Selasa, 02 Juli 2013

Unpad Klarifikasi Gelar Jalaluddin Rakhmat, Syiah Terus Laknat Sahabat Nabi

DALAM rangka menjernihkan permasalahan Syiah di Indonesia dan simpang-siurnya berita di media massa selama ini, Redaksi hidayatullah.com menurunkan tulisan berseri tentang fakta dan data Syiah di Indonesia yang dirujuk pada buku-buku dan penerbitan Syiah di Indonesia. Selamat membaca. 
***
Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung baru-baru ini mengklarifikasi gelar akademik tokoh Syiah, Jalaluddin Rakhmat. Dalam surat tertanggal 23 April 2012 yang ditujukaan kepada KHM Said Abdul Shamad, dikatakan bahwa (1) Jalaluddin Rakhmat belum memiliki gelar Guru Besar di Universitas Padjadjaran dan (2) Untuk gelar Doktor (Dr), secara administratif Unpad belum menerima ijazahnya. Surat Unpad itu ditandatangani oleh Prof. Ganjar Kurnia.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dirjen Pendidikan Tinggi, melalui suratnya tertanggal 14 Juni 2012 juga memberikan klarifikasi soal ijazah Jalaluddin Rakhmat bahwa yang bersangkutan belum pernah melakukan penyetaraan ijazah baik master maupun doktornya. Dengan demikian, Dirjen Pendidikan Tinggi tidak memiliki data tentang yang bersangkutan.
Jalaluddin Rakhmat adalah tokoh Syiah di Indonesia yang juga editor buku berjudul “40 Masalah Syiah”, karya Emilia Renata, yang diterbitkan oleh organisasi Syiah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Buku ini merupakan salah satu bukti kuatnya dendam Syiah terhadap Ahlus Sunnah dan kuatnya tradisi mencaci maki para sahabat Nabi yang utama.
Sebagai contoh, bab 9 buku ini diberi judul: “SYIAH MELAKNAT SAHABAT”.  “Jika kita berakhlak dengan akhlak al-Quran, jika kita meniru Rasulullah saw sebagai teladan kita, kita pun harus melaknat siapa pun yang dilaknat dalam al-Quran dan Sunnah.” (halaman 86).
Di halaman 194-195 buku ini, tertulis: “Dari Aisyah: Fathiman as putrid Nabi saw menemui Abu Bakar la untuk menuntut tanah Fadak, hak warisnya dari Rasulullah saw berupa al-Fai yang ada di Madinah….”….” Maka Abu Bakar pun menolak memberikan kepada Fathimah as apapun dari padanya. Fathimah as kecewa dengan tindakan Abu Bakar. Ia menjauhinya dan tidak berbicara dengannya sampai meninggal dunia. Fathimah as hidup sesudah Nabi saw wafat, selama 6 bulan. Ketika ia wafat, suaminya memakamkannya di malam hari dan tidak mengizinkan Abu Bakar untuk mensalatkannya.”
Perhatikanlah gelar yang diberikan oleh buku yang diedit  oleh Jalaluddin Rakhmat kepada Fathimah yaitu “as”, sementara gelar untuk Abu Bakar yaitu “la”.  Mungkin saja, “as” singkatan dari “alaihi salam” dan “la” singkatan dari “laknatullah alaihi” (laknat Allah atasnya).  Wallahu a’lam.
Yang jelas, tradisi melaknat sahabat-sahabat utama  seperti Abu Bakar r.a. dianggap sebagai ibadah bagi kaum Syiah di Indonesia.  Misalnya, dalam sebuah brosur doa yang berjudul “ZIARAH ASYURA”,  ditekankan juga perlunya doa kutukan dan laknat: “Allaahummal-‘an awwala dhaalimin dhalama haqqa Muhammadin wa-Aali Muhammadin…”. (Ya Allah, laknatlah orang-orang zalim di masa mula-mula yang menzalimi hak Nabi Muhammad dan keluarganya…”).
Dari buku “40 Masalah Syiah” jelaslah siapa yang dimaksud oleh kaum Syiah yang menzalimi hak keluarga Nabi!
Doa kaum Syiah ini diakhiri dengan kutipan perkataan Imam Muhammad Al-Baqir as., yang berkata kepada Alqamah: “Jika engkau mampu berziarah kepada beliau (Imam Husein as.) setiap hari dengan membaca doa ziarah ini (ziarah Asyura) di rumahmu, maka lakukanlah itu dan engkau akan mendapatkan semua pahala (berziarah).”
Jelas sekali selama ini buku-buku dan tokoh-tokoh Syiah sangat aktif dan terus-menerus menghujat, melaknat, dan mengutuk Sahabat Nabi yang mulia.  Sangat disesalkan di bumi Muslim yang damai seperti di Indonesia, benih-benih kebencian dan dendam turun-temurun terus ditaburkan ke tengah masyarakat.*[redaksi]
sumber: hidayatullah.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar