Awal Ramadhan di Iran diumumkan secara resmi oleh
Mufti Iran tidak seperti di Indonesia
yang biasanya masing-masing Ormas Islam mengumumkan awal puasanya
sendiri-sendiri, sehingga terkadang berbeda satu sama lain. Mungkin dikarenakan
adanya kedekatan emosional antara rakyat Iran
dengan alim ulamanya.
Sama halnya dengan negara-negara muslim lainnya, masyarakat Iran juga menyemarakkan Ramadhan dengan berbagai agenda yang bernilai ibadah. Hanya saja ada kekhasan budaya masyarakat Iran yang bisa jadi sulit ditemui di tempat lainnya.
Sama halnya dengan negara-negara muslim lainnya, masyarakat Iran juga menyemarakkan Ramadhan dengan berbagai agenda yang bernilai ibadah. Hanya saja ada kekhasan budaya masyarakat Iran yang bisa jadi sulit ditemui di tempat lainnya.
Kalau kaum muslimin di Indonesia misalnya, mempersoalkan
berapa rakaat salat tarawih yang harus ditunaikan secara berjamaah, antara 8
atau 20 rakaat, kaum muslimin di Iran justru tidak melakukannya. Menurut orang
Iran, tarawih berjamaah itu tidak ada di zaman Rasulullah tapi baru
diselenggarakan pada zaman khalifah Umar bin Khattab. Itulah sebabnya mereka
tidak tarawih berjamaah di masjid-masjid, melainkan shalat-shalat sendiri di
rumah.
Meskipun tidak
menyelenggarakan shalat tarawih secara berjamaah, bukan berarti mesjid sepi.
Justru mesjid-mesjid penuh sesak dengan orang-orang semalam suntuk. Khususnya
pada malam ke-19, 21 dan 23. Menurut keyakinan orang Iran ada
hadits Rasulullah yang menyebutkan, malam lailatul Qadr kemungkinan jatuh pada
ketiga malam tersebut. Karenanya pada ketiga malam tersebut masjid-masjid,
husainiyah (balai pertemuan), dan rumah-rumah yang memang menyediakan diri
untuk ‘open house’, penuh sesak dengan orang-orang yang berburu pahala dan
keutamaan malam Lailatul Qadr, yang menurut Al-Qur'an dan hadits, ibadah pada
malam itu lebih baik dari ibadah selama seribu bulan. Pada ketiga malam itu,
mereka melakukan ibadah sampai menjelang sahur. Di antaranya membaca doa jauzan
Kabir.
Doa ini memuat seribu Asmaul Husna (nama-nama Allah yang baik dan indah), karenanya butuh berjam-jam untuk membaca doa ini. Dan bisa lebih lama lagi karena di sela-sela bacaan doa, si pembaca doa menyelipkan munajat, syair-syair rintihan penyesalan atas dosa-dosa di hadapan Allah SWT. Tak heran bila suasana sangat emosional dan isak tangis terdengar di sana-sini.
Doa ini memuat seribu Asmaul Husna (nama-nama Allah yang baik dan indah), karenanya butuh berjam-jam untuk membaca doa ini. Dan bisa lebih lama lagi karena di sela-sela bacaan doa, si pembaca doa menyelipkan munajat, syair-syair rintihan penyesalan atas dosa-dosa di hadapan Allah SWT. Tak heran bila suasana sangat emosional dan isak tangis terdengar di sana-sini.
Pada hari ke-25 hingga ke-27 di masjid-masjid diadakan i'tikaf secara nasional. I'tikaf yakni berdiam diri di masjid dengan niat mengisinya dengan beribadah kepada Allah SWT. I'tikaf ini telah menjadi program nasional setiap tahunnya, karenanya biaya konsumsi termasuk fasilitas i'tikaf seperti tasbih, buku-buku doa dan sajadah disediakan pemerintah.
Kekhasan lainnya di negeri para mullah ini, tentu saja tradisi berbuka puasa. Sekitar dua jam sebelum berbuka, mereka melakukan majelis-majelis Al-qur'an. Tidak hanya di masjid-masjid, tetapi juga di tempat-tempat terbuka, seperti di taman dan sebagainya. Bulan Ramadhan adalah bulan dimana Al-Qur'an diturunkan, karenanya menurut mereka, Al-Qur'an harus lebih banyak dibaca pada bulan ini. Dalam majelis tersebut, mereka tidak hanya membaca Al-Qur'an tapi juga mengkaji dan mendiskusikannya. Sejak Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i seorang bocah 7 tahun meraih gelar Doktor Honoris Causa dari Hijaz College Islamic University, Inggris, dengan nilai 93 karena hafal dan faham Al Quran, dikenal di seluruh dunia, Iran lebih agresif lagi memperkenalkan Al-Qur'an keseluruh dunia.
Saat ini sudah ada
600 pusat lembaga kegiatan berbasis Al Quran yang sedang aktif dan dua tahun
kedepan ditargetkan ada seribu perpustakan dan Bank CD Qurani di pusat-pusat
kegiatan AlQur'an di Iran. Telah berkali-kali Iran menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Pameran Al-Qur'an Internasional. Dalam Pameran Al-Qur'an
Internasional ke XVI 2008 di Teheran ditampilkan juga Al-Qur'an terkecil yang
memecahkan rekor dunia.
Al-Qur'an yang hanya
berukuran 5 x 7 cm ini dibuat oleh kaligrafer Iran Roin Abar Khanzadeh, 94 kali
lebih kecil dari Al-Qur'an terkecil sebelumnya. Yang menarik Al Quran terkecil
ini ditulis dengan mata telanjang oleh penulisnya dan bila dijejer hanya
menempati ukuran kertas A3. Dengan tingkat apresiasi yang tinggi terhadap
Al-Qur'an wajar jika Iran menghasilkan banyak Mufassir terkemuka dalam dunia
Islam, diantaranya Allamah Mohammad Husain Thabatabai, penulis tafsir Al Mizan
yang fenomenal.
Seteleh
majelis-majelis Al-Qur'an diselenggarakan, merekapun tinggal menanti buka
puasa. Berbuka puasa bersama, diselenggarakan di masjid-masjid. Mereka memulai
berbuka dengan teh panas, buah kurma dan manisan Zulbiyo bo Mir. Zulbiyo bo Mir
adalah makanan khusus yang dibuat hanya pada bulan Ramadhan bahannya 99 %
terdiri dari gula. Makanan khas lainnya adalah Ash dan Halim. Ash semacam sup
yang dibuat dari sayuran yang dihaluskan, ditambah mie halus yang diatasnya
disiramkan saus. Sedangkan Halim adalah bubur gandum bercampur
serat-serat daging yang dibubuhi kacang peste dan kelapa tabur. Hanya saja Ash
dan Halim ini terbilang cukup mahal, sehingga hanya disajikan di
restoran-restoran.
Masyarakat Iran pada
umumnya merasa cukup berbuka dengan menu teh panas, kurma dan manisan Zulbiyo
bo Mir yang terkadang di tambah dengan keju putih. Karenanya tidak ada
kehebohan belanja di pasar-pasar menjelang berbuka puasa, tidak ada kesibukan
khusus mempersiapkan aneka minuman segar berbuka macam es cendol, es buah, es
pisang ijo dan sebagainya.
Orang-orang Iran
sepertinya tidak menganggap bahwa karena seharian puasa, maka saat berbuka
perut mesti dimanjakan oleh makanan dan minuman yang variatif. Siang harinya
pun, restoran dan penjual juz buah tetap buka, bagi yang tidak berpuasa mungkin
karena non muslim, musafir, berhalangan atau karena sakit, tidak
sungkan-sungkan menikmati makanan dan minuman di kios-kios yang terbuka. Di
Iran tidak ada polisi dan orang-orang yang razia dan menghalang-halangi orang
lain untuk makan di siang hari ramadhan.
Kekhasan berikutnya,
di Iran ada lembaga amal yang sangat terkemuka, yaitu Komite Imdad
(pertolongan) Imam Khomeini (KIIK). Program utama lembaga ini membantu Ikramul
Aytam (Pemuliaan Anak Yatim). Di tiap bulan Ramadhan, KIIK membuka
posko di berbagai kota yang menerima bantuan dan menyalurkan dana dari
masyarakat untuk memuliakan anak yatim. Disetiap posko terdapat daftar nama
lengkap dengan gambar dan biografi singkat puluhan atau ratusan anak yatim.
Bagi yang ingin memberikan bantuannya cukup memilih kepada siapa bantuannya itu
diserahkan. Tidak melulu berupa uang, namun juga berupa pakaian, buku-buku atau
mainan. Karenanya di hampir setiap posko mudah kita temui tumpukan hadiah dan
bungkusan kado yang nanti akan diserahkan kepada anak yatim yang terlah
terdaftar. Besarnya animo masyarakat menunjukkan KIIK sebagai lembaga yang
dapat dipercaya menyalurkan pertolongan sekaligus tempat ‘berlindung’ bagi yang
membutuhkan.
Hal istimewa
lainnya, hari Jumat pada pekan terakhir bulan Ramadhan orang Iran menyebutnya
sebagai Hari Al-Quds. Hari dimana mereka meramaikan jalan-jalan utama di
kota-kota besar untuk berdemonstrasi, menuntut pembebasan Palestina dari
penjajahan Israel. Pada hari itu, Yel-yel marg bar Israel (kematian
bagi Israel),marg bar Amrika (kematian bagi Amerika) dipekikkan di
berbagai kota di Iran. Para peserta demo menunaikan sholat Jumat bersama-sama
dan membentuk shaf panjang, yang di Teheran bisa mencapai puluhan kilometer.
Aksi unjuk rasa besar-besaran ini menunjukkan bentuk solidaritas muslim Iran
terhadap muslim Palestina dan ketidak setujuan mereka terhadap aksi penindasan
terhadap bangsa lain yang merdeka dan berdaulat.
Salam
Ramadhan dari Iran.
*Penulis
Warga Indonesia yang sementara belajar di Iran (Thn 2010)
(www.abna.ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar