Senin, 26 November 2012

Kisah Toa Syiah yang Bikin Resah

Warga Sunni di Nangkernang, Kecamatan Omben, Sampang, Jawa Timur (Jatim) kini merasa lega. Empat pengeras suara (toa) yang disanggah sebilah bambu itu telah hangus bersamaan dengan terbakarnya beberapa bangunan komunitas Syiah di tengah dusun mereka, akhir Desember 2011 lalu.
Tidak ada lagi caci-maki dan pengkafiran terhadap para Sahabat dan istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang terlontar lewat toa itu. Juga tak ada lagi celaan terhadap para sesepuh dan kiai se-Madura oleh kiai Tajul Muluk, sang pendakwah ajaran Syiah di dusun yang berjarak 200-an kilometer dari Surabaya itu.
“Dulu, saya tidak berani mengkritik keanehan-keanehan ajaran Syiah yang mengajarkan doa melaknat Abu Bakar, Umar, dan Ustman,” ujar Muhammad Nur (37) yang pernah dua tahun berguru dengan Tajul.
Nur dan Kepala Dusun Nangkernang, Ahmad Khamsah sepakat, jika Tajul Muluk berhenti menyebarkan ajaran Syiah yang mencela tokoh-tokoh yang dihormati Sunni, maka pembakaran dan pengusiran itu tidak akan terjadi.
Kata Khamsah, sebenarnya keberatan warga dengan ajaran Tajul sudah ada sejak tahun 2006. Pada 2007 warga bersama para kiai melakukan protes ke Tajul. “Saat itu Kiai Tajul berjanji akan berhenti menyebarkan ajaran Syiah. Tetapi janji itu dilanggar,” kata Nur kepada Suara Hidayatullah yang meninjau lokasi bulan Februari lalu.
Suara Hidayatullah juga mendapat salinan beberapa surat perjanjian antara Tajul dan kiai-kiai Madura, agar Tajul menghentikan dakwah Syiah yang dianggap meresahkan. Di antaranya tanggal 26 Oktober 2009, di atas materai 6 ribu rupiah.
Di surat itu Tajul setuju menghentikan aktivitas dakwahnya dengan catatan, “Saya tidak akan melaksanakan (mengadakan) aktivitas-aktivitas demi kemaslahatan umat banyak dengan digarisbawahi jika tidak ada pernyataan sesat,” tulis Tajul.
Namun Tajul melanggar perjanjian itu. Hingga, pada 11 April 2011 di Pesantren Darul Ulum, Sampang, para ulama yang tergabung dalam Forum Ulama Madura, PCNU, Muspida dan Pemkab Sampang sepakat, Tajul harus keluar dari Madura. Mereka menilai Tajul sebagai sumber konflik.
Sumber Suara Hidayatullah di MUI Jatim mengatakan, Gubernur Jatim Soekarwo telah memberi Rp 50 juta kepada Tajul untuk pindah ke Malang selama setahun. Namun, baru dua bulan Tajul kembali ke Sampang. “Saya dengar langsung dari Pak Gubernur,” kata sumber itu.
Kata Nur, bahkan pada Desember 2011 lalu, Tajul telah siap memimpin acara Asyura yang menghadirkan tiga bus jamaah Syiah, namun digagalkan warga. “Itulah puncak kegeraman warga Sunni yang berujung pada peristiwa pembakaran,” kata Nur menuturkan.
Begitu geramnya warga, hingga adik kandung Tajul, Ahmad Miftah (22) mengaku tidak menyesali pembakaran pondok abangnya itu. “Saya tidak kasihan. Karena dia selalu marah kepada saya,” kata Ahmad yang mengaku hanya betah mengaji dua bulan dengan Tajul.
Suara Hidayatullah sudah beberapa kali menghubungi Tajul yang kabarnya bermukim di Malang, namun ketiga nomor telepon selulernya tidak aktif. Pengacaranya, M. Hadun Hadar mengatakan, Tajul ada bersamanya. “Saya tidak akan beritahu posisi dia. Kita banyak diteror orang,” ujar Hadun kepada Suara Hidayatullah via sambungan telepon.
Hadun juga membantah Tajul dikatakan sebagai biang masalah di Sampang. Katanya, para ulama setempat telah memprovokasi masyarakat untuk membenci Syiah. Dia juga menuding Pemda setempat yang ingin memanfaatkan momen menjelang pemilihan kepada daerah.
“Ada peran intelijen Amerika untuk adu-domba umat Islam. Juga peran kapitalis perusahaan Amerika yang menang tender ladang minyak West Madura,” kata Hadun.
Syiah di Sampang
Menurut Ali Karrar Shinhaji, Pimpinan Pondok Pesantren Darut Tauhid, Pamekasan, Syiah mulai ada di Sampang sejak akhir tahun 1980-an. Ayah Tajul, Kiai Makmun membawa ajaran Syiah dari Ustadz Husein Al-Habsyi, Pimpinan Pesantren YAPI di Bangil.
“Tapi dia (Makmun) belum sempat mendakwahkan Syiah terang-terangan,” kata Kiai Karrar yang juga paman Tajul dari pihak ayahnya ini.
Katanya, Makmun mempunyai empat orang putra dan empat orang putri. Saat ini, tinggal tiga anaknya yang masih menganut Syiah yakni Iklil, Tajul, dan Hani. Sedangkan Roisul Hukama yang sempat belajar di YAPI dengan Tajul, sekarang telah rujuk kepada ajaran Sunni.
Menurut Muhammad Nur, Tajul mendakwahkan ajaran Syiah secara bertahap. Awalnya dia mengajarkan cinta terhadap keluarga Nabi SAW. Kemudian, katanya, dia mengatakan para Sahabat Nabi SAW adalah manusia yang bisa berbuat salah. Lalu Abu Bakar dibilang telah merampas jabatan khalifah dari Ali bin Abi Thalib.
Kata Nur, dakwah Tajul tidak hanya di majelis, tapi juga dari rumah ke rumah. “Bahkan, saat saya mencangkul di sawah juga didakwahi,” ucap Nur.
Nur mengaku, keinginannya keluar dari Syiah terjadi pada tahun 2008. Saat itu Tajul mengajarkannya doa ziarah yang berisi laknat kepada Abu Bakar, Umar, dan Ustman. Katanya, Tajul juga mengajarkan rukun Islam ada 8 dan rukun Iman ada 5.
“Kiai Tajul juga mengatakan al-Qur`an sekarang telah banyak dirubah. Sejak itu saya keluar tanpa pamit,” ujar Nur.
Kejanggalan
Saat ini para penganut Syiah telah kembali ke rumah setelah lebih dari sepekan mengungsi. Namun, Nur mengatakan, ada sekitar 83 anak usia SD dari pengungsian yang dibawa ke Lamongan. Tetapi Hadun membantah kabar itu. “Berita itu enggak benar,” katanya.
Menurut pantauan Suara Hidayatulallah dan keterangan warga setempat, tidak ada masjid dan pesantren Syiah yang dibakar. Di lokasi seluar 500 meter pesegi itu memang ada sebuah ruang semi permanen ukuran 4 x 5 meter yang mempunyai papan tulis, tapi tidak ada bangunan kelas-kelas pesantren.
Di lokasi, tidak ada bekas masjid tapi bekas surau kecil, sebuah rumah, dan bekas toko milik Tajul yang semuanya hangus terbakar. Kejanggalan lainnya, nama pesantren Syiah tersebut baru dibuat setelah pembakaran.
“Saya penduduk sini, Mas. Saya tahu nama pesantren (Misbahul Huda,-red) itu dari wartawan. Diberi nama setelah dibakar, kata Roisul Hukama, adik Tajul yang sudah rujuk ke paham Sunni.
Kata Roisul, itu hanya mushalla kecil semi permanen. Bukan masjid atau pesantren. “Saya sebut itu markas,” kata Roisul.
Bupati Sampang, Noer Cahya mengatakan, tidak pernah tercatat adanya pesantren Syiah di Sampang. “Di kantor Depag, di Bakesbangpol tidak terdaftar satu pesantren pun yang didirikan oleh Tajul Muluk,” katanya kepada Suara Hidayatullah pertengahan bulan Februari lalu.
Fatwa MUI Jatim
Usai pembakaran dan pengusiran itu, para kiai dan ulama se-Madura dan Jawa Timur semakin solid bersikap terhadap Syiah. Ketua Umum MUI Propinsi Jatim, Abdusshomad Buchori, pihaknya mendapat surat dari ketujuh Korwil MUI se-Jatim. “Mereka meminta fatwa sesat aliran Syiah,” katanya.
Setelah mengkaji kitab-kitab asli rujukan Syiah dan meneliti bukti-bukti di lapangan, maka MUI Jatim memutuskan, ajaran Tajul Muluk yakni Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah sesat dan menyesatkan.
Fatwa tertanggal 21 Januari 2012 itu menyatakan, penggunaan istilah Ahlul Bait oleh Syiah adalah pembajakan kepada keluarga Rasulullah SAW. Hasil kajian MUI Jatim membuktikan Syiah Imamiyah meyakini para imam mereka ma’shum (terjaga dari dosa) seperti para nabi, Syiah menolak keaslian al-Qur`an dan meyakini masih ada wahyu setelah wafatnya Rasulullah SAW. Selain itu, Syiah meyakini orang yang tidak beriman kepada imam-imam Syiah adalah syirik dan kafir, Syiah mengkafirkan para Sahabat Nabi SAW, dan menganjurkan nikah kontrak (mut’ah).
Menurut Nur, hal tersebut sesuai dengan perkataan Tajul sendiri. Katanya, Tajul pernah bilang Sunni–Syiah seperti minyak dan air. “Tidak mungkin bersatu,” pungkasnya. SUARA HIDAYATULLAH MARET 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar