KONFLIK Sampang
yang melibatkan kalangan Sunni(mayoritas NU) dengan Syiah kembali
terjadi. Bahkan persoalannya telah semakin melebar setelah ditengarai
munculnya berbagai kepentingan. Jika ini terus terjadi, dikhawatirkan
tidak akan menuntaskan akar persoalan sesungguhnya dan kasus-kasus
serupa bisa terjadi lagi.
Apa dan bagaimana akar persoalannya,
dan bagaimana agar kasus serupa tak terulang lagi, redaksi
hidayatullah.com mewawancarai Prof. Dr.H. Mohammad Baharun, Guru Besar
Sosiologi Agama yang juga dikenal seorang pengkaji dan penulis serius
masalah Syiah.
Pria yang juga menjadi Ketua Komisi Hukum MUI
Pusat ini menyelesaikan S3 di IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2006
dengan judul disertasi sangat ekslusif; “Tipologi Pemahaman Doktrin Syi’ah di Jawa Timur.”
Karena kepakarannya itulah, Baharun menjadi menjadi salah satu rujukan penting bagi banyak organisasi Islam dalam kajian Syiah.
“Ketika
kasus Sampang Jilid II ini meledak, orang hanya tahu ada kerusuhan, tak
pernah mau tahu apa sebenarnya yang terjadi di balik itu semua,”
katanya. Apa maksudnya? Inilah sebagian petikannya;
Belum lama ini dalam sebuah dialog TV swasta seorang nara sumber mengatakan, hanya di Indonesia Syiah disesatkan?
Di negara lain mungkin tidak ada fatwa sesat-menyesatkan, tapi justru
perang terbuka Islam Sunnah (Sunni) vs Syiah terjadi. Sebut saja di di
Iraq, Pakistan, Afghanistan, Yaman, Suriah dan terakhir Libanon tidak
bisa dihindari. Musibah perpecahan sekterian ini terjadi dalam spektrum
yang makin meluas, dan telah menelan ratusan atau bahkan ribuan nyawa
manusia sia-sia.
Di Indonesia ini karena Ahlus Sunnah di sini relatif moderat, memang
untungnya cuma timbul konflik kecil-kecilan dibanding di Timur Tengah
tadi. Tapi entah kemudian mengapa direspons besar-besaran oleh pentolan
di Jakarta seperti kita saksikan, seakan melebihi kasus Ambon dan Bom
Bali.
Negara mana menurut Anda yang secara tegas sudah mengantisipasi masalah ini?
Di Malaysia praktik Syiah-Iran dilarang, di Brunei diharamkan. Ulama
di sana secara dini sudah mengantisipasi. Di Indonesia berhubung negara
tidak ikut campur urusan agama, maka sebaiknya ini diserahkan pada
ulama, ada lembaganya yang merupakan wadah ulama mayoritas di Indonesia
yang ada. Ini harus kita hormati. Kasus Sampang itu hakikatnya perkara
agama dan hukum, yang agama serahkan ulama, sedang yang ranah hukum
porsinya penegak hukum.
Ada pendapat, Sunni ini dengan Non Muslim bisa toleransi, mengapa dengan Syiah tidak bisa?
Islam Ahlus Sunnah di Indonesia memang benar sangat toleran dengan
agama dan aliran apapun, selama aliran itu tidak melecehkan dan menodai
keyakinan umat Islam. Tapi jika ada penistaan, maka pasti ada
perlawanan, karena keyakinan itu saya kira bagi siapapun merupakan
fondasi akidah, hidup matinya setiap orang. Sama, agama Non Muslim lain
pun jika melecehkan Islam pasti akan ada perlawanan kalangan Muslimin.
Jadi Mengapa timbul kasus Sampang?
Kasus
Sampang dinilai terjadi karena ada ambisi ‘syiahisasi’ di sana (padahal
katanya di Iran, ayatullah mereka melarang syiahisasi di Indonesia,
namun tetap saja jalan terus di sini). Kasus seperti ini juga terjadi di
desa-desa lain di Jawa Timur. Gelombang pengiriman siswa ke Qum (Iran)
membawa ‘oleh-oleh’ militansi Syiah Iran yang membenci Ahlus Sunnah
dengan melecehkan sahabat, isteri Nabi, Bukhari dan ulama Sunni. Mereka
juga disokong dana dan buku-buku yang isinya fitnah terhadap kaum
Muslimin di sini. Ini kemudian yang menimbulkan penyakit dan kemudian
terjadilah perlawanan dari umat Sunni yang awam.
Apa Akar Konflik ini dan bagaimana agar tak ada kasus seperti ini terjadi lagi ?
Jangan ada ‘syiahisasi’ dan pelecehan sahabat, isteri Nabi,
ulama-ulama Sunni dan Bukhari. Jika tak ada itu, saya jamin kasus
seperti Sampang dan daerah lain tak akan ada. Dan Insya Allah terjalin
kerukunan.
Ada ulama kita sendiri (terutama yang sudah bolak-balik
diundang ke Qum) mengatakan bahwa Syiah tidak sesat-menyesatkan karena
Syiah itu banyak macamnya. Bahkan mereka tidak percaya ada kitab Syiah
yang melecehkan sahabat, istri Nabi, Bukhari dan ulama Sunni tadi.
Bagaimana?
Jika saya katakan kepada Anda sekarang tidak ada fatwa MUI Jawa Timur
yang menyesatkan Syiah, maka apa jawab Anda. Pasti Anda berusaha
menyodorkan bukti. Mengapa ketika ada yang mengingkari ini kita tidak
cekatan menyodorkan bukti-bukti itu? Mengapa? Kita selama ini dijadikan
seperti “orang-orang tertipu” dan diam saja. Mereka itu (Syiah) justru
telah lebih dahulu menyesatkan kalangan Ahlus Sunah wal Jama’ah (Sunni).
Mengapa masyarakat masih diam, padahal ulama sudah mengantisipasi lama?
Ya, karena ajaran Syiah hanya difahami dalam ranah taqiyah (kulit
luar) nya saja. Mereka menutup mata pada esensi ajaran dan keyakinannya
yang sejati: mengkafirkan yang Non Syiah, dan bagi mereka jalan
kebenaran itu hanya dan harus mengiukuti 12 Imam itu saja. Barangsiapa
yang menolak 12 Imam mereka dianggap mati jahiliyah.
Pihak Syiah bersikukuh tidak pernah atau tidak mengajarkan pelaknatan kepada sahabat Nabi, isteri Nabi, dan Bukhari. Bagaimana?
Bacalah alasan fatwa MUI Jawa Timur, pasti ada argumentasi dan
bukti-bukti lampiran, bahkan rekaman yang sulit dimungkiri. Seandainya
tidak ada doktrin penistaan terhadap mayoritas Muslim di Sampang itu,
tentu tidak akan ada reaksi kekerasan. Tak ada asap maka pasti tak ada
api. Ketika kasus Sampang Jilid II ini meledak, orang hanya tahu ada
kerusuhan, tak pernah mau tahu apa sebenarnya yang terjadi di balik itu
semua. Jadi saya sarankan kepada yang belum faham Syiah, dipersilakan
mempelajari dahulu kitab-kitab standarnya, barulah kemudian berkomentar.
Baca Alkafi dan 3 kitab rujukan penting lainnya, termasuk yang
terbit di sini. Juga lihat saja di Youtube, bagaimana pendapat mereka
yang mengatakan istri Nabi (Siti Aisyah) yang ibu kaum kafir salah satu
misal, dan pelaknatan sahabat Nabi dalam ritual ibadah.
Tapi kesan di lapangan, ada sikap tidak toleran terhadap minoritas seperti Syiah?
Ini
merupakan sebab-akibat. Andai Syiah tidak melakukan syiahisasi, dengan
cara yang tidak halal, yakni dengan cara menghasut umat lain, melakukan
pelecehan terhadap sahabat, isteri (keluarga) Nabi Muhammad SAW,
mengecam Bukhari Muslim dll, tentu keadaannya jadi lain. Ini bisa
dipahami sebagai sikap provokasi.
Kenapa kasus-kasus ini terjadi di Jawa Timur saja Syiah di daerah lain tidak begitu?
Sebelum
di Jawa Timur ada juga kasus demo massa di Ponpes Syiah Pekalongan,
Al-Hadi, juga di Lombok. Mengapa intensitasnya banyak terjadi di Jawa
Timur, karena pusat ‘syiahisasi’ itu sejak dulu, sampai kini ya di Jawa
Timur.
Kasus-kasus itu tentu tidak bisa dilihat secara sepihak dari fakta
sosial yang terjadi sekarang ini. Semua itu dipicu dari kasus-kasus
sebelumnya, yaitu akar masalahnya. Kan semua itu dipicu dari buku-buku
yang menistakan dan melecehkan keyakinan kelompok mayoritas (misalnya
buku Al-Mustafa, yang diedarkan mereka dengan melecehkan sahabat Nabi,
sebelumnya juga ada buku yang sama pejoratif menghantam Aswaja, yakni “Saqifah”, “Sudah Kutemukan Kebenaran”, “Dialoq Sunnah-Syiah” yang
isinya berakhir dengan kemenangan Syiah tentu saja! Juga ada
ceramah-ceramah yang bahkan mengatakan Nabi penakut karena tidak secara
terang menyampaikan Ali sebagai pengganti). Ada juga buku “Kecuali Ali”, yang memberikan Ali kultus seolah Rasul. Semua itu ada bukti-bukti yang kongkret.
Jadi Anda mau mengatakan, selama ini banyak yang tidak menyinggung akar masalah sebenarnya?
Ya. Jika mau jujur dalam membahas konflik seperti ini, harusnya kita
bahas akar masalahnya. Ini tidak pernah dikaji secara jernih melalui
dialog dan diskusi secara adil. Jadi kalau sekarang ada yang mengatakan
di TV, hanya di Indonesia Syiah disesatkan, harus hati-hati kita. Itu
artinya ada arus balik kalangan Syiah mencoba menutupi akar masalah.
Jadi harus fair dan adil.
Bukankah kalau kasus di Sampang
ini sudah banyak di muat media, akar masalahnya kasus percintaan dua
saudara yang saling beda keyakinan, kemudian diperluas menjadi kasus
perbedaan faham?
Saya sudah baca dan mendengar banyak pernyataan-pernyataan seperti
itu. Menurut saya, pendek sekali cara berfikirnya dan menurut saya,
pernyataan seperti itu sengaja untuk menutupi akar masalah sebenarnya
yang seharusnya segera diselesaikan. Saya lihat, sekarang ada
upaya-upaya untuk mengabaikan akar yang sekarang sedang gencar disorot.
Jadi akar masalahnya apa?
Ya masalah perbedaan akidah. Kan sudah banyak ulama membahas itu
Kenapa tidak banyak yang mencoba menggali, mengapa ulama seperti MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa sesat?
Pertama, menurut
saya Syiah Indonesia telah berhasil melobi banyak tokoh, yang
diberangkatkan ke Iran, hingga sebagian mereka mungkin merasa tak nyaman
mengemukakan hakikat sebenarnya. Kedua, ada kemungkinan rasa kuatir menyinggung golongan/bangsa yang kini sudah punya negara yang berdaulat, hingga perlu hati-hati. Ketiga, berusaha netral tanpa menghiraukan akibat dan impilikasinya ke depan. Keempat, apatisme terhadap persoalan akidah dan pendidikan keimanan umat.
Padahal, di era sekarang yang serba transparan semua orang bisa
mengakses internet untuk melihat hakikat semua ajaran dan doktrin,
lengkap dengan kitab serta buku-bukunya. Silakan baca buku-buku seperti “Al-Kafi”, “Man la Yahdhurul Faqih”, “Al-Istibshar” dl. Juga atau lihat Youtube, bagaimana
Mullah Yasir (ulama mereka) mengatakan istri Nabi itu berada di neraka
sebagai Ummulin. Dan ada juga yang memastikan dengan mengatakan sahabat
Nabi, Abu Bakar dan Umar sebagai perampas hak 12 Imam.
Ada yang beranggapan, fatwa ulama ikut memicu konflik?
Pertama, fatwa
ulama itu hak ulama karena tugasnya mengawal akidah dan keyakinan
umatnya. Jika tidak mengerti, pelajari secara seksama, kenapa fatwa itu
dikeluarkan dan dengan dasar apa? Jangan seolah-olah mengecilkan arti
mereka. Mereka menetapkan fatwa ada prosedur dan landasan hukumnya.
Kedua, jangan suka memotong-motong persoalan. Banyak
masyarakat ini saya lihat, memahami fatwa itu secara sepotong-sepotong
dan tidak komprehensif.
Bagaimana agar ke depan ada harmoni dalam kasus ini?
Agar semua pihak harus jujur dan jangan mengaburkan masalah. Mari
kita urai dan kita selesaikan, masalah utama sebenarnya apa? Selama itu
ditutup-tutupi, kasus yang sama bisa saja terjadi di kemudian hari.
Siapapun pasti tak akan membenarkan kekerasan dan main hakim sendiri.
Hanya yang banyak orang lupa, apa yang membuat kekerasan terjadi tak
pernah diungkap.
Jangan bertindak seperti pemadam kebakaran.Hari ini
cuma memadamkan api, kelak api yang sama timbul kembali, kita
memadamkannya lagi, tanpa mencoba mencari solusi.*
sumber: hidayatullah.com
Rep: Panji Islam
Red: Cholis Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar