Senin, 09 Juli 2012

SYIAH DAN IMAM MAHDI : Imam Mahdi, Sang Juru Selamat

Malam 15 Sya’ban 255 Hijriah atau dikenal dengan malam Nisfu Sya’ban, Hakimah, bibi Imam Hasan Askari as berkunjung ke rumah Imam untuk bersilaturahmi. Di saat Hakimah hendak minta izin untuk pulang, Imam berkata kepadanya, “Bibi! Malam ini menginaplah di rumah kami.”
Hakimah berkata, “Hari ini, saya sudah cukup merepotkan kalian.”
Imam menjawab, “Malam ini akan lahir seorang bayi laki-laki dari keluarga kami yang akan menerangi bumi dengan ilmu, iman dan petunjuknya setelah bumi diliputi kezaliman dan kegelapan.”
Hakimah dengan heran bercampur gembira bertanya, “Bayi tersebut anak Nargis?”
Imam menjawab, “Benar anak tersebut dilahirkan Nargis.”
Setidaknya ada dua versi ihwal jatidiri juru selamat dunia ini. Sebagian besar golongan Ahlusunnah menganggap bahwa Imam Mahdi itu bernama Muhammad bin Abdullah, yang akan muncul menjelang Hari Kiamat tiba. Ini berdasarkan sebuah hadis dari Nabi Saw yang mengatakan bahwa nama Imam Mahdi itu sama dengan namaku, ayahnya sama dengan nama ayahku.
Sementara, di pihak lain, kalangan Syiah Imamiyah meyakini bahwa Imam Mahdi itu adalah gelar untuk Muhammad bin Hasan Askari bin Ali Hadi bin Muhammad Jawad bin Ali Ridha bin Musa Kazhim bin Jafar Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah saw. Ulama Sunni yang mengurutkan dua belas imam dari jalur Ahlulbait ini adalah Syekh Qanduzi al-Hanafi dalam kitab Yanabi al-Mawaddah.
Telah berabad-abad umat manusia menanti datangnya penyelamat yang dijanjikan. Orang-orang yang terzalimi pun mengharap penuh kedatangan sang penyelamat untuk mengentas mereka dari kezaliman. Penantian dan harapan ini dari satu sisi meniupkan ruh segar ke hati manusia dan dari sisi lain, perdamaian serta kebahagiaan segera terwujud dengan kedatangannya.
Imam Mahdi, anak dari Imam Hasan Askari as merupakan anak cucu dari Rasulullah Saw (Ahlul Bait). Ibunda beliau masih cucu dari raja Romawi yang menjadi istri Imam Hasan melalui proses yang menakjubkan. Setelah Imam Mahdi lahir, ayah beliau, Imam Hasan merawat sang bayi dan menjaganya secara ketat. Imam keduabelas umat Syiah ini lebih banyak disembunyikan karena ancaman yang datangnya dari pemerintah zalim saat itu.
Sejak masa kanak-kanak, Imam Mahdi telah dianugerahi oleh Allah swt hikmah dan ilmu pengetahuan serta menjadikannya sebagai tanda bagi umat manusia. Namun karena selalu mendapat ancaman dari pemerintah saat itu, Imam Mahdi tidak tampil ke publik dan dijaga dengan ketat oleh ayah beliau. Untuk beberapa waktu, umat Islam jika ingin berhubungan dengan Imam Mahdi melalui orang-orang kepercayaan beliau. Setelah membimbing umat dalam waktu yang singkat di zaman ghaibah shugra (kegaiban kecil), Imam Mahdi kemudian mengalami ghaibah kubro (kegaiban besar).
Kegaiban pertama dimaksudkan, di antara beberapa alasan, untuk menghindari terjadinya pembunuhan pada diri Imam Mahdi, yang kabar tentang kelahirannya telah masyhur di kalangan umat Islam, termasuk penguasa Bani Abbasiah saat itu. Mereka memata-matai rumah Imam Hasan Askari yang dinubuatkan sebagai tempat kelahiran Imam Mahdi. Alasan lain adalah untuk mempersiapkan umat Syiah dalam menerima otoritas ulama yang kompeten selama kegaiban beliau.
Pada masa kegaiban pendek, umat Syiah menyampaikan masalah-masalah mereka kepada wakil khusus Imam as, yang terkenal sebanyak empat orang. Empat wakil ini kemudian menyampaikan permasalahan tersebut kepada Imam Mahdi as. Pasca kegaiban pendek, yang ditandai dengan berakhirnya perwakilan khusus Imam, akhirnya umat Syiah terbiasa untuk menerima kepemimpinan ulama mereka dalam kegaiban panjang ini.
Kabar tentang datangnya juru selamat dunia telah dikenal manusia sepanjang sejarah. Berita gembira ini dan isyarat kedatangan juru selamat dapat ditemukan disabda dan ajaran para Nabi. Konsep soal datangnya juru selamat ketika dunia mendekati hari Kiamat merupakan ideologi agama Samawi termasuk, Yahudi, Kristen, Zoroaster dan khususnya Islam.
Di dalam Alquran yang mulia tidak terdapat ayat-ayat yang jelas dan tegas tentang imamah, khilafah, dan kepemimpinan al-Imam al-Mahdi ‘alaihissalam, tetapi isyarat-isyarat ke arah itu ada, misalnya, saja dalam firman-firman Allah Azza wa Jalla berikut ini :
Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukainya.” (QS At-Taubah, 9 : 32)
Dia yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar untuk dimenangkan-Nya atas seluruh ajaran, kendatipun orang-orang musyrik membencinya.” (QS At-Taubah, 9 : 33)
Dia yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar untuk dimenangkan-Nya atas seluruh ajaran, kendatipun orang-orang musyrik membencinya.” (QS Ash-Shaff, 61: 9)
Dia yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar untuk dimenangkannya atas ajaran seluruhnya, dan cukuplah Allah sebagai saksi. ” (QS Al-Fath, 48 : 28)
Di kitab suci Zoroaster disebutkan musnahnya kezaliman dan kegelapan serta munculnya pewaris orang saleh. Di kitab ini diisyaratkan peperangan perkepanjangan antara kebaikan dan kejahatan. Di kitab agama Hindu juga menyebutkan juru selamat yang dijanjikan. Pengikut agama Yahudi yang menganggap dirinya pengikut Nabi Musa as juga memiliki keyakinan soal konsep juru selamat. Mereka senantiasa menunggu kedatangan sosok yang dijanjikan ini. Di kitab suci mereka seperti Taurat dan kitab lainnya ditekankan soal juru selamat tersebut. Adapun agama Kristen melalui kitab Injilnya baik itu Injil Matius, Lukas, Markus dan Barnabas serta injil Yohanes juga menyebutkan banyak isyarat tentang juru selamat akhir zaman.
Keyakinan akan konsep juru selamat di akhir zaman ketika dilontarkan Islam memiliki dimensi khusus. Dalam pandangan Islam juru selamat dunia memiliki kriteria khusus. Juru selamat ini termasuk janji Islam untuk mengakhiri kezaliman yang memenuhi bumi. Islam senantiasa menjanjikan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dibarengi dengan keadilan, kebebasan serta keamanan. Dan ini bukan sekedar mimpi dan pasti terwujud.
Salah satu kriteria penting Imam Mahdi adalah menghancurkan diskriminasi, ketidakadilan dan penyelewengan. Di sisi lain, juru selamat ini akan mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kehidupan yang penuh keadilan serta kebebasan dan keamanan. Ia akan membangun tatanan dunia baru yang dipenuhi keamanan dan keadilan. Pada akhirnya kekuasaan dunia akan diperintah oleh orang-orang saleh.
Sementara itu, harapan dan penantian (intizar) kemunculan Imam Mahdi selain memberikan spirit bagi manusia juga mempersiapkan jalan masa depan. Penantian mampu memberi manusia kekuatan stabil dan spirit ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya hingga masa kemunculan Imam Mahdi. Hal inilah yang membuat manusia memiliki semangat kuat untuk menentang kezaliman sepanjang masa.
Sejatinya, penantian berarti tidak puas akan kondisi yang ada. Manusia menanti kebaikan menguasai dunia. Ketika manusia memiliki keyakinan seperti ini. Penantian adalah sebuah kondisi psikologis yang memunculkan persiapan terhadap sesuatu yang dinantikan dan lawan kata dari hal itu adalah putus asa. Setiap kali penantian meningkat, maka persiapan semakin banyak. Tidakkah Anda merasakan jika menanti seseorang yang akan datang, maka akan bertambah pula persiapan Anda ketika kedatangan seseorang itu semakin dekat.
Dari sisi ini, setiap kali tingkatan penantian mengalami perbedaan maka terjadi pula perbedaan kecintaan terhadap orang yang Anda nantikan. Manakala kecintaan semakin besar maka bertambah besar pula persiapan menyambut kedatangan orang yang dicintai. Perpisahan dengan sang kekasih membuatnya sedih. Sampai-sampai orang yang menanti melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan penjagaan dirinya, dia tidak lagi merasakan apa yang menimpa dirinya dari rasa sakit ataupun tekanan yang menyayat.
Seorang mukmin yang menanti pemimpinnya, manakala penantiannya semakin besar maka semakin besar pula upaya dirinya untuk mempersiapkan baik dengan berbuat warak, berupaya sungguh-sungguh, melakukan pembenahan diri, menghindari akhlak-akhlak yang buruk, menghiasi dengan akhlak-akhlak yang terpuji sehingga ia berhasil menjumpai pemimpinnya, menyaksikan keindahannya di masa kegaibannya. Sebagaimana hal ini terjadi pada sejumlah besar orang saleh. Karena itu, para imam maksum memerintahkan para pengikut mereka, sesuai dengan yang tercantum dalam riwayat-riwayat, untuk melakukan upaya pembenahan diri dan melaksanakan segala bentuk ketaatan. 
SUMBER : (DarutTaqrib/IRIB/Adrikna!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar