Warga Sunni di Nangkernang, Kecamatan Omben, Sampang, Jawa Timur
(Jatim) kini merasa lega. Empat pengeras suara (toa) yang disanggah
sebilah bambu itu telah hangus bersamaan dengan terbakarnya beberapa
bangunan komunitas Syiah di tengah dusun mereka, akhir Desember 2011
lalu.
Tidak ada lagi caci-maki dan pengkafiran terhadap para Sahabat dan
istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang terlontar lewat
toa itu. Juga tak ada lagi celaan terhadap para sesepuh dan kiai
se-Madura oleh kiai Tajul Muluk, sang pendakwah ajaran Syiah di dusun
yang berjarak 200-an kilometer dari Surabaya itu.
“Dulu, saya tidak berani mengkritik keanehan-keanehan ajaran Syiah
yang mengajarkan doa melaknat Abu Bakar, Umar, dan Ustman,” ujar
Muhammad Nur (37) yang pernah dua tahun berguru dengan Tajul.
Nur dan Kepala Dusun Nangkernang, Ahmad Khamsah sepakat, jika Tajul
Muluk berhenti menyebarkan ajaran Syiah yang mencela tokoh-tokoh yang
dihormati Sunni, maka pembakaran dan pengusiran itu tidak akan terjadi.
Kata Khamsah, sebenarnya keberatan warga dengan ajaran Tajul sudah
ada sejak tahun 2006. Pada 2007 warga bersama para kiai melakukan protes
ke Tajul. “Saat itu Kiai Tajul berjanji akan berhenti menyebarkan
ajaran Syiah. Tetapi janji itu dilanggar,” kata Nur kepada Suara
Hidayatullah yang meninjau lokasi bulan Februari lalu.
Suara Hidayatullah juga mendapat salinan beberapa surat perjanjian
antara Tajul dan kiai-kiai Madura, agar Tajul menghentikan dakwah Syiah
yang dianggap meresahkan. Di antaranya tanggal 26 Oktober 2009, di atas
materai 6 ribu rupiah.
Di surat itu Tajul setuju menghentikan aktivitas dakwahnya dengan
catatan, “Saya tidak akan melaksanakan (mengadakan) aktivitas-aktivitas
demi kemaslahatan umat banyak dengan digarisbawahi jika tidak ada
pernyataan sesat,” tulis Tajul.
Namun Tajul melanggar perjanjian itu. Hingga, pada 11 April 2011 di
Pesantren Darul Ulum, Sampang, para ulama yang tergabung dalam Forum
Ulama Madura, PCNU, Muspida dan Pemkab Sampang sepakat, Tajul harus
keluar dari Madura. Mereka menilai Tajul sebagai sumber konflik.
Sumber Suara Hidayatullah di MUI Jatim mengatakan, Gubernur Jatim
Soekarwo telah memberi Rp 50 juta kepada Tajul untuk pindah ke Malang
selama setahun. Namun, baru dua bulan Tajul kembali ke Sampang. “Saya
dengar langsung dari Pak Gubernur,” kata sumber itu.
Kata Nur, bahkan pada Desember 2011 lalu, Tajul telah siap memimpin
acara Asyura yang menghadirkan tiga bus jamaah Syiah, namun digagalkan
warga. “Itulah puncak kegeraman warga Sunni yang berujung pada peristiwa
pembakaran,” kata Nur menuturkan.
Begitu geramnya warga, hingga adik kandung Tajul, Ahmad Miftah (22)
mengaku tidak menyesali pembakaran pondok abangnya itu. “Saya tidak
kasihan. Karena dia selalu marah kepada saya,” kata Ahmad yang mengaku
hanya betah mengaji dua bulan dengan Tajul.
Suara Hidayatullah sudah beberapa kali menghubungi Tajul yang kabarnya
bermukim di Malang, namun ketiga nomor telepon selulernya tidak aktif.
Pengacaranya, M. Hadun Hadar mengatakan, Tajul ada bersamanya. “Saya
tidak akan beritahu posisi dia. Kita banyak diteror orang,” ujar Hadun
kepada Suara Hidayatullah via sambungan telepon.
Hadun juga membantah Tajul dikatakan sebagai biang masalah di
Sampang. Katanya, para ulama setempat telah memprovokasi masyarakat
untuk membenci Syiah. Dia juga menuding Pemda setempat yang ingin
memanfaatkan momen menjelang pemilihan kepada daerah.
“Ada peran intelijen Amerika untuk adu-domba umat Islam. Juga peran
kapitalis perusahaan Amerika yang menang tender ladang minyak West
Madura,” kata Hadun.
Syiah di Sampang
Menurut Ali Karrar Shinhaji, Pimpinan Pondok Pesantren Darut Tauhid,
Pamekasan, Syiah mulai ada di Sampang sejak akhir tahun 1980-an. Ayah
Tajul, Kiai Makmun membawa ajaran Syiah dari Ustadz Husein Al-Habsyi,
Pimpinan Pesantren YAPI di Bangil.
“Tapi dia (Makmun) belum sempat mendakwahkan Syiah terang-terangan,”
kata Kiai Karrar yang juga paman Tajul dari pihak ayahnya ini.
Katanya, Makmun mempunyai empat orang putra dan empat orang putri.
Saat ini, tinggal tiga anaknya yang masih menganut Syiah yakni Iklil,
Tajul, dan Hani. Sedangkan Roisul Hukama yang sempat belajar di YAPI
dengan Tajul, sekarang telah rujuk kepada ajaran Sunni.
Menurut Muhammad Nur, Tajul mendakwahkan ajaran Syiah secara
bertahap. Awalnya dia mengajarkan cinta terhadap keluarga Nabi SAW.
Kemudian, katanya, dia mengatakan para Sahabat Nabi SAW adalah manusia
yang bisa berbuat salah. Lalu Abu Bakar dibilang telah merampas jabatan
khalifah dari Ali bin Abi Thalib.
Kata Nur, dakwah Tajul tidak hanya di majelis, tapi juga dari rumah
ke rumah. “Bahkan, saat saya mencangkul di sawah juga didakwahi,” ucap
Nur.
Nur mengaku, keinginannya keluar dari Syiah terjadi pada tahun 2008.
Saat itu Tajul mengajarkannya doa ziarah yang berisi laknat kepada Abu
Bakar, Umar, dan Ustman. Katanya, Tajul juga mengajarkan rukun Islam ada
8 dan rukun Iman ada 5.
“Kiai Tajul juga mengatakan al-Qur`an sekarang telah banyak dirubah. Sejak itu saya keluar tanpa pamit,” ujar Nur.
Kejanggalan
Saat ini para penganut Syiah telah kembali ke rumah setelah lebih
dari sepekan mengungsi. Namun, Nur mengatakan, ada sekitar 83 anak usia
SD dari pengungsian yang dibawa ke Lamongan. Tetapi Hadun membantah
kabar itu. “Berita itu enggak benar,” katanya.
Menurut pantauan Suara Hidayatulallah dan keterangan warga setempat,
tidak ada masjid dan pesantren Syiah yang dibakar. Di lokasi seluar 500
meter pesegi itu memang ada sebuah ruang semi permanen ukuran 4 x 5
meter yang mempunyai papan tulis, tapi tidak ada bangunan kelas-kelas
pesantren.
Di lokasi, tidak ada bekas masjid tapi bekas surau kecil, sebuah
rumah, dan bekas toko milik Tajul yang semuanya hangus terbakar.
Kejanggalan lainnya, nama pesantren Syiah tersebut baru dibuat setelah
pembakaran.
“Saya penduduk sini, Mas. Saya tahu nama pesantren (Misbahul
Huda,-red) itu dari wartawan. Diberi nama setelah dibakar, kata Roisul
Hukama, adik Tajul yang sudah rujuk ke paham Sunni.
Kata Roisul, itu hanya mushalla kecil semi permanen. Bukan masjid atau pesantren. “Saya sebut itu markas,” kata Roisul.
Bupati Sampang, Noer Cahya mengatakan, tidak pernah tercatat adanya
pesantren Syiah di Sampang. “Di kantor Depag, di Bakesbangpol tidak
terdaftar satu pesantren pun yang didirikan oleh Tajul Muluk,” katanya
kepada Suara Hidayatullah pertengahan bulan Februari lalu.
Fatwa MUI Jatim
Usai pembakaran dan pengusiran itu, para kiai dan ulama se-Madura dan
Jawa Timur semakin solid bersikap terhadap Syiah. Ketua Umum MUI
Propinsi Jatim, Abdusshomad Buchori, pihaknya mendapat surat dari
ketujuh Korwil MUI se-Jatim. “Mereka meminta fatwa sesat aliran Syiah,”
katanya.
Setelah mengkaji kitab-kitab asli rujukan Syiah dan meneliti
bukti-bukti di lapangan, maka MUI Jatim memutuskan, ajaran Tajul Muluk
yakni Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah sesat dan menyesatkan.
Fatwa tertanggal 21 Januari 2012 itu menyatakan, penggunaan istilah
Ahlul Bait oleh Syiah adalah pembajakan kepada keluarga Rasulullah SAW.
Hasil kajian MUI Jatim membuktikan Syiah Imamiyah meyakini para imam
mereka ma’shum (terjaga dari dosa) seperti para nabi, Syiah menolak
keaslian al-Qur`an dan meyakini masih ada wahyu setelah wafatnya
Rasulullah SAW. Selain itu, Syiah meyakini orang yang tidak beriman
kepada imam-imam Syiah adalah syirik dan kafir, Syiah mengkafirkan para
Sahabat Nabi SAW, dan menganjurkan nikah kontrak (mut’ah).
Menurut Nur, hal tersebut sesuai dengan perkataan Tajul sendiri.
Katanya, Tajul pernah bilang Sunni–Syiah seperti minyak dan air. “Tidak
mungkin bersatu,” pungkasnya. SUARA HIDAYATULLAH MARET 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar