikasi tuduhan sesat atas ajaran Syiah yang dibawa Tajul Muluk’. Pertemuan ini juga dihadiri H. Fadlilah Budiono, Bupati Sampang, dan juga Imron Rosyidi Kakandepag Sampang. Karena Tajul tidak hadir, maka pertemuan ini dilanjutkan pada 26 Februari 20061;




26 Februari 2006
Sebagai kelanjutan dari pertemuan tgl 24 Ferbuari, sejumlah kiai yang kali ini diketuai Abd. Wahhab Adnan bersama dengan ketua MUI Sampang pada masa itu Mubassyir dan Kapolsek Omben mengundang Tajul Muluk di Masjid Landeko' Karanggayam di tempat kediaman kakek Tajul (Kyai Nawawi). Resminya pertemuan ini bernama Forum Musyawarah Ulama (FMU) Sampang-Pamekasan. Pertemuan ini dihadiri oleh semua yang hadir pada pertemuan 26 Februari 2006, mereka berkumpul kembali untuk mendengarkan jawaban Tajul Muluk. Tajul Muluk hadir dalam pertemuan ini menyatakan bahwa syiah yang diajarkan tidak sesat, merupakan salah satu mahzab yang diakui dalam dunia islam, dan dirinya tidak bersedia keluar dari syiah. Karena tidak bisa merubah keyakinan Tajul, akhirnya FMU mengeluarkan keputusan yang isinya sebagai berikut
Mengajak pimpinan syi’ah ja’fariyyah (Tajul Muluk Makmun) untuk segera kembali ke jalan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dan sesepuh terdahulu untuk menghindari terjadinya bentrokan faham dan fisik di kalangan masyarakat awam yang sangat dikhawatirkan terjadi. Dan karena Tajul Muluk telah menolak tawaran FMU tersebut, maka FMU tidak bertanggungjawab atas segala apa yang terjadi dan memasrahkan persoalan kepada aparat yang berwajib. FMU menghimbau kepada Majlis Ulama Indonesia (MUI) empat kabupaten di Madura agar segera menyatakan fatwa tentang bahaya aliran-aliran sesat termasuk aliran syi’ah yang meragukan keabsahan kitab suci al-qur’an, keadilan sahabat Nabi dan berghulu (berlebih-lebihan) dalam ahlu al-bait (keluarga Nabi)

Dalam daftar hadir pertemuan tertera empat puluh orang yang hadir. Diantaranya terdiri dari pimpinan pesantren, tokoh masyarakat, MUI Sampang, Kapolsek Omben dan tiga anggotanya.2 Sementara itu, pada hari yang sama di dusun Nangkernang ratusan ibuan massa mengepung dusun Nangkernang. Tidak ada kekerasan fisik yang terjadi, namun ribuan massa tersebut melakukan aksi intimidasi terhadap warga dan mengepung rumah Tajuk Muluk dan pesantren Misbahul Huda3. (bersambung)


AKANKAH SYIAH HILANG DARI MADURA? (1 dari 9 tulisan berseri)



AWAL MULA SYIAH MASUK MADURA

Awal 1980-an

Kiai Makmun, seorang ulama yang awalnya Sunni di Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, mendapat kabar dari sahabatnya di Iran mengenai revolusi Iran. Keberhasilan kaum ulama Iran yang dipimpin Ayatollah Ali Khomeini menumbangkan Syah Iran Reza Pahlevi (sebuah rezim yang dianggap monarki) menjadi sumber inspirasi bagi Kiai Makmun.
Karena mayoritas ulama dan kaum muslim di wilayah Madura adalah pengikut Islam Sunni yang fanatik, Makmun mempelajari Syiah secara diam-diam dengan membaca buku-buku yang dikirim sahabatnya dari Iran.

1983
Ketertarikannya ini membuat Makmun mengirim tiga anak laki-lakinya, yaitu Iklil al Milal yang saat ini berusia 42 tahun; Tajul Muluk (40); Roisul Hukama (36); dan putrinya, Ummi Hani (32) ke Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung pada mazhab Syiah.
1991
Selepas lulus SMP YAPI, Tajul Muluk kembali ke Sampang.
1993
Tajul berangkat ke Arab Saudi untuk belajar di Pondok Pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki. Karena terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Meski demikian, Tajul Muluk yang bernama asli Ali Murtadha ini tetap bertahan di Arab dengan bekerja.
1999
Tajul Muluk pulang dari Arab dan kembali menetap di Karang Gayam, Sampang. Keluarga Makmun dan masyarakat setempat menyambutnya dengan gembira.
2004
Sejumlah warga desa yang juga murid Kiai Makmun mewakafkan sebidang tanah untuk mengembangkan pesantren beraliran Syiah. Pesantren kecil ini diberi nama Misbahul Huda. Ustad atau guru yang mengajar di pesantren ini adalah Tajul Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI.
Berbeda dengan sang ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran Syiah secara terbuka dan terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan, cekatan, dan tidak bersedia menerima imbalan setiap ceramah membuat Tajul menjadi kiai muda yang dihormati di Karang Gayam.
Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam dan di Blu’uren (desa tetangga) telah menjadi pengikut Syiah dan murid Tajul yang setia.
Awal 2004
Perkembangan dakwah Tajul menyebarkan Syiah akhirnya mendapat respons dari para ulama setempat. Di antaranya Ali Karrar Shinhaji (masih kerabat dekat dari ayah Tajul, Kiai Makmun), pemimpin Pondok Pesantren Darut Tauhid, di Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan. Dalam sebuah pertemuan dengan Tajul dan saudara-saudaranya, Karrar sangat berkeberatan dan tidak menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk yang mengajarkan Syiah. Baginya, Syiah adalah mazhab dalam Islam yang salah dan sesat.
Tak hanya Karrar, para ulama lain di Sampang juga bersikap sama: keberatan dengan aktivitas Tajul. Saat itu, mereka tidak terbuka menentang dakwah Tajul Muluk karena masih menaruh rasa hormat terhadap ayah Tajul, Kiai Makmun.
Juni 2004 



Kiai Makmun meninggal setelah sakit. Setelah ia meninggal, para ulama setempat menentang keras penyebaran Syiah yang dilakukan anak-anak Kiai Makmun. Intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas minoritas Syiah Sampang yang dianggap sesat mulai kerap terjadi sejak saat itu.
sumber : tempodotco (bersambung)


Rabu, 16 September 2020

Sumbernya dari buku syiah, tapi mereka mengaku difitnah

 Akhir bulan agustus kemarin, sebuah tv nasional swasta menayangkan tentang Syiah. Dari kedua kubu, diberi waktu yang hamper sama dalam durasi. Syiah setelah acara tersebut, di kalangan internal mereka sendiri terjadi prokontra. Bagaimana tidak, pihak wakil kontra syiah, menjadi pihak yang dianggap menyebarkan fitnah tentang syiah. 

Berikut salah satu status tv yang hendak menayangkan acara tentang syiah tersebut. 

Keberadaan Syiah di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Seiring dengan perkembangan tersebut, gelombang penolakkan terhadap kegiatan Syiah juga terus terjadi. Salah satu kegiatan pengikut Syiah yang menjadi perhatian publik adalah peringatan Asyura awal bulan Muharram. Stigma menyimpang, hingga sesat pun disematkan pada pengikut Syiah. Lalu bagaimanakah fakta Syiah saat ini di Indonesia? Saksikan Fakta malam ini jam 21.00 WIB hanya di tvOne & streaming dst

Beberapa hari setelahnya, tokoh-tokoh syiah sibuk menyerang balik tuduhan kepada syiah. Mereka menuduh apa yang disampaikan narasumber adalah fitnah. Padahal apa yang disampaikan narasumber, memang sumbernya dari syiah. Dari nikah mutah dan lain-lain, adalah hal yang tidak bisa ditutupi oleh syiah sendiri. Bahkan MUI sudah mengeluarkan edaran tentang kewaspadaan tentang ajaran yang menghalalkan nikah mutah. Bahkan MUI jawa timur sudah mengeluarkan fatwa haramnya ajaran syiah di Bumi Indonesia. 








Kebatilan akan keder menghadapi kebenaran. Mereka berusaha sibuk mencuci kotoran agar terlihat bersih, tapi susah menghilangkan hakikat yang ada pada mereka. Karena hakekat ajaran syiah adalah ajaran yang menyimpang dan penuh dengan dendam terhadap umat Islam. Mereka lebih benci kepada umat islam sunni daripada musuh-musuh islam yang sebenarnya.

Rabu, 15 Juli 2020

HABIS DIAJAK JALAN2 KE IRAN, 8 DOSEN PT INDONESIA DIAJAK KERJA SAMA DENGAN SEKOLAH SYIAH


Sekolah syiah STFI Sadra menerima kunjungan sejumlah dosen dari berbagai kampus untuk melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama antar lembaga dalam beragam bidang pendidikan, penelitian dan lainnya di ruang rapat lantai 4 kampus STFI Sadra Jakarta, Jumat (21/2/2020)
Pertemuan yang dibuka pukul 9.00 WIB tersebut dihadiri oleh Dr. Hossein Mottaghi (Ketua Yayasan Hikmat Al Mustafa), Dr. Kholid Al Walid (Ketua STFI Sadra), para deputi dan  sejumlah dosen dari Universitas Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, IAIN Syeikh Nurjati Cirebon, IAI Cipasung, Universitas Paramadina, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Brawijaya Surabaya.




MoU tersebut terkait kerjasama yang hendak dilakukan berupa pertukaran dosen, pertukaran pelajar, penyelenggaraan seminar dan konferensi internasional, melakukan proyek penelitian kolaboratif dan kegiatan pelatihan, dan melakukan kursus singkat tentang bahasa dan budaya Persia.
Dalam sambutannya, Dr. Hossein Mottaghi menyampaikan apresiasi kepada sejumlah dosen yang telah menunjukkan semangat dan keseriusannya dalam mengikuta program Short Course di Iran di tengan ancaman perang dan ketegangan antara Amerika dan Iran kala itu. Ia berharap para dosen tersebut dapat memberikan informasi yang sesungguhnya mereka saksikan secara langsung di Iran kepada masyarakat Indonesia yang jauh berbeda dengan pemberitaan media-media khususnya Media Sosial.
Sementara Dr. Kholid Al Walid dalam kesan pesannya mengungkapkan bahwa hal penting dari perjalanan para dosen mengikuti Short Course di Iran ialah untuk melihat fakta dan hakikat Iran secara langsung yang tentunya jauh berbeda dengan apa yang diberitakan di media-media selama ini. Kemungkinan ini adalah tindak lanjut dari program kampanye syiah yaitu secara rutin mengundang akademisi berkunjung ke Iran dalam rangka mengkampanyekan islam syiah. Karena itu, diperlukan pelaksanaan program pertukaran dosen dan mahasisiwa untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Bukan saja mempelajari ilmu agama bahkan bisa diupayakan untuk mempelajari bidang lain seperti teknologi. Semoga berkat program semacam ini hubungan umat Islam Indonesia dan Iran dapat terjalin erat.
Sebagaimana diketahui, beberapa pekan yang lalu sejumlah dosen tersebut melakukan studi banding dan penelitian terkait berbagai hal dengan mengikuti program Short Course di Iran selama kurang lebih dua pekan. Dalam kesan pesan yang disampaikan, mereka sangat terkesan dan kagum atas realitas kehidupan religi, politik dan sosial di Iran yang disaksikan dari dekat. Kehidupan rakyat Iran yang kompak anti pemerintahan Amerika dan Israel yang zalim, dunia pendidikan Hauzah yang unik dan mengagumkan, serta kemajuan teknologi Iran. Karena itu mereka sangat heran dengan pemberitaan media-media khususnya di Indoneisa selama ini tentang Iran. Sebab, seringkali ketika disebut nama Iran, justru isu-isu negatif mengenai Syiah yang bermunculan dan tidak sesuai dengan fakta yang mereka lihat secara langsung di sana.
Ini menunjukkan bahwa Iran dan syiah tidak main-main dalam mengelola target dakwah. Mereka membidik orang-orang berpengaruh agar menyebarkan ide syiah ke para pengikutnya. Namun usaha mereka akan gagal jika kita selaku umat islam tetap menyadari kesesatan syiah. Seberapa gigih syiah berdakwah, jika kita sudah punya benteng maka syiah akan mental dengan sendirinya.


Kongres wanita syiah Indonesia di Jakarta bulan Februari kemarin


Jakarta – Komunitas wanita syiah yang tergabung dalam wadah MAI, di bawah ormas syiah ABI pada Jumat (21/2) menggelar kongres nasional ke-2 di Auditorium LPMP, Jakarta. Dalam acara itu, tampak hadir sejumlah undangan. Di antaranya, Direktur Penerangan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Dr. Juraidi, MA, perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA) Ono Taryono, atase Kebudayaan Republik Islam Iran Mehrdad Rakhshandeh Yazdi, Ph.D,, Kowani (Kongres Wanita Indonesia), Dr. Giwo Rubianto Wiyogo, dan lain-lain.
Setelah diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran dan menyanyikan lagu indonesia raya, acara kongres dilanjutkan dengan prosesi pembukaan yang dipimpin langsung oleh Ketua MAI, Endang Rahayu. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa wanita syiah menjadikan figur agung Sayidah Fathimah as sebagai inspirasi. Penyelenggaraan kongres ke-2 kali ini pun dilakukan tepat di bulan kelahiran az-Zahra as.










Dalam sambutan berikutnya, tokoh syiah Abdullah Beik yang mewakili ormas syiah ABI  mengucapkan selamat atas diselenggarakannya kongres ke-2 MAI untuk kepengurusan 2020-2025. Di hadapan perwakilan Kementrian Agama dan KPP & PA, Ustadz Abdullah menyatakan bahwa ormas syiah ABI dan MAI siap membantu dan berkontribusi bagi bangsa dan negara Indonesia dan demi masa depan anak cucu kita. Mudah-mudahan di masa mendatang, lanjutnya, Indonesia akan lebih bermartabat dan bertoleransi, dengan keluarga terbaik sebagai fondasinya.
Sebagai pertanda dimulainya kongres ke-2 ormas wanita syiah MAI, Dr. Giwo secara simbolis mengetukkan palu. Selepas pembukaan, rangkaian berikut dari acara kongres yang dihadiri sekitar 200-an peserta itu adalah seminar bertema “Keluarga sebagai Prioritas Peningkatan Kualitas Bangsa”. Seminar itu menghadirkan para narasumber yang berkompeten. Di antaranya, Ketua Umum ormas syiah ABI, Zahir Yahya, pengamat social yang cenderung syiah dan pernah belajar di Iran, Dr. Dina Sulaeman, dan aktivis perempuan yang juga seorang dosen, Dr. Nur Rofiah.
Ini menjadi indikasi bahwa dakwah syiah, mencoba memakai banyak lini. Tidak hanya dari kalangan laki-laki mereka membuat wadah dakwah, mereka juga menggarap segmen ibu-ibu. Karena dari pengaruh mereka, anak-anak yang lahir bisa menjadi syiah atau bisa menjadi pendukung syiah. Jika orang tuanya secara ideology syiah maka mungkin sudah tidak menjadi masalah bagi internal syiah sendiri.

Kamis, 09 Juli 2020

Kunjungi Kantor Staf Presiden, syiah Berharap Kasus Sampang Segera Tuntas

Jakarta – Syiah kembali mengunjungi Kantor Staf Presiden (Rabu, 19/2/2020). Kali ini, syiah berencana menyampaikan informasi terkini seputar kondisi para pengungsi Sampang di rusunawa Sidoarjo. Berkenaan dengan itu, delegasi syiah mengharapkan adanya solusi konkret dari pihak pemerintah.

Pertemuan yang berlangsung siang hari di Kantor Staf Presiden (KSP) itu dihadiri sembilan orang. Pihak syiah diwakili oleh Ust. Musa Kazhim Habsyi selaku anggota Dewan Syura ABI-ormas syiah terbesar di Indonesia, Ust. Ahmad Hidayat (Wakil Ketua Umum syiah), Arif Ambari (Wakil Sekretaris Jenderal syiah), dan Muadz yang mewakili warga penyintas Sampang. Keempatnya ditemui langsung oleh lima orang staf KSP.






Pemaparan Ust. Musa Habsyi seputar sejarah peristiwa Sampang mengawali pertemuan itu. Beliau pun berharap agar pertemuan kali ini dengan para staf Presiden Jokowi akan membuahkan hasil dan solusi yang tepat dan kongkrit. Selanjutnya, Ahmad Hidayat menyampaikan aspirasi para pengungsi yang ingin kembali pulang ke kampung halamannya.
Menurutnya, ormas syiah ABI sebagai ormas keislaman syiah diberi kuasa secara legal oleh para pengungsi Sampang untuk mengawal kasus mereka. Karena itu, ormas syiah ABI akan terus menyuarakan semua yang dialami dan diamanatkan para warga penyintas itu, sampai mereka memperoleh kembali hak-haknya. Dalam hal ini, Muadz selaku TP2S ABI (Tim pendamping penyelesaian Sampang) menyerahkan data-data perkembangan mutakhir seputar kondisi para pengungsi secara tertulis kepada pihak KSP.
Menanggapi semua itu, Rumadi selaku staf KSP yang ketua Lakpesdam NU ini mengaku bahwa secara pribadi, dirinya terus mengikuti kasus Sampang. Menurutnya, meskipun pendekatan HAM dalam prosesnya dapat berjalan, namun ujung-ujungnya selalu mentok. Karenanya, perlu pendekatan lain yang lebih komprehensif.
Pendekatan apa itu? “Resolusi konflik,” ungkap Rumadi. Selama ini, dirinya mendapat informasi dari timnya (gabungan Pemprov, aparat, dan unsur masyarakat, salah satunya, Lakpesdam NU) bahwa pihak pemerintah provinsi Jawa Timur sudah angkat tangan untuk memulangkan para pengungsi Sampang. Menurut pihak Pemprov Jawa Timur, risikonya terlalu besar untuk dilakukan.
Akhirnya, Pemprov Jawa Timur mengambil solusi dengan mencarikan tanah hunian di tempat lain dengan prinsip, tanah para pengungsi di kampung halaman tetap menjadi hak milik mereka (melalui PTSL). Kendati sampai hari ini, tak ada informasi lebih jauh mengenai proses pencarian tanah tersebut. Rumadi lalu menegaskan bahwa Resolusi Konflik lebih memungkinkan dengan tidak menghilangkan kepemilikan tanah di Sampang.
Sebagaimana telah diketahui secara luas, para pengungsi Sampang, Madura sudah delapan tahun tinggal di Rusunawa Puspa Agro, Sidoarjo, Jawa Timur. Total warga penyintas yang tinggal di sana mencapai 348 jiwa, meliputi 83 keluarga. Faktor kelahiran dan warga penyintas yang menikah menjadi penyebab bertambahnya jumlah jiwa dan Kepala Keluarga.
Sejak awal 2017, para penyintas membuka sendiri usaha kupas kelapa sebagai mata pencaharian tambahan. Pasalnya, subsidi dana dari pemerintah masih jauh dari mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka.
Sejak 2014, pemerintah memberikan subsidi dana tunai bulanan sebesar 709.000 rupiah kepada setiap pengungsi untuk menopang kehidupan mereka. Namun, jumlah itu masih jauh dari pemenuhan kebutuhan hidup yang paling mendasar sekalipun. Faktanya, kebutuhan hidup sederhana di pengungsian Puspa Agro jauh lebih mahal dibanding biaya hidup yang sama di kampung halaman mereka.
Selain itu, dari total 348 jiwa, hanya 134 orang saja yang memiliki kartu BPJS. Dan dari 134 peserta BPJS itu, hanya sebagian saja yang iurannya dibayarkan pemerintah melalui skema PBI. Selama di pengungsian, sudah beberapa warga penyintas yang meninggal dikarenakan sakit yang diderita cukup lama.
Di antaranya adalah alm. Busidin yang wafat pada 2016 di usia 65 tahun, almh. Kurriyah yang wafat pada 2018 di usia 24 tahu, alm. Marto yang juga wafat pada 2018 di usia 57 tahun, alm. Saiful Ulum yang wafat pada 2019 di usia 44 tahun, dan Nyai Ummah yang baru wafat beberapa hari lalu pada usia 63 tahun.  Saat ini, 11 warga penyintas sedang menderita sakit yang memerlukan penanganan lanjutan (data pengobatan umum, DM 02/02/2020). Namun, hanya 4 dari 11 warga penyintas di atas yang sudah menjadi peserta BPJS. Sementara sebagian lainnya melakukan pengobatan dengan biaya pribadi.
Hingga akhir Desember 2019, warga penyintas usia sekolah mencapai 148 orang, yang terdiri dari 7 mahasiswa, 20 siswa Sekolah Menengah Atas, 15 santri pesantren, 33 siswa Sekolah Menengah Pertama, 60 siswa Sekolah Dasar, dan 13 siswa TK/PAUD. Hanya 7 dari 141 siswa penyintas yang memiliki kartu KIP. Bahkan, kartu tersebut didapatkan para siswa bukan dalam kapasitanya sebagai pengungsi. Melainkan hasil upaya pihak sekolah masing-masing di Kabupaten Pasuruan.

Syiah Kaltim Adakan Musyawarah dan Seminar Kebudayaan


Samarinda, Sabtu (1/2/20) – Pembukaan Musyawarah oleh  Muhammad Jauhar Effendi, Pelaksana Tugas Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kaltim.
Pimpinan syiah Kalimantan Timur melaksanakan Musyawarah ke III di Hotel Grand Jamrud 2 Samarinda. Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari dari Sabtu pagi sampai Minggu sore. Musyawarah dibuka secara resmi oleh Muhammad Jauhar Effendi, Pelaksana Tugas Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kaltim. Ini adalah sebagai strategi dakwah syiah dengan melibatkan pemerintah dalam kegiatan resmi mereka. Ini juga menjadi kampanye bahwa syiah diterima keberadaannya oleh pemerintah. 






Dalam rangkaian pembukaan, kegiatan dirangkai dengan seminar yang mengangkat tema Peran Ormas Islam dalam Membangun Strategi Kebudayaan Nasional. Seminar yang dimoderatori oleh Haidir Azran ini dihadiri lebih dari 100 orang peserta. Dengan pembicara ustaz Sabara Nuruddin (Peneliti Indonesia) dan Ustaz Zahir Yahya selaku Ketua Umum DPP ABI.
Ketua Panitia acara, Muhammad Saleng mengatakan, seminar tersebut diadakan untuk memberikan kontribusi bagi daerah, bangsa, dan negara. Dengan fokus utama membahas isu strategis terkait kebudayaan. Juga problem sosial yang berkembang di masyarakat Indonesia, khususnya Kaltim.
“Kita ingin memperkenalkan budaya Indonesia. Bangsa ini memiliki budaya dan kekhasan yang berbeda. Negara ini juga memiliki persatuan yang luar biasa,” ujarnya.
Saleng menyebutkan bahwa dalam Musyawarah tersebut diadakan kegiatan berupa sidang komisi-komisi dan di hari kedua pemilihan dan pelantikan ketua syiah Kaltim.
“Kami berharap ketua yang baru ini bisa membawa syiah ABI (ormas syiah) Kaltim dalam kontribusi yang nyata kepada umat, memberikan manfaat secara umum, bersinergi dengan pemerintah, dan menopang kegiatan yang dilaksanakan pemerintah,” harapnya.
Sayyid Thoriq Assegaf dalam Musyawarah ini mendapatkan amanat untuk menjabat sebagai Ketua syiah Kaltim periode  2020 – 2024, yang pada periode sebelumnya dijabat oleh Muhammad Bilfaqih. (sumber: media resmi syiah ABI)

Kamis, 25 Juni 2020

AKHIR TAHUN 2019, SYIAH TANGERANG PUGAR RUMAH

Ini bagian dari dakwah syiah secara sosial. mereka menggalang dana dari masyarakat dan membuat program yang seolah peduli pada masyarakat tidak mampu. 

Jika sebelumnya sudah ada yang firal yaitu bedah rumah di sebuah stasiun TV swasta, maka ini dalam sekup yayasan, syiah juga mengadakan program serupa.






Ini dana yang digalang dari masyarakat dan dserahkan ke masyarakat kembali. jadi tidak perlu silau dengan program yayasan syiah tersebut.

PERLAWANAN TERHADAP SYIAH DI JOGJA DI AWAL TAHUN

Acara yang sifatnya membongkar kedok Iran sebagai pusat syiah dunia saat ini coba dilakukan oleh anak-anak muda. ini menjadi sebuah harapan bahwa dari umat ini masih akan tetap ada yang care terhadap akidah umat yang mendapat serangan dari musuh-musuhnya. dari jaman dulu, syiah sudah menjadi benalu bagi umat islam secara umum. di timur tengah, mereka tidak segan-segan bekerjasama dengan orang-orang kafir untuk menguasai umat islam. tengok saja kejadian di Iraq, belum lama ini. 




Penjajahan Amerika ke Iraq menjadi lebih mudah karena dibantu oleh kelompok syiah, yang dikemudian hari punya misi mensyiahkan Iraq secara umum, setelah sebelumnya meerka tidak mendapat tempat dan panggung di kalangan umat islam.