Senin, 26 November 2012

Main Belakang Cara Syiah

Ustadz Cholil Nafis, Wakil Ketua Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkejut. Kunjungannya ke Qom, Iran, untuk studi banding akhir tahun 2011 malah menyingkap sebuah kesepakatan terselubung antara Nahdlatul Ulama dengan sebuah universitas Syiah di Qom.
Nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) itu dikatakan terselubung, karena memang dibuat tanpa diketahui dan disetujui oleh Syuriah PBNU. Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj diam-diam membuat kesepakatan antara PBNU dengan Universitas al-Mustafa al-’Alamiyah, Qom pada 27 Oktober 2011.
Cholil ke Qom diutus oleh Universitas Indonesia untuk studi banding ekonomi Islam di universitas yang sama. Dia mendapat kabar MoU itu dari pihak universitas dan dibenarkan oleh 200-an mahasiswa Indonesia di sana yang menyaksikan prosesi penandatangannya.
Kesepakatan setebal empat halaman itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia. Dokumen itu ditandatangani oleh Said Aqil Siradj, Muhammad Zain (Ketua Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffaz PBNU), dan Prof Ali Reza Aarafi dari Universitas Mustafa, Qom.
Kata Cholil, sebelumnya Said Aqil selalu menyangkal adanya MoU tersebut. Namun, ketika ditunjukkan dokumen itu, Said Aqil tidak bisa mengelak lagi. Suara Hidayatullah berusaha mengkonfirmasi hal ini kepada Said Aqil. Hingga berita ini dibuat beliau sedang berada di Turki.
Namun, info itu juga dikuatkan oleh Katib ‘Aam Syuriah PBNU, Malik Madani. Katanya, Syuriah PBNU telah menggelar rapat membahas MoU itu pada Desember 2011. “Karena tidak mungkin dibatalkan, kita putuskan tidak menindaklanjuti MoU itu,” kata Malik kepada Suara Hidayatullah di kantor PBNU, Jakarta bulan lalu.
Malik mengatakan, PBNU boleh bekerjasama dengan siapa saja termasuk Iran. Tetapi, karena kerjasamanya di bidang agama, itu menjadi sensitif. “MoU itu sangat rawan disalahpahami. Pertukaran mahasiswa dan dosen ke universitas Syiah rawan bagi kita,” ujar Malik menegaskan.
Sedangkan, Cholil Nafis menambahkan, MoU ditolak karena dibuat tanpa koordinasi dengan Syuriah. “MoU itu tidak sesuai dengan tujuan organisasi PBNU,” tambahnya.
Malik mengatakan, kemungkinan pihak Tanfidz PBNU yang dipimpin Said Aqil ditawarkan kerjasama oleh Iran dan tidak enak menolaknya. Kata Malik, pengiriman mahasiswa NU ke Iran terjadi pada masa kepemimpinan Hasyim Muzadi. “Sekarang tidak ada lagi,” kata dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini.
Dekati Tokoh Sunni
Selain dengan NU, Syiah juga telah menggandeng banyak tokoh dan ormas Islam Indonesia. Beberapa universtias milik Muhammadiyah terdapat Iran Corner. Dewan Masjid Indonesia juga telah digandeng ormas Syiah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) untuk membentuk forum pendekatan Sunni-Syiah yang mereka namai Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (MUHSIN).
Kedutaan Besar Iran melalui pusat kebudayaannya di Jakarta, Islamic Cultural Center (ICC), juga sering mengundang tokoh-tokoh Sunni ke Iran. ICC juga sering mendatangkan ulama-ulama Syiah ke Indonesia.
Menyusul pembakaran markas Syiah di Sampang, ICC bersama IJABI mendatangkan sejumlah ulama Sunni dan Syiah dari Iran untuk bicara di beberapa seminar awal Januari lalu. Seminar yang mereka adakan di Jakarta dan Bandung berjalan lancar, sedangkan yang mereka rencanakan di Surabaya gagal karena ditolak para kiai dan ulama setempat. Upaya memindahkan seminar ke Malang juga gagal.
Ketua MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori mengatakan, mengadakan seminar Syiah di Jatim sama saja mencari masalah. Katanya, para kiai dan ulama di Jatim sudah paham ajaran Syiah dan punya kitab-kitab rujukan Syiah.
“Jangan anggap kita bodoh. Masalah Tajul saja belum selesai, mau buat seminar,” katanya.
Menurut Habib Achmad Zein Alkaf, pengurus Syuriah PWNU Jatim, tokoh-tokoh Syiah di Indonesia sedang gencar mendekati tokoh Sunni dengan segala cara.
“Mereka mengajak tokoh dari NU, Muhammadiyah, bahkah para Habaib tamasya ke Iran,” kata habib yang intens mengkaji Syiah ini.
Katanya, sepulangnya dari Iran, tokoh-tokoh Sunni tadi tetap dipantau. Akibatnya mereka hanya mau berkomentar hal yang positif saja. Mereka tidak mau berkomentar tentang akidah Syiah yang menyimpang.
“Dasar orang Timur, tidak akan melupakan jasa dan kebaikan orang. Itulah cara Syiah memberangus tokoh-tokoh kita,” tukas Zein Alkaf.
Taqrib
Kata Zein Alkaf, selain mengundang para tokoh Sunni ke Iran, Syiah juga giat menyerukan pendekatan Sunni-Syiah yang mereka sebut Taqribul Madzahib, yakni pendekatan antar-Madzhab. Katanya, taqrib adalah proyek Syiah di daerah mayoritas Sunni.
Umar Shahab, Ketua Dewan Syura ormas Syiah Ahlul Bait Indonesia (ABI) bahkan menilai Hadits-hadits rujukan Syiah yang dipermasalahkan kaum Sunni sebagai Hadits lemah ataupun palsu.
Katanya, kitab Usul Kaafi memang kitab rujukan utama Syiah. Tapi tidak semua Hadits di kitab itu dan kitab lainnya sahih. “Banyak juga yang dhaif (lemah), bahkan maudhu’ (palsu),” kata Umar Shahab yang pernah belajar lima tahun di Qom ini kepada Suara Hidayatullah.
Kata Umar Shahab, terdapat ribuan Hadits palsu dalam al-Kaafi, misalnya yang bercerita tentang tahrif (perubahan) al-Qur`an, tentang caci maki para Sahabat dan istri-istri Nabi SAW, dan tentang cerita-cerita yang tidak rasional mengenai kedudukan para Imam Syiah.
Namun, hal itu disanggah oleh Zein Alkaf. Katanya, keabsahan kitab al-Kaafi diakui oleh para ulama Syiah.
“Ulama Syiah penulis buku dialog palsu Dialog Sunni-Syiah, Syarafuddin al-Musawi mengatakan, 16 ribuan Hadits di al-Kaafi riwayatnya mutawatir, kebenaran akan isinya adalah pasti,” kata Zein Alkaf yang juga anggota komisi fatwa MUI Jatim ini.
Zein Alkaf balik bertanya, kita lebih percaya para ulama Syiah atau orang Syiah Indonesia yang baru belajar Syiah 4 – 5 tahun di Iran?
Dia menjelaskan, Hadits-hadits atau keyakinan tentang tahrif al-Qur’an ditulis oleh ulama-ulama utama Syiah seperti al-Kulaini (Usul Kaafi), al-Qummi (Tafsir Qummi), Ni’matullah Jaza’iry (Anwar an-Nu’maniyah), Baqir al-Majlisi, dan lainnya.
Menurut Zein Alkaf, jika Syiah mengatakan beriman terhadap kesempurnaan al-Qur’an, apa pendapat mereka terhadap para mujtahid Syiah yang mengakui ada perubahan dalam al-Qur’an. “Apakah para ulama utama Syiah dianggap kafir oleh Syiah di sini?” katanya. *
SUARA HIDAYATULLAH MARET 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar