Selaku pemateri dalam acara yang
dilaksanakan di Ruang Seminar Timur FISIPOL UGM tersebut adalah Ustadz
Fahmi Salim, M.A selaku Wasekjen Majelis Intlektual dan Ulama Muda
Indonesia (MIUMI), KH. Dr. H. Abdullah Syamsul Arifin, MHI selaku Dosen
Pasca Sarjana STAIN Jember, Jawa Timur dan Ustadz Idrus Ramli selaku
Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU Jember, Jawa Timur.
Seminar dimulai pada pukul 09.00 WIB
dengan prakata dari moderator mengenai pemberitaan media massa yang
selalu mengabarkan bahwa Syi’ah di Indonesia sebagai pihak minoritas
yang teraniaya berkaitan dengan tragedi-tragedi yang melibatkan Syi’ah
di tanah air. Dari kejadian-kejadian itu, lalu bagaimana kaum muslimin
yang berfaham Ahlu Sunnah harus bersikap kepada Syi’ah?
Setelah moderator mengawali acara dengan
melontarkan pertanyaan tersebut, acara kemudian dilanjutkan dengan
pemaparan dari para narasumber yang pertama kali berkempatan memberikan
penjelasannya yaitu Ustadz Fahmi Salim M.A.
Dalam presentasi makalahnya yang
berjudul “Dilema Syi’ah di Indonesia”, Ustadz yang juga menjabat sebagai
Komisi Pengkajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini menjelaskan
pada seminar nasional tersebut bahwa persoalan Syi’ah yang telah menjadi
isu utama relasi antar-mazhab dan aliran di dunia Islam merupakan
persoalan yang pelik, namun sebetulnya mudah untuk diidentifikasi akar
permasalahannya.
Sejak kemunculanya, sekte ini kemudian
menjelma menjadi suatu doktrin Theologis (Aqidah), cita-cita sosial dan
gerakan politik, sekaligus upaya yang menentang dan menantang proyek
peradaban Islam yang dikembangkan oleh mayoritas umat Islam yang
berakidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Menurut Ustadz Fahmi, problem tentang
Sunni-Syi’ah di Indonesia pemicu awalnya yaitu ketika terjadinya
Revolusi “Islam” Syi’ah yang sukses di Iran pada tahun 1979 dan kemudian
berkuasa hinggasaat ini. Namun menurut beliau, sikap dan respon MUI
sebagai representasi ormas Islam dan wadah para ulama dan cendekiawan
muslim, dinilai lamban dan belum responsive menyikapi infiltrasi dan
doktrin syiah yang masuk dengan gencarnya di Indonesia.
Padahal menurut beliau, sudah banyak
para peneliti Sunni yang melakukan pemetaan konflik Sunni-Syi’ah dan
kemudian berkesimpulan bahwa Syi’ah merupakan ajaran yang sudah terlepas
dari islam. Jadi, dari berbagai macam penelitian yang dilakukan oleh
tokoh dan ulama di Indonesia maupun dunia sudah menyatakan bahwa Syi’ah
bukanlah suatu madzab dari salah satu madzab didalam islam.
Dalam seminar tersebut juga dijelaskan
dengan tegas bagaimana pendapat Ahlu Sunnah berkaitan dengan kelompok
Syi’ah, yang mana dalam beberapa pendapat tersebut menyatakan bahwa
Syi’ah meyakini Al Qur’an yang sekarang ini dipakai dan dijadikan
pedoman bagi Ahlu Sunnah adalah tidak orisinil dan sudah mengalami
distorsi penambahan dan pengurangan.
Hal ini ditemukan dari kitab salah satu
tokoh Syi’ah, Al-Mufid dalam Kitab Awail Al Maqalaat halaman 91 dan hal
tersebut menjadi salah satu pondasi dasar keimanan mereka. Meski ada
segelintir ulama Syi’ah yang mengingkari tahrif tersebut, itupun menurut ulama lainnya dilakukan karena landasan Taqiyyah (berpura-pura), yang Taqiyyah itu merupakan Aqidah bagi kaum Syi’ah.
Sedangkan pendapat Ahlu Sunnah tentang
Al Qur’an menurut ulama-ulama Sunni telah menyatakan dengan tegas bahwa
Al Qur’an yang dipegang dan diamalkan umat Islam diseluruh dunia adalah
asli dan tidak ada pengurangan ataupun penambahan.
Menurut pendapat dari Al-Imam al Hafiz
Abu Amr al-Dani Al-Maliki Al-Asy’ri berkata, “Orang yang menolak atau
mengingkari satu huruf dalam Al-Qur’an adalah kafir. Orang yang meyakini
terjadinya perubahan dalam Al-Qur’an adalah sesat dan menyesatkan.
Kafir dan bermaksud membatalkan ajaran Islam”, ucapnya.
Adapun kesesatan Syi’ah lainnya yang
dijelaskan dalam seminar tersebut yaitu tentang kedudukan imam mereka
dari para nabi dan rasul. Hal ini terangkum dalam buku Imam Khumaini
berjudul Al-Hukumat al Islamiyyah, halaman 52. Yang mana, hal itu
kemudian dibantah dalam seminar tersebut melalui pendapat Syaikh Nawawi
Banten yang mengkutip dari Firman Allah swt, “dan Ismail, Alyasa’, Yunus dan Luth. Masing-masing (para rasul itu) kami lebihkan derajatnya di atas umat lainnya (pada masanya)”. (QS. Al-An’Am 6 : 86).
Lalu banyak lagi sebenarnya
kesesatan-kesesatan Syi’ah yang lainnya seperti penghinaan terhadap para
sahabat Rosululloh SAW yang mulia beserta istri-istri Rosulullah SAW,
lalu nikah mut’ah yang masih dihalalkan Syi’ah dan sampai dengan
sekarang ini, masih banyak lagi kesesatan yang dilakukan oleh Syi’ah.
Hal tersebut menurut Ustadz Fahmi tidak
terlepas dari pengaruh Revolusi Syi’ah Iran ke dunia Islam. Beliaupun
menambahkan dengan menjelaskan pergerakan Syi’ah di Iraq. Karena Iraq
berpengaruh dalam proses pembentukan ideologi revolusioner Iran. Karena
di Iraq-lah, tepatnya di kota Najaf, Khomeini ketika itu diusir oleh
rezim Syah Pahlevi pada tahun 1965.
Setelah itu para koleganya membentuk
sebuah idiological yang bertugas mengembangkan network revolusi “Islam”
ke seluruh dunia Islam. Sehingga hasilnya adalah meletusnya revolusi
Iran tahun 1979 dengan sukses. Dari hal tersebut lalu berkembang dan
menjadikan agen-agen Syi’ah di seluruh dunia lebih berani untuk
menyebarkan pemahaman mereka.
Mengenai pergerakan syiah di Indonesia,
selama ini banyak dimaknai salah oleh sebagian kalangan yang menganggap
bahwasanya Syi’ah adalah pihak minoritas yang teraniaya, lalu yang
mengusik pemahaman serta dakwah syiah di Indonesia adalah orang-orang
yang tidak menghargai HAM (Hak Asasi Manusia). Maka dengan pendapat yang
demikian tersebut di bantah oleh Ustadz Fahmi Salim.
Beliau mengatakan, “Jika kebebasan atau
pemahaman akan keyakinan golongan tersebut yang dimaksud HAM adalah
melukai atau menistakan, serta mengkafirkan orang yang diluar golonganya
adalah HAM, maka hal tersebut adalah bukan kebebasan atau HAM yang
sesungguhnya”, tegasnya.
Seperti diketahui bersama, mengkafirkan
orang diluar golongannya adalah pemahaman Syi’ah dan menistakan agama
melalui simbol-simbol keagaman seperti menghujat istri-istri serta
sahabat Rosulullah SAW kecuali beberapa sahabat saja adalah dasar dari
pemahaman syiah. Maka dengan ini sudah jelas kesesatan syiah.
Hal ini kemudian didukung oleh pendapat
dari KH. Dr. H Abdullah Syamsul Arifin sebagai narasumber lainya
mengkutip dari perkataan Imam Al-ghazali. KH. Syamsul Arifin berkata,
“Orang yang berkata demikian sementara dia tahu penjelasan dari hadits
namun tetap meyakini kekafiran Abu Bakar dan Umar, maka dia kafir, sebab
telah mendustai Rosulullah SAW. Adapun orang yang mendustai Rosulullah
sekalipun itu satu kalimat dari sabda-sabda beliau, maka dia kafir
berdasarkan ijma’, (Fadhaih al-Bathaniyyah, halaman 149)”, paparnya.
Menurut beliau, hal tersebut tidaklah
mengherankan, karena dalam hadits Syi’ah dikatakan semua sahabat telah
murtad kecuali empat sahabat yang mereka yakini masih beriman yaitu
Miqdad bin al-aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi. Hal
tersebut dapat dilihat dalam kitab Syi’ah berjudul al-Kulani dan Ushul
al-Kafi, 8/245).
Maka dengan hal itu, kemudian MUI pada
tahun 1984 membuat fatwa mengenai kewaspadaan terhadap Syi’ah, bukan
saja sebagai faham yang menyimpang dari ajaran esensial Islam, namun
juga ancaman ideologi politik imamah-nya termasuk ekspor revolusi
seperti yang telah dicanangkan oleh Ayatullah Khomeini. MUI lalu
menambah fatwa itu dengan pedoman 10 kriteria sesat yang walaupun
Syi’ahnya tidak disebutkan lagi sekurangnya ada 5 poin aliran yang
pemahaman Syi’ah termasuk didalamnya.
Sementara itu, menurut Ustadz Idrus
Ramli sebagai narasumber terakhir dari seminar nasional tersebut,
beliau menyatakan telah terjadi ketidakstabilan pada umat Islam di
Indonesia ini, dengan syiah yang memprovokasi Ahlu Sunnah wal Jama’ah
melalui hinaan-hinaannya kepada para istri-istri dan sahabat Rasulullah
SAW yang selama ini sangat dihormati oleh umat Islam Sunni di Indonesia
dan bahkan di seluruh dunia.
Adapun peristiwa dan tragedi-tragedi yang terjadi dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini, seperti:
- Bondowoso Jawa Timur pada November 2006. Terjadi ketika Kyai AM (sunni) dengan kelompok Syi’ah yang dimotori oleh IJABI Bondowoso yang dipimpin oleh Bakir Muhammad al-habsyi menggelar ritual do’a Kumail.
- Kab. Sampang, Madura pada 9 April 2007, pembubaran peringatan maulid Nabi Muhammad SAWyang dilakukan oleh Syi’ah, dan dibubarkan oleh massa Ahlu Sunna wal Jamaah.
- Bangil Jawa Timur pada 20 April 2007, beberapa ormas Islam (Persis, Muhammadiyah, NU) dan pesantren yang dibawah naungnya. berencana mendatangi pesantren YAPPI karena diduga sebagai tempat pengkaderan syiah.
- Kebun Rucuk, Kec. Ampean, Lombok Barat, NTB pada 13 Januri 2008, pembubaran peringatan hari asy-syura. Pembubaran dilakukan sekitar 200 orang.
- Kab. Sampang, Madura pada 30 Desember 2011, kelompok sunni yang hilang kesabaran membakar fasilitas rumah dan mushalla pimpinan Syi’ah Tajul Mulk di desa Karang Gayam, Kec. Omben.
- Omben, Sampang, Madura pada 26 Agustus 2012, jatuh satu korban tewas yang dipicu aktivitas dari Pesantren YAPPI Bangil yang menjadi pusat pendidikan dan pengkaderan Syi’ah di Jawa Timur.
Menurut pemaparan Ustadz Idrus Ramli,
tragedi-tragedi yang terjadi tersebut pemicu awalnya adalah adanya
provokasi kaum Syi’ah terhadap Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang seringkali
menghujat istri-istri dan sahabat Rasulullah yang SAW yang begitu
dihormati serta dicintai oleh Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Berangkat dari hal-hal tersebut, maka
seluruh narasumber yang terdiri dari Ustadz Fahmi Salim M.A, KH. Dr.H.
Abdullah Syamsul Arifin, MHI. dan Ustadz Idrus Ramli merekomendasikan
kepada MUI dan terkhusus pada MUI pusat agar meminta dan menekan
pemerintah RI dan kementerian Agama RI dan Kementrian Pendidikan dan
kebudayaan RI untuk menghentikan laju perkembangan Syi’ah di Indonesia
yang dirasakan sangat meresahkan umat Islam di Indonesia dan berpotensi
mengancam stabilitas Negara serta memecah belah persatuan dan kesatuan
bangsa. (Umar/Bekti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar