JAKARTA (Arrahmah.com) – Salah
satu yang mengemuka di saat mendiskusikan kesesatan Syi’ah adalah
adanya lontaran pertanyaan, kalau Syiah sesat, mengapa boleh masuk tanah
suci? Kabarnya, yang melontarkan pertanyaan itu kali pertama adalah
dedengkot Syi’ah, Jalaludin Rahmat, juga ulama Syi’ah yang menyusup ke
tubuh MUI, Umar Shihab, dan kini dilontarkan kembali oleh para pengikut
dan penganut aliran sesat Syi’ah. Berikut jawaban yang “pantas”
diberikan, yang dikutip dari blog abisyakir.wordpress.com. Semoga bermanfaat!
Mengapa kaum Syiah masih boleh masuk ke Tanah Suci, baik Makkah Al Mukarramah maupun Madinah Al Munawwarah?
Mari kita jawab pertanyaan ini:
PERTAMA, sebaik-baik jawaban ialah Wallahu a’lam.
Hanya Allah yang Tahu sebenar-benar alasan di balik kebijakan
Pemerintah Saudi memberikan tempat bagi kaum Syiah untuk ziarah ke
Makkah dan Madinah.
KEDUA, dalam sekte Syiah
terdapat banyak golongan-golongan. Di antara mereka ada yang lebih
dekat ke golongan Ahlus Sunnah (yaitu Syiah Zaidiyyah), ada yang moderat
kesesatannya, dan ada yang ekstrim (seperti Imamiyyah dan Ismailiyyah).
Terhadap kaum Syiah ekstrim ini, rata-rata para ulama tidak mengakui
keislaman mereka. Nah, dalam praktiknya, tidak mudah membedakan
kelompok-kelompok tadi.
KETIGA, usia sekte Syiah
sudah sangat tua. Hampir setua usia sejarah Islam itu sendiri. Tentu
cara menghadapi sekte seperti ini berbeda dengan cara menghadapi
Ahmadiyyah, aliran Lia Eden, dll. yang termasuk sekte-sekte baru. Bahkan
Syiah sudah mempunyai sejarah sendiri, sebelum kekuasaan negeri Saudi
dikuasai Dinasti Saud yang berpaham Salafiyyah. Jauh-jauh hari sebelum
Dinasti Ibnu Saud berdiri, kaum Syiah sudah masuk Makkah-Madinah. Ibnu
Hajar Al Haitsami penyusun kitab As Shawaiq Al Muhriqah, beliau
menulis kitab itu dalam rangka memperingatkan bahaya sekte Syiah yang
di masanya banyak muncul di Kota Makkah. Padahal kitab ini termasuk
kitab turats klasik, sudah ada jauh sebelum era Dinasti Saud.
KEEMPAT, kalau melihat
identitas kaum Syiah yang datang ke Makkah atau Madinah, ya rata-rata
tertulis “agama Islam”. Negara Iran saja mengklaim sebagai Jumhuriyyah Al Islamiyyah (Republik Islam). Revolusi mereka disebut Revolusi Islam (Al Tsaurah Al Islamiyyah). Data seperti ini tentu sangat menyulitkan untuk memastikan jenis sekte mereka. Lha wong, semuanya disebut “Islam” atau “Muslim”.
KELIMA, kebanyakan kaum
Syiah yang datang ke Makkah atau Madinah, mereka orang awam. Artinya,
kesyiahan mereka umumnya hanya ikut-ikutan, karena tradisi, atau karena
desakan lingkungan. Orang seperti ini berbeda dengan tokoh-tokoh Syiah
ekstrem yang memang sudah dianggap murtad dari jalan Islam. Tanda kalau
mereka orang awam yaitu kemauan mereka untuk datang ke Tanah Suci
Makkah-Madinah itu sendiri. Kalau mereka Syiah ekstrim, tak akan mau
datang ke Tanah Suci Ahlus Sunnah. Mereka sudah punya “tanah suci”
sendiri yaitu: Karbala’, Najaf, dan Qum. Perlakuan terhadap kaum Syiah
awam tentu harus berbeda dengan perlakuan kepada kalangan ekstrim
mereka.
KEENAM, orang-orang
Syiah yang datang ke Tanah Suci Makkah-Madinah sangat diharapkan akan
mengambil banyak-banyak pelajaran dari kehidupan kaum Muslimin di
Makkah-Madinah. Bila mereka tertarik, terkesan, atau bahkan terpikat;
mudah-mudahan mau bertaubat dari agamanya, dan kembali ke jalan lurus,
agama Islam Ahlus Sunnah.
KETUJUH, hadirnya ribuan
kaum Syiah di Tanah Suci Makkah-Madinah, hal tersebut adalah BUKTI
BESAR betapa ajaran Islam (Ahlus Sunnah) sesuai dengan fitrah manusia.
Meskipun para ulama dan kaum penyesat Syiah sudah bekerja keras sejak
ribuan tahun lalu, untuk membuat-buat agama baru yang berbeda dengan
ajaran Islam Ahlus Sunnah; tetap saja fitrah mereka tidak bisa
dipungkiri, bahwa hati-hati mereka terikat dengan Tanah Suci kaum
Muslimin (Makkah-Madinah), bukan Karbala, Najaf, dan Qum.
KEDELAPAN, kaum Syiah di
negerinya sangat biasa memuja kubur, menyembah kubur, tawaf
mengelilingi kuburan, meminta tolong kepada ahli kubur, berkorban untuk
penghuni kubur, dll. Kalau mereka datang ke Makkah-Madinah, maka praktik
“ibadah kubur” itu tidak ada disana. Harapannya, mereka bisa belajar
untuk meninggalkan ibadah kubur, kalau nanti mereka sudah kembali ke
negerinya. Insya Allah.
KESEMBILAN, pertanyaan
di atas sebenarnya lebih layak diajukan ke kaum Syiah sendiri, bukan ke
Ahlus Sunnah. Mestinya kaum Syiah jangan bertanya, “Mengapa orang Syiah
masih boleh ke Makkah-Madinah?” Mestinya pertanyaan ini diubah dan
diajukan ke diri mereka sendiri, “Kalau Anda benar-benar Syiah, mengapa
masih datang ke Makkah dan Madinah? Bukankah Anda sudah mempunyai ‘kota
suci’ sendiri?”
Demikian sebagian jawaban yang bisa
diberikan. Semoga bermanfaat. Pesan spesial dari saya, kalau nanti Prof.
Dr. Umar Shihab, atau Prof. Dr. Quraish Shihab (dua tokoh ini saudara
kandung, kakak-beradik; bersaudara juga dengan Alwi Shihab, Mantan Menlu
di era Abdurrahman Wahid), beralasan dengan alasan tersebut di atas;
mohon ada yang meluruskannya. Supaya beliau tidak banyak membuang-buang
kalam, tanpa guna.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
(M Fachry/arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar