Dari hari ke hari, kita makin sering
melihat dengan mata kita, orang-orang yang mengenakan celana dan sarung
di atas mata kaki. Orang awam menyebutnya dengan sebutan cingkrang.
Sementara sebagian lagi mentertawakan mereka, saat bertemu kawan yang
mengenakan celana cingkrang, mereka bertanya, “Ada banjir ya?” Ditanya
tentang banjir karena celananya dinaikkan ke atas mata kaki. Biasanya
orang bercelana cingkrang karena takut terkena air saat banjir.
Ketika ditanya tentang alasan mereka,
mereka menjawab bahwa Nabi-lah yang menyuruh mereka. Jadi bukan karena
banjir atau apa. Nabi Muhammad menyuruh mereka melakukan itu, menyuruh
mereka memendekkan pakaian ke atas mata kaki. Karena ingin mengikuti
perintah Nabi, mereka rela dicaci maki. Memang, melakukan perintah Nabi
membuat banyak orang sinis dan benci. Ini berlaku dari awal jaman Nabi
diutus, hingga saat ini, sampai hari ini.
Kawan-kawan Syi’ah memiliki pandangan
berbeda. Bagi mereka, pakaian yang tidak menjulur ke bawah mata kaki
adalah salah satu ciri kaum Wahabi. Kaum Wahabi yang membenci Nabi dan
keluarganya. Karena mereka tidak mengikuti mazhab Syi’ah, mereka
dianggap membenci Nabi dan keluarganya.
Maka kita lihat Syi’ah tidak ada yang
memendekkan pakaiannya hingga ke atas mata kaki. Mereka tidak ingin
meniru kaum Wahabi. Mereka malu dianggap kaum Wahabi, karena yang
terbiasa melakukan ajaran Nabi itu adalah kaum Wahabi.
Ternyata apa yang menjadi ajaran kaum
Wahabi itu tercantum dalam kitab Syi’ah sendiri. Para imam Syi’ah yang
maksum memerintahkan pengikutnya untuk memendekkan pakaian ke atas mata
kaki.
Dari Abdullah bin Sinan, dari Abu Abdillah Alaihissalam, mengenai firman Allah: “Dan bajumu bersihkanlah.” Abu Abdillah berkata: pendekkanlah. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian. )
Memendekkan celana atau sarung adalah
perbuatan membersihkan. Yang dimaksud bukan membersihkan fisik pakaian
agar tidak kotor dan nyaman dipandang. Yang dimaksud adalah membersihkan
pakaian dari noda kesombongan.
Dari Ma’la bin Khunais, dari Abu Abdillah berkata: Ali ‘alaihissalam
ada di tempat ini, dia mendatangi Bani Diwan, lalu membeli tiga buah
baju seharga 1 dinar, sebuah baju sepanjang di atas maka kaki, dan
sarung sampai setengah betis, dan sebuah sorban yang mencapai dada di
depannya, sementara belakangnya sampai bawah punggung, lalu mengangkat
tangannya ke langit, memuji Allah atas baju pemberian Allah, kemudian
dia masuk ke rumahnya dan mengatakan, ‘Inilah pakaian yang harus
dikenakan oleh kaum muslimin.’ Abu Abdillah berkata: ‘Tetapi mereka
tidak bisa mengenakannya hari ini, jika kami hari ini mengenakan pakaian
itu, orang akan mengatakan: dia orang gila, dia adalah seorang yang riya’, Allah berfirman: ‘Dan bajumu bersihkanlah.‘,
Abu Abdullah berkata: ‘Pendekkanlah bajumu jangan engkau julurkan, jika
Imam Mahdi muncul, inilah pakaian yang akan dikenakannya. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian )
Imam Mahdi sejati adalah Imam Mahdi yang
mengikuti perintah Nabi. Maka tidak heran jika Imam Mahdi mengenakan
pakaian seperti yang diperintahkan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.
Dari Abdullah bin Hilal berkata: “Abu
Abdillah menyuruh saya untuk membeli sarung. Aku berkata: ‘Saya hanya
memakai sarung yang longgar, potonglah dan jahit ujungnya.’ Lalu
berkata: ‘Sesungguhnya ayahku berkata: ‘Apa yang lebih panjang dari dua
mata kaki, maka tempatnya di neraka. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian ).
Membersihkan pakaian dengan memendekkan,
membersihkan pakaian dan diri kita sendiri, agar tidak terkena adzab
neraka di hari akhir nanti.
Dari Abul Hasan mengatakan: “Allah berfirman pada Nabi-Nya: ‘Dan pakaianmu bersihkanlah.’ Sedangkan pakaian Nabi adalah bersih, maksudnya diperintahkan untuk memendekkan. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian)
Dari Abu Bashir dari Abu Ja’far -’alaihissalam-, bahwa Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- berwasiat pada seorang laki-laki dari Bani Tamim, “Hindarilah isbal dalam sarung dan gamis, karena isbal adalah termasuk kesombongan, sedangkan Allah tidak menyukai kesombongan. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian )
Sering orang berkilah, bahwa yang
dilarang adalah menjulurkan pakaian karena kesombongan. Padahal,
perbuatan menjulurkan pakaian itu sendiri adalah bagian dari
kesombongan. Maka kita lihat ulama Syi’ah di Iran, ustadz Syi’ah yang
belajar pada mereka, serta orang awam Syi’ah, seluruhnya menjulurkan
pakaian ke bawah mata kaki. Mereka menghiasi diri mereka dengan
kesombongan. Bagaimana kesombongan yang ada dalam hati bisa nampak?
Jelas nampak, karena apa yang ada di hati akan nampak terlihat orang
dari anggota badan. Sedangkan para imam maksum jelas memberi tanda
kesombongan dengan pakaian yang menjulur ke bawah mata kaki.
Dalam kitab Biharul Anwar, jilid 2 hal. 143, terdapat sebuah hadits dari Nabi: “Tidak akan masuk surga, orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebiji sawi.”
Di akhir hadits, Nabi menggariskan definisi sombong:
“Sombong adalah menolak kebenaran dan menganggap rendah orang lain.”
Biharul Anwar menambah penjelasan tentang sombong: enggan mengikuti kebenaran.
Kepada teman-teman Syi’ah, pendekkan
celana kalian, jangan sampai kain celana kalian menjulur sampai bawah
mata kaki, karena itu adalah bagian dari kesombongan, bagai menyemi
bibit kesombongan dalam hati. Jika bibit yang disemi sudah tumbuh, maka
ia akan berakar di dada. Akibatnya, kita akan menolak kebenaran. Semua
ini diawali dari celana yang menjulur ke bawah mata kaki.
Dari Abu Hamzah: Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib memandang pada seorang pemuda yang memanjangkan sarungnya,
lalu berkata: ‘Wahai anakku, pendekkan sarungmu, karena itu membuat awet
pakaianmu, dan membuat hatimu lebih bertaqwa. ( Al Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian )
Jauh sebelumnya, Umar bin Khattab telah
mengatakan ucapan yang sama, saat menjelang wafatnya, ada seorang pemuda
yang menjenguknya, lalu Umar melihat pakaian pemuda itu menjulur ke
bawah mata kaki, lalu Umar berkata: “Wahai anak saudaraku, angkatlah
pakaianmu, sesungguhnya itu lebih bersih untuk bajumu, dan lebih
bertakwa pada Rabb-Mu. ( Riwayat Bukhari )
Imam Ali mengucapkan hal yang sama, jauh setelah Umar bin Khattab wafat.
Pakaian yang menjulur adalah bagaian dari sombong, sebaliknya, pakaian yang terangkat melambangkan taqwa. Ini bukti bahwa pakaian menunjukkan kondisi hati seseorang. Seolah para imam memberitahu kita, bahwa isi hati seseorang bisa diketahui dari pakaiannya.
Pakaian yang menjulur adalah bagaian dari sombong, sebaliknya, pakaian yang terangkat melambangkan taqwa. Ini bukti bahwa pakaian menunjukkan kondisi hati seseorang. Seolah para imam memberitahu kita, bahwa isi hati seseorang bisa diketahui dari pakaiannya.
Dari Salamah, dia berkata: “Saya bersama
Abu Ja’far, lalu Abu Abdullah masuk menemuinya, lalu Abu Ja’far berkata:
‘Wahai anakku, mengapa kamu tidak membersihkan pakaianmu?’ Lalu dia
pergi, kami mengira bahwa bajunya terkena kotoran, lalu kembali dan
berkata: ‘Memang sudah bersih seperti ini.’ Lalu kami berkata: ‘Semoga
kami dijadikan Allah sebagai tebusanmu, ada apa dengan bajunya?’ Abu
Ja’far menjawab: ‘Gamisnya adalah panjang, dan saya memerintahkan untuk
memendekkannya, Allah berfirman : dan bajumu bersihkanlah..”
Dari Muhammad bin Musllim berkata: “Abu
Abdullah memandang ke arah seseorang yang mengenakan gamis sampai
mengenai tanah, lalu berkata: ‘Ini bukanlah baju yang bersih.’”
Dari Sama’ah bin Mahran, dari Abu Abdillah -’alaihissalam- berkata tentang orang yang memanjangkan gamisnya: “Saya tidak senang dia menyerupai wanita. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian)
Dari Abdullah bin Hilal, dari Abu Abdillah berkata: “Ayahku berkata: ‘Setiap yang melewati dua mata kaki, maka tempatnya di neraka.” ( Wasa’il Syi’ah, jilid 5 hal. 25-49)
Kawan-kawan Syi’ah yang menganggap para
imam adalah maksum, sudah semestinya meniru kaum Wahabi yang memendekkan
celana di atas mata kaki. Tetapi yang melaksanakan sabda para imam
adalah kaum Wahabi. Kita dilanda bingung, jangan-jangan kaum Wahabi
adalah pengikut Ahlulbait sejati??? ^_^ ( hakekat.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar