Rabu, 21 November 2012

Menikmati Revolusi Iran Saat Shalat Jumat



Semangat revolusi itu masih membara, itulah kesan yang kami tangkap di Tehran ketika bersama dengan panitia lokal ikut melaksanakan shalat jumat di Central of Tehran University. Berbeda dengan di Indonesia dimana shalat jumat dapat diselenggarakan di setiap masjid mana saja, di Iran dalam satu kota besar shalat jumat hanya boleh didirikan di satu tempat yang ditunjuk oleh pemerintah.

Di sini (Teheran), shalat Jumat hanya boleh dilaksanakan di Tehran University yang dihadiri bukan hanya kaum laki-laki, namun juga perempuan Demikian penjelasan yang sampaikan Panitia kepada Delegasi HMI.

Anda bisa bayangkan jumlah penduduk Tehran hampir mencapai 12 jt dan hanya ada satu tempat didirikan shalat jumat. Tentu saja sangat padat. Apalagi hari Jumat merupakan hari libur di Iran. Oleh karena itu pada hari jumat kompleks Universitas Tehran ditutup untuk kendaraan dan kita harus berjalan kaki cukup jauh untuk sampai di Central University dari pintu depan universitas, tambah Imam Subkhan, Ketua Komisi Hubungan Internasional PB HMI yang juga bagian dari delegasi HMI.

Central University itu mirip GOR atau hall universitas yang disulap menjadi tempat shalat. Karena luas bangunan central University terbatas, maka jamaah shalat jumat meluber ke seluruh halaman terbuka kompleks universitas bahkan sampai ke jalan-jalan menuju universitas.

”Saya lebih melihat shalat jumat di Tehran seperti shalat idul fitri di Indonesia yang terpusat di satu tempat, dimana ada banyak pintu masuk universitas, dan di setiap pintu masuk terdapat ceck point atau tempat pemeriksaan, ujar Imam

Ini mengingatkan saya di jalan-jalan Mindano Philipina atau di Aceh zaman DOM. Setiap orang yang masuk kawasan universitas harus lolos pemeriksaan dengan alat detektor. Semua alat komunikasi dan elektronik tidak diperkenakan dibawa ke tempat shalat, dan di pintu luar telah disediakan tempat penitipan, tambah Imam

Dari kejauhan ketika saya berjalan menuju kompleks universitas terdengar suara gemuruh meneriakan yel-yel dalam bahasa persia. Saya merasakan ini seperti aksi-aksi demontrasi yang terorgansir dengan baik dan terpusat di satu tempat.

Sebagai tamu kehormatan, kami di antar panitia masuk ke lokasi melalui pintu khusus yang menuju ke barisan shof depan di central university. Kelompok barisan depan ini terdiri dari pejabat, menteri, anggota parlemen bahkan presiden ahmadinejad jika kebetulan ada di Tehran.

Sayangnya hari itu beliau sedang di luar kota. Kami langsung duduk di shaf kedua dari kelompok barisan kedua dari depan. Saya duga ini kelompok shof tamu asing dan dugaan saya benar setelah panitia membagikan alat receiver yang menerjemahkan bahasa persia ke Inggris atau Arab.

Tepat sekitar jam 13.00 Kami masuk ke lokasi dan sempat mendengar pidato terakhir dari seseorang sebelum khatib jumat naik. Saat berpidato beberapakali dia meneriakan yel-yel dan shalawat yang disambut dengan gemuruh oleh ribuan jamaah sambil mengepalkan tangan ke atas.

Saya mendapat informasi jamaah jumat sudah mulai berkumpul sejak jam 10-an. Sambil menunggu masuk waktu shalat, ada banyak pidato-pidato yang berisi kecaman-kecaman terhadap amerika, israel dan kompradornya di Iran.

Pidato-pidato itu disampaikan untuk mengingatkan dan menjaga nilai-nilai revolusi. Demikian juga khutbah yang disampaikan khatib yang dalam doa di penghujung khutbah berisi doa-doa hancurnya Amerika, Israel dan musuh-musuh Islam.

Shalat jumat di Iran bukan sekedar seremonial ibadah rutin, namun menjadi forum rakyat untuk mengkonsolidasikan dan menjaga semangat revolusi yang telah dicanangkan Ayatullah khomeini sejak 30 tahun yang lalu. Dan saya masih merasakan api itu.



Ketua Umum PBHMI Shalat Jumat Bersama Para Mullah di Iran

Jumat pagi, dini hari kami menginjakkan kaki di bumi para Mullah, Iran. Pesawat Qatar Airlines yang kami tumpangi mendarat dengan mulus di bandara internasional Ima Khomeni. Kami langsung dijemput panitia menggunakan taksi menuju hotel tempat kami menginap.

Hotel Laleh Internasional (bukan lelah lo ya..) tempat kami menginap adalah salah satu hotel terbesar di kota Tehran. Meskipun merupakan hotel milik lokal, namun hotel tersebut masuk dalam kategori hotel bintang lima. Jangan dibayangkan ada merk-merk hotel internasional di sini. Hyatt, Hilton, Nikko, dan sebagainya yang biasanya kita bisa temui ditiap Negara tidak ada di Tehran. Semua merek hotel adalah lokal.

Demikian juga dengan dengan merk makanan globalisasi seperti McDonald, PizzaHut, Starbucks, dan sebagainya tidak kami temukan. Hampir semuanya adalah local. Sungguh, ini adalah sebuah perlawanan terhadap neoliberalisme yang kongkret. Sangat kongkret, tidak hanya sekedar slogan sebagaimana di negeriku, Indonesia. Iran adalah sebuah contoh Negara yang berhasil melakukan perlawanan total terhadap kapitalisme.

Hari pertama kami sampai adalah satu hari menjelang acara konferensi 6th Gathering of the Union of Islamic World Students. Peserta dari utusan Negara-negara Muslim belum semuanya hadir. Kami hanya bertemu dengan peserta dari Aljazair, Chad, dan Sudan.

Setelah istirahat sejenak oleh panitia kami diajak untuk ikut sholat Jumat yang dipusatkan di kampus Universitas Tehran. Berbeda dengan Negara-negara lain yang setiap masjid bisa menyelenggarakan shalat Jumat, Jumatan di Tehran hanya diselenggarakan di satu tempat, Kampus Universitas Tehran. Dalam tafsir Syiah, yang dimaksud bilad (satu daerah dimana diwajibkan sholat Jumat) adalah dalam satu provinsi. Hal ini berbeda dengan definisi bilad dengan Negara kita, setiap kampung atau desa bisa mendirikan sholat Jumat masing-masing.

Maka tak heran jika yang jamaah Jumat di Tehran jumlahnya ribuan. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru kota menggunakan bus-bus dan angkutan lainnya. Naik laki-laki maupun perempuan diperbolehkan untuk datang sholat Jumat. Saking banyaknya jamaah, area tempat penyelenggaraan shalat Jumat tidak mampu menampun semua jamaah. Orang membuat shaf-shaf di mana-mana, di jalan, di emperan gedung fakultas, dan sebagainya. Untuk menjangkaukan suara khutbah kepada jamaah, dipasanglah loud speaker di setuap sudut kampus, sehingga jamaah sholat jumat yang membuat shaf berjarak ratusan meterpun bisa mendengar.

Sebagai tamu, kami mendapat perlakuakn istimewa oleh panitia. Kami dibawa masuk ke shaf bagian depan dimana hanya orang-orang tertentu saja yang biasanya menempatinya. Security pada saat penyelenggaraan shalat Jumat sangat ketat, sehingga tidak sembarang orang bisa duduk dalam shaf baagian depan. Shaf bagian depan dibatasi oleh plang-plang besi setinggi satu meter untuk mencegah shat bagian belakang merengsek ke depan.

Untuk masuk ke area jumatanpun pengamanannya sangat super ketat. Kami tidak boleh membawa apapun, termasuk HP, ke dalam area. Disamping itu, kami juga harus melewati beberapa pintu pemerikasaandan penggeledahan pakaian oleh petugas keamanan.

Jika bukan atas lobi panitia yang sepertinya punya hubungan khusus dengan para petinggi Iran, kami tentu tidak bisa begitu saja masuk ke area shaf sholat Jumat bagian depan. Itupun kami harus digeledah beberapa kali oleh petugas keamanan untuk memastikan bahwa kami tidak akan membuat keributan saat Jumatan. Kami menanyakan kepada salah satu panitia, kenapa pengamanan begitu kuat walaupun hanya sekedar sholat Jumat. Beliau menjawab bahwa pada suatu saat, pernah ada kasus seseorang tiba-tiba meledakkan bom saat para jamaah khusuk melakukan sholat.

Tentu kami merasa istimewa bisa masuk dalam barisan depan bersama para petinggi Negara Iran melakukan dalam sholat Jumat tersebut. Untuk mengerti isi khutbah, kami diberi alat kecil seperti radio kecil lengkap dengan earphonenya untuk kami mendengarkan terjemahan khutbah dari Bahasa Persia ke Bahasa Inggris.

Khutbah diisi oleh salah satu imam besar dalam jajaran dewan revolusi Iran. Berhubung bulan Ramadhan, isi khutbah lebih banyak berkaitan dengan bagaimana meningkatkan amalan-amalan dalam bulan suci tersebut. Tidak ada yang istimewa dalam ceramah khutbah. Tapi ada satu hal yang tidak biasa kami saksikan dalam jumatan di manapun, yaitu slogan-slogan dan yel-yel anti Amerika dan anti Israel setelah Jumatan. Jamaah semuanya berteriak, “persetan Amerika, binasalah Israel” dengan tangan mengepal diangkat ke atas.

(www.pbhmi.net)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar