Rabu, 27 Juni 2012

KAUM WAHHABI ADALAH SYI’AH SEJATI

Ada ajaran dari para imam maksum yang malah dipegang erat oleh kaum Wahabi. Ajaran itu malah ditinggalkan oleh Syi’ah. Bukan hanya meninggalkan, Syi’ah selalu mengolok-olok dan mencaci mereka. Apa ajaran itu?
Dari hari ke hari, kita makin sering melihat dengan mata kita, orang-orang yang mengenakan celana dan sarung di atas mata kaki. Orang awam menyebutnya dengan sebutan cingkrang. Sementara sebagian lagi mentertawakan mereka, saat bertemu kawan yang mengenakan celana cingkrang, mereka bertanya, “Ada banjir ya?” Ditanya tentang banjir karena celananya dinaikkan ke atas mata kaki. Biasanya orang bercelana cingkrang karena takut terkena air saat banjir.
Ketika ditanya tentang alasan mereka, mereka menjawab bahwa Nabi-lah yang menyuruh mereka. Jadi bukan karena banjir atau apa. Nabi Muhammad menyuruh mereka melakukan itu, menyuruh mereka memendekkan pakaian ke atas mata kaki. Karena ingin mengikuti perintah Nabi, mereka rela dicaci maki. Memang, melakukan perintah Nabi membuat banyak orang sinis dan benci. Ini berlaku dari awal jaman Nabi diutus, hingga saat ini, sampai hari ini.
Kawan-kawan Syi’ah memiliki pandangan berbeda. Bagi mereka, pakaian yang tidak menjulur ke bawah mata kaki adalah salah satu ciri kaum Wahabi. Kaum Wahabi yang membenci Nabi dan keluarganya. Karena mereka tidak mengikuti mazhab Syi’ah, mereka dianggap membenci Nabi dan keluarganya.
Maka kita lihat Syi’ah tidak ada yang memendekkan pakaiannya hingga ke atas mata kaki. Mereka tidak ingin meniru kaum Wahabi. Mereka malu dianggap kaum Wahabi, karena yang terbiasa melakukan ajaran Nabi itu adalah kaum Wahabi.
Ternyata apa yang menjadi ajaran kaum Wahabi itu tercantum dalam kitab Syi’ah sendiri. Para imam Syi’ah yang maksum memerintahkan pengikutnya untuk memendekkan pakaian ke atas mata kaki.
Dari Abdullah bin Sinan, dari Abu Abdillah Alaihissalam, mengenai firman Allah: “Dan bajumu bersihkanlah.” Abu Abdillah berkata: pendekkanlah. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian. )
Memendekkan celana atau sarung adalah perbuatan membersihkan. Yang dimaksud bukan membersihkan fisik pakaian agar tidak kotor dan nyaman dipandang. Yang dimaksud adalah membersihkan pakaian dari noda kesombongan.
Dari Ma’la bin Khunais, dari Abu Abdillah berkata: Ali ‘alaihissalam ada di tempat ini, dia mendatangi Bani Diwan, lalu membeli tiga buah baju seharga 1 dinar, sebuah baju sepanjang di atas maka kaki, dan sarung sampai setengah betis, dan sebuah sorban yang mencapai dada di depannya, sementara belakangnya sampai bawah punggung, lalu mengangkat tangannya ke langit, memuji Allah atas baju pemberian Allah, kemudian dia masuk ke rumahnya dan mengatakan, ‘Inilah pakaian yang harus dikenakan oleh kaum muslimin.’ Abu Abdillah berkata: ‘Tetapi mereka tidak bisa mengenakannya hari ini, jika kami hari ini mengenakan pakaian itu, orang akan mengatakan: dia orang gila, dia adalah seorang yang riya’, Allah berfirman: ‘Dan bajumu bersihkanlah.‘, Abu Abdullah berkata: ‘Pendekkanlah bajumu jangan engkau julurkan, jika Imam Mahdi muncul, inilah pakaian yang akan dikenakannya. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian )
Imam Mahdi sejati adalah Imam Mahdi yang mengikuti perintah Nabi. Maka tidak heran jika Imam Mahdi mengenakan pakaian seperti yang diperintahkan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.
Dari Abdullah bin Hilal berkata: “Abu Abdillah menyuruh saya untuk membeli sarung. Aku berkata: ‘Saya hanya memakai sarung yang longgar, potonglah dan jahit ujungnya.’ Lalu berkata: ‘Sesungguhnya ayahku berkata: ‘Apa yang lebih panjang dari dua mata kaki, maka tempatnya di neraka. ( Al Kafi jilid 5, bab: memendekkan pakaian ).
Membersihkan pakaian dengan memendekkan, membersihkan pakaian dan diri kita sendiri, agar tidak terkena adzab neraka di hari akhir nanti.
Dari Abul Hasan mengatakan: “Allah berfirman pada Nabi-Nya: ‘Dan pakaianmu bersihkanlah.’ Sedangkan pakaian Nabi adalah bersih, maksudnya diperintahkan untuk memendekkan. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian)
Dari Abu Bashir dari Abu Ja’far -’alaihissalam-, bahwa Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- berwasiat pada seorang laki-laki dari Bani Tamim, “Hindarilah isbal dalam sarung dan gamis, karena isbal adalah termasuk kesombongan, sedangkan Allah tidak menyukai kesombongan. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian )
Sering orang berkilah, bahwa yang dilarang adalah menjulurkan pakaian karena kesombongan. Padahal, perbuatan menjulurkan pakaian itu sendiri adalah bagian dari kesombongan. Maka kita lihat ulama Syi’ah di Iran, ustadz Syi’ah yang belajar pada mereka, serta orang awam Syi’ah, seluruhnya menjulurkan pakaian ke bawah mata kaki. Mereka menghiasi diri mereka dengan kesombongan. Bagaimana kesombongan yang ada dalam hati bisa nampak? Jelas nampak, karena apa yang ada di hati akan nampak terlihat orang dari anggota badan. Sedangkan para imam maksum jelas memberi tanda kesombongan dengan pakaian yang menjulur ke bawah mata kaki.
Dalam kitab Biharul Anwar, jilid 2 hal. 143, terdapat sebuah hadits dari Nabi: “Tidak akan masuk surga, orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebiji sawi.”
Di akhir hadits, Nabi menggariskan definisi sombong:
“Sombong adalah menolak kebenaran dan menganggap rendah orang lain.”
Biharul Anwar menambah penjelasan tentang sombong: enggan mengikuti kebenaran.
Kepada teman-teman Syi’ah, pendekkan celana kalian, jangan sampai kain celana kalian menjulur sampai bawah mata kaki, karena itu adalah bagian dari kesombongan, bagai menyemi bibit kesombongan dalam hati. Jika bibit yang disemi sudah tumbuh, maka ia akan berakar di dada. Akibatnya, kita akan menolak kebenaran. Semua ini diawali dari celana yang menjulur ke bawah mata kaki.
Dari Abu Hamzah: Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib memandang pada seorang pemuda yang memanjangkan sarungnya, lalu berkata: ‘Wahai anakku, pendekkan sarungmu, karena itu membuat awet pakaianmu, dan membuat hatimu lebih bertaqwa. ( Al Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian )
Jauh sebelumnya, Umar bin Khattab telah mengatakan ucapan yang sama, saat menjelang wafatnya, ada seorang pemuda yang menjenguknya, lalu Umar melihat pakaian pemuda itu menjulur ke bawah mata kaki, lalu Umar berkata: “Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu, sesungguhnya itu lebih bersih untuk bajumu, dan lebih bertakwa pada Rabb-Mu. ( Riwayat Bukhari )
Imam Ali mengucapkan hal yang sama, jauh setelah Umar bin Khattab wafat.
Pakaian yang menjulur adalah bagaian dari sombong, sebaliknya, pakaian yang terangkat melambangkan taqwa. Ini bukti bahwa pakaian menunjukkan kondisi hati seseorang. Seolah para imam memberitahu kita, bahwa isi hati seseorang bisa diketahui dari pakaiannya.
Dari Salamah, dia berkata: “Saya bersama Abu Ja’far, lalu Abu Abdullah masuk menemuinya, lalu Abu Ja’far berkata: ‘Wahai anakku, mengapa kamu tidak membersihkan pakaianmu?’ Lalu dia pergi, kami mengira bahwa bajunya terkena kotoran, lalu kembali dan berkata: ‘Memang sudah bersih seperti ini.’ Lalu kami berkata: ‘Semoga kami dijadikan Allah sebagai tebusanmu, ada apa dengan bajunya?’ Abu Ja’far menjawab: ‘Gamisnya adalah panjang, dan saya memerintahkan untuk memendekkannya, Allah berfirman : dan bajumu bersihkanlah..”
Dari Muhammad bin Musllim berkata: “Abu Abdullah memandang ke arah seseorang yang mengenakan gamis sampai mengenai tanah, lalu berkata: ‘Ini bukanlah baju yang bersih.’”
Dari Sama’ah bin Mahran, dari Abu Abdillah -’alaihissalam- berkata tentang orang yang memanjangkan gamisnya: “Saya tidak senang dia menyerupai wanita. ( Al-Kafi, jilid 5, bab: memendekkan pakaian)

Dari Abdullah bin Hilal, dari Abu Abdillah berkata: “Ayahku berkata: ‘Setiap yang melewati dua mata kaki, maka tempatnya di neraka.” ( Wasa’il Syi’ah, jilid 5 hal. 25-49)
Kawan-kawan Syi’ah yang menganggap para imam adalah maksum, sudah semestinya meniru kaum Wahabi yang memendekkan celana di atas mata kaki. Tetapi yang melaksanakan sabda para imam adalah kaum Wahabi. Kita dilanda bingung, jangan-jangan kaum Wahabi adalah pengikut Ahlulbait sejati??? ^_^ ( hakekat.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar